Dokumen tersebut membahas tentang situasi, epidemiologi, dan mitigasi penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi. LSD disebabkan oleh virus yang menyebabkan demam, nodul kulit, dan penurunan produktivitas sapi. Penyakit ini menyebar dengan bantuan vektor seperti lalat dan caplak, serta perdagangan sapi yang tidak terkendali. Upaya pengendalian meliputi vaksinasi, pengendalian vektor dan lalu lintas sapi
Menjelaskan penyakit-penyakit zoonosis pada ternak, terutama ternak-ternak yang ada di Indonesia untuk diketahui oleh masyarakat guna meningkatkan kualitas kesehatan dengan mengetahui penyebab, menghindari dan mencegah penularan penyakit-penyakit tersebut
Menjelaskan penyakit-penyakit zoonosis pada ternak, terutama ternak-ternak yang ada di Indonesia untuk diketahui oleh masyarakat guna meningkatkan kualitas kesehatan dengan mengetahui penyebab, menghindari dan mencegah penularan penyakit-penyakit tersebut
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) - Daring Pusat KH & Kehani, BARANTAN, 21 Juli 2021
1. Situasi, Epidemiologi
dan Mitigasi Lumpy
Skin Disease (LSD)
Drh Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan
Pertemuan Daring
Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati
Jumat, 23 Juli 2021
2. ● Lumpy skin disease (LSD) adalah penyakit
cacar ternak yang disebabkan oleh virus
Lumpy Skin Disease (LSDV) yang termasuk
dalam keluarga Poxviridae dengan dampak
sosio-ekonomi yang besar.
● Penyakit ini ditandai dengan demam (>41oC),
nodul-nodul kulit keras yang banyak (2 - 5 cm),
dan plak nekrotik di selaput lendir (terutama
saluran pernafasan bagian atas dan rongga
mulut) dan pembengkakan limfonoda perifer.
Apa itu ‘Lumpy skin disease’ (LSD)?
3. ● Termasuk penyakit sapi lintas batas (transboundary cattle disease).
● Penyakit wajib dilaporkan (notifiable disease) oleh OIE.
● Virus stabil dan bertahan dengan baik di lingkungan.
● Sulit dieradikasi TANPA VAKSINASI.
● Hanya 30-70% dari hewan terinfeksi yang sakit (resistensi alami?).
● Demam tinggi, penurunan tajam produksi susu dan mastitis sekunder,
penurunan berat badan, infertilitas, sterilitas pada sapi pejantan bibit, aborsi,
dan kerusakan kulit permanen.
● Periode kesembuhan lama dan hewan tidak dapat kembali ke tingkat produksi
yang sama.
● Wabah atau vaksinasi menimbulkan pembatasan sangat ketat terhadap
perdagangan global sapi hidup dan produknya.
Pengenalan LSD (1)
4. ● Hewan yang rentan termasuk sapi domestik dan
kerbau rawa Asia (Asian water buffalo).
● Periode inkubasi 28 hari (OIE Terrestrial Manual).
● LSD BUKAN penyakit zoonotik.
● Penularan virus LSD (LSDV) didominasi oleh
arthropoda, karena gigitan spesies lalat dan
nyamuk, atau caplak tertentu yang bertindak
sebagai vektor.
● Penularan alami melalui kontak langsung pada
keadaan di mana tidak ada vektor.
Pengenalan LSD (2)
5. ● Hingga 45% dari kelompok ternak bisa terinfeksi
dan tingkat mortalitas bisa mencapai 10%.
● Dampak ekonomi penyakit karena:
emasiasi (kehilangan kondisi tubuh karena
tidak mau makan);
kehilangan produksi susu temporer atau
permanen;
penurunan atau kehilangan seluruhnya
fertilitas pada sapi jantan dan sapi betina;
keguguran; dan
kerusakan kulit yang permanen.
Mengapa LSD penting?
6. ● Nodul kulit, keropeng dan kerak mengandung virus LSD (LSDV)
dalam jumlah relatif tinggi.
● Virus dapat diisolasi dari material tersebut hingga 35 hari atau lebih.
● LSDV juga dapat diisolasi dari air liur, cairan mata dan lendir hidung.
● LSDV ditemukan pada darah (viraemia) sewaktu-waktu sekitar 7 – 21
hari pasca infeksi pada tingkat yang rendah daripada yang ada pada
nodul kulit.
● Pengeluaran dalam semen dapat berkepanjangan; LSDV diisolasi dari
semen pejantan terinfeksi 42 hari pasca inokulasi.
● Hanya ada satu laporan penularan LSD melalui plasenta.
● LSD tidak menyebabkan PENYAKIT KRONIS.
Sumber virus
Sumber: https://www.oie.int/app/uploads/2021/03/lumpy-skin-disease.pdf
7. ● Gigitan lalat berperan paling penting
dalam menyebarkan virus.
● Infeksi meningkat selama musim panas
yang basah dan bulan-bulan pada musim
gugur ketika ada lebih banyak lalat.
● Anak sapi dapat terinfeksi dengan minum
susu dari sapi induk terinfeksi LSD.
● LSD dapat juga menyebar melalui air liur
hewan terinfeksi ketika menggunakan bak
air minum yang sama.
Bagaimana ternak menjadi terinfeksi?
Myiasis dapat terjadi pada nodul
8. A. LSD akut pada sapi.
B. Hewan sekitar 2 bulan
setelah infeksi virus LSD.
Gejala klinis LSD
Sumber: Donald P. Knowles; Poxviruses in Fenner’s Veterinary Virology, 2011
Lakrimasi
Lendir hidung
A B
Lesi nodular di kulit diikuti dengan nekrosis
Nodul bisa ada di kulit, termasuk di hidung, ambing, dan vulva
pada sapi betina, di skrotum pejantan, begitu juga di mulut
10. ● Biopsi kulit, sampel swab untuk isolasi
virus, histopatologi, dan electron
mikroskop dan deteksi molekuler.
● Pengiriman sampel: es (dalam 2 hari),
atau es kering (dry ice) jika diperlukan
waktu pengiriman lebih lama.
● Sampel serum untuk serologi: dari kasus
akut dan 2 – 3 minggu setelah munculnya
lesi kulit pertama kali.
Pengambilan spesimen untuk laboratorium
12. ● Sejak pertama kali dilaporkan terjadi di Zambia pada 1929, LSD telah
menyebar secara progresif dan luas di seluruh Afrika, Timur Tengah,
wilayah tenggara Eropa, Asia Tengah, dan baru-baru ini di Asia Selatan,
Asia Tenggara, dan China.
● Saat ini, LSD endemik di sebagian besar wilayah Sub-Sahara Afrika,
sebagian negara di Timur Tengah (Irak, Saudi Arabia, Suriah), dan Turki.
● Di wilayah selatan-tenggara Asia, penyakit ini pertama kali dimulai di
Bangladesh pada Juli 2019, diikuti dengan India dan China (Agustus
2019), Taiwan dan Nepal (Juni 2020), Bhutan, Vietnam dan Hongkong
(Oktober 2020), Myanmar (November 2020), Thailand (Maret 2021) dan
Kamboja, Malaysia dan Laos (Mei 2021).
Penyebaran penyakit ke Asia Tenggara
13. Situasi LSD di
Asia Tenggara
(2020-sekarang)
Laos
(Mei 2021)
Vietnam
(Okt 2020)
Myanmar
(Nov 2020)
Thailand
(Mar 2021)
Malaysia
(Mei 2021)
Kamboja
(Mei 2021)
China
(Ags 2019)
India
(Ags 2019)
Dengan pembatasan
akibat COVD-19 yang
diberlakukan sepanjang
2020, mobilisasi sumber
daya untuk merespons
wabah LSD (menyebar
dalam waktu 8 bulan ke
6 negara) menjadi
tantangan yang sangat
besar di seluruh wilayah
Asia Tenggara.
14. NEGARA
PROBABILITAS
TERTULAR
Kamboja, Laos,
Myanmar, Thailand,
dan Vietnam
TINGGI (sangat
mungkin terjadi)
Pakistan,
Afghanistan and
Mongolia
MODERAT
(potensial terjadi)
Brunei Darussalam,
Korea Selatan,
Indonesia,
Malaysia, Filipina,
Srilangka dan
Timor-Leste
RENDAH hingga
MODERAT
Penilaian risiko LSD di Asia (2020)
• Keberadaan LSD di Asia Selatan dan China
• Jumlah sapi dan kerbau (S/K) rentan yang tinggi
• Perdagangan informal S/K dan produknya dengan
negara tertular LSD
• Biosekuriti yang buruk dari sistim produksi S/K dan
sepanjang rantai pasar
• Kelimpahan vektor yang moderat selama Okt-Nov, dan
• Tidak adanya vaksinasi saat ini.
• Keterpencilan negara-negara ini (bentuk kepulauan,
semenanjung, atau dengan perbatasan yang pendek).
• Kepadatan S/K rentan yang lebih rendah (kecuali
pulau Jawa di Indonesia, Filipina dan Timor-Leste).
• Kebanyakan impor S/K hidup berasal dari Oceania.
• Perdagangan informal S/K hidup dan produknya tidak
signifikan antara negara-negara ini
Sumber: Roche, X. 2020. FAO animal production and health, Paper 183.
15. Negara Populasi
sapi/kerbau
(S/K)
Berbatasan
dengan
negara
tertular LSD
Impor resmi
S/K dari
negara
tertular LSD
Impor
informal S/K
dari negara
tertular LSD
Ekspor
resmi
S/K
Ekspor
semi
informal
S/K
Impor produk
S/K** dari
negara
tertular LSD
Brunei
Darussalam
3.000 Tidak Tidak Tidak Tidak TAD Ya
Kamboja* 3.507.298 Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak
Indonesia 17.327.223 Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya
Laos* 3.240.947 Ya Tidak Ya Ya Ya Ya
Malaysia* 870.254 Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Myanmar* 21.208.395 Ya Tidak Ya Ya Ya Ya
Filipina 5.436.592 Tidak Tidak TAD TAD TAD Ya
Singapura 179 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Thailand* 5.914.926 Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Timor Leste 334.864 Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak
Vietnam* 8.228.012 Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
* Negara tertular LSD ** Misal: daging, susu atau kulit
Faktor risiko introduksi LSD di Asia Tenggara
Sumber: Roche, X. 2020. FAO. Paper 183.
16. Epidemiologi LSD
Hewan peka
Lingkungan
Vektor
Virus LSD ● Kasus pertama (indeks)
biasanya berhubungan
dengan lalu lintas sapi.
● Tingkat morbiditas bervariasi
antara 5 - 45% dan tingkat
mortalitas biasanya tetap
dibawah 10%.
● Musiman – lebih umum (tapi
tidak terbatas) pada musim
panas dan basah dengan
berlimpahnya arthropoda
penghisap darah.
19. Vektor terinfeksi
Sapi/kerbau
terinfeksi
Sapi/kerbau
terinfeksi baru
Produk sapi/kerbau
terkontaminasi
Transportasi formal/informal (truk, kaki, kapal)
Impor produk sapi/kerbau
terkontaminasi Fomit
Sapi/kerbau
tidak terinfeksi
Sapi/kerbau
terinfeksi baru
Impor sapi/kerbau
terinfeksi
Vektor terinfeksi baru
Alur risiko utama untuk
introduksi LSD dari suatu
area tertular ke tidak tertular.
• Garis panjang putus2 menunjukkan alur
potensial tetapi risiko penyebaran atau
penularan kecil.
• Garis pendek lurus menunjukkan transpor
vektor terinfeksi.
• Produk sapi/kerbau termasuk karkas,
daging, susu, kulit, dan jeroan.
• Vektor termasuk semua arthropoda
penghisap darah yang kompeten untuk
penyebaran LSD yang bervariasi menurut
wilayah.
Sumber: Roche, X. 2020. FAO animal
production and health, Paper 183.
Area tertular LSD
Area bebas LSD
20. ● Populasi sapi dan kerbau yang naif di Asia cenderung
lebih rentan terhadap LSD.
● Kepadatan sapi dan kerbau yang tinggi di pedesaan dan
berbagi air minum dan area penggembalaan secara
komunal, ditambah adanya vektor yang memediasi
penularan penyakit (gigitan insekta dan caplak).
● Kurang efisiennya pengaturan dan biosekuriti produksi
ternak dan rantai pasar, digabungkan dengan lemahnya
proses penelusuran (traceability) dan sertifikasi dapat
menyebarkan LSD secara cepat.
● Pengaruh agama dan budaya dari masyarakat tidak
mendukung pemusnahan hewan (culling) hewan terinfeksi.
Faktor risiko menyebarnya LSD di Asia
21. ● TIDAK ADA PENGOBATAN untuk lumpy-skin disease (LSD).
● Pengobatan non-spesifik (antibiotik, anti-radang dan suntikan
vitamin) biasanya diarahkan untuk mengobati infeksi bakteri
sekunder, peradangan dan demam, dan meningkatkan nafsu
makan ternak.
● Pencegahan adalah metoda pengendalian penyakit yang
termurah dan terbaik.
● Apabila kelompok ternak terlindungi, tidak akan menderita
kehilangan produksi atau kerugian finansial sebagai akibat dari
efek penyakit yang buruk.
Pengobatan dan pencegahan
22. 1) Vaksinasi populasi yang rentan dengan cakupan >80%;
2) Pengendalian lalu lintas sapi dan kerbau dan karantina;
3) Biosekuriti dan pengendalian vektor;
4) Penguatan surveilans aktif dan pasif;
5) Peningkatan kesadaran mitigasi risiko di antara seluruh
pemangku kepentingan yang terlibat; dan
6) Zonasi – zona proteksi yang luas, zona surveilans dan zona
vaksinasi.
Pengendalian LSD (tanpa pemusnahan)
24. ● Pengumpulan data rumah tangga peternak
● Komunikasi dengan peternak untuk memfasilitasi:
○ deteksi dini
○ pelaporan yang tepat waktu
○ pelaksanaan praktik pembersihan dan disinfeksi yang teratur
● Hanya impor/menerima sapi yang diketahui sumbernya dan telah
melalui regulasi karantina.
● Apabila LSD dicurigai, pergerakan sapi harus dihentikan segera.
● Lakukan vaksinasi sesuai dengan regulasi dan instruksi DJPKH.
● Sediakan pedoman untuk surveilans aktif kepada peternak untuk
pengumpulan sampel dari kasus-kasus terduga.
Petunjuk bagi petugas lapangan
25. ● Beberapa negara di Eropa melakukan tindakan pemusnahan (stamping
out), tetapi sulit dilakukan di negara-negara Asia karena:
○ terbatasnya pendanaan dan aturan untuk kompensasi yang tepat
waktu dan adil kepada peternak di sebagian besar negara.
● Tidak tersedia vaksin LSD lokal, harus diimpor dari luar negeri.
● Apabila dilakukan kebijakan vaksinasi, diperlukan beberapa
pertimbangan:
○ harus diseleksi vaksin yang ampuh dan aman;
○ kapasitas logistik dan teknis untuk vaksinasi massal jumlah sapi
yang rentan.
○ Durasi vaksinasi untuk mengeliminasi LSD tergantung pada
efektivitas vaksinasi dan cakupan vaksinasi yang dicapai.
Tantangan pengendalian LSD
26. Persyaratan Kesiapsiagaan LSD
Dasar hukum tindakan pengendalian penyakit
Tingkat kewaspadaan yang tinggi
Surveilans untuk deteksi dini
Peternak dan stakeholder lain harus bersedia melapor
Rencana vaksinasi yang disiapkan sebelumnya
Laboratorium yang disiapkan sebelumnya
Rencana Kontijensi dan
Panduan lapangan
Kampanye KIE dan
Kewaspadaan karantina
Surveilans pasif dan aktif di
wilayah berisiko tinggi
Uji laboratorum yang
tervalidasi
Perkuat pelaporan i-SIKHNAS
dan jalur lainnya
Vaksin yang digunakan,
logistik vaksinasi