Similar to COVID-19 dan Penyakit Zoonotik Sebagai Salah Satu Indikator Kesehatan Bumi - Earth Hour 2020, World Wide Fund (WWF) Indonesia, 27 Maret 2020
Similar to COVID-19 dan Penyakit Zoonotik Sebagai Salah Satu Indikator Kesehatan Bumi - Earth Hour 2020, World Wide Fund (WWF) Indonesia, 27 Maret 2020 (20)
COVID-19 dan Penyakit Zoonotik Sebagai Salah Satu Indikator Kesehatan Bumi - Earth Hour 2020, World Wide Fund (WWF) Indonesia, 27 Maret 2020
1. COVID-19 dan Penyakit
Zoonotik Sebagai Salah Satu
Indikator Kesehatan Bumi
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Karantina Hewan, Kementerian Pertanian
2. Zoonosis adalah ancaman
bagi biodiversitas
• Penyebaran penyakit zoonotik – terjadi apabila ada
patogen dari spesies tertentu (tempat dimana
patogen tersebut berevolusi) melompat ke inang
barunya – diperburuk oleh perdagangan satwa liar,
kerusakan habitat dan perubahan iklim.
• Virus corona adalah salah satu contoh patogen yang
berasal dari perdagangan satwa liar, termasuk juga
SARS, Ebola, Flu Burung, dan banyak lagi.
• Virus corona baru (COVID-19) saat ini telah
dinyatakan oleh WHO sebagai PANDEMIK yang
menyebar dari manusia-ke-manusia.
3. COVID-19: Zoonosis?
• Para peneliti yang mempelajari penyebaran virus
memastikan bahwa COVID-19 sangat mungkin berasal
dari suatu ‘PASAR BASAH’ atau pasar hewan hidup yang
menjual satwa liar di Kota Wuhan, China.
• Berdasarkan hasil penelitian, sangat mungkin inang
dimana virus berevolusi atau leluhur virus (ancestor)
COVID-19 adalah KELELAWAR.
• Informasi yang belum diketahui adalah bagaimana virus
COVID-19 menginfeksi manusia dan juga kemungkinan
TRENGGILING sebagai inang perantara yang dilalui virus
tersebut sebelum menginfeksi manusia..
4. Virus corona: SARS dan MERS
• Virus corona adalah virus RNA berenvelop yang tidak
bersegmen dari keluarga Coronaviridae dan Ordo
Nidovirales dan menyebar secara luas pada manusia
dan mamalia lainnya.
• Epidemi dari dua virus corona sebelumnya, yaitu severe
acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV)dan
Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-
CoV) juga dibuktikan berasal dari KELELAWAR dengan
MUSANG SAWIT sebagai inang perantara untuk SARS-
CoV dan UNTA DROMEDARI sebagai inang perantara
untuk MERS-CoV.
5. Satwa liar sebagai
‘reservoir penyakit’
• Satwa liar yang kelihatannya sehat dapat menjadi
sumber dari penyakit yang dapat menyebabkan
hewan lain atau manusia menjadi sakit.
• Ketika kelelawar terinfeksi dengan patogen yang
dapat membunuh manusia, mereka tidak
menunjukkan gejala penyakit yang nyata, tetapi
mampu membawa virus yang sifatnya persisten
untuk jangka waktu lama.
6. Virus melompat antar
spesies
• Peristiwa ini terjadi apabila manusia berburu satwa liar
atau merusak habitatnya, sehingga virus dan patogen
lainnya melompat antar spesies.
• Peristiwa melompatnya virus zoonotik dihubungkan
dengan perubahan lingkungan dan perilaku manusia.
• Gangguan terhadap hutan alami yang didorong oleh
penebangan kayu, penambangan, jalan yang dibangun
melalui lokasi terpencil, urbanisasi yang cepat, dan
pertumbuhan penduduk membuat orang lebih dekat
dengan spesies hewan yang mungkin belum pernah
terjadi sebelumnya.
7. ‘Puncak gunung es’
• Virus-virus corona yang telah diidentifikasi mungkin
hanyalah suatu ‘puncak gunung es’, dengan potensi
menyebabkan lebih banyak lagi kejadian zoonotik yang
baru dan berat di masa depan.
• Virus-virus secara alami bermutasi dan saling
berekombinasi, serta berbagi komponen yang berbeda
untuk menciptakan virus baru.
• Virus-virus yang zoonotik dapat melompati hambatan
spesies dan utamanya berbahaya bagi manusia, oleh
karena sistim imunitas kita belum mengetahui
bagaimana cara memerangi virus baru tersebut.
8. Kelelawar sebagai
pembawa banyak virus
• Kelelawar adalah binatang mamalia yang
biasanya berada dalam koloni yang besar,
terbang jarak jauh sampai ribuan mil dan
didapatkan di setiap benua.
• Spesies kelelawar merupakan salah satu
mamalia tertua dan mewakili 20%
keanekaragaman mamalia yang ada.
• Kelelawar jarang sekali mengalami gejala
sakit, tetapi memiliki peluang
menyebarkan patogen jarak jauh dan luas.
9. Kelelawar di Indonesia
• Ada lebih dari 1.300 spesies kelelawar terdistribusi di 6
benua, dan Indonesia menjadi rumah dari 219 spesies
kelelawar – lebih banyak dari negara lain manapun.
• Daging satwa liar secara rutin tersedia untuk dijual di
sejumlah pasar dan supermarket di Sulawesi Utara.
• Taksonomi satwa liar yang paling sering ditemukan di
pasar adalah kelelawar, rubah, babi liar, tikus dan ular.
• Diestimasi jumlah kelelawar yang diperdagangkan
setiap tahun berkisar dari 650.000 sampai lebih dari 1
juta ekor dan tingkat panen kelelawar tidak terganggu.
10. Trenggiling sebagai hospes
perantara COVID-19?
• Trenggiling (Pangolin) dikenal sebagai binatang bersisik
yang tertutup dan nokturnal yang menggulung dirinya
menjadi bola ketika terancam.
• Binatang ini jarang terlihat di alam liar, dan sangat sulit
untuk dibesarkan dalam penangkaran. Namun, trenggiling
menjadi mamalia liar yang paling banyak diperdagangkan
di dunia.
• Lebih dari 200.000 diperkirakan diambil dari alam liar
setiap tahun di Afrika dan Asia.
• Dagingnya dianggap sebagai suatu kelezatan oleh
sejumlah orang di China dan Vietnam, sementara sisik dan
janinnya digunakan untuk pengobatan tradisionil China.
11. Kerusakan biodeversitas –
Faktor pemicu COVID-19
• Hanya satu atau dua dekade lalu, dipercaya secara luas
bahwa hutan tropis dan lingkungan alami yang utuh,
penuh dengan satwa liar eksotik mengancam manusia
dengan menyembunyikan virus dan patogen lain yang
menyebabkan penyakit baru seperti Ebola, HIV dan
demam berdarah (dengue).
• Sejumlah peneliti saat ini berfikir bahwa kerusakan
biodiversitas yang dibuat manusia menciptakan kondisi
dimana virus baru seperti COVID-19 muncul – dengan
dampak kesehatan dan ekonomi yang sama besarnya
baik di negara kaya maupun negara miskin.
13. Perdagangan dan Perburuan
Satwa Liar
• Satwa liar diburu, diperangkap dan dibawa ke pasar
untuk dijual sebagai obat-obatan tradisionil,
makanan dan perdagangan hewan peliharaan.
• Hampir tidak mungkin mendapatkan angka yang
dapat dipercaya mengenai nilai perdagangan satwa
liar ilegal, tetapi diperkirakan miliaran dollar.
14. Perdagangan satwa liar global
• Perdagangan satwa liar legal dan ilegal untuk hewan
peliharaan atau untuk produk hewan adalah industri
multi-miliar dollar, dan dikenal sebagai salah satu
ancaman yang paling parah terhadap biodiversitas.
• Industri perdagangan satwa liar global bernilai antara
US$7-23 miliar per tahun (UNODC, 2020).
• Pasar satwa liar ilegal umum ditemukan di banyak
negara Asia, terutama di wilayah-wilayah seperti
Segitiga Emas Greater Mekong (Laos, Thailand dan
Myanmar dekat perbatasan China).
15. Skala perdagangan ilegal
satwa liar di Indonesia
• Nilai sekitar Rp 13 triliun per tahun
– Ekspor 1 miliar katak dari Indonesia
ke Uni Eropa/Amerika Serikat selama
9 tahun (1998-2007).
– Ekspor 9 juta penyu air tawar dan
kura-kura darat dari Indonesia,
Malaysia dan Thailand (1990-1999).
– Ekspor 10 juta kulit reptil dari Asia
Tenggara untuk ekspor secara global
(2005-2013).
Sumber: The ASEAN Post
16. Skala Perdagangan legal satwa
liar di Indonesia
• Nilai sekitar Rp 5 triliun per tahun
– Ekspor > 96.000 trenggiling (2017-
2019)
– Ekspor 100.000 kura-kura hidung
babi (2013-2019)
– Ekspor > 45.000 burung hias dari
Indonesia (2018-2019)
– Eskpor 1.100 burung rangkong helm
(2011-2016)
– Ekspor berang-berang > 1.189 (4
bulan di 2018) Sumber: The ASEAN Post
17. Pasar satwa liar
• Perdagangan dan pasar daging satwa liar, dimana
berbagai spesies hidup ditempatkan bersama dan
disembelih di permukaan yang sama, bertindak sebagai
tempat berkembangbiak yang sempurna untuk patogen
baru.
• Satwa liar diambil dari alam liar dan ditransportasikan
ke pasar, dimana mereka berinteraksi dengan spesies
lain dari lokasi lain.
• Satwa liar berada dalam kondisi stres, bertukar kotoran
dan juga virus-virus sebelum disembelih di tempat. Ini
memungkinkan untuk darah dan organ terpapar ke
manusia dan meningkatkan risiko tertular.
18. Pembunuhan satwa liar
bukanlah solusi
• Satwa liar tidak harus disalahkan sebagai penular
penyakit yang mengubah kehidupan manusia sehari-
hari – tetapi MANUSIA yang mempunyai akal dan
fikiran.
• Kerusakan habitat alami dibarengi dengan jumlah
besar orang yang bergerak cepat sekarang di bumi –
telah memungkinkan penyakit yang sebelumnya
terkunci di alam untuk mampu melintas ke manusia
secara cepat.
19. Jangan berburu satwa liar
“Semakin sering kita memburu satwa liar, semakin
banyak kita kontak dengan lingkungan baru dan
semakin meningkatkan kemungkinan kita untuk
terpapar dengan virus dari satwa liar”.
20. Jangan membunuh
kelelawar!
• Melindungi kelelawar sangat penting,
karena mereka adalah bagian dari
kesimbangan ekosistem.
• Dengan membunuh kelelawar, tidak ada
lagi yang makan serangga sehingga
populasi serangga akan merajalela.
• Kelelawar juga penting dalam
membantu penyerbukan tumbuhan
yang bunganya mekar pada malam hari.
21. Stop penyebaran
zoonosis dari satwa liar
• Penutupan dan pelarangan pasar
hewan hidup yang menjual satwa liar
secara ilegal.
• Stop perdagangan dan perburuan
satwa liar ilegal.
• Stop konsumsi satwa liar.
• Proteksi satwa liar dengan tidak
merusak habitat alaminya.