Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terkait COVID-19 - BKIPM, KKP, 6 Februari 2020
1. Strategi dan Pendekatan
dalam Penanganan Penyakit
Zoonosis dan Pandemik
terkait COVID-19
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil,PhD
Ketua 2 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI)
Workshop Kesiapsiagaan Sektor Kelautan dan Perikanan dalam Mencegah
Masuknya Novel Coronavirus (COVID-19) Melalui Produk Perikanan
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Jakarta, 6 Februari 2020
2. Fenomena zoonosis global
• Dalam 20 tahun terakhir, penyakit menular baru muncul
(emerging infectious disease/EID) menjadi suatu masalah
yang kompleks dan serius yang berkonsekuensi terhadap
kesehatan manusia, hewan dan lingkungan pada skala
global (Bossart, 2007).
• Definisi secara luas: EID berkaitan dengan agen penyakit
menular yang baru diidentifikasi, sebelumnya pernah
diidentifikasi dan menyebar ke suatu populasi baru
dan/atau menyebar ke suatu wilayah geografis baru
yang mengalami transformasi ekologis.
Sumber: Bossart and Duignan, 2018. Emerging viruses in marine mammals. CAB Reviews 13, No. 052
4. Tren ekosistem akuatik
• Selama dua dekade, virus-virus muncul di lingkungan darat
(terrestrial) dari keterkaitan manusia dan hewan (human–
animal interface) pada tingkat yang belum pernah terjadi
sebelumnya.
• Kecenderungan penyakit menular serupa yang melibatkan
virus-virus baru muncul saat ini didokumentasi dalam
ekosistem akuatik dan berdampak terhadap mammalia laut.
• Di antara virus-virus yang diisolasi dari mammalia laut
dalam 12 tahun terakhir adalah virus influenza, virus
morbilli, virua papilloma, virus herpes, virus calicivi, dll.
Sumber: Bossart and Duignan, 2018. Emerging viruses in marine mammals. CAB Reviews 13, No. 052
5. Kontribusi Faktor Kenaikan EID
• Adaptasi mikrobial
• Disfungsi immunologik hospes
• Ekspansi populasi manusia dan
konsekuensi degradasi lingkungan
• Perubahan iklim yang menghasilkan
perubahan vektor zoonotik
• Efek sinergitas negatif dari EID dan
penyakit menular dan tidak menular
lainnya.
Sumber: Bossart and Duignan, 2018. Emerging viruses in marine mammals. CAB Reviews 13, No. 052
6. Virus corona (CoV)
• Virus corona adalah virus yang berselubung (enveloped),
sense positif, virus RNA beruntai tunggal, yang mampu
melakukan mutasi dan rekombinasi dengan cepat.
• Klasifikasi virus;
– alphacoronavirus dan betacoronavirus, dimana sumber
gen dari keduanya berasal dari kelelawar dan utamanya
ditemukan pada mamalia seperti kelelawar, roden, musang,
dan manusia; serta
– gammacoronavirus dan deltacoronavirus, dimana sumber
gen dari keduanya berasal dari burung dan utamanya
ditemukan pada burung (Woo et al., 2005; Woo et al. ,
2012; Lau et al., 2015).
7. Virus Corona: Spekrum luas dan
reservoir potensial pada hewan
Sumber: Vebrat A. (2013). Coronavirus Middle East Respiratory Syndrome.
Alphacoronavirus
Betacoronavirus
Delthacoronavirus
Gammacoronavirus
8. Kelompok Virus corona
• Virus corona merupakan kelompok virus yang besar yang
menyebabkan banyak masalah kesehatan (gejala
pernafasan, pencernaan, dan syaraf) pada berbagai
spesies hewan dan manusia.
• Enam virus corona yang diidentifikasi sampai saat in yaitu:
HCoV-229E, HCoV-OC43, HCoV-NL-63, HCoV-HUK-1,
SARS-CoV, and MERS-CoV.
• Dua diantaranya muncul dalam 17 tahun terakhir (Lau and
Chan, 2015) yaitu:
– severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV),
dan
– Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).
9. Virus corona pada hewan
• Virus corona (CoV) sudah lama dikaitkan dengan penyakit-
penyakit hewan utama (tidak zoonosis) dan memiliki
spesifisitas hospes, seperti:
– Calf diarrhea, winter dysentery, bovine respiratory disease
(BRD-CoV), shipping fever pada sapi;
– Porcine respiratory coronavirus (PRCV), porcine epidemic
diarrhea CoV (PEDV), transmissible gastroenteritis virus
(TGEV), swine delta coronavirus (SDCV), swine enteric
coronavirus disease (SECD) pada babi;
– Infectious bronchitis virus (IBV) pada unggas;
– Canine coronavirus infection (CCV) pada anjing;
– Feline enteric CoV (FECoV); Feline Infectious Peritonitis
(FCoV) pada kucing.
10. Virus corona pada hewan akuatik
• Virus corona (CoV) telah terdeteksi pada:
– anjing laut yang ditangkar dan liar (alpha seal CoV);
– paus beluga yang ditangkar (gamma BWCoV)
– lumba-lumba yang ditangkar Indo-Pacific (gamma
BdCoV) (Bossart et al., 1990; Nollens et al., 2010;
Mihindukulasuriya et al., 2008; Woo et al., 2014).
• CoV anjing laut terkait dekat dengan CoV kucing, anjing,
babi dan musang, sedangkan CoV paus dan CoV lumba-
lumba sama dan diusulkan untuk mewakili CoV spesies
spesifik dari Ordo Cetacea (Nollens et al., 2010; Woo et
al., 2014).
11. Zoonosis: SARS-CoV
• SARS-CoV muncul pada tahun 2003 di
China dan menyebar ke 29 negara
(Peiris et al., 2003).
• Sekitar 8.000 orang terinfeksi, dan 774
orang (10%) diantaranya meninggal
dunia (Aronin dan Sadigh, 2004).
• Musang sawit (palm civet) berperan
penting dalam siklus penularan SARS-
CoV (Wang et al., 2005).
• Sejumlah pasien terbukti pernah
mengunjungi restauran yang
menyediakan daging musang sebagai
makanan (Wang et al., 2005).
12. Pandemik SARS-CoV (2002-2003)
Sumber: Vebrat A. (2013). Coronavirus Middle East Respiratory Syndrome.
Reservoir utama
Hospes perantara
SARS-CoV pada kelelawar
ditularkan ke manusia setelah
berevolusi pada musang palem
Himalaya (Song et al., 2005).
13. Zoonosis: MERS-CoV
• MERS-CoV muncul pada tahun 2012 di
Saudi Arabia dan menyebar ke 27 negara
(WHO, 2019).
• Sekitar 2.468 orang terinfeksi dan 851
orang (35%) diantaranya meninggal dunia.
• Banyak studi membuktikan adanya kaitan
langsung antara pendedahan terhadap
unta dan daging/susunya dengan kasus
manusia (Reusken et al., 2014).
• Sejumlah studi melaporkan keberadaan
antibodi spesifik dalam serum manusia
berasal dari orang yang kontak dekat
dengan unta (Reusken et al., 2014;
Reusken et al., 2016).
14. Pandemik MERS-CoV (2012-2019)
MERS-CoV pada kelelawar mungkin saja berasal dari
kelelawar vespertilionid dan berevolusi pada unta
dromedaris sebelum menulari manusia (Corman et al.,
2016).
Reservoir utama (?)
Hospes perantara (?)
15. Sumber SARS-CoV-2
• Kelelawar kemungkinan merupakan sumber SARS-CoV-2,
berdasarkan bukti sekuensing dari sampel pasien yang
diuji awal yang menderita pneumonia, dimana ditemukan
85% identik dengan genom virus kelelawar yang
sebelumnya menyebabkan SARS (SARS-like coronavirus)
(Zhu et al. 2019).
• Bagaimana SARS-CoV-2 sampai ada di Wuhan saat ini
belum dapat ditentukan, tetapi bukti memperlihatkan
bahwa 27 (66%) dari 41 pasien terinfeksi awalnya terpapar
langsung dengan pasar ‘seafood’ Huanan (Huang et al.,
2020).
16. One Health
Suatu kolaborasi dengan
pendekatan multi disiplin dan
multi sektoral yang dapat
mengatasi potensi ancaman
kesehatan yang mendesak,
berkelanjutan, atau yang ada
di keterkaitan manusia-hewan-
lingkungan di tingkat sub-
nasional, nasional, regional
dan global.
(OIE, FAO, WHO)
17. Virus Corona dan
Konsep One Health
• Konsep One Health adalah suatu konsep
yang menguraikan kedekatan interaksi
antara manusia, hewan dan lingkungan
(Destoumieux-Garzon et al., 2018).
• Saat ini telah ada tiga virus corona yang
mewakili konsep One Health: SARS-CoV,
MERS-CoV, dan SARS-CoV-2.
• Hewan memainkan peran penting dalam
siklus penularan ketiga virus corona
tersebut (Alshukairi et al., 2018; Wang et
al., 2005).
• Ketiga virus tersebut dibuktikan
bersumber zoonotik (Gao et al., 2016).
18. Konservasi dan Kesehatan
Bushmeat
trade off
Trade off adalah dimana
seseorang harus membuat
keputusan terhadap dua hal atau
lebih dengan mengorbankan salah
satu aspek.Budaya dan tradisi
Penularan patogen Nutrisi dan
mata
pencaharian
Konservasi
Sumber: Pruvot M. et
al., 2019. Science of the
Total Environment 676
(2019) 732–745
19. Kelelawar
• Kelelawar itu unik tetapi merupakan kelompok mamalia yang
sangat luas keragamannya dari ordo Chiroptera (artinya
“tangan sayap” dalam bahasa Yunani), dimana kedua terbesar
dari ordo mamalia dilihat dari jumlah spesies.
• Ada lebih dari 1300 spesies kelelawar yang diketahui tersebar
di enam kontinen, 20% dari jumlah total spesies mamalia.
• Indonesia merupakan rumah dari 200 lebih spesie s kelelawar,
paling besar di dunia.
• Kelelawar adalah monofiletik.
• Secara tradisional, diklasifikasikan menjadi dua subordo:
Megachiroptera (kelelawar mega) and Microchiroptera
(kelelawar mikro).
20. Kelelawar: Reservoir alamiah virus
• Diestimasi ada 900 sampai lebih dari 1.200
spesies kelelawar di dunia, membentuk
populasi seperlima dari total populasi
mammalia dunia, urutan terbesar kedua setelah
rodensia.
• Negara kepulauan Indonesia adalah rumah
bagi sekitar 175 spesies kelelawar.
• Sekitar 62 spesies kelelawar di dunia
ditemukan di Sulawesi (Heinrichs et al., 1997).
• Kelelawar diketahui sebagai reservoir alamiah dari virus-virus
menular potensial baru muncul, seperti virus Lyssa, virus corona,
virus Ebola, virus Nipah, dan banyak lagi (Febriani et al., 2018).
Sumber: https://www.worldatlas.com/articles/how-many-bats-are-there-in-the-world.html
22. Kelelawar dan virus corona
di China
• Penemuan SARS-related CoV pada kelelawar sepatu kuda
Rhinolophus pada tahun 2005 (Lau et al., 2005; Li et al.,
2005) menarik perhatian dunia terhadap mamalia ini,
begitu beragamnya alpha- dan beta-CoVs yang telah
diidentifikasi pada berbagai kelelawar secara global dalam
dekade terakhir..
• Paling tidak terdapat 120 spesies kelelawar ditemukan,
terutama tersebar di wilayah timur, tengah dan selatan
China (Zhang et al., 1997).
• Total 73 virus corona (32 alpha CoV dan 41 beta CoV)
ditemukan pada kelelawar (1067 kelelawar dari 21
spesies) dengan prevalensi keseluruhan 6,84%.
23. Virus Corona dan
Konsep One Health
• Konsep One Health adalah suatu konsep
yang menguraikan kedekatan interaksi
antara manusia, hewan dan lingkungan
(Destoumieux-Garzon et al., 2018).
• Saat ini telah ada tiga virus corona yang
mewakili konsep One Health: SARS-CoV,
MERS-CoV, dan SARS-CoV-2.
• Hewan memainkan peran penting dalam
siklus penularan ketiga virus corona
tersebut (Alshukairi et al., 2018; Wang et
al., 2005).
• Ketiga virus tersebut dibuktikan
bersumber zoonotik (Gao et al., 2016).
24. Perdagangan dan konsumsi
daging satwa liar
• Perdagangan satwa liar dan konsumsi daging satwa liar (bushmeat)
semakin diteliti perannya dalam kemunculan patogen zoonotik ke dalam
populasi manusia (Chomel et al., 2007; Karesh et al., 2005; Kilonzo et
al., 2013; Swift et al., 2007; Wolfe et al., 2005; Greatorex et al., 2016).
• Bukti yang berkembang menunjukkan keberadaan patogen zoonotik
dalam perdagangan dan konsumsi bushmeat (Kilonzo et al., 2013;
Kurpiers et al., 2016; Schoder et al., 2015; Smith et al., 2012), dan
patogen ‘spillover’ ke manusia telah terjadi secara berulang sebagai
hasil dari konsumsi daging satwa liar (Calattini et al., 2007; Kalish et al.,
2005; Mouinga-Ondeme et al., 2012; Wolfe et al., 2004).
• Jika faktor-faktor antropogenik (seperti sosio-ekonomi, perilaku) dan
karakteristik patogen memungkinkan (Wolfe et al., 2005; Plowright et al.,
2017), sejumlah kejadian ‘spillover‘ telah menghasilkan wabah yang
signifikan dan pandemi.
25. Kemunculan EID zoonotik
• Urbanisasi dan semakin sering terjadi percampuran antara
hewan-hewan yang berbeda seperti di wilayah yang padat
penduduknya atau di pasar, mungkin saja telah
memfasilitasi munculnya (emergence) dan munculnya
kembali (re-emergence) sejumlah virus (Lau and Chan,
2015; Al-Thayib, 2019).
• Virus corona dikenal sebagai virus yang mempunyai
kemampuan mutasi dan tingkat rekombinasi yang tinggi,
yang memungkinkan virus tersebut mudah untuk melintasi
hambatan spesies dan beradaptasi dengan hospes barunya
(Lau and Chan, 2015).
26. Zoonosis Akuatik
• Zoonosis akuatik memerlukan pertimbangan khusus
karena peningkatan volume perdagangan internasional
hewan akuatik dan produknya dan pertumbuhan
akuakultur di seluruh dunia (FAO 2012).
• Faktor-faktor risiko antropogenik:
– Sejumlah faktor mempengaruhi risiko terinfeksi dikaitkan
dengan hewan akuatik dan produknya seperti: lokasi
peternakan, spesies yang diternakkan, temperatur air, sistim
budidaya, pemrosesan pasca-panen, dan kebiasaan
penyiapan, dan konsumsi makanan (WHO 2004; Graham et
al 2008; Haenen et al 2013).
27. One Health dan Hewan Akuatik
• Sejumlah masalah biosekuriti utama yang mempengaruhi
akuakultur modern mempunyai relevansi penting dan implikasi
terhadap program One Health.
• Penyakit hewan akuatik lintas batas (transboundary aquatic
animal diseases/TAAD) dikenal saat ini sebagai suatu isu
keberlanjutan akuakultur yang penting dimana perdagangan
domestik dan internasional menjadi jalan penting.
• Hewan akuatik dapat menyebabkan ancaman terhadap
kesehatan masyarakat dalam kaitannya dengan keterkaitan
manusia-hewan-ekosistem (human-animal-ecosystem interface),
seperti zoonosis akuatik, resistensi antimikroba dan ancaman
lainnya terkait keamanan pangan (agen kimiawi,dan karsinogen
yang berasal dari hewan akuatik) (Dawe 1990; WHO 2015).
28. Tujuan One Health
• Memperbaiki kesehatan dan kesehatan hewan secara
global
– kolaborasi dari seluruh sains kesehatan
• Menghadapi tantangan global baru melalui kolaborasi
– kedokteran hewan, kedokteran, sains lingkungan dan
sosial, satwa liar dan kesehatan masyarakat
• Membangun ‘center of excellence’ untuk edukasi dan
training
– kedokteran hewan, kedokteran, dan kesehatan
masyarakat
Sumber: Hung and Zinstagg, 2017. One Health : Concept and application. Bangkok, October 11-13, 2017
29. Penguatan kapasitas One Health
• Mekanisme One Health multi sektoral
• Rencana strategis dan kesiapsiagaan darurat (emergency
preparedness)
• Berbagi data surveilans dan informasi
• Investigasi dan respon terkoordinasi
• ‘Joint risk assessment’ untuk ancaman penyakit zoonotik
• ‘Risk reduction’, komunikasi risiko, dan pelibatan
masyarakat
• Pengembangan tenaga kerja (workforce development)
Sumber: OIE (2019). Taking a Multisectoral, One Health Approach: A Tripartite Guide to Addressing
Zoonotic Diseases in Countries
30. Penutup
• Penguatan pelayanan nasional di kesehatan manusia,
kesehatan hewan/kesehatan hewan akuatik dan keamanan
pangan;
• Penguatan dan modernisasi peringatan dini (early warning)
dan sistim surveilans/monitoring;
• Kesiapsiagaan dan respon terhadap munculnya (emerging),
kembali munculnya (re-emerging) dan penyakit menular yang
diabaikan (neglected infectious diseases);
• Peningkatan dan promosi penelitian dan pengembangan
terkoordinasi untuk mencapai pemahaman umum tentang
prioritas tertinggi penyakit zoonosis;
• Tantangan keamanan pangan yang memerlukan pendekatan
multi sektor dalam rangka memperkuat ketahanan pangan.