Praktikum membuat tempe dari mie menggunakan ragi tempe sebagai inokulum dilakukan untuk melihat proses fermentasi mie menjadi tempe. Mie direbus, ditaburi ragi tempe, diaduk, dimasukkan ke plastik dan ditutup rapat untuk diinkubasi.
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.docx
1. LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
PENGOLAHAN MIE MENJADI TEMPE MENGGUNAKAN
RAGI TEMPE (INOKULUM)
Oleh
Nama: Shafrina Win
Kelas: XII MIPA 4
Guru Bidang Study: Ir. Hj. Dwi Uning Hidayati
Departemen Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Kabupaten Bekasi
SMAN 1 Cikarang Pusat
2022/2023
2. I. LATAR BELAKANG
Secara umum, Negara yang beranda di benua Asia, terkenal sebagai Negara dengan
keragaman kuliner. Seperti china, korea, dan lainnya tak terlepas pula di Indonesia. Di Indonesia
sendri hampir disetiap daerah memiliki makanan dengan ciri khas tersendiri. Selain karena
kekhasan dan keunikan makanan tiap daerah, harga makanan yang murah juga membut Indonesia
sebagai Negara wisata kuliner yang tak jarang banyak sekali orang-orang yang melakukan wisata
kuliner yang bahkan pengunjunganya sampai pada warga mancanegara.
Tempe merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Tempe adalah salah satu contoh produk fermentasi. Jamur yang digunakan dalam fermentasi
umumnya adalah Rhizopus sp. Jamur ini menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak
senyawa organik kompleks menjadi senyawa lebih sederhanasehingga dapat dengan mudah
dicerna oleh tubuh. Tempe dapat dibuatdari berbagai macam bahan, tetapi yang paling sering
digunakan sebagaibahan utama tempe adalah biji kedelai.
Jika ditinjau dari proses pembuatan, dapat diketahui bahwa tempe merupakan salah satu
produk bioteknologi berbasis konvensional. Hal ini karena melibatkan mikrobia eukariotik yaitu
kapang yang biasanya diperoleh dari ragi artinya di dalam ragi tersebut mengandung empat jenis
kapang dari kelompok Rhizopus, yaitu Rhyzopus ologosporus, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus
arrhizus, dan Rhizopus oryzae. Hifa dari kapang inilah yang terlihat berwarna pada tempe.
Dapat kita ketahui tempe dapat terbuar dsari segala macam bahan, untuknya kita akan
melakukan praktikum pembuatan tempe dengan menggunakan mie sebagai bahan dasarnya dan
jamur inokulum (rhizopus oryzae) sebagai starter. Dalam percobaan kali ini kita akan mengamati
bagaimana perubahan yang terjadi dan faktor apa saja yang membuat mie dapat menjadi tempe.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fermentasi pada Tempe
Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak
jaman kuno. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk tertentu
yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Bioteknologi berbasis fermentasi
sebagian besar merupakan proses produksi barang dan jasa dengan menerapkan teknologi
fermentasi atau yang menggunakan mikroorganisme untuk memproduksi makanan dan minuman
seperti: keju, yoghurt, minuman beralkohol, cuka, sirkol, acar, sosis, kecap, dll (Nurcahyo, 2011).
Menurut Suprapti (2003) dalam Sukardi (2008) Tempe merupakan salah satu hasil
fermentasi kedelai yang sudah cukup dikenal sebagai makanan yang bermanfaat bagi kesehatan.
Tempe mengandung vitamin B12 yang biasanya terdapat dalam daging dan juga merupakan
sumber protein nabati selain sebagai sumber kalori, vitamin dan mineral (Suprapti, 2003 dalam
Sukardi, 2008).
Kata “tempe” diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada masyarakat Jawa Kuno
terdapat makanan berwarna tan terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi . Makanan bernama
3. tumpi tersebut terlihat memiliki kesamaan dengan tempe segar yang juga berwarna tan. Boleh jadi,
ini menjadi asal muasal dari mana kata “tempe” berasal (PUSIDO Badan Standardisasi Nasional,
2012).
Tempe merupakan makanan yang terbuat biji kedelai atau beberapa bahan lain yang
diproses melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat
proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa sederhana
sehingga mudah dicerna (PUSIDO Badan Standardisasi Nasional, 2012).
Secara umum tahu dan tempe dibuat dari bahan baku kedelai. Sekitar 80% kedelai
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industry tahu dan tempe sedangkan sisanya digunakan
oleh berbagai macam industry seperti kecap, susu kedelai, makanan ringan dan sebagainya.
Dalam beberapa tahun terakhir produksi kedelai di Indonesia terus berkurang dan tidak mampu
memenehui kebutuhan (Haliza, 2007).
Tempe merupakan olahan kedelai dengan fermentasi kapang Rhizopus. Kapang yang
sering digunakan dalam pembuatan tempe, adalah Rhizopus microsporus dan R. oryzae. Kedua
kapang tersebut mempunyai aktivitas enzim β-glukosidase berbeda. Aktivitas enzim β-glukosidase
R. microsporus var. chinensis lebih kuat daripada R. oryzae (Purwoko et al., 2001 dalam Purwoko,
2004).
Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga
diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan maksimal 72 jam.
Lamanya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi. Fermentasi akan berlangsung baik
dan cepat bila dibantu dengan kondisi suhu yang optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang
asam (±4-5) (Widayati, 2002 dalam Lumowa, 2014).
Waktu fermentasi memberikan pengaruh dalam kualitas produk suatu produk, produk
fermentasi adalah produk yang dapat diterima baik secara kenampakan, aroma serta nutrisi yang
dihasilkan. Fermentasi dibantu oleh mikroorganisme yang memiliki fase hidu logaritmik.
Sehingga untuk mendapatkan produk fermentasi yang terbaik harus mengetahui fase pertumbuhan
optimal dari mikroorganisme yang dimanfaatkan tersebut (Darajat. 2014).
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe
a. Tempat Fermentasi
Kemasan diperlukan karena kapang memerlukan sedikit oksigen untuk
tumbuh. Lubang pada kemasan bertujuan agar oksigen dapat masuk ke dalam kemasan.
Kemasan juga berguna untuk mengkondisikan suhu agar slealu sesuai dengan
pertumbuhan kapang. (Hermana dan Karmini)
b. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuham kapang. Aliran udara yang
terlalucepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga
dihasilkanpanas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu, apabila
digunakankantong plastik sebagai bahan pembungkusnya, maka sebaiknya diberi
4. lubangdengan jarak antar lubang satu dengan yang lain sekitar 2 cm (Suliantri dan
Rahayu,1990). Menurut Hermana dan Karmini (1996) dalam Sapuan dan Soetrisno
(1996),oksigen mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kapang. Oksigen yang terlalu
banyakakan menyebabkan pertumbuhan kapang yang terlalu pesat dan cepat,
sedangkan bilaoksigen kurang maka kapang tidak tumbuh dengan baik.
c. Kelembapan
Sama halnya dengan oksigen, Kelembaban juga mempunyai peranan penting dalam
proses fermentasi tempe. Kelembaban yang rendah akan menghambat pertumbuhan
kapang. Sebaliknya, bila keping biji kedelai terlalu basah, bakteri akan tumbuh
mendahului kapang (Hermana dan Karmini, 1996 dalam Sapuan danSoetrisno, 1996).
d. Uap Air
Uap Air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal inidisebabkan
karena setiap jenis kapang mempunyai aw ( water activity ) optimum untuk
pertumbuhannya, yaitu <0,95 – 0,99 (Suliantri dan Rahayu, 1990).
e. Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik,yaitu dapat
tumbuh baik pada suhu ruang 25 – 27 0 C. Oleh karena itu, pada waktupemeraman
suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan agar prosesfermentasi tempe
berlangsung secara optimal dan didapatkan tempe dengan kualitas baik (Suliantri dan
Rahayu, 1990).
f. Derajat Keasaman
Derajat keasaman dalam pembuatan tempe perlu diperhatikan. Kapang tempepada
umumnya tumbuh dalam suasana asam. Oleh karena itu, dalam perendamankacang
kedelai dicampur dengan larutan asam asetat atau asam laktat dengan pH 4,3 - 4,5.
Dengan adanya asam yang tinggi, maka pertumbuhan bakteri lain dapat dicegah
(Taringan, 1998).
2.3 Ciri-ciri Tempe yang Baik dan Gagal
2.3.1 Ciri-ciri Tempe yang Baik
Menurut Astuti (2009), ciri-ciri tempe yang baik sebagai berikut:
a. Berwarna putih
Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan
biji kedelai yang bertujuan untuk merekatkan biji – biji kedelai sehingga terbentuk
tekstur yang memadat.
b. Tekstur Tempe Kompak
Kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia - miselia kapangyang
menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur tempedapat
diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh padapermukaan
tempe. Apabila miselia tampak lebat, hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe
telah membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya.
c. Aroma dan Rasa Khas Tempe
Aroma tempe yang khas terutama ditentukan oleh pertumbuhan kapang dan
pemecahan komponen-komponen dalam kedelai menjadi senyawa yang lebih
5. sederhana yang bersifat volatil seperti amonia, aldehid, dan keton (Shurtleff dan
Aoyagi, 1979).
2.3.2 Ciri-ciri Tempe yang Gagal
Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah,struktur tidak
kompak, adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak danalkohol, serta beracun
(Astuti, 2009). Menurut Hayati (2009), sering kalididapatkan tempe yang pecah- pecah,
pertumbuhan kapang yang tidak merata ataubahkan tidak tumbuh sama sekali, kedelai
menjadu busuk dan berbau amoniak ataualkohol bahkan kedelai menjadi berlendir,
asam dan penyimpangan lainnya. Beberapa penyimpangan dan penyebab gegagalan
pembuatan tempe adalah sebagai berikut:
a. Tempe terlalu basah : suhu fermentasi terlalu tinggi, kelembaban udara
terlalutinggi, kedelai terlalu basah karena kurang tiris, lubang pembungkus
terlalukecil, alat tidak bersih dan tidak higienis.
b. Tempe tidak kompak : kapang tidak aktif atau sudah mati, laru terlalu
sedikit,laru terlalu tua, pengadukan lari tidak merata, waktu fermentasi kurang
lama,suhu fermentasi terlalu rendah.
c. Permukaan tempe bercak – bercak : pembentukan sporakapang akibat
bercakhitam yang disebabkan oksigen terlalu banyak, fermentasi terlalu lama,
suhuterlalu tinggi, kualitas laru rendah, kelembaban terlalu kering.
d. Tempe berbau: terlalu lama fermentasi amoniak atau alkohol, suhu terlalu
tinggi,alat tidak bersih, kadar air terlalu tinggi.
e. Tempe pecah – pecah : pencampuran laru tidak merata, pertumbuhan
kapangtidak merata, suhu ruang inkubasi tidak merata, lubang aerasi dan
pergerakanudara dalam ruang tidak merata.
f. Tempe terlalu panas : pengatur suhu, kelembaban, ventilasi tidak baik,
suhuterlalu tinggi, inkubasi terlalu tertutup, bahan terlalu banyak
g. Tempe beracun : bahan atau laru terkontaminasi mikroba patogen,
bahanberacun, laru terlalu lemah keaktifannya/terlalu sedikit sehingga justru
mikrobaberbahaya yang tumbuh, ruang dan alat kurang higienis.
III. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menganalisis prinsip-prinsip bioteknologi yang menerapkan bioproses dalam
menghasilkan produk baru untuk meningkatkan kesejahteraan manusia;
2. Merencanakan dan melakukan percobaan dalam penerapan prinsip-prinsip bioteknologi
konvensial untuk menghasilkan produk dan mengevaluasi produk yang dihasilkan serta
prosedur yang dilaksanakan, dan
3. Mengembangkan nilai-nilai karakter budaya bangsa, seperti gemar membaca, pedulu
sosial, peduli lingkungan, kerja keras, dan kewirausahaan.
IV. METODOLOGI
6. A. Alat
No. Nama Gambar
1. Piring
2. Garpu
3. Plastik Bening
4. Tutup Panci
7. B. Bahan
No. Nama Takaran Gambar
1. Mie (sudah di rebus)
250 gram
2. Jamur Inokulum 5 gram
C. Cara Kerja
No. Langkah Kerja Gambar
1. Rebus Mie terlebih dahulu. Tiriskan dan
tunggu dalam keadaan ruang (dingin).
Mie dibuat dalam kondisi kering dan
tanpa rasa.
8. 2. Siapkan jamur inokulum (Rhizopus
oryzae). Jamur dalam keadan ruang juga.
3. Taburkan 5 gram jamur inokulum
(rhizopus oryzae) secara merata
(menyebar).
4. Aduk rata menggunakan garpu.
9. 5. Masukan ke dalam plastik hingga rapat.
Keluarkan udara, dan kunci plastik
dengan cara memanaskan ujung plastik
ke api hingga plastik tertutup rapat.
6. Tusuk-tusuk permukaan plastik
menggunakan garpu atau tusuk sate agar
sedikit berlubang. Buat sekitar 6 lubang
saja.
7. Taruh mie di tempat yang kering. Tutup
mie dengan penutup panci.
10. 8. Diamkan mie dalam keadaan tertutup
kurang lebih 24 jam. Amati perubahan
setelah 24 jam. Pengamatan setelah 24
jam berada di hasil dan pembahasan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
No. Pengamatan Gambar Keterangan
1. Tampak mie selama 12
jam
Spora jamur mulai tampak
memenuhi. Plastik
mengembun (terlihat dari
butir air di dalam).
2. Tampak mie tempe
selama 24 jam
Spora jamur sepenuhnya
menelingkupi. Sudut mie pun
tampak sudah memutih. Bau
mie tempe ini lumayan bau,
seperti tape atau telah
mengalami proses fermentasi.
11. 3. Tampak tempe mie yang
di belah
Jamur mengisi bagian cela
diantara mie dan menjadikan
mie padat.
4. Tampak permukaan
tempe mie
Terlihat spora jamur inokulum
yang halus dari permukaan
atas.
Permukaan jamur terlihat
lebih jelas, seperti butiran
kapas, terasa sangat lembut.
12. 5. Pengolahan tempe mie
dengan menggoreng
potongan kecil
Layaknya tempe dari kedelai,
pengolahan dilakukan dengan
cara di goreng, dan tempe mie
pun dapat digoreng dengan
baik.
6. Hasil Pengolahan tempe
mie setelah di goreng
Warna dan aroma persis mirip
seperti tempe dengan bahan
dasar kedelai. Pun rasa khas
tempe juga ada, namun yang
membedakan bagian dalam
tempe terdapat rasa kenyal
dan lembut yang berasal dari
mie.
B. Pembahasan
Proses pembuatan tempe terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Waktu yang
diperlukan minimal dari 24 jam hingga maksimalnya 72 jam. Hal ini dikarenakan pembuatan
tempe termasuk ke dalam proses fermentasi. Fermentasi yang baik akan berjalan di kondisi yang
optimal apabila jumlah ragi yang diberikan tepat dan pH yang asam. Pada percoban kali ini, ragi
yang diberikan sekitar 5 gram dari 250 gram mie yang digunakan. Penaburan ragi dilakukan
dengan menyebar dan dapat dilihat bahwa jamur mekar dengan merata. Suhu yang diperlukan
dalam fermentasi ragi adalah suhu ruang 25 – 27 C. fermentasi tempe juga memerluakan kondisi
kering atau rendah kelembapan, oleh sebabnya, dalam proses fermentasi mie ditutup oleh panci
(dalam keadaan gelap) agar menghindari oksigen yang lembab. Dan pelubangan yang dilakukan
agar oksigen tetap bisa masuk dan tidak kekurangan maupun terlalu kering.
Pada tampak setelah 12 jam, dapat terlihat banyaknya uap air yang dihasilkan. Keadaan ini
disebabkan adanya aktivitasi ragi pada ekstrasi karbohidrat mie. Gelembung-gelembung
karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Karena yang
13. digunakan disini adalah mie dengan kadar karbohidrat tinggi, uap air yang dihasilkan pun cukup
banyak. Karena terlalu banyak menghasilkan membuat tempe dalam keadaan yang lebih lembab
dari seharusnya. Meski tidak berpengaruh pada tekstur yang dihasilkan, namun bau tempe menjadi
lebih asam dan lebih berbau seperti mengandung alkohol.
Mie yang sebelumnya tidak begitu padat, menjadi padat dan diisi oleh spora dari jamur.
Spora-spora ini yang menyebabkan cela dari mie menjadi berwarna putih yang bertujuan untuk
merekatkan mie sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Miselia tampak lebat menunjukan
bahwa tempe telah membentuk masa yang kompak.
Tempe mie yang sudah jadi juga mengalami kenaikan suhu. Tidak terlalu panas namun
tidak berada di suhu ruangnya sekitar 25 – 27 derajat celcius. Seperti sebelumnya, kenaikan suhu
ini disebabkan adanya kelembapan yang tinggi karena karbohidrat di tempe yang cukup tinggi
beserta kurang optimalnya dalam mengeringkan bahan baku.
Tempe mie yang sudah jadi dan digoreng kemudian dirasakan rasanya. Awalnya agak
skeptis karena baunya cukup asam dari tempe biasa. Namun saat dirasakan, cita rasa yang
diberikan cukup unik. Tempe mie mendapatkan sensasi kering seperti tempe dari keledai, dan rasa
khas tempe, namun yang membedakan adalah dalamnya yang kenyal dan lembut selayaknya mie.
VI. KESIMPULAN
Pembuatan tempe melalui proses fermentasi dengan bantuan jamur inokulum (rhizopus oryzae). .
Jamur ini menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi
senyawa lebih sederhanasehingga dapat dengan mudah dicerna oleh tubuh. Oleh karenanya tempe
dapat berbahan dasar apapun tak terkecuali mie yang biasa kita makan.
Proses pembuatan mie menjadi tempe tidak beda jauh dengan proses pembuatan tempe dengan
kedelai. Namun yang perlu diperhatikan adalah kelembapan yang ada dan karbohidrat pada tepung
mie lebih tinggi daripada di kedelai membuat tempe mie lebih berbau asam. Berdasarkan
pengamatan yang ada, percobaan tempe berbahan dasar tempe ini berhasil dilakukan.
Selain bahan dasar, seperti keatifan ragi dan kualitas bahan pokok (yang digunakan disini mie),
banyak hal lain yang mempengaruhi proses pembuatan tempe mie ini. Mulai dari oksigen dimana
proses ini memerlukan oksigen yang sedikit, suhu udara yang ruang, kelembapan yang kering,
tempat fermentasi, uap air, dan derajat keasaman.
VII. DAFTAR PUSTAKA.
Jatmiko Eko Witoyo (16 September 2016): PERUBAHAN BIOKIMIA SELAMA PROSES :
TEMPE, retrieved January 22, 2023, from internet:
https://www.academia.edu/28545782/PERUBAHAN_BIOKIMIA_SELAMA_PROSES_T
EMPE.
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PEMBUATAN TEMPE. (2023): , retrieved
January 22, 2023, from internet: http://kotakmipa.blogspot.com/2017/01/laporan-
praktikum-bioteknologi.html.