SlideShare a Scribd company logo
BIOEKOLOGI NYAMUK ANOPHELES

a. Latar belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan
kesehatan masyarakat yang sangat mempengaruhi angka kematian dan kesakitan bayi,
anak balita dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktifrtas tenaga kerja. Lebih
dari 15 (lima belas) juta penderita malaria klinis dengan 30.000 kematian yang
dilaporkan melalui unit pelayanan kesehatan setiap tahun (Survey Nasional Kesehatan
Rumah Tangga 1995). Umumnya penderita malaria ditemukan pada daerah-daerah
terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah. Kesehatan
lingkungan mempelajari dan menangani hubungan manusia dengan lingkungan dalam
keseimbangan ekosistem dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal melalui pencegahan terhadap penyakit dan gangguan kesehatan dengan
mengendalikan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit malaria.
Interaksi lingkungan dengan pembangunan saat ini maupun yang akan datang saling
berpengaruh (Fathiet al., 2005).
MenurutArbani (1992) pemberantasan malaria di Indonesia hanya dikelompokkan
menjadi dua strategi pembagian pengelompokan wilayah untuk Jawa -Bali dan luar JawaBali secara umum. Mengingat spesies Anopheles yang berperan sebagai vector malaria di
tiap daerah berbeda dengan bioekologi yang berbeda pula, semen tara Iingkungan
geografi wilayah Indonesia sangat beragam, serta mempunyai ciri sosioanthrophologi
budaya yang unik, maka untuk menentukan strategi pemberantasan malaria di daerah
endemis harus mengacu kepada data tersebut. Dengan diketahllinya data tersebut diatas
maka

dapat

dipahami

epidemiologi

penyakitnya,

dengan

demikian

strategi

pemberantasannya dapat ditentukan secara tepat sesuai dengan kondisi setempat.

b. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles
Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya
mempunyai tingkatan-tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan
yang sama dengan tingkatan yang berikutnya terlihat sangat berbeda.
Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu :
1. Tingkatan di dalam air.
2. Tingkatan di luar temp at berair (darat/udara).
Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, siklus
hidup nyamuk akan terputus. Tingkatan kehidupan yang berada di dalam
air ialah: telur. jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada
didalam air, maka telur akan menetas dan keluar jentik. Jentik yang baru
keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Dalam pertumbuhannya
jentik anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali.
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari
tergantung pada suhu, keadaan makanan serta species nyamuk. Dari jentik
akan tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau
stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan kepompong ini
memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari
kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis
kelaminnya.
Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian
nyamuk tersebut telah mampu terbang, yang berarti meninggalkan
lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya didarat atau udara. Dalam
meneruskan keturunannya. Nyamuk betina kebanyakan banya kawin satu
kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi setelah 24 -48 jam dari
saat keluarnya dari kepompong.
c. Beberapa Aspek Perilaku (Bionomik) Nyamuk
Bionomik

nyamuk

mencakup

pengertian

tentang

perilaku,

perkembangbiakan, umur, populasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi berupa lisan fisik (musim.
kelembaban. angin. matahari, arus air). lingkungan kimiawi (kadar gram,
PH) dan lingkungan biologik seperti tumbuhan bakau, gangang vegetasi
disekitar tempat perindukan dan musim alami. Sebelum mempelajari
aspek perilaku nyamuk atau makhluk hidup lainnya harus disadari bahwa
segala sesuatu yang berkaitan dengan biologik selalu ada variasinya.
Variasi tingkah laku akan terjadi didalam spesies tunggal baik didaerah
yang sama maupun berbeda. Perilaku binatang akan mengalami perubahan
jika ada rangsangan dari luar. Rangsangan dari luar misalnya perubahan
cuaca atau perubahan lingkungan baik yang alami manpun karena ulah
manusia.
1. Perilaku Mencari Darah.
Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi
yaitu:
b) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk
anophelespada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn
hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies
mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja
hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari.
c) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan
metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan
diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui
ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang
mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang
mencari darah didalam rumah.
d) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan
macam

darah

yang

disenangi,

kita

dapat

membedakan

atas:antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik
apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan
golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu.
e) Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya
hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan
dan

memperbanyak

keturunannya,

nyamuk

betina

hanya

memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian
hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut
tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan
kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia
memerlukan waktu antara 48-96 jam.
2. Perilaku Istirahat.
Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang
sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan
istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari
darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh,
lembab dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut
tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada
spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah
(AnAconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat
yang cukup tinggi (An.Sundaicus). Pada waktu malam ada nyamuk
yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan
kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun
sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk
beristirahat.
3. Perilaku Berkembang Biak.
Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih
tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai
dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada
tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (an. Sundaicus), ada
pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. Umrosus). Species
yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan
air laut) misalnya (An.Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku
berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai
yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat
diperlukan dalam program pemberantasan.

Di dalam program pemberantasan malaria yang utama dilakukan
adalah pemberantasan vektor. Dalam hal ini supaya mendapatkan hasil yang
maksimal, perlu didukung oleh data penunjang yang menerangkan tentang
seluk-beluk vector yang berperan. Untuk menentukan metode pemberantasan
yang tepat guna, perlu diketahui dengan pasti musim penularan serta perilaku
vektor yg bersangkutan. Penentuan musim penularan yang tepat perlu didukung
oleh data entomologi yang baik dan benar, metode yang dipilih harus sesuai
dengan perilaku vektor yang menjadi sasaran. Dalam pemberantasan penyakit
malaria sangat erat hubungannya dengan aspek entomologi. Dalam hal ini
aspek entomologi menjadi tanggung jawab unit lain diluar unit pemberantasan
malaria, maka untuk mencapai basil yang maksimal diperlukan suatu
koordinasi yang mantap, serta sinkronisasi program antara unit entomologi
dengan unit pemberantasan malaria.

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam
bentuk infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa
genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan
ditularkan oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata
bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena
dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk.
Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa,
demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme
( Prabowo, 2004 )
Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya
60 spesies berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80
spesies nyamuk anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria
( Prabowo, 2004 ). Ciri nyamuk Anopheles. Relatif sulit membedakannya
dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca pembesar. Ciri paling menonjol
yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu menggigit
menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah,
sesudah menghisap darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap,
lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang
lemari(www.Depkes.go.id )
2. Cara Penularan Malaria
Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara yaitu secara alamiah dan
non alamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk
anopheles betina yang mengandung parasit malaria (Prabowo, 2004 ). Saat
menggigit nyamuk mengeluarkan sporosit yang masuk ke peredaran darah
tubuh manusia sampai sel – sel hati manusia. Setelah satu sampai dua minggu
digigt, parasit kembali masuk ke dalam darah dan mulai menyerang sel darah
merah dan mulai memakan haemoglobin yang membawa oksigen dalam darah.
Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi plasmodium ini menyebabkan
timbulnya gejala demam disertai menggigil dan menyebabkan anemia
(Depkes,2003).
Nyamuk Anopheles betina yang menggigit orang sehat, maka parasit
itu dipindahkan ke tubuh orang sehat dan jadi sakit. Seorang yang sakit dapat
menulari 25 orang sehat sekitarnya dalam waktu musim penularan (3 bulan di
mana jumlah nyamuk meningkat)(www.Depkes.go.id )
Penularan non-alamiah terjadi jika bukan melalui gigitan nyamuk
anopheles. Beberapa penularan malaria secara non alamiah antara lain : malaria
bawaan (Kongenital) adalah malaria pada bayi baru lahir yang ibunya
menderita malaria.penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar
plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang
infeksi dari ibu kepada janinnya. Gejala pada bayi baru lahir berupa demam,
iritabilitas (mudah terangsang sehingga sering menangis dan rewel),
pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak mau makan atau minum, serta kuning
pada kulit dan selaput lendir. Keadaan ini dibedakan dengan infeksi kongenital
lainnya. Pembuktian pasti dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah
bayi. Selain itu Transfusion malaria yakni infeksi malaria yang ditularkan
melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria, pemakaian jarum
suntik secara bersama- sama pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi
organ. (Prabowo, 2004)
3. Macam - Macam Malaria
Ada 4 jenis penyebab malaria pada manusia antara lain :
1) Plasmodium falcifarum yang sering menjadi malaria cerebral, dengan angka
kematian yang tinggi. Infeksi oleh spesies ini menyebabkan parasitemia
yang meningkat jauh lebih cepat dibandingkan spesies lain dan merozitnya
menginfeksi sel darah merah dari segala umur (baik muda maupun tua).
Spesies ini menjadi penyebab 50% malaria di seluruh dunia.
2) Plasmodium vivax . spesies ini cenderung menginfeksi sel – sel darah merah
yang muda. (retilkulosit) kira – kira 43% dari kasus malaria di seluruh dunia
disebabkan oleh plasmodium vivax.
3) Plasmodium malariae, mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi sel –
sel darah merah yang tua.
4) Plasmodium ovale. Prediksinya terhadap sel – sel darah merah mirip dengan
plasmodium vivax (menginfeksi sel – sel darah muda) (Sutisna, 2004)
Ada juga seorang penderita di infeksi lebih dari satu spesies plasmodium secara
bersamaan. Hal ini disebut infeksi campuran atau mixed infeksion. Infeksi
campuran paling banyak disebabkan oleh dua spesies terutama plasmodium
falcifarum dan plasmosium vivax atau plasmodium vivax dan plasmodium
malariae. Jarang terjadi infeksi campuran disebabkan oleh plasmodium vivax
dan plasmodium malariae. Lebih jarang lagi infeksi campuran oleh tiga spesies
sekaligus. Infeksi campuran banyak dijumpai di wilayah yang tingkat penularan
malarianya tinggi.
4. Gejala - Gejala Malaria
Gejala–gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan
tubuh penderita, jenis plasmodium malaria, serta jumlah parasit yang
menginfeksinya. Waktu terjadinya infeksi pertama kali disebut masa inkubasi
sedangkan waktu diantara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit
malaria dalam darah disebut periode prapaten ditentukan oleh jenis
plasmodiumnya.
Tabel 1: Periode Prapaten dan Masa Inkubasi Plasmodium
NO
Jenis Plasmodium
1 P. Falcifarum

Periode Prapaten Masa Inkubasi
11 Hari 9 – 14 Hari

2 P. Vivax

12,2 Hari 12 – 17 Hari

3 P. Malariae

32,7 Hari 18 – 40 Hari

4 P. Ovale

12 Hari 16 – 18 Hari
Umumnya gejala yang disebabkan oleh plasmodium falcifarum lebih

berat dan dan lebih akut dibandingkan dengan jenis plasmodium lainnya.
Gambaran khas dari penyakit malaria adalah adanya demam periodik,
pembesaran limpa, dan anemia (Prabowo, 2004).
1) Demam
Demam pada malaria ditandai dengan adanya paroksisme yang berhubungan
dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah. Puncak
serangan panas terjadi bersamaan dengan lepasnya merozoit – merozoit ke
dalam peredaran darah (proses sporulasi) untuk bebeprapa hari pertama.
Serangan demam pada malaria terdiri dari tiga :
a. Stadium dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi
cepat tetapi lemah. Bibir dan jari –jari pucat kebiru – biruan (sianotik).
Kulitnya kering dan pucat penderita mungkin muntah dan pada anak
sering terjadi kejang. Periode ini berlangsung selama 15 menit sampai 1
jam
b.Stadium demam
Pada stadium ini penderita mengalami serangan demam. Muka penderita
menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan sangat panas seperti
terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai dengan rasa
mual atau muntah – muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali.
Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan bisa meningkat
sampai 41 0C. Stadium ini berlangsung 2- 4 jam.
c. Stadium berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai membasahi
tempat tidur. Namun, suhu badan pada fase ini turun dengan cepat kadang
– kadang sampai dibawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak
dan pada saat terjaga , ia merasa lemah tetapi tanpa gejala. Penderita akan
merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan seperti biasa. Tetapi
sebenarnya penyakit ini masih bersarang. Stadium inu berlangsung selama
2 - 4 jam. (Prabowo, 2004)
2) Pembesaran Limpa
Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis atau
menahun. Limpa membengkak dan terasa nyeri.limpa membengkak akibat
penyumbatan oleh sel – sel darah merah yang mengandung parasit malaria.
Lama – lamakonsistensi limpa menjadi keras karena jaringan ikat pada
limpa semakin bertambah. Dengan pengobatan yang baik limpa berangsur
normal kembali (Prabowo, 2004).
3) Anemia
Anemia terjadi disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang
berlebihan oleh parasit malaria. Selain itu, anemia timbul akibat gangguan
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang (Prabowo, 2004).
5.Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria
Kemampuan bertahannya penyakit malaria di suatu daerah ditentukan
oleh faktor – faktor berikut :
a) Faktor penyebab ( Parasit malaria)
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria, genus plasmodium. Ciri
utama genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu :
1) Fase seksual
Siklus dimulai ketika nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan
memasukan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran
darah manusia. Memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak
membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit, disebut fase
skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum masuk ke dalam sel darah
merah.lama fase ini berbeda untuk setiap spesies plasmodium.pada akhir
akhir fase ini, hati pecah, merozoit keluar lalu masuk ke dalam aliran
darah. Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel
darah merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi
trofozoit – skizon- merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi merozoit
terbentuk lalu sebagian berubah menjadi bentuk seksual
2) Fase aseksual
Saat nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang
mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam
perut nyamuk. Selanjutnya menjadi mikrogametosit dan makrogametosit
dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet) yang kemudian
menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista
pecah ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapaikelenjar air liur nyamuk
dan siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia (Prabowo.
2004 )
b) Faktor inang
Penyakit malaria mempunyai dua inang antara lain :
1) Manusia (intermediate host)
Faktor yang mempengaruhi antara lain : jenis kelamin (pada ibu hamil
akan menyebabkan anemia yang lebih berat) imunitas, penghasilan,
perumahan, pemakaian kelambu, dan obat anti nyamuk.
2) Nyamuk anopheles (defenitife host)
Nyamuk anopheles betina sebagai vektor penyebab menularnya penyakit
malaria. Nyamuk ini membutuhkan genangan air yang tidak mengalir
atau yang mengalir perlahan untuk meletakkan telur – telur nya, sebaga
tempat untuk berkembang biak. Biasanya aktif mencari darah pada
malam hari , ada yang mulai senja sampai tengah malam, ada juga yang
mulai tengah malam sampai menjelang pagi hari (Depkes, 1999). Jarak
terbangnya tidak lebih dari 0,5 – 3 Km dari tempat perindukan. Umur
nyamuk anopheles dewasa di alam bebas belum diketahui tetapi di
laboratorium dapat mencapai 3 – 5 minggu. (Prabowo. 2004 )
c) Faktor lingkungan ( Enviroment )
1) Fisik
Suhu sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus atau masa
inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu, makin panjang masa
ekstrinsiknya. Hujan yang berselang dengan panas berhubungan
langsung dengan perkembangan larva nyamuk (Depkes, 1999) Air hujan
yang menimbulkan genangan air merupakan tempat yang ideal untuk
perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan ,
populasi nyamuk malaria bertambah sehinggah bertambah pula jumlah
penularannya. (Prabowo. 2004 )
Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembapan 60 % merupakan
batas paling rendah yang memungkinkan untuk nyamuk hidup. Pada
kelembapan yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit sehingga meningkatkan penularan malaria ( Harijanto,
2000 )
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda –
beda. Ada yang menyukai tempat terbuka dan ada yang hidup di tempat
yang teduh maupun di tempat yang terang.
2) Biologi
Tumbuhan semak, sawah yang berteras, pohon bakau, lumut, ganggang
merupakan tempat perindukan dan tempat – tempat peristirahatan
nyamuk yang baik. Adanya belbagai jenis ikan pemakan larva seperti
ikan kepala timah, gambus, nila, mujair mempengaruhi populasi nyamuk
di suatu daerah (Depkes, 1999)
3) Sosial budaya
Tingkat

kesadaran

masyarakat

tentang

bahaya

malaria

akan

mempengaruhi kesadaran masyarakat memberantas malaria
6.Cara Penularan Penyakit Malaria
Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:
1. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui
gigitannyamuk anopheles.
2. Penularan yang tidak alamiah.
a. Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria,
penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.
b. Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik.
Penularanmelalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini
pernahdilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada tahun
1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena
denganmenggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik
beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai
(disposeble).
c. Secara oral (Melalui Mulut).
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium)
burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi). Pada umumnya
sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit
malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali
bagisimpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh Penyakit Malaria,
belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi
plasmodia yang biasanya menyerang manusia Infeksi malaria pada waktu
yang lalu sengaja dilakukan untuk mengobati penderita neurosifilis yaitu
penderita sifilis yang sudah mengalami kelainan pada susunan sarafnya
cara ini sekarang tidak pernah lagi dilakukan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya penularan alamiah seperti adanya gametosit
pada penderita, umur nyamuk kontak antara manusia dengan nyamuk dan
lain-lain.
7.Penyebaran Malaria
Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (RuBia) dan 32°LS (Argentina).
Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter dibawah permukaan laut
(Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia).
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling Juas, mulai dari
daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.
Plasmodium Falciparum jarang sekali terdapat didaerah yang beriklim dingin
Penyakit Malaria hampir sama dengan penyakit Falciparum, meskipun jauh
lebih jarang terjadinya.
Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika dibagian yang beriklim
tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.
Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat
endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan
ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut.
Angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983) berkisar
antara 1-2 per 1000 penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh kali lebih
besar. Sepcies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan
Plasmodium vivax Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian
Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara
Timur.
8.Pencegahan Penyakit Malaria
Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan Pembersihan
Sarang Nyamuk (PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, atau
upaya pencegahan dengan pemberian obat Chloroquine bila mengunjungi
daerah endemik malaria.
9.vector penyekit
Tujuan

kegiatan

entomologi

untuk

menunjang

program

pemberantasan malaria adalah:
1) Mengetahui Anopheles yang berperan sebagai vektor, atau yang diduga
2) sebagai vektor, disertai dari dasar nyamuk tersebut, misalnya keterangan
mengenai musim penularan status kerentanannya terhadap DDT dan
beberapa aspek perilakunya. Mengetahui keadaan vektor, kaitannya dengan
perubahan lingkungan, baik karena
3) perubahan alamiah maupun karena ulah manusia.
4) Mengetahui hasil upaya pemberantasan vektor.
5) Menemukan cara pemberantasan yang berhasil guna dan berdaya guna.
a. Nyamuk Anopheles
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya
melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja
SPP (serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46
species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari
species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat
menularkan penyakit malaria.
Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang
berperan sebagai vektor penyakit malaria. Penyebab penyakit malaria
adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai
saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
1. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering
menyebabkan malaria yang berat.
2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina.
3. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana.
4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena
umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.
Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari
satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed
infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua
jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan
plasmodium vivax atau P. malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis
parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi,. infeksi campuran ini
biasanya terjadi terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.
B. Pengetahuan
1. Pengetahuan masyatakat tentang penyakit malaria
Pengetahuan masyatakat tentang penyakit malaria mempengaruhi pada
proses penyebaran penyakit malaria karena masyarakat akan tidak peduli
terhada penyakit malaria.
Menurut

Notoatmodjo

(1993)menyatakan

bahwa

peningkatan

pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan
memang merupakan faktor yang penting namun tidak mendasari pada
perubahan perilaku kesehatan, walaupun masyarakat tahu tentang malaria
belum tentu mereka mau melaksanakannya dalam bentuk upaya pencegahan
dan pemberantasan.
Pengetahuan tentang penularan penyakit malaria tidak mengalami kenaikan,
kecuali dalam hal cara mengobati penyakit malaria. Hal ini disebabkan oleh
tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki oleh masysrakat sebelum intervensi
karena sudah merupakan daerah yang telah banyak melakukan upaya
penanggulangan penyakit malaria, seperti penyemprotan. Demikian pula
dengan pengetahuan tentang pencegahan gigitan nyamuk juga hanya
mengalami sedikit perubahan, sebelum intervensi masih cukup banyak
masyarakat yang mengusir nyamuk dengan membakar daun kelapa (22.3%),
akan tetapi setelah diadakan intervensi angka ini turun walaupun masih ada
(10.4%).
Pada awal penelitian sudah terlihat adanya pengetahuan penduduk
mengenai malaria, Akan tetapi tidak diikuti dengan tindakan sehari-hari yang
sesuai. Mereka tidak melakukan pencegahan karena menganggap malaria
merupakan penyakit ringan biasa dan tidak perlu dikhawatirkan. Bahkan
mereka mengatakan malaria bukan suatu penyakit karena mereka masih bisa
bekerja/sekolah, hal ini karena tingkat pendidikan mereka pada umumnya
rendah. Tetapi setelah intervensi, pandangan mereka telah banyak berubah.
Masyarakat telah menganggap bahwa penyakit malaria cukup membahayakan
dan dapat menyebabkan kesakitan yang menahun
Pengetahuan tentang penularan penyakit malaria tidak mengalami
kenaikan, kecuali dalam hal cara mengobati penyakit malaria. Hal ini
disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki oleh masysrakat
sebelum intervensi karena sudah merupakan daerah yang telah banyak
melakukan upaya penanggulangan penyakit malaria, seperti penyemprotan.
Demikian pula dengan pengetahuan tentang pencegahan gigitan nyamuk juga
hanya mengalami sedikit perubahan, sebelum intervensi masih cukup banyak
masyarakat yang mengusir nyamuk dengan membakar daun kelapa (22.3%),
akan tetapi setelah diadakan intervensi angka ini turun walaupun masih ada
(10.4%).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Rogers (1974) dikutip dari Purwanto, (1998)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni :
a. Awarenees (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.
b. Interest (merasa tertarik), yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus,
disini sikap subyek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki stimulus.
e. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini
dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) sebaliknya apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahun dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam)
tingkat yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari

antara

lain

menyebutkan,

menguraikan,

menyatakan,

mengidentifikasi dan sebagainya.
b. Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan,

menyebutkan

contoh,

menyimpulkan,

meramalkan

dan

sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi riil. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan
hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang misalnya
dengan menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil. Penelitian
dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari
kasus yang diberikan.
d. Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam
komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dengan penggunaan kata kerja membuat
bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
e. Sintesis (syntesis)
Suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun
formulasi baru misalnya dapat memecahkan, merencanakan, meringkaskan,
dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penalaran terhadap materi atau
obyek. Penalaran ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang telah ada.
Menurut Best (1989) dan Anderson (1990) dikutip dari Muhibbin Syah
(2002) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan terdiri atas 2 (dua) macam
ditinjau dari sifat dan cara penerapannya
a. Pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan mengenai informasi faktual yang
pada umumnya bersifat statis normatif dan dapat dijelaskan secara lisan
dan verbal. Isi dari pengetahuan ini berupa konsep-konsep dan fakta yang
dapat ditularkan kepada orang lain melalui ekspresi lisan atau tulisan.
Menurut Evans (1991) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) pengetahuan
deklaratif berisi konsep dan fakta yang bersifat verbal dan dapat diuraikan
dengan kalimat-kalimat statement (pernyataan) maka ia juga disebut
stateable concept and fact, yaitu konsep dan fakta yang dapat dinyatakan
melalui ekspresi lisan.
b. Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan yang mendasari kecakapan atau
keterampilan perbuatan jasmani yang cenderung bersifat dinamis.
Menurut Best (1989) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengatakan
ditinjau dari sudut informasi dan pengetahuan yang disimpan memori manusia
terdiri atas dua macam :
a. Semantic Memory (memori semantik) yaitu memori khusus yang
menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian.
b. Episode memory (memori episodik) yaitu memori khusus yang menyimpan
informasi tentang peristiwa-peristiwa.
Best (1989) berpendapat bahwa antara item pengetahuan episodik dan
item pengetahuan semantik terdapat hubungan yang memungkinkan
bergabungnya item memori episodik dan memori semantik.
Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga
orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang
sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah, 2002).
Tardif (1987) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) seorang ahli psikologi
pendidikan mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin banyak memiliki ilmu pengetahuan dan wawasannya semakin luas
sehingga proses pengubahan sikap dan tinkah laku akan semakin baik. Reber
(1988) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola dalam pengambilan sikap dan
tindakan

seseorang,

semakin

tinggi

tingkat

pendidikan

seseorang

kecenderungan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya akan semakin besar.
Koos (1954) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengemukakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pengetahuannya
dan pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui proses alamiah manusia
setelah ia mengalami, mengamati, menyaksikan dan mengerjakan sesuatu
sejak ia lahir sampai dewasa khususnya melalui pendidikan. Sedangkan
menurut teori yang dikemukakan oleh Ancok (1981) dikutip dari Muhibbin
Syah (2002) bahwa pengetahuan diperoleh bukan saja melalui pendidikan.
Koentjaraningrat
mengemukakan

(1977)

bahwa

dikutip

meningkatnya

dari

Muhibbin

tingkat

Syah

pendidikan

(2002)
seseorang

menyebabkan meningkanya kemampuan dalam menyerap pengetahuan.
Ngadiarti (1985) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat
pengetahuannya.
Beker dan Reinke (1994) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengatakan
bahwa tingkat pendidikan sangat relevan dengan tingkat pengetahuan yang
dimiliki seseorang. Sedangkan menurut teori yang dikemukakan oleh
Lawrence Green mengatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor
penentu (predisposing factors)
C. Lingkungan Buruk dan Penyakit
Kondisi lingkungan berhubungan erat dengan kesehatan manusia. Udara,
air, tanah, dan hewan di lingkungan kita dapat menjadi penyebab timbulnya
penyakit. Apalagi jika tidak dikelola dengan baik.
Dinas Kesehatan unit Puskesmas menjelaskan pengertian sehat menurut
organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah keadaan yang seimbang baik mental,
social, fisik, tanpa adanya kecacatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keseimbangan di antaranya, pertama faktor agent atau disebut pula faktor
penyebab penyakit dimana faktor ini yang menjadi penyebab dari pada adanya
penyakit. Kedua faktor host yaitu manusia sebagai objek penyakit. Ketiga adalah
faktor lingkungan dimana lingkungan adalah sebagai medianya.
Manusia dalam hal ini sebagai host atau objek dari suatu penyakit.
Penyakit didalam manusia sangat dipengaruhi oleh manusia itu sendiri.
Bagaimana sikap atau perilaku manusia terhadap lingkungan. Agen yang bisa
menyebabkan manusia itu bisa sakit terdiri dari dua macam yang pertama yang
ada dalam tubuh manusia itu sendiri misalnya zat kimia indogent dan kedua
adalah yang ada diluar tubuh manusia seperti zat kimia eksogent.
Jenis penyakit yang berbasis lingkungan diantaranya pertama yang
disebabkan oleh virus diantaranya ISPA, TBC paru, Diare, Polio, Campak,
Cacingan, malaria. Kedua yang disebabkan oleh binatang seperti Flu Burung, Pes,
Antrax dll. Ketiga yang disebabkan oleh vector nyamuk di antaranya DBD,
Chikungunya, Malaria.
“Untuk daerah Kec. Katapang sendiri jenis penyakit yang diakibatkan
faktor lingkungan berdasarkan kejadian, yang menjadi tiga ututan terbesar adalah
pertama penyakit Ispa, kedua penyakit Diare dan ketiga penyakit Inspeksi TBC
Paru” jelas Bapak Fahan dalam diskusi kesehatan di radio komunikasi PASS FM,
Rabu, 13 Agustus 2007.
Beberapa faktor penghambat yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit
tersebut adalah seperti pertama faktor kesadaran manusia terhadap kepentingan
keehatan dan perlakuan terhadap lingkungannya. Kedua faktor kepadatan
penduduk yang cukup padat sehingga faktor penyebarannya akan sangat cepat.
Ketiga faktor kultur atau kebiasaan atau kepercayaan yang merugikan, misalnya
kebiasaan tidak memakan ikan padahal ikan merupakan sumber makanan yang
cukup baik.
Dalam upaya pemberantasan atau pencegahan penyakit-penyakit berbasis
lingkungan ini harus ditangani secara bersama-sama tidak bisa secara sendirisendiri. Maka dari itu diperlukan promosi kesehatan melalui berbagai media, baik
cetak, elektronik, ataupun di pertemuan-pertemuan. Pengaturan lingkungan
dengan system management lingkungan yang cukup baik diharapkan lingkungan
akan sangat mendorong terciptanya lingkungan yang sehat, sehingga tidak
menjadi sumber penyakit bagi manusia. Diadakannya perindungan secara khusus
misalnya dengan adanya Imunisasi yang dilakukan secara rutin dan konsisten,
serta pemulihan dan pelestarian lingkungan hidup.
Lingkungan mempunyai peran yang penting dalam penyebaran malaria
lingkungan yang tempat nmyamuk yang sering di jadikan sebagai ntempat
bersrangnya adalah biasanya lembab serta ada kubangan air vyang mengenang
karena nyamuk penyabab malaria ini siklus hidupnya suka bertelur dan
beersarang pada tempat-tempat tersebut. Masyarakat yang kurang memperhatikan
sanitasi lingkungannya dapat menyebabkan vector penyakit ini berkembang biak.
a) Lingkungan fisik,
Terdiri dari suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari, arus
air dan kadar garam. Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk.
Suhu yang optimun berkisar antara 20 dan 30ºC. Makin tinggi suhu makin pendek
masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin
panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak
berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling
rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk, pada kelembaban lebih tinggi
menyebabkan aktifitas nyamuk menjadi lebih sering menggigit, sehingga
meningkatkan penularan malaria.
Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan
ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Disamping arah
angin sinar matahari juga mempengaruhi pertumbuhan larva nyamuk serta arus air
yang deras lebih disukai oleh nyamuk An.minimus, air tergenang disukai nyamuk
An.letifer, air yang statis (mengalir lambat) disukai nyamuk An.barbirostris.
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
• Menguras

bak

mandi/penampungan

air

sekurang-kurangnya

sekali

seminggu.
• Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
• Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
• Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah
dan lain sebagainya.
2. pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular
malaria (anopheles) di tempat-tempat perkembangbiakannya.(Depkes RI,
2005)
• Cara PSN malaria
PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M’, yaitu :
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
b. Menutup rapat–rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
c. Mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
Selain itu ditambah dengan cara lainnya, seperti :
a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat
lainnya yang sejenis seminggu sekali.
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.
c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain
(dengan tanah, dan lain-lain).
d. Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit
dikuras atau di daerah yang sulit air.
e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air.
f. Memasang kawat kasa.
g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.
h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
i. Menggunakan kelambu.
j. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.
k. Keseluruhan cara tersebut di atas dikenal dengan istilah ‘3M Plus’.
(Depkes RI, 2005).
• Pelaksana PSN DBD
Pelaksana PSN DBD menurut Depkes RI (2005) yaitu :
a. Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota keluarga.
b. Tempat-tempat umum
Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau
pengelola tempat-tempat umum, seperti :
1) Kantor oleh petugas kebersihan kantor
2) Sekolah oleh petugas kebersihan sekolah
3) Pasar oleh petugas kebersihan pasar
4) Dan lain-lain.
5)
a) Lingkungan biologik,
tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari atau
melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya, serta adanya tambak ikan juga
akan mempengaruhi populasi nyamuk.
b) Lingkungan social budaya,
kebiasaan beraktifitas manusia untuk berada di luar rumah sampai tengah
malam akan memudahkan nyamuk untuk menggigit, perilaku masyarakat
terhadap malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas
malaria antara lain dengan menyehatan lingkungan, menggunakan kelambu,
memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai
kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan
dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi akan menyebabkan perubahan
lingkungan yang menguntungkan malaria (”man-made malaria”) (Harijanto,
2000).

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan saat ini diarahkan untuk menekan angka kematian yang
disebabkan oleh berbagai penyakit yang jumlahnya semakin meningkat. Masalah umum
yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka
pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan
lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang
biaknya vektor penyakit (Menkes, 2010).
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya
dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor juga merupakan
anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber
Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang
yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping
mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit seperti yang
sudah di jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih
menjadi penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta
dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya
pengendalian atas penyebaran vektor tersebut (Menkes, 2010).
Adapun dari penggolongan binatang yang dapat dikenal dengan 10 golongan yang
dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum yang sangat berpengaruh terhadap
kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak
sebagai perantara penularan penyakit malaria, demam berdarah, dan phylum chodata
yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes),
pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping
nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang
berfungsi sebagai vektor dan binatang pengganggu (Nurmaini,2001).
Namun kedua phylum tersebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia, untuk itu
keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus ditanggulangi, sekalipun
demikian tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu
berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat tertentu yang tidak
mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai
harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatankegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan densitas populasi vektor
pada tingkat yang tidak membahayakan.
B. Tujuan
Mengetahui definisi, jenis-jenis vektor penyakit, peranan yang dapat merugikan manusia,
serta mengetahui cara pengendaliannya.
BAB II
ISI
A. Definisi Vektor Penyakit
Peraturan Pemerintah No.374 tahun 2010 menyatakan bahwa vektor merupakan
arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan
penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda
yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada
induk semang yang rentan.
Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga
dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector –
borne diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis
maupun epidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.
Di Indonesia, penyakit – penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit
endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki
gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping
itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan
paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
Menurut Chandra (2003), ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu
penyakit :
1. Cuaca
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit
infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka
butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi
kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun
dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi. Wood
tick adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan
ricketsia.
2. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena
penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewanhewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan kuda
merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods
borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta
manusia yang menjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus,kuman patogen
mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada
intermediate host.
3. Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah
geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit
tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal pada daerah
tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang
memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tungau
yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa
oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat.
4. Perilaku Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara sembarangan,
kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit
arthropoda borne diseases.
B. Jenis-jenis Vektor Penyakit
Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-ciri
kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena
hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis dan
klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit :
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk .
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu
diperhatikan dalam pengendalian adalah :
a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat
•
•
•

Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur

b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal
•

Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes

c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala
•

Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus
exantyematicus.

Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang
pengganggu antara lain:
•
•
•
•

Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
Ordo isoptera, contoh rayap
Ordo orthoptera, contoh belalang
Ordo coleoptera, contoh kecoak

Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang
pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :
a. Tikus besar, (Rat) Contoh :
-Rattus norvigicus (tikus riol )
-Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
-Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
b. Tikus kecil (mice),Contoh:Mussculus (tikus rumah)
Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ
yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk
di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan
speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat
menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003).
Arthropoda yang Penting dalam dunia Kedokteran adalah arthropoda yang berperan
penting sebagai vektor penyebaran penyakit (arthropods borne disease) dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1. Kelas dan Species dari Arthropoda yang Penting
A. Peranan Vektor Penyakit
Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular
penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat,
semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada
manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne
diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui
beberapa cara yaitu :
a. Dari orang ke orang
b. Melalui udara
c. Melalui makanan dan air
d. Melalui hewan
e. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003).
Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai
arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.
1. Arthropods Borne Disease
Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang
bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host
lain. Paul A. Ketchum, membuat klasifikasi arthropods borne diseases pada kejadian
penyakit epidemis di Amerika Serikat seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. Arthropods Borne Disease di Amerika
Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering menyebabkan
terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut :
Tabel 3.

No
1.

2.

Arthropoda
Nyamuk

Lalat

3.

Lalat Pasir

4.
5.
6.

Lalat Hitam
Lalat tse2
Kutu

7.
8.
9.

Pinjal
Sengkenit
Tungau

Penyakit Bawaan
Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria,
Demam
kuning
Demam
berdarah,
Penyakit otak, demam haemorhagic
Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam
paratipus,
diare,
disentri, kolera, gastro-enteritis, amoebiasis,
penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax
Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam
papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani,
Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis
Merupakan vektor dari penyakit tidur
Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah,
relapsing demam, parit
penyakit sampar, endemic typhus
Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii)
penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang
disebabkan
oleh Rickettsia tsutsugamushi,

1. Transmisi Arthropoda Bome Diseases
Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala
penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne
diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia.
1. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia
melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut sebagai inokulasi.
2. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak
disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut
sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk
anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan
masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung
dengan jenis plasmodium malaria.
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh
vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh
vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif,
sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka
nyamuk anopheles adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate.
5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo - Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh vektor
yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila agen penyakit atau
parasit tidak mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor
disebut propagative seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen
penyakit mengalami perubahan siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo –
propagative seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles dan terakhir bila agen
penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak mengalami proses multifikasi dalam
tubuh vektor seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk culex.
A. Pengendalian Vektor Penyakit
Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor
merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor
serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya
penularan penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor
sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah (MENKES,2010).
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau
mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa
faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang antara
lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat.
Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko
lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum
memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis.
Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi
geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum
teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis,
belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor,
peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan
sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan
dalam pengendalian vektor.
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai
tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan
populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun
hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi
vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai,
bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar.
Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit yaitu :
1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social
budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan
saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor
dilakukan dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu
pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya
serta dengan mempertimbangkan kesinambungannya.
a. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah
1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular
vektor
3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.
Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan
prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan
pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses
pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara
optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
b. Prinsip-prinsip PVT meliputi:
1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat,
dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik
local( evidence based)
2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program
terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia
dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
c. Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah,
mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik
dan mekanik.
Contohnya:
- modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut,
penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
- Pemasangan kelambu
- Memakai baju lengan panjang
- Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
- Pemasangan kawat
2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic
- predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
- Bakteri, virus, fungi
- Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)
3. Metode pengendalian secara kimia
- Surface spray (IRS)
- Kelambu berinsektisida
- larvasida
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan
sebagai berikut :
a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar
vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap
tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001)
2. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi
alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka
waktu yang lama
3. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi
kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
a. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
b. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan
modifikasi/manipulasi lingkungan
c. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan musuh
alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
d. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina
e. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal, 2010).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Vektor penyakit merupakan vector yang berperan sebagai penular penyakit. Vektor
penyakit akibat serangga dikenal dengan arthropod - borne diseases atau sering juga
disebut sebagai vector – borne diseases
2. Jenis-jenis dan klasifikasi vector penyakit yaitu phylum Arthropoda yang terdiri dari
crustacea Kelas Myriapoda Kelas Arachinodea Kelas hexapoda dan phylum chodata yaitu
berupa tikus.
3. Peranan vektor penyakit adalah sebagai pengganggu dan penular penyakit dari host ke
pejamu (manusia)
4. Pengendalian yang dapat dilakukan dalam mengendalikan vector penyakit adalah
Pengendalian Vektor secara Terpadu (PVT), Pengendalian secara alamiah (naturalistic
control) dan Pengendalian terapan (applied control)

DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, D. 2010. http://fkmutu.blogspot.com/2010/12/makalah-pengendalian-vektorpenyakit.html diakses pada tanggal 5 Maret 2011
Chandra,budi. 2003.Vektor Penyakit Menular Pada Manusia. http://files.bukukedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf . diakses
tanggal 4 maret 2011.
Nurmaini. 2001. Identifikasi vektor dan binatang pengganggu serta pengendalian
anopheles Aconitus secara sederhana.http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR6Res3-ind.pdf. diakses tanggal 4 maret 2011.
Peraturan Mentri Republik Indonesia nomor 374/Mekes/PER/III/2010.tenteng
Pengendalian Vektor. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian Vektor%20.pdf.
diakses tanggal 4 maret 2011.
Rahayu,
Subekti.
2004.
Semut
Sahabat
Petani.
http://www.blueboard.com/kerengga/pdf/rahuya.pdf. di akses tanggal 4 maret 2011

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Vektor

Secara definisi vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi
sebagai penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis
vektor dilihat dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini
sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan
menyebar.
Vektor potensial adalah vektor yang secara aktif berperan dalam penyebaran
penyakit. Vektor ini baik secara biologis maupun mekananis selalu mencari
hospesnya untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu ada vektor pasif, artinya secara
ilmiah dapat dibuktikan bahwa dalam tubuh vektor ada agen patogen dan dapat
menularkan agen tersebut kepada hospes lain, tetapi vektor ini tidak aktif mencari
mangsanya. Dengan adanya perubahan lingkungan, kemungkinan vektor tersebut
dapat berubah menjadi aktif.
Vektor biologis, dimana agen penyakit harus mengalami perkembangan ke
stadium lebih lanjut. Bila tidak ada vektor maka agen penyakit kemungkinan akan
mati. Contoh yang paling mudah adalah schistosomiasis, penyakit akibat cacing
Schistosoma japonicum. Larva (miracidium) masuk ke dalam tubuh siput,
berkembang menjadi sporocyst dan selanjutnya menjadi redia, kemudian menjadi
cercaria yang akan keluar dari tubuh siput, aktif mencari definif host, melalui kulit
dimana akan terjadi dermatitis (SOULSBY, 1982).
Vektor mekanis, dimana agen penyakit tidak mengalami perkembangan, tetapi
hanya sebagai pembawa agen penyakit. Tidak seperti penyakit malaria atau arbovirus
dimana terjadinya infeksi cukup satu kali gigitan vektor yang sudah terinfeksi, pada
infeksi filaria, vektor harus sering menggigit hospesnya agar terjadi infeksi.
Diperkirakan lebih dari 100 gigitan agar cacing dapat bereproduksi dan
menghasilkan mikrofilaria.
Vektor insidentil, vektor ini secara kebetulan hinggap pada manusia, kemudian
mengeluarkan faeces yang sudah terkontaminasi agen penyakit dekat mulut. Secara
tidak sengaja masuk ke dalam mulut, contohnya pada penyakit Chagas yang
disebabkan oleh Trypanosoma cruzi dan vektor yang berperan adalah Triatoma bugs.
Vektornya sebenarnya masuk dalam siklus silvatik, hanya diantara hewan rodensia.
Manusia terkontaminasi bila vektornya masuk dalam lingkungan manusia.

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangMalaria merupakan penyakit infeksi parasitik
terpenting di dunia, dengan prakiraan satu miliar orang berada dalam risiko tertular
penyakit ini. Setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 100 juta kasus penyakit malaria
terjadi, sekitar 1% diantaranya berakibat fatal berupa kematian, sebagian besar anak-anak
yang berumur dibawah 5 tahun. Sejak tahun 1950 penyakit malaria telah berhasil dibasmi
di hampir seluruh benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian benua
Afrika dan Asia Tenggara yang pada umumnya negara berkembang dan berada pada
wilayah tropis. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab
utama kematian di negara berkembang (Prasetyo, 2006).Indonesia setiap tahunnya
terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan 30.000 orang
meninggal dunia (Depkes, 2003). Sedangkan pada tahun 2010, penemuan kasus malaria
telah mencapai 1,96 per 1.000 penduduk. Umumnya malaria ditemukan pada daerahdaerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah. Angka
kesakitan malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali
meningkat dari 0.12 per 1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 0.52 per 1000
penduduk pada tahun 1999, pada tahun 2001 0.62 per 1000 penduduk dan pada tahun
2002 0.47 kasus per 1.000. Di luar Jawa dan Bali meningkat dari 16.0 per 1000 penduduk
pada tahun 1997 menjadi 25.0 per 1000 penduduk pada tahun 1999, pada tahun 2001
26.2 per 1000 penduduk dan pada tahun 2002 19.65 kasus per 1000 penduduk. Selama
tahun 1998-2000 kejadian luar biasa (KLB) malaria terjadi di 11 propinsi yang meliputi
13 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000 orang dengan 74
kematian (Depkes, 2003). Malaria mudah menyebar pada sejumlah penduduk, terutama
yang bertempat tinggal di daerah persawahan, perkebunan, kehutanan maupun pantai
(Anies, 2005).B. Tujuan1.
Mengetahui jenis spesies nyamuk Anopheles beserta ciricirinya.2.
Mengetahui metode pengendalian nyamuk Anopheles.
BAB IIPEMBAHASANA. Tipe Spesies AnophelesNyamuk ANOPHELENI yang
berperan sebagai vektor malaria hanyalah genus Anopheles. Di seluruh dunia, genus
Anopheles jumlahnya kurang lebih 2000 spesies, diantarannya 60 spesies sebagai vektor
malaria. Jumlah nyamuk ANOPHELINI di Indonesia kira-kira 80 spesies dan 16 spesies
telah dibuktikan berperan sebagai vektor malaria yang berbeda dari satu daerah ke daerah
lain tergantung kepada bermacam-macam faktor, seperti penyebaran geografik, iklim,
dan tempat perindukan (Gandahusada, 2006).
Gambar 1. Distribusi Nyamuk Anopheles di Indonesia (Sukadi, 2009)Ada beberapa
spesies Anopheles yang penting sebagai vektor malaria di Indonesia antara lain:1.
Anopheles sundaicusAn. Sundaicus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun
1925. Pada vektor jenis ini umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada
darah binatang. Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara
pukul 22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah
untuk mencari darah, hinggap didinding baik sebelum maupun sesudah menghisap darah
(Hiswani, 2004) .Spesies ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Bali.
Jentiknya ditemukan pada air payau yang biasanya terdapat tumbuh-tumbuhan
enteromorpha, chetomorpha, dengan kadar garam adalah 1,2 sampai 1,8%. Di Sumatra,
jentik ditemukan pada air tawar seperti Mandailing dengan ketinggian 210 m dari
permukaan laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000 m (Hiswani, 2004) .Masih
menurut Hiswani (2004), perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang
satu dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur
Sumatera Utara, pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada
pagi hingga siang hari. Jenis vektor An. Sundaicus istirahat dengan hinggap didinding
rumah penduduk. Jarak terbang An. Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas
tinggi, masih dijumpai nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang
berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari tempat perindukan nyamuk tersebut.Vektor
An. Sundaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar
dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik ditempat
perindukan tidak merata dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup
seperti diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput dipinggir
Sungai atau pun parit. Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang
biak adalah yang terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara
sungai, tambak ikan, galian -galian yang terisi air di sepanjang pantai dan lain –lain
(Hiswani, 2004) .2. Anopheles aconitusMenurut Hiswani (2004), vektor An. Aconitus
pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun 1902. Vektor jenis An. aconitus betina
paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor
jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang ternak yang
ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir
diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dijumpai di daratan rendah
tetapi lebih banyak di daerah kaki gunung dengan ketinggian 400-1000 m dengan
persawahan bertingkat. Nyamuk ini merupakan vektor pada daerah tertentu di Indonesia,
terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Biasanya aktif mengigit pada
waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk
antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari darah di dalam rumah
penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap di
daerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang
selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004).Tempat perindukan vektor Aconitus terutama
didaerah pesawahan dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan tempat
yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik nyamuk ini ditemukan
pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan kolam air tawar. Distribusi dari An.
Aconitus, terdapat hubungan antara densitas dengan umur padi disawah. Densitas mulai
meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan mencapai puncaknya setelah
padi berumur lima sampai enam minggu (Hiswani, 2004).3. Anopheles barbirotrisVektor
An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884. Spesies
ini tersebar di seluruh Indonesia, baik di daratan tinggi maupun di daratan rendah. Jentik
biasanya terdapat dalam air yang jernih, alirannya tidakbegitu cepat, ada tumbuhtumbuhan air pada tempat yang agak teduh seperti pada saah dan parit. Jenis nyamuk ini
di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai
menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur
dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis
nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam hingga dini hari berkisar antara
pukul 23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali (Hiswani, 2004).4.
Anopheles kochi Spesies ini tersebar di seluruh Indonesia, kecuali Irian. Jentik biasanya
ditemukan pada tempat perindukan terbuka seperti genangan air, bekas tapak kaki
kerbau, kubangan dan sawah siap ditanami (Hiswani, 2004).5. Anopheles
maculatusVektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun
1901. Vektor An. Maculatus betina lebih sering mengihisap darah binatang daripada
darah manusia. Vektor jenis ini aktif mencari darah pada malam hari antara pukul 21.00
hingga 03.00. Penyebaran spesies ini di Indonesia sangat luas, kecuali Maluku dan Irian.
Spesies ini terdapat di daerah pegunungan sampai ketinggian 1600 m diatas permukaan
air laut. Jentik ditentukan pada air jernih dan banyak kena sinar matahari (Hiswani,
2004).Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan
yang spesifik vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata
air yang mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan
jentik nyamuk ini, meskipun densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada
musim kemarau, sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena
tempat perindukan hanyut terbawa banjir (Hiswani, 2004).6. Anopheles subpictusSpesies
ini terdapat diseluruh wwilayah Indonesia. Nyamuk ini dapat dibedakan menjadi dua
spesies yaitu (Hiswani, 2004):a) Anopheles subpictus subpictusJenik ditemukan di
daratan rendah, kadang-kadang ditemukan dalam air payau dengan kadar air tinggi.b)
Anopheles subpictus malayensisSpesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai
dataran tinggi. Jentik ditemukan pada air tawar, pada kolam yang penuh dengan rumput
pada selokan parit.7. Anopheles balabacensisSpesies ini terdapat di Purwakarta, Jawa
Barat, Balik Papan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Jentik ditemukan pada
genangan air bekas tapak binatang, pada kubangan bekas roda, dan parit yang aliran
airnya terhenti.A.1 Siklus Hidup AnophelesNyamuk Anopheles mengalami metamorfosis
sempurna. Telur yang diletakkan oleh nyamuk betina, menetas menjadi larva yang
kemudian melakukan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, lalu tumbuh menjadi pupa dan
akhirnya menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Waktu yang diperlukan untuk
pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-5
minggu, tergantung kepada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara
(Gandahusada, 1998).Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk
jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan nyamuk
jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar dari
kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini
betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin.
Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain temperatur dan
kelembaban serta species dari nyamuk (Nurmaini, 2003).A.1.1 Perkembangan Telur
AnophelesStadium telur Anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air,
biasanya peletakkan dilakukan pada malam hari. Telur berbentuk seperti perahu yang
bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang
pelampung yang terletak pada sebuah lateral sehingga telur dapat mengapung di
permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina Anopheles bervariasi,
biasanya antara 100-150 butir (Santoso, 2002).Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama
di bawah permukaan air. Telur-telur Anopheles yang terdapat di bawah permukaan air
dalam waktu lama (melebihi 92 jam) akan gagal menetas, sedangkan kondisi suhu yang
menguntungkan bagi telur Anopheles adalah antara 280C-360C. Suhu di bawah 200C
dan di atas 400C adalah suhu yang tidak menguntungkan bagi perkembangan telur. Pada
suhu 520C seluruh telur akan mati dan suhu 500C adalah suhu terendah bagi telur untuk
dapat bertahan (Santoso, 2002).A.1.2 Perkembangan Larva Anopheles Larva Anopheles
bersifat akuatik yakni mempunyai habitat hidup di air. Larva ini mempunyai 4 bentuk
(instar) pertumbuhan. Masing-masing instar mempunyai ukuran dan bulu yang berbeda
(Santoso, 2002). Stadium larva Anopheles yang di tempat perindukan tampak mengapung
sejajar dengan permukaan air dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar. Sekali-
sekali larva Anopheles mengadakan gerakan-gerakan turun ke dalam/bawah untuk
menghindari predator/musuh alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan
seperti gerakan-gerakan dan lain-lain.Perkembangan hidupnya larva nyamuk memerlukan
kondisi lingkungan yang mengandung makanan antara lain mikroorganisme terutama
bakteri, ragi dan protozoa yang cukup kecil sehingga dapat dengan mudah masuk
mulutnya (Santoso, 2002).A.1.3 Perkembangan pupa Anopheles Stadium pupa
merupakan masa tenang. Pada umumnya pupa tidak aktif bila memasuki stadium ini,
pupa nyamuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang aktif, dan bila sedang tidak aktif
maka pupa ini akan berada mengapung pada permukaan air. Kemampuannya mengapung
disebabkan oleh adanya ruang udara yang cukup besar yang berada pada sisi bawah
sefalotoraks. Pupa tidak menggunakan rambut dan kait untuk dapat melekat pada
permukaan air, tetapi dengan bantuan dua terompet yang cukup besar yang berfungsi
sebagai spirakel dan dua rambut panjang stellate yang berada pada segmen satu abdomen
(Santoso, 2002).Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan (Respiratory trumpet) yang
bentuknya lebar dan pendek dan digunakan untuk pengambilan O2 dari udara
(Gandahusada, 1998). Perubahan dari pupa menjadi dewasa biasanya antara 24 jam
sampai dengan 48 jam. Tetapi hal ini akan sangat bergantung pada kondisi lingkungan
terutama suhu (Santoso, 2002).A.1.4 Perkembangan Nyamuk Dewasa
Gambar 1. Nyamuk Anopheles dewasaPada stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan
nyamuk betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang probosisnya.
Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal berbentuk gada (club
form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir
(kosta dan vena) ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran
belang-belang hitam dan putih. Di samping itu, bagian bagian ujung sisik sayap
membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk
Aedes dan juga tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip (Gandahusada,
1998).A.2 Bionomi AnophelesA.2.1 Perilaku Berkembang Biak Nyamuk Anopheles
betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk
berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang
senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (An. sundaicus), ada pula
yang senang pada tempat-tempat teduh (An. umrosus). Species yang satu berkembang
dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan
seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan
suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan
dalam program pemberantasan.Kepadatan populasi nyamuk Anopheles sangat
dipengaruhi oleh musim tanam padi. Jentik-jentik nyamuk ini mulai ditemukan di sawah
kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan paling banyak ditemukan pada
saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang panen. Di daerah yang musim
tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada berbagai
umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang
terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan sekitar bulan Juli-Agustus. An. balabacencis dan
An. maculatus adalah dua spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah-daerah
pegunungan non persawahan dekat hutan. Kedua spesies ini banyak dijumpai pada
peralihan musim hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau.
Gambar 2. Tempat Perkembangbiakan Anopheles (Sukadi, 2009)Tempat
perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena sinar matahari langsung
seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata airmata air dan alirannya, dan pada air di lubang batu-batu (Barodji, 1987 dalam Saputra,
2001).Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim
penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan di
genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat untuk
mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan
kebun salak. Dari gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis tidak spesifik
seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An. Balabacencis dapat hidup di
beberapa jenis genganan air, baik genangan air hujan maupun mata air, pada umumnya
kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada genangan air yang
terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang homogen seperti
kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain. An. maculatus yang umum ditemukan di
daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang ada
sungai kecil-kecil dan berbatu-batu (Barodji 1987 dalam Saputra 2001)Puncak kepadatan
An. maculatus dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal
ini disebabkan banyak terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di pinggir
sungai dengan aliran lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An. maculatus
cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras (flushing) yang tidak
memungkinkan adanya genangan di pinggir sungai sebagai tempat perindukan (Saputra,
2001).
Gambar 3. Tempat Perkembangbiak Nyamuk Anopheles (Sukadi, 2009)

Gambar 4. Tempat Perkembangbiak Nyamuk Anopheles (Sukadi, 2009)
An. sundaicus dijumpai di daerah pantai, tempat perindukannnya adalah di air payau
dengan salinitas antara 0-25 per mil, seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan
tidak terurus yang banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak
ditumbuhi tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari
dan berlumut (Hiswani, 2004).A.2.2 Tempat PerindukanTempat perindukan nyamuk
Anopheles bermacam-macam tergantung kepada spesies dan dapat dibagi menurut 3
kawasan (zone) yaitu kawasan pantai, kawasan pedalaman, dan kawasan kaki gunung dan
gunung (Gandahusada, 1998). Di kawasan pantai dengan tanaman bakau danau di pantai
atau laguna, rawa dan empang sepanjang pantai , ditemukan Anopheles Sundaicus dan
An. Subpictus yang menggunakan tempat perindukan tersebut terutama danau di pantai
dan empang. Di kawasan pedalaman yang ada sawah, rawa, empang, dan saluran air
irigasi ditemukan An. Aconitus, An. Barbirostris, An. Subpictus, An. Nigeerrimus, dan
An. Sinesis. Di kawasan kaki gunung dengan perkebunan atau hutan ditemukan An.
Balabacencis , sedangkan di daerah gunung ditemukan An. Maculatus (Gandahusada,
1998). Hal tersebut juga dijelaskan oleh Hiswan (2004) bahwa penyebaran nyamuk jenis
ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah.A.2.3. Tempat
Istirahat (Resting Place) Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat
yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat
sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada
umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi
apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda.
Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (An. Aconitus)
tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus)
(Damar, 2002).Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk
menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum
maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat.
Tempat istirahat alam nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat
istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya dilubang seresah yang lembab dan
teduh (Damar, 2002).Tempat istirahat An. aconitus pada umumnya di tempat yang
mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di lubang tanah
bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat dekat tanah. Nyamuk ini biasanya
hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit, tebing sungai,
dekat air yang selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004).Tempat istirahat An.
balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang lembab dan teduh, terletak
ditengah kebun salak (Damar, 2002). An. balabacencis juga ditemukan di tempat yang
mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta di lubang tanah
bersemak (Harijanto, 2000). Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di
pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab. Perilaku istirahat nyamuk An.
sundaicus ini biasanya hinggap di dinding-dinding rumah penduduk (Hiswani,
2004).A.2.4 Tempat mencari makan (Feeding place) Hanya nyamuk betina yang
menghisap darah. Nyamuk Anopheles aconitus lebih suka berada di luar rumah dan
menggigit di waktu senja sampai dengan dini hari (eksofagik) serta mempunyai jarak
terbang yang jauh 1,6 km sampai dengn 2 km. nyamuk ini bersifat suka menggigit
binatang (zoofilik) dari pada sifat suka gigit manusia (antrophofilik). Perilaku mencari
darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu (Hiswani, 2004).Perilaku mencari
darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah
pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai
sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam
dan sampai pagi hari (Hiswani, 2004)..Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat
apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar
rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk,
yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih
senang mencari darah didalam rumah (Hiswani, 2004).Perilaku mencari darah dikaitkan
dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan
atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih
senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu
(Hiswani, 2004).Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya
hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak
keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan
telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung
pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus
gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam (Hiswani,
2004).A.2.5 LingkunganLingkungan yang berpengaruh pada penyebaran nyamuk
Anopheles adalah sebagai berikut:1) Lingkungan fisikMenurut Harijanto (2000), Faktor
geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi nyamuk
Anopheles di Indonesia, seperti :a) Suhu Nyamuk adalah binatang berdarah dingin
sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan,
tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar
tubuhnya. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya
menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi
dari 35 ºC, juga mengalami perubahan. Suhu rata-rata optimum untuk pertumbuhan
nyamuk 25º – 27ºC. Toleransi suhu tergantung pada species nyamuknya, species nyamuk
tidak tahan pada suhu 5º – 6ºC (Harijanto, 2000).Kecepatan perkembangan nyamuk
tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya
masa pra dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan dari indung
telur, frekuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda-beda menurut suhu
(Harijanto, 2000).b) Kelembaban Kelembaban yang rendah memperpendek umur
nyamuk. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan
hidup nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk.
Badan nyamuk yang kecil mempunyai permukaan yang besar oleh karena sistem
pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih
banyak sehingga trachea terbuka. Dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk
menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan,
maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang mengatur
cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu
ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk
menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit (Harijanto, 2000).c) HujanHujan
menyebabkan naiknya kelembaban udara dan menambah jumlah tempat
perkembangbiakan (breeding places). Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan
derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas
akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles (Harijanto,
2000).d) KetinggianSetiap ketinggian naik 100 meter maka selisih udara dengan tempat
semula ½ ºC. Bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga
cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk
(Harijanto, 2000).e) AnginAngin secara langsung berpengaruh pada penerbangan
nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan
angin 11 – 14 m/det atau 25 – 31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk
(Harijanto, 2000).f) Sinar matahari Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An. hyrcanus dan
An. punctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di
tempat yang teduh maupun yang terang (Harijanto, 2000). g) Arus air An. barbirostris
menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkan An. minimus
menyukai aliran air yang deras dan An. letifer menyukai air tergenang (Harijanto, 2000).
2) Lingkungan BiologikKeadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya
tumbuhan salak, bakau, lumut, ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva, karena ia
dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya.
Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah (Panchax spp),
gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di suatu daerah.
Begitu pula adanya hewan piaraan seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi
jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya tidak jauh dari
rumah (Harijanto, 2000).3) Lingkungan Sosial BudayaSosial budaya juga berpengaruh
terhadap kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, di mana
vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk.
Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan
masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan
kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun nyamuk. Berbagai
kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan
pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan
lingkungan yang menguntungkan penyebaran nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000).B.
Metodologi Pengendalian Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan
pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi
dan menurunkan populasi kesuatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia.
Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan
populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi
yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting di dasarkan prinsip dan
konsep yang benar ( Nurmaini, 2003).Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor
yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut ( Nurmaini,2003):1)
Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor
tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/membahayakan.2)
Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata
lingkungan hidup B.1 Pengendalian Penyakit Malaria Penanggulangan malaria
seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara Host, Agent dan
Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang tepat,
yaitu :1) Pemberantasan Vektor Penanggulangan vektor dilakukan dengan cara
membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di
bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh
tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus (Depkes RI,
2003)Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempattempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi
dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI,
2003)Menurut Marwoto (1989) penangulangan vektor dapat dilakukan dengan
memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan
suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat.Penggunaan ikan nila
merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan. Menurut Nurisa
(1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di
air tawar, air payau, dan di laut.2) Pengendalian VektorKontrol vektor malaria ini
dimaksudkan untuk melindungi individu terhadap gigitan nyamuk yang infektif,
menurunkan populasi nyamuk, mencegah vektor menjadi infektif dan pada tingkat
masyarakat berguna untuk mengurangi intensitas transmisi malaria secara lokal (Peter
dan Gilles, 2002; WHO, 2009).Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering
disingkat RESSA yaitu :a) Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang
diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi
criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan
penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3% .b) Effective : Dipilih salah
satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling
menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan
penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.c)
Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di
capai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara
lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.d) Acceptable : Kegiatan yang
dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat (Depkes RI,
2005)Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut
(Depkes, 2005):a) Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua
bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan
lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.b) Larviciding adalah kegiatan anti larva yang
dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki
banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan
tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air
dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat.c)
Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan
pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak
tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata
air, anak sungai, saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.d)
Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang
digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu
dicelup dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.e)
Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor
lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi
perkembangan vektor dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor .f)
Pemandulan nyamuk dengan radiasi gamma Co-60Pengendalian nyamuk Anopheles sp
sebagai vektor penyakit malaria dapat dilakukan dengan Teknik Serangga Mandul
(TSM). Setelah nyamuk jantan diiradiasi nyamuk dikawinkan dengan betina normal
dengan jumlah yang sama dan diamati jumlah telur yang dihasilkan, prosentase penetasan
telur untuk setiap dosis radiasi, dan kelangsungan hidup nyamuk. Dari hasil pengamatan
diperoleh data bahwa dosis radiasi 90 Gy dapat memandulkan 65%, 100 Gy
memandulkan 77%, 110 Gy memandulkan 97%, dan 120 Gy memandulkan 99%
dibandingkan dengan kontrol. Keturunan yang dihasilkan dari perkawinan antara nyamuk
jantan yang diirradiasi 110 dan 120 Gy dengan nyamuk betina normal tidak dapat diikuti
perkembangan hidupnya karena mengalami kematian (Nurhayati, 2008).Radiasi gamma
dan neutron dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor penyakit melalui teknik
TSM. Faktor yang berpengaruh terhadap proses kemandulan pada nyamuk ialah
terjadinya infekunditas (tidak dapat menghasilkan telur), inaktivasi sperma, mutasi letal
dominan, aspermia, dan ketidakmampuan kawin dari serangga betina atau jantan. Radiasi
dapat mengurangi produksi telur yang disebabkan karena tidak terjadinya proses
oogenesis sehingga tidak terbentuk oogenia atau telur. Aspermia dapat menyebabkan
kemandulan karena radiasi merusak spermatogenesis sehingga tidak terbentuk sperma.
Inaktivasi sperma juga dapat menyebabkan kemandulan karena sperm tidak mampu
bergerak untuk membuahi sel telur. Faktor penyebab kemandulan yang lain ialah
ketidakmampuan kawin, hal ini karena radiasi merusak sel-sel somatik saluran genetalia
interna sehingga tidak terjadi pembuahan sel telur . Irradiasi gamma menyebabkan
penurunan yang sangat drastis terhadap presentase penetasan telur, dosis 90 Gy mampu
menurunkan persentase penetasan telur hingga lebih dari 50%, bahkan untuk dosis 110
Gy mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga 96 % (Nurhayati, 2008).Faktor
yang dianggap menyebabkan kemandulan pada serangga yang diiradiasi adalah mutasi
lethal dominan. Dalam hal ini inti sel telur atau inti sperma mengalami kerusakan sebagai
akibat radiasi sehingga terjadi mutasi gen. Mutasi lethal dominan tidak menghambat
proses pembentukan gamet jantan maupun betina, dan zigot yang terjadi juga tidak
dihambat, namun embrio akan mengalami kematian. Prinsip dasar mekanisme
kemandulan ini untuk selanjutnya dikembangkan sebagai dasar teknik pengendalian
vektor penyakit, seperti malaria, DBD dan filariasis yang disebut Teknik Serangga
Mandul. TSM menjadi salah satu alternatif pilihan cara yang dapat dipilih dan
dipertimbangkan, karena lebih aman, apesies spesifik, tidak menimbulkan resistensi dan
pencemaran lingkungan (Nurhayati, 2008).

Nyamuk Penyebab Demam Berdarah Mampu Hidup Di
Air Kotor
Posted on Maret 19, 2008 | 6 Komentar

Nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, yang selama ini diketahui sebagai vektor atau penyebar virus demam berdarah
(DBD), mungkin lebih kuat dari perkiraan selama ini. Penelitian menunjukkan nyamuk
tersebut dapat terbang lebih jauh, aktif sampai malam, dan juga hidup di air kotor.
“Kami sudah melakukan penelitian, Aedes aegypti bisa hidup di air kotor, tidak hanya air
bersih seperti yang selama ini kita percayai,” ujar Dr. Upik Kesumawati Hadi, Kepala
Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Institut Pertanian
Bogor, saat seminar serangga di Cibinong Science Center, Bogor, Rabu (18/3). Temuan
ini perlu ditindaklanjuti agar masyarakat lebih waspada.
Pada penelitian tahun 2006, timnya meniru genangan air kotor di laboratorium
menggunakan campuran kotoran ayam, kapirit, dan air sabun sehingga tingkat
Vektor

More Related Content

What's hot

Vektor penyakit virus, riketsia, dan bakteri
Vektor penyakit virus, riketsia, dan bakteriVektor penyakit virus, riketsia, dan bakteri
Vektor penyakit virus, riketsia, dan bakteri
riski albughari
 
5.surveilans malaria
5.surveilans malaria5.surveilans malaria
5.surveilans malaria
Joni Iswanto
 
Network antara tenaga kesehatan lingkungan dengan perawat dan tenaga kesehata...
Network antara tenaga kesehatan lingkungan dengan perawat dan tenaga kesehata...Network antara tenaga kesehatan lingkungan dengan perawat dan tenaga kesehata...
Network antara tenaga kesehatan lingkungan dengan perawat dan tenaga kesehata...
riri_hermana
 
Identifikasi hitung-kepadatan-nyamuk
Identifikasi hitung-kepadatan-nyamukIdentifikasi hitung-kepadatan-nyamuk
Identifikasi hitung-kepadatan-nyamuk
Siti Aisyah
 
Morfologi, daur hidup, perilaku nyamuk
Morfologi, daur hidup, perilaku nyamukMorfologi, daur hidup, perilaku nyamuk
Morfologi, daur hidup, perilaku nyamuk
riski albughari
 

What's hot (20)

Vektor penyakit virus, riketsia, dan bakteri
Vektor penyakit virus, riketsia, dan bakteriVektor penyakit virus, riketsia, dan bakteri
Vektor penyakit virus, riketsia, dan bakteri
 
5.surveilans malaria
5.surveilans malaria5.surveilans malaria
5.surveilans malaria
 
Pertemuan 1 - epidemiologi penyakit menular
Pertemuan   1 - epidemiologi penyakit menularPertemuan   1 - epidemiologi penyakit menular
Pertemuan 1 - epidemiologi penyakit menular
 
Diare - Power Point
Diare - Power PointDiare - Power Point
Diare - Power Point
 
BAB 10 EPidemiologi Penyakit Menular Demam Berdarah Dengue
BAB 10 EPidemiologi Penyakit Menular Demam Berdarah DengueBAB 10 EPidemiologi Penyakit Menular Demam Berdarah Dengue
BAB 10 EPidemiologi Penyakit Menular Demam Berdarah Dengue
 
Network antara tenaga kesehatan lingkungan dengan perawat dan tenaga kesehata...
Network antara tenaga kesehatan lingkungan dengan perawat dan tenaga kesehata...Network antara tenaga kesehatan lingkungan dengan perawat dan tenaga kesehata...
Network antara tenaga kesehatan lingkungan dengan perawat dan tenaga kesehata...
 
Saad ca paru
Saad ca paruSaad ca paru
Saad ca paru
 
Identifikasi hitung-kepadatan-nyamuk
Identifikasi hitung-kepadatan-nyamukIdentifikasi hitung-kepadatan-nyamuk
Identifikasi hitung-kepadatan-nyamuk
 
Ppt campak
Ppt campakPpt campak
Ppt campak
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis
 
Morfologi, daur hidup, perilaku nyamuk
Morfologi, daur hidup, perilaku nyamukMorfologi, daur hidup, perilaku nyamuk
Morfologi, daur hidup, perilaku nyamuk
 
riwayat alamiah penyakit
riwayat alamiah penyakitriwayat alamiah penyakit
riwayat alamiah penyakit
 
02. pengantar antropologi kesehatan
02. pengantar antropologi kesehatan02. pengantar antropologi kesehatan
02. pengantar antropologi kesehatan
 
Askep polio mielitis
Askep polio mielitisAskep polio mielitis
Askep polio mielitis
 
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020
 
Flu burung
Flu burungFlu burung
Flu burung
 
PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
 
BAB 13 Epidemiologi Penyakit Menular Ebola
BAB 13 Epidemiologi Penyakit Menular EbolaBAB 13 Epidemiologi Penyakit Menular Ebola
BAB 13 Epidemiologi Penyakit Menular Ebola
 
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan PengendaliannyaKutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
 
SAP TBC
SAP TBCSAP TBC
SAP TBC
 

Similar to Vektor

Makalah xenopsylla cheopis
Makalah xenopsylla cheopisMakalah xenopsylla cheopis
Makalah xenopsylla cheopis
Novi Fachrunnisa
 
Ankilostmiasis dan necatoriasis
Ankilostmiasis dan necatoriasisAnkilostmiasis dan necatoriasis
Ankilostmiasis dan necatoriasis
Kelsy qoridisa
 
Makalah penanganan malaria
Makalah penanganan malariaMakalah penanganan malaria
Makalah penanganan malaria
Warnet Raha
 
presentasi vektor dan pengendalian kesehatan masyarakat
presentasi vektor dan pengendalian kesehatan masyarakatpresentasi vektor dan pengendalian kesehatan masyarakat
presentasi vektor dan pengendalian kesehatan masyarakat
LuthfiNurFitriani
 

Similar to Vektor (20)

Makalah xenopsylla cheopis
Makalah xenopsylla cheopisMakalah xenopsylla cheopis
Makalah xenopsylla cheopis
 
SERANGGA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT TANAMAN
SERANGGA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT TANAMANSERANGGA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT TANAMAN
SERANGGA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT TANAMAN
 
Parasitologi. Nematoda
Parasitologi. NematodaParasitologi. Nematoda
Parasitologi. Nematoda
 
Ankilostmiasis dan necatoriasis
Ankilostmiasis dan necatoriasisAnkilostmiasis dan necatoriasis
Ankilostmiasis dan necatoriasis
 
Makalah penanganan malaria
Makalah penanganan malariaMakalah penanganan malaria
Makalah penanganan malaria
 
MODUL INTERAKTIF - EKTOPARASIT.pdf
MODUL INTERAKTIF - EKTOPARASIT.pdfMODUL INTERAKTIF - EKTOPARASIT.pdf
MODUL INTERAKTIF - EKTOPARASIT.pdf
 
presentasi vektor dan pengendalian kesehatan masyarakat
presentasi vektor dan pengendalian kesehatan masyarakatpresentasi vektor dan pengendalian kesehatan masyarakat
presentasi vektor dan pengendalian kesehatan masyarakat
 
Bioekologi dan morfologi 1
Bioekologi dan morfologi 1Bioekologi dan morfologi 1
Bioekologi dan morfologi 1
 
Parasit kelompok 4 kelas A
Parasit kelompok 4 kelas AParasit kelompok 4 kelas A
Parasit kelompok 4 kelas A
 
Vektor penyakit.pptx
Vektor penyakit.pptxVektor penyakit.pptx
Vektor penyakit.pptx
 
Insecta class.pptx
Insecta class.pptxInsecta class.pptx
Insecta class.pptx
 
Biologi 2
Biologi 2Biologi 2
Biologi 2
 
Biologi 2
Biologi 2Biologi 2
Biologi 2
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis
 
Prinsip pengendalian Pijal dan Tikus
Prinsip pengendalian Pijal dan Tikus Prinsip pengendalian Pijal dan Tikus
Prinsip pengendalian Pijal dan Tikus
 
5. entomologi
5. entomologi5. entomologi
5. entomologi
 
Ppt nematoda.
Ppt nematoda.Ppt nematoda.
Ppt nematoda.
 
KELELAWAR.ppt.pptx
KELELAWAR.ppt.pptxKELELAWAR.ppt.pptx
KELELAWAR.ppt.pptx
 
Cacing nematoda
Cacing nematodaCacing nematoda
Cacing nematoda
 
Parasit Endemik di Jawa
Parasit Endemik di JawaParasit Endemik di Jawa
Parasit Endemik di Jawa
 

Vektor

  • 1. BIOEKOLOGI NYAMUK ANOPHELES a. Latar belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang sangat mempengaruhi angka kematian dan kesakitan bayi, anak balita dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktifrtas tenaga kerja. Lebih dari 15 (lima belas) juta penderita malaria klinis dengan 30.000 kematian yang dilaporkan melalui unit pelayanan kesehatan setiap tahun (Survey Nasional Kesehatan Rumah Tangga 1995). Umumnya penderita malaria ditemukan pada daerah-daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah. Kesehatan lingkungan mempelajari dan menangani hubungan manusia dengan lingkungan dalam keseimbangan ekosistem dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui pencegahan terhadap penyakit dan gangguan kesehatan dengan mengendalikan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit malaria. Interaksi lingkungan dengan pembangunan saat ini maupun yang akan datang saling berpengaruh (Fathiet al., 2005). MenurutArbani (1992) pemberantasan malaria di Indonesia hanya dikelompokkan menjadi dua strategi pembagian pengelompokan wilayah untuk Jawa -Bali dan luar JawaBali secara umum. Mengingat spesies Anopheles yang berperan sebagai vector malaria di tiap daerah berbeda dengan bioekologi yang berbeda pula, semen tara Iingkungan geografi wilayah Indonesia sangat beragam, serta mempunyai ciri sosioanthrophologi budaya yang unik, maka untuk menentukan strategi pemberantasan malaria di daerah endemis harus mengacu kepada data tersebut. Dengan diketahllinya data tersebut diatas maka dapat dipahami epidemiologi penyakitnya, dengan demikian strategi pemberantasannya dapat ditentukan secara tepat sesuai dengan kondisi setempat. b. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan-tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan
  • 2. yang sama dengan tingkatan yang berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu : 1. Tingkatan di dalam air. 2. Tingkatan di luar temp at berair (darat/udara). Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, siklus hidup nyamuk akan terputus. Tingkatan kehidupan yang berada di dalam air ialah: telur. jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada didalam air, maka telur akan menetas dan keluar jentik. Jentik yang baru keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Dalam pertumbuhannya jentik anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu, keadaan makanan serta species nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya. Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah mampu terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya didarat atau udara. Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina kebanyakan banya kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi setelah 24 -48 jam dari saat keluarnya dari kepompong. c. Beberapa Aspek Perilaku (Bionomik) Nyamuk Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan, umur, populasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi berupa lisan fisik (musim. kelembaban. angin. matahari, arus air). lingkungan kimiawi (kadar gram, PH) dan lingkungan biologik seperti tumbuhan bakau, gangang vegetasi disekitar tempat perindukan dan musim alami. Sebelum mempelajari aspek perilaku nyamuk atau makhluk hidup lainnya harus disadari bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan biologik selalu ada variasinya. Variasi tingkah laku akan terjadi didalam spesies tunggal baik didaerah yang sama maupun berbeda. Perilaku binatang akan mengalami perubahan jika ada rangsangan dari luar. Rangsangan dari luar misalnya perubahan
  • 3. cuaca atau perubahan lingkungan baik yang alami manpun karena ulah manusia. 1. Perilaku Mencari Darah. Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu: b) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anophelespada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari. c) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah. d) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan atas:antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu. e) Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam. 2. Perilaku Istirahat. Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut
  • 4. tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (AnAconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus). Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat. 3. Perilaku Berkembang Biak. Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (an. Sundaicus), ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. Umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An.Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan. Di dalam program pemberantasan malaria yang utama dilakukan adalah pemberantasan vektor. Dalam hal ini supaya mendapatkan hasil yang maksimal, perlu didukung oleh data penunjang yang menerangkan tentang seluk-beluk vector yang berperan. Untuk menentukan metode pemberantasan yang tepat guna, perlu diketahui dengan pasti musim penularan serta perilaku vektor yg bersangkutan. Penentuan musim penularan yang tepat perlu didukung oleh data entomologi yang baik dan benar, metode yang dipilih harus sesuai dengan perilaku vektor yang menjadi sasaran. Dalam pemberantasan penyakit malaria sangat erat hubungannya dengan aspek entomologi. Dalam hal ini aspek entomologi menjadi tanggung jawab unit lain diluar unit pemberantasan malaria, maka untuk mencapai basil yang maksimal diperlukan suatu koordinasi yang mantap, serta sinkronisasi program antara unit entomologi dengan unit pemberantasan malaria. Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan
  • 5. ditularkan oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 ) Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60 spesies berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies nyamuk anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria ( Prabowo, 2004 ). Ciri nyamuk Anopheles. Relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu menggigit menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah, sesudah menghisap darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang lemari(www.Depkes.go.id ) 2. Cara Penularan Malaria Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara yaitu secara alamiah dan non alamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria (Prabowo, 2004 ). Saat menggigit nyamuk mengeluarkan sporosit yang masuk ke peredaran darah tubuh manusia sampai sel – sel hati manusia. Setelah satu sampai dua minggu digigt, parasit kembali masuk ke dalam darah dan mulai menyerang sel darah merah dan mulai memakan haemoglobin yang membawa oksigen dalam darah. Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi plasmodium ini menyebabkan timbulnya gejala demam disertai menggigil dan menyebabkan anemia (Depkes,2003). Nyamuk Anopheles betina yang menggigit orang sehat, maka parasit itu dipindahkan ke tubuh orang sehat dan jadi sakit. Seorang yang sakit dapat menulari 25 orang sehat sekitarnya dalam waktu musim penularan (3 bulan di mana jumlah nyamuk meningkat)(www.Depkes.go.id ) Penularan non-alamiah terjadi jika bukan melalui gigitan nyamuk anopheles. Beberapa penularan malaria secara non alamiah antara lain : malaria bawaan (Kongenital) adalah malaria pada bayi baru lahir yang ibunya menderita malaria.penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya. Gejala pada bayi baru lahir berupa demam,
  • 6. iritabilitas (mudah terangsang sehingga sering menangis dan rewel), pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak mau makan atau minum, serta kuning pada kulit dan selaput lendir. Keadaan ini dibedakan dengan infeksi kongenital lainnya. Pembuktian pasti dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah bayi. Selain itu Transfusion malaria yakni infeksi malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama- sama pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi organ. (Prabowo, 2004) 3. Macam - Macam Malaria Ada 4 jenis penyebab malaria pada manusia antara lain : 1) Plasmodium falcifarum yang sering menjadi malaria cerebral, dengan angka kematian yang tinggi. Infeksi oleh spesies ini menyebabkan parasitemia yang meningkat jauh lebih cepat dibandingkan spesies lain dan merozitnya menginfeksi sel darah merah dari segala umur (baik muda maupun tua). Spesies ini menjadi penyebab 50% malaria di seluruh dunia. 2) Plasmodium vivax . spesies ini cenderung menginfeksi sel – sel darah merah yang muda. (retilkulosit) kira – kira 43% dari kasus malaria di seluruh dunia disebabkan oleh plasmodium vivax. 3) Plasmodium malariae, mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi sel – sel darah merah yang tua. 4) Plasmodium ovale. Prediksinya terhadap sel – sel darah merah mirip dengan plasmodium vivax (menginfeksi sel – sel darah muda) (Sutisna, 2004) Ada juga seorang penderita di infeksi lebih dari satu spesies plasmodium secara bersamaan. Hal ini disebut infeksi campuran atau mixed infeksion. Infeksi campuran paling banyak disebabkan oleh dua spesies terutama plasmodium falcifarum dan plasmosium vivax atau plasmodium vivax dan plasmodium malariae. Jarang terjadi infeksi campuran disebabkan oleh plasmodium vivax dan plasmodium malariae. Lebih jarang lagi infeksi campuran oleh tiga spesies sekaligus. Infeksi campuran banyak dijumpai di wilayah yang tingkat penularan malarianya tinggi. 4. Gejala - Gejala Malaria Gejala–gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh penderita, jenis plasmodium malaria, serta jumlah parasit yang menginfeksinya. Waktu terjadinya infeksi pertama kali disebut masa inkubasi sedangkan waktu diantara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit
  • 7. malaria dalam darah disebut periode prapaten ditentukan oleh jenis plasmodiumnya. Tabel 1: Periode Prapaten dan Masa Inkubasi Plasmodium NO Jenis Plasmodium 1 P. Falcifarum Periode Prapaten Masa Inkubasi 11 Hari 9 – 14 Hari 2 P. Vivax 12,2 Hari 12 – 17 Hari 3 P. Malariae 32,7 Hari 18 – 40 Hari 4 P. Ovale 12 Hari 16 – 18 Hari Umumnya gejala yang disebabkan oleh plasmodium falcifarum lebih berat dan dan lebih akut dibandingkan dengan jenis plasmodium lainnya. Gambaran khas dari penyakit malaria adalah adanya demam periodik, pembesaran limpa, dan anemia (Prabowo, 2004). 1) Demam Demam pada malaria ditandai dengan adanya paroksisme yang berhubungan dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah. Puncak serangan panas terjadi bersamaan dengan lepasnya merozoit – merozoit ke dalam peredaran darah (proses sporulasi) untuk bebeprapa hari pertama. Serangan demam pada malaria terdiri dari tiga : a. Stadium dingin Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari –jari pucat kebiru – biruan (sianotik). Kulitnya kering dan pucat penderita mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Periode ini berlangsung selama 15 menit sampai 1 jam b.Stadium demam Pada stadium ini penderita mengalami serangan demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai dengan rasa mual atau muntah – muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41 0C. Stadium ini berlangsung 2- 4 jam. c. Stadium berkeringat
  • 8. Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai membasahi tempat tidur. Namun, suhu badan pada fase ini turun dengan cepat kadang – kadang sampai dibawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat terjaga , ia merasa lemah tetapi tanpa gejala. Penderita akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan seperti biasa. Tetapi sebenarnya penyakit ini masih bersarang. Stadium inu berlangsung selama 2 - 4 jam. (Prabowo, 2004) 2) Pembesaran Limpa Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis atau menahun. Limpa membengkak dan terasa nyeri.limpa membengkak akibat penyumbatan oleh sel – sel darah merah yang mengandung parasit malaria. Lama – lamakonsistensi limpa menjadi keras karena jaringan ikat pada limpa semakin bertambah. Dengan pengobatan yang baik limpa berangsur normal kembali (Prabowo, 2004). 3) Anemia Anemia terjadi disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria. Selain itu, anemia timbul akibat gangguan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang (Prabowo, 2004). 5.Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria Kemampuan bertahannya penyakit malaria di suatu daerah ditentukan oleh faktor – faktor berikut : a) Faktor penyebab ( Parasit malaria) Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria, genus plasmodium. Ciri utama genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu : 1) Fase seksual Siklus dimulai ketika nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan memasukan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia. Memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit, disebut fase skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum masuk ke dalam sel darah merah.lama fase ini berbeda untuk setiap spesies plasmodium.pada akhir akhir fase ini, hati pecah, merozoit keluar lalu masuk ke dalam aliran darah. Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel darah merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi
  • 9. trofozoit – skizon- merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi merozoit terbentuk lalu sebagian berubah menjadi bentuk seksual 2) Fase aseksual Saat nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Selanjutnya menjadi mikrogametosit dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet) yang kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapaikelenjar air liur nyamuk dan siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia (Prabowo. 2004 ) b) Faktor inang Penyakit malaria mempunyai dua inang antara lain : 1) Manusia (intermediate host) Faktor yang mempengaruhi antara lain : jenis kelamin (pada ibu hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat) imunitas, penghasilan, perumahan, pemakaian kelambu, dan obat anti nyamuk. 2) Nyamuk anopheles (defenitife host) Nyamuk anopheles betina sebagai vektor penyebab menularnya penyakit malaria. Nyamuk ini membutuhkan genangan air yang tidak mengalir atau yang mengalir perlahan untuk meletakkan telur – telur nya, sebaga tempat untuk berkembang biak. Biasanya aktif mencari darah pada malam hari , ada yang mulai senja sampai tengah malam, ada juga yang mulai tengah malam sampai menjelang pagi hari (Depkes, 1999). Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5 – 3 Km dari tempat perindukan. Umur nyamuk anopheles dewasa di alam bebas belum diketahui tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 – 5 minggu. (Prabowo. 2004 ) c) Faktor lingkungan ( Enviroment ) 1) Fisik Suhu sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu, makin panjang masa ekstrinsiknya. Hujan yang berselang dengan panas berhubungan langsung dengan perkembangan larva nyamuk (Depkes, 1999) Air hujan
  • 10. yang menimbulkan genangan air merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan , populasi nyamuk malaria bertambah sehinggah bertambah pula jumlah penularannya. (Prabowo. 2004 ) Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembapan 60 % merupakan batas paling rendah yang memungkinkan untuk nyamuk hidup. Pada kelembapan yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit sehingga meningkatkan penularan malaria ( Harijanto, 2000 ) Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda – beda. Ada yang menyukai tempat terbuka dan ada yang hidup di tempat yang teduh maupun di tempat yang terang. 2) Biologi Tumbuhan semak, sawah yang berteras, pohon bakau, lumut, ganggang merupakan tempat perindukan dan tempat – tempat peristirahatan nyamuk yang baik. Adanya belbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambus, nila, mujair mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah (Depkes, 1999) 3) Sosial budaya Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesadaran masyarakat memberantas malaria 6.Cara Penularan Penyakit Malaria Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria: 1. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitannyamuk anopheles. 2. Penularan yang tidak alamiah. a. Malaria bawaan (congenital). Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta. b. Secara mekanik.
  • 11. Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularanmelalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernahdilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena denganmenggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble). c. Secara oral (Melalui Mulut). Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagisimpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh Penyakit Malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodia yang biasanya menyerang manusia Infeksi malaria pada waktu yang lalu sengaja dilakukan untuk mengobati penderita neurosifilis yaitu penderita sifilis yang sudah mengalami kelainan pada susunan sarafnya cara ini sekarang tidak pernah lagi dilakukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan alamiah seperti adanya gametosit pada penderita, umur nyamuk kontak antara manusia dengan nyamuk dan lain-lain. 7.Penyebaran Malaria Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (RuBia) dan 32°LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter dibawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling Juas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik. Plasmodium Falciparum jarang sekali terdapat didaerah yang beriklim dingin Penyakit Malaria hampir sama dengan penyakit Falciparum, meskipun jauh lebih jarang terjadinya. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika dibagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut.
  • 12. Angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983) berkisar antara 1-2 per 1000 penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh kali lebih besar. Sepcies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium vivax Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur. 8.Pencegahan Penyakit Malaria Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, atau upaya pencegahan dengan pemberian obat Chloroquine bila mengunjungi daerah endemik malaria. 9.vector penyekit Tujuan kegiatan entomologi untuk menunjang program pemberantasan malaria adalah: 1) Mengetahui Anopheles yang berperan sebagai vektor, atau yang diduga 2) sebagai vektor, disertai dari dasar nyamuk tersebut, misalnya keterangan mengenai musim penularan status kerentanannya terhadap DDT dan beberapa aspek perilakunya. Mengetahui keadaan vektor, kaitannya dengan perubahan lingkungan, baik karena 3) perubahan alamiah maupun karena ulah manusia. 4) Mengetahui hasil upaya pemberantasan vektor. 5) Menemukan cara pemberantasan yang berhasil guna dan berdaya guna. a. Nyamuk Anopheles Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria. Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
  • 13. 1. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat. 2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina. 3. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana. 4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat. Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax atau P. malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi,. infeksi campuran ini biasanya terjadi terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya. B. Pengetahuan 1. Pengetahuan masyatakat tentang penyakit malaria Pengetahuan masyatakat tentang penyakit malaria mempengaruhi pada proses penyebaran penyakit malaria karena masyarakat akan tidak peduli terhada penyakit malaria. Menurut Notoatmodjo (1993)menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan memang merupakan faktor yang penting namun tidak mendasari pada perubahan perilaku kesehatan, walaupun masyarakat tahu tentang malaria belum tentu mereka mau melaksanakannya dalam bentuk upaya pencegahan dan pemberantasan. Pengetahuan tentang penularan penyakit malaria tidak mengalami kenaikan, kecuali dalam hal cara mengobati penyakit malaria. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki oleh masysrakat sebelum intervensi karena sudah merupakan daerah yang telah banyak melakukan upaya penanggulangan penyakit malaria, seperti penyemprotan. Demikian pula dengan pengetahuan tentang pencegahan gigitan nyamuk juga hanya mengalami sedikit perubahan, sebelum intervensi masih cukup banyak masyarakat yang mengusir nyamuk dengan membakar daun kelapa (22.3%), akan tetapi setelah diadakan intervensi angka ini turun walaupun masih ada (10.4%).
  • 14. Pada awal penelitian sudah terlihat adanya pengetahuan penduduk mengenai malaria, Akan tetapi tidak diikuti dengan tindakan sehari-hari yang sesuai. Mereka tidak melakukan pencegahan karena menganggap malaria merupakan penyakit ringan biasa dan tidak perlu dikhawatirkan. Bahkan mereka mengatakan malaria bukan suatu penyakit karena mereka masih bisa bekerja/sekolah, hal ini karena tingkat pendidikan mereka pada umumnya rendah. Tetapi setelah intervensi, pandangan mereka telah banyak berubah. Masyarakat telah menganggap bahwa penyakit malaria cukup membahayakan dan dapat menyebabkan kesakitan yang menahun Pengetahuan tentang penularan penyakit malaria tidak mengalami kenaikan, kecuali dalam hal cara mengobati penyakit malaria. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki oleh masysrakat sebelum intervensi karena sudah merupakan daerah yang telah banyak melakukan upaya penanggulangan penyakit malaria, seperti penyemprotan. Demikian pula dengan pengetahuan tentang pencegahan gigitan nyamuk juga hanya mengalami sedikit perubahan, sebelum intervensi masih cukup banyak masyarakat yang mengusir nyamuk dengan membakar daun kelapa (22.3%), akan tetapi setelah diadakan intervensi angka ini turun walaupun masih ada (10.4%). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Rogers (1974) dikutip dari Purwanto, (1998) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni : a. Awarenees (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu. b. Interest (merasa tertarik), yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus, disini sikap subyek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus. e. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila
  • 15. penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahun dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, menyatakan, mengidentifikasi dan sebagainya. b. Memahami (comprehention) Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi riil. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang misalnya dengan menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil. Penelitian dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. d. Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dengan penggunaan kata kerja membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya. e. Sintesis (syntesis)
  • 16. Suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru misalnya dapat memecahkan, merencanakan, meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penalaran terhadap materi atau obyek. Penalaran ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Menurut Best (1989) dan Anderson (1990) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan terdiri atas 2 (dua) macam ditinjau dari sifat dan cara penerapannya a. Pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan mengenai informasi faktual yang pada umumnya bersifat statis normatif dan dapat dijelaskan secara lisan dan verbal. Isi dari pengetahuan ini berupa konsep-konsep dan fakta yang dapat ditularkan kepada orang lain melalui ekspresi lisan atau tulisan. Menurut Evans (1991) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) pengetahuan deklaratif berisi konsep dan fakta yang bersifat verbal dan dapat diuraikan dengan kalimat-kalimat statement (pernyataan) maka ia juga disebut stateable concept and fact, yaitu konsep dan fakta yang dapat dinyatakan melalui ekspresi lisan. b. Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmani yang cenderung bersifat dinamis. Menurut Best (1989) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengatakan ditinjau dari sudut informasi dan pengetahuan yang disimpan memori manusia terdiri atas dua macam : a. Semantic Memory (memori semantik) yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian. b. Episode memory (memori episodik) yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa. Best (1989) berpendapat bahwa antara item pengetahuan episodik dan item pengetahuan semantik terdapat hubungan yang memungkinkan bergabungnya item memori episodik dan memori semantik.
  • 17. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah, 2002). Tardif (1987) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) seorang ahli psikologi pendidikan mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak memiliki ilmu pengetahuan dan wawasannya semakin luas sehingga proses pengubahan sikap dan tinkah laku akan semakin baik. Reber (1988) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola dalam pengambilan sikap dan tindakan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang kecenderungan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya akan semakin besar. Koos (1954) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pengetahuannya dan pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui proses alamiah manusia setelah ia mengalami, mengamati, menyaksikan dan mengerjakan sesuatu sejak ia lahir sampai dewasa khususnya melalui pendidikan. Sedangkan menurut teori yang dikemukakan oleh Ancok (1981) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) bahwa pengetahuan diperoleh bukan saja melalui pendidikan. Koentjaraningrat mengemukakan (1977) bahwa dikutip meningkatnya dari Muhibbin tingkat Syah pendidikan (2002) seseorang menyebabkan meningkanya kemampuan dalam menyerap pengetahuan. Ngadiarti (1985) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Beker dan Reinke (1994) dikutip dari Muhibbin Syah (2002) mengatakan bahwa tingkat pendidikan sangat relevan dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sedangkan menurut teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green mengatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor penentu (predisposing factors) C. Lingkungan Buruk dan Penyakit Kondisi lingkungan berhubungan erat dengan kesehatan manusia. Udara, air, tanah, dan hewan di lingkungan kita dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit. Apalagi jika tidak dikelola dengan baik. Dinas Kesehatan unit Puskesmas menjelaskan pengertian sehat menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah keadaan yang seimbang baik mental,
  • 18. social, fisik, tanpa adanya kecacatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan di antaranya, pertama faktor agent atau disebut pula faktor penyebab penyakit dimana faktor ini yang menjadi penyebab dari pada adanya penyakit. Kedua faktor host yaitu manusia sebagai objek penyakit. Ketiga adalah faktor lingkungan dimana lingkungan adalah sebagai medianya. Manusia dalam hal ini sebagai host atau objek dari suatu penyakit. Penyakit didalam manusia sangat dipengaruhi oleh manusia itu sendiri. Bagaimana sikap atau perilaku manusia terhadap lingkungan. Agen yang bisa menyebabkan manusia itu bisa sakit terdiri dari dua macam yang pertama yang ada dalam tubuh manusia itu sendiri misalnya zat kimia indogent dan kedua adalah yang ada diluar tubuh manusia seperti zat kimia eksogent. Jenis penyakit yang berbasis lingkungan diantaranya pertama yang disebabkan oleh virus diantaranya ISPA, TBC paru, Diare, Polio, Campak, Cacingan, malaria. Kedua yang disebabkan oleh binatang seperti Flu Burung, Pes, Antrax dll. Ketiga yang disebabkan oleh vector nyamuk di antaranya DBD, Chikungunya, Malaria. “Untuk daerah Kec. Katapang sendiri jenis penyakit yang diakibatkan faktor lingkungan berdasarkan kejadian, yang menjadi tiga ututan terbesar adalah pertama penyakit Ispa, kedua penyakit Diare dan ketiga penyakit Inspeksi TBC Paru” jelas Bapak Fahan dalam diskusi kesehatan di radio komunikasi PASS FM, Rabu, 13 Agustus 2007. Beberapa faktor penghambat yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit tersebut adalah seperti pertama faktor kesadaran manusia terhadap kepentingan keehatan dan perlakuan terhadap lingkungannya. Kedua faktor kepadatan penduduk yang cukup padat sehingga faktor penyebarannya akan sangat cepat. Ketiga faktor kultur atau kebiasaan atau kepercayaan yang merugikan, misalnya kebiasaan tidak memakan ikan padahal ikan merupakan sumber makanan yang cukup baik. Dalam upaya pemberantasan atau pencegahan penyakit-penyakit berbasis lingkungan ini harus ditangani secara bersama-sama tidak bisa secara sendirisendiri. Maka dari itu diperlukan promosi kesehatan melalui berbagai media, baik cetak, elektronik, ataupun di pertemuan-pertemuan. Pengaturan lingkungan dengan system management lingkungan yang cukup baik diharapkan lingkungan akan sangat mendorong terciptanya lingkungan yang sehat, sehingga tidak menjadi sumber penyakit bagi manusia. Diadakannya perindungan secara khusus misalnya dengan adanya Imunisasi yang dilakukan secara rutin dan konsisten, serta pemulihan dan pelestarian lingkungan hidup.
  • 19. Lingkungan mempunyai peran yang penting dalam penyebaran malaria lingkungan yang tempat nmyamuk yang sering di jadikan sebagai ntempat bersrangnya adalah biasanya lembab serta ada kubangan air vyang mengenang karena nyamuk penyabab malaria ini siklus hidupnya suka bertelur dan beersarang pada tempat-tempat tersebut. Masyarakat yang kurang memperhatikan sanitasi lingkungannya dapat menyebabkan vector penyakit ini berkembang biak. a) Lingkungan fisik, Terdiri dari suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari, arus air dan kadar garam. Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimun berkisar antara 20 dan 30ºC. Makin tinggi suhu makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk, pada kelembaban lebih tinggi menyebabkan aktifitas nyamuk menjadi lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Disamping arah angin sinar matahari juga mempengaruhi pertumbuhan larva nyamuk serta arus air yang deras lebih disukai oleh nyamuk An.minimus, air tergenang disukai nyamuk An.letifer, air yang statis (mengalir lambat) disukai nyamuk An.barbirostris. 1. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: • Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu. • Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali. • Menutup dengan rapat tempat penampungan air. • Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
  • 20. 2. pemberantasan sarang nyamuk (PSN) adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular malaria (anopheles) di tempat-tempat perkembangbiakannya.(Depkes RI, 2005) • Cara PSN malaria PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M’, yaitu : a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1). b. Menutup rapat–rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2). c. Mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3). Selain itu ditambah dengan cara lainnya, seperti : a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali. b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak. c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain). d. Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air. e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air. f. Memasang kawat kasa. g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar. h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai. i. Menggunakan kelambu. j. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk. k. Keseluruhan cara tersebut di atas dikenal dengan istilah ‘3M Plus’. (Depkes RI, 2005).
  • 21. • Pelaksana PSN DBD Pelaksana PSN DBD menurut Depkes RI (2005) yaitu : a. Di rumah Dilaksanakan oleh anggota keluarga. b. Tempat-tempat umum Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola tempat-tempat umum, seperti : 1) Kantor oleh petugas kebersihan kantor 2) Sekolah oleh petugas kebersihan sekolah 3) Pasar oleh petugas kebersihan pasar 4) Dan lain-lain. 5) a) Lingkungan biologik, tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya, serta adanya tambak ikan juga akan mempengaruhi populasi nyamuk. b) Lingkungan social budaya, kebiasaan beraktifitas manusia untuk berada di luar rumah sampai tengah malam akan memudahkan nyamuk untuk menggigit, perilaku masyarakat terhadap malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi akan menyebabkan perubahan lingkungan yang menguntungkan malaria (”man-made malaria”) (Harijanto, 2000). BAB I
  • 22. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan saat ini diarahkan untuk menekan angka kematian yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang jumlahnya semakin meningkat. Masalah umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit (Menkes, 2010). Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor juga merupakan anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit seperti yang sudah di jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran vektor tersebut (Menkes, 2010). Adapun dari penggolongan binatang yang dapat dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit malaria, demam berdarah, dan phylum chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfungsi sebagai vektor dan binatang pengganggu (Nurmaini,2001). Namun kedua phylum tersebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia, untuk itu keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus ditanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat tertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatankegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan. B. Tujuan Mengetahui definisi, jenis-jenis vektor penyakit, peranan yang dapat merugikan manusia, serta mengetahui cara pengendaliannya. BAB II ISI A. Definisi Vektor Penyakit Peraturan Pemerintah No.374 tahun 2010 menyatakan bahwa vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector –
  • 23. borne diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian. Di Indonesia, penyakit – penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah. Menurut Chandra (2003), ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit : 1. Cuaca Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi. Wood tick adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia. 2. Reservoir Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewanhewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang menjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus,kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada intermediate host. 3. Geografis Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tungau yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat. 4. Perilaku Manusia Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropoda borne diseases. B. Jenis-jenis Vektor Penyakit Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis dan klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit : Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas : 1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang 2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
  • 24. 3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau 4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk . Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah : a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat • • • Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal • Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala • Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus. Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu antara lain: • • • • Ordo hemiptera, contoh kutu busuk Ordo isoptera, contoh rayap Ordo orthoptera, contoh belalang Ordo coleoptera, contoh kecoak Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan : a. Tikus besar, (Rat) Contoh : -Rattus norvigicus (tikus riol ) -Rattus-rattus diardiil (tikus atap) -Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan) b. Tikus kecil (mice),Contoh:Mussculus (tikus rumah) Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003). Arthropoda yang Penting dalam dunia Kedokteran adalah arthropoda yang berperan penting sebagai vektor penyebaran penyakit (arthropods borne disease) dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Kelas dan Species dari Arthropoda yang Penting
  • 25. A. Peranan Vektor Penyakit Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases. Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu : a. Dari orang ke orang b. Melalui udara c. Melalui makanan dan air d. Melalui hewan e. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003). Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases. 1. Arthropods Borne Disease Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain. Paul A. Ketchum, membuat klasifikasi arthropods borne diseases pada kejadian penyakit epidemis di Amerika Serikat seperti terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2. Arthropods Borne Disease di Amerika
  • 26. Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering menyebabkan terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut : Tabel 3. No 1. 2. Arthropoda Nyamuk Lalat 3. Lalat Pasir 4. 5. 6. Lalat Hitam Lalat tse2 Kutu 7. 8. 9. Pinjal Sengkenit Tungau Penyakit Bawaan Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria, Demam kuning Demam berdarah, Penyakit otak, demam haemorhagic Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam paratipus, diare, disentri, kolera, gastro-enteritis, amoebiasis, penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani, Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis Merupakan vektor dari penyakit tidur Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah, relapsing demam, parit penyakit sampar, endemic typhus Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii) penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi, 1. Transmisi Arthropoda Bome Diseases Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia. 1. Inokulasi (Inoculation) Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut sebagai inokulasi. 2. Infestasi (Infestation) Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies. 3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria. 4. Definitive Host dan Intermediate Host Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif,
  • 27. sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate. 5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo - Developmental Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh vektor yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila agen penyakit atau parasit tidak mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk culex. A. Pengendalian Vektor Penyakit Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah (MENKES,2010). Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis. Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor. Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit yaitu : 1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kesinambungannya. a. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah 1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
  • 28. 2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor 3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan. Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga. b. Prinsip-prinsip PVT meliputi: 1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik local( evidence based) 2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat. 3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana 4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. c. Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut: 1. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik. Contohnya: - modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll) - Pemasangan kelambu - Memakai baju lengan panjang - Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier) - Pemasangan kawat 2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic - predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll) - Bakteri, virus, fungi - Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll) 3. Metode pengendalian secara kimia - Surface spray (IRS) - Kelambu berinsektisida - larvasida
  • 29. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut : a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan. b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001) 2. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama 3. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara. a. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement) b. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan modifikasi/manipulasi lingkungan c. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi d. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina e. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal, 2010). BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Vektor penyakit merupakan vector yang berperan sebagai penular penyakit. Vektor penyakit akibat serangga dikenal dengan arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases 2. Jenis-jenis dan klasifikasi vector penyakit yaitu phylum Arthropoda yang terdiri dari crustacea Kelas Myriapoda Kelas Arachinodea Kelas hexapoda dan phylum chodata yaitu berupa tikus. 3. Peranan vektor penyakit adalah sebagai pengganggu dan penular penyakit dari host ke pejamu (manusia) 4. Pengendalian yang dapat dilakukan dalam mengendalikan vector penyakit adalah Pengendalian Vektor secara Terpadu (PVT), Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) dan Pengendalian terapan (applied control) DAFTAR PUSTAKA Afrizal, D. 2010. http://fkmutu.blogspot.com/2010/12/makalah-pengendalian-vektorpenyakit.html diakses pada tanggal 5 Maret 2011 Chandra,budi. 2003.Vektor Penyakit Menular Pada Manusia. http://files.bukukedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf . diakses tanggal 4 maret 2011.
  • 30. Nurmaini. 2001. Identifikasi vektor dan binatang pengganggu serta pengendalian anopheles Aconitus secara sederhana.http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR6Res3-ind.pdf. diakses tanggal 4 maret 2011. Peraturan Mentri Republik Indonesia nomor 374/Mekes/PER/III/2010.tenteng Pengendalian Vektor. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian Vektor%20.pdf. diakses tanggal 4 maret 2011. Rahayu, Subekti. 2004. Semut Sahabat Petani. http://www.blueboard.com/kerengga/pdf/rahuya.pdf. di akses tanggal 4 maret 2011 BAB II PEMBAHASAN A. Peranan Vektor Secara definisi vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar. Vektor potensial adalah vektor yang secara aktif berperan dalam penyebaran penyakit. Vektor ini baik secara biologis maupun mekananis selalu mencari hospesnya untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu ada vektor pasif, artinya secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa dalam tubuh vektor ada agen patogen dan dapat menularkan agen tersebut kepada hospes lain, tetapi vektor ini tidak aktif mencari mangsanya. Dengan adanya perubahan lingkungan, kemungkinan vektor tersebut dapat berubah menjadi aktif. Vektor biologis, dimana agen penyakit harus mengalami perkembangan ke stadium lebih lanjut. Bila tidak ada vektor maka agen penyakit kemungkinan akan mati. Contoh yang paling mudah adalah schistosomiasis, penyakit akibat cacing Schistosoma japonicum. Larva (miracidium) masuk ke dalam tubuh siput, berkembang menjadi sporocyst dan selanjutnya menjadi redia, kemudian menjadi cercaria yang akan keluar dari tubuh siput, aktif mencari definif host, melalui kulit dimana akan terjadi dermatitis (SOULSBY, 1982). Vektor mekanis, dimana agen penyakit tidak mengalami perkembangan, tetapi hanya sebagai pembawa agen penyakit. Tidak seperti penyakit malaria atau arbovirus dimana terjadinya infeksi cukup satu kali gigitan vektor yang sudah terinfeksi, pada infeksi filaria, vektor harus sering menggigit hospesnya agar terjadi infeksi. Diperkirakan lebih dari 100 gigitan agar cacing dapat bereproduksi dan menghasilkan mikrofilaria. Vektor insidentil, vektor ini secara kebetulan hinggap pada manusia, kemudian mengeluarkan faeces yang sudah terkontaminasi agen penyakit dekat mulut. Secara tidak sengaja masuk ke dalam mulut, contohnya pada penyakit Chagas yang disebabkan oleh Trypanosoma cruzi dan vektor yang berperan adalah Triatoma bugs.
  • 31. Vektornya sebenarnya masuk dalam siklus silvatik, hanya diantara hewan rodensia. Manusia terkontaminasi bila vektornya masuk dalam lingkungan manusia. BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangMalaria merupakan penyakit infeksi parasitik terpenting di dunia, dengan prakiraan satu miliar orang berada dalam risiko tertular penyakit ini. Setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi, sekitar 1% diantaranya berakibat fatal berupa kematian, sebagian besar anak-anak yang berumur dibawah 5 tahun. Sejak tahun 1950 penyakit malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian benua Afrika dan Asia Tenggara yang pada umumnya negara berkembang dan berada pada wilayah tropis. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang (Prasetyo, 2006).Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan 30.000 orang meninggal dunia (Depkes, 2003). Sedangkan pada tahun 2010, penemuan kasus malaria telah mencapai 1,96 per 1.000 penduduk. Umumnya malaria ditemukan pada daerahdaerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah. Angka kesakitan malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali meningkat dari 0.12 per 1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 0.52 per 1000 penduduk pada tahun 1999, pada tahun 2001 0.62 per 1000 penduduk dan pada tahun 2002 0.47 kasus per 1.000. Di luar Jawa dan Bali meningkat dari 16.0 per 1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 25.0 per 1000 penduduk pada tahun 1999, pada tahun 2001 26.2 per 1000 penduduk dan pada tahun 2002 19.65 kasus per 1000 penduduk. Selama tahun 1998-2000 kejadian luar biasa (KLB) malaria terjadi di 11 propinsi yang meliputi 13 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000 orang dengan 74 kematian (Depkes, 2003). Malaria mudah menyebar pada sejumlah penduduk, terutama yang bertempat tinggal di daerah persawahan, perkebunan, kehutanan maupun pantai (Anies, 2005).B. Tujuan1. Mengetahui jenis spesies nyamuk Anopheles beserta ciricirinya.2. Mengetahui metode pengendalian nyamuk Anopheles. BAB IIPEMBAHASANA. Tipe Spesies AnophelesNyamuk ANOPHELENI yang berperan sebagai vektor malaria hanyalah genus Anopheles. Di seluruh dunia, genus Anopheles jumlahnya kurang lebih 2000 spesies, diantarannya 60 spesies sebagai vektor malaria. Jumlah nyamuk ANOPHELINI di Indonesia kira-kira 80 spesies dan 16 spesies telah dibuktikan berperan sebagai vektor malaria yang berbeda dari satu daerah ke daerah lain tergantung kepada bermacam-macam faktor, seperti penyebaran geografik, iklim, dan tempat perindukan (Gandahusada, 2006). Gambar 1. Distribusi Nyamuk Anopheles di Indonesia (Sukadi, 2009)Ada beberapa spesies Anopheles yang penting sebagai vektor malaria di Indonesia antara lain:1. Anopheles sundaicusAn. Sundaicus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun 1925. Pada vektor jenis ini umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul 22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, hinggap didinding baik sebelum maupun sesudah menghisap darah (Hiswani, 2004) .Spesies ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Bali. Jentiknya ditemukan pada air payau yang biasanya terdapat tumbuh-tumbuhan enteromorpha, chetomorpha, dengan kadar garam adalah 1,2 sampai 1,8%. Di Sumatra, jentik ditemukan pada air tawar seperti Mandailing dengan ketinggian 210 m dari permukaan laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000 m (Hiswani, 2004) .Masih menurut Hiswani (2004), perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara, pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari. Jenis vektor An. Sundaicus istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang An. Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari tempat perindukan nyamuk tersebut.Vektor An. Sundaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik ditempat perindukan tidak merata dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput dipinggir Sungai atau pun parit. Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang biak adalah yang terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara sungai, tambak ikan, galian -galian yang terisi air di sepanjang pantai dan lain –lain (Hiswani, 2004) .2. Anopheles aconitusMenurut Hiswani (2004), vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun 1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir
  • 32. diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dijumpai di daratan rendah tetapi lebih banyak di daerah kaki gunung dengan ketinggian 400-1000 m dengan persawahan bertingkat. Nyamuk ini merupakan vektor pada daerah tertentu di Indonesia, terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Biasanya aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari darah di dalam rumah penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap di daerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004).Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan kolam air tawar. Distribusi dari An. Aconitus, terdapat hubungan antara densitas dengan umur padi disawah. Densitas mulai meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan mencapai puncaknya setelah padi berumur lima sampai enam minggu (Hiswani, 2004).3. Anopheles barbirotrisVektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884. Spesies ini tersebar di seluruh Indonesia, baik di daratan tinggi maupun di daratan rendah. Jentik biasanya terdapat dalam air yang jernih, alirannya tidakbegitu cepat, ada tumbuhtumbuhan air pada tempat yang agak teduh seperti pada saah dan parit. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul 23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali (Hiswani, 2004).4. Anopheles kochi Spesies ini tersebar di seluruh Indonesia, kecuali Irian. Jentik biasanya ditemukan pada tempat perindukan terbuka seperti genangan air, bekas tapak kaki kerbau, kubangan dan sawah siap ditanami (Hiswani, 2004).5. Anopheles maculatusVektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun 1901. Vektor An. Maculatus betina lebih sering mengihisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor jenis ini aktif mencari darah pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00. Penyebaran spesies ini di Indonesia sangat luas, kecuali Maluku dan Irian. Spesies ini terdapat di daerah pegunungan sampai ketinggian 1600 m diatas permukaan air laut. Jentik ditentukan pada air jernih dan banyak kena sinar matahari (Hiswani, 2004).Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang spesifik vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan hanyut terbawa banjir (Hiswani, 2004).6. Anopheles subpictusSpesies ini terdapat diseluruh wwilayah Indonesia. Nyamuk ini dapat dibedakan menjadi dua spesies yaitu (Hiswani, 2004):a) Anopheles subpictus subpictusJenik ditemukan di daratan rendah, kadang-kadang ditemukan dalam air payau dengan kadar air tinggi.b) Anopheles subpictus malayensisSpesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Jentik ditemukan pada air tawar, pada kolam yang penuh dengan rumput pada selokan parit.7. Anopheles balabacensisSpesies ini terdapat di Purwakarta, Jawa Barat, Balik Papan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Jentik ditemukan pada genangan air bekas tapak binatang, pada kubangan bekas roda, dan parit yang aliran airnya terhenti.A.1 Siklus Hidup AnophelesNyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan oleh nyamuk betina, menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung kepada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara (Gandahusada, 1998).Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk (Nurmaini, 2003).A.1.1 Perkembangan Telur AnophelesStadium telur Anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air, biasanya peletakkan dilakukan pada malam hari. Telur berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebuah lateral sehingga telur dapat mengapung di permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina Anopheles bervariasi, biasanya antara 100-150 butir (Santoso, 2002).Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama di bawah permukaan air. Telur-telur Anopheles yang terdapat di bawah permukaan air dalam waktu lama (melebihi 92 jam) akan gagal menetas, sedangkan kondisi suhu yang menguntungkan bagi telur Anopheles adalah antara 280C-360C. Suhu di bawah 200C dan di atas 400C adalah suhu yang tidak menguntungkan bagi perkembangan telur. Pada suhu 520C seluruh telur akan mati dan suhu 500C adalah suhu terendah bagi telur untuk dapat bertahan (Santoso, 2002).A.1.2 Perkembangan Larva Anopheles Larva Anopheles bersifat akuatik yakni mempunyai habitat hidup di air. Larva ini mempunyai 4 bentuk (instar) pertumbuhan. Masing-masing instar mempunyai ukuran dan bulu yang berbeda (Santoso, 2002). Stadium larva Anopheles yang di tempat perindukan tampak mengapung sejajar dengan permukaan air dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar. Sekali-
  • 33. sekali larva Anopheles mengadakan gerakan-gerakan turun ke dalam/bawah untuk menghindari predator/musuh alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti gerakan-gerakan dan lain-lain.Perkembangan hidupnya larva nyamuk memerlukan kondisi lingkungan yang mengandung makanan antara lain mikroorganisme terutama bakteri, ragi dan protozoa yang cukup kecil sehingga dapat dengan mudah masuk mulutnya (Santoso, 2002).A.1.3 Perkembangan pupa Anopheles Stadium pupa merupakan masa tenang. Pada umumnya pupa tidak aktif bila memasuki stadium ini, pupa nyamuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang aktif, dan bila sedang tidak aktif maka pupa ini akan berada mengapung pada permukaan air. Kemampuannya mengapung disebabkan oleh adanya ruang udara yang cukup besar yang berada pada sisi bawah sefalotoraks. Pupa tidak menggunakan rambut dan kait untuk dapat melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan dua terompet yang cukup besar yang berfungsi sebagai spirakel dan dua rambut panjang stellate yang berada pada segmen satu abdomen (Santoso, 2002).Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan (Respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek dan digunakan untuk pengambilan O2 dari udara (Gandahusada, 1998). Perubahan dari pupa menjadi dewasa biasanya antara 24 jam sampai dengan 48 jam. Tetapi hal ini akan sangat bergantung pada kondisi lingkungan terutama suhu (Santoso, 2002).A.1.4 Perkembangan Nyamuk Dewasa Gambar 1. Nyamuk Anopheles dewasaPada stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan nyamuk betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal berbentuk gada (club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (kosta dan vena) ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih. Di samping itu, bagian bagian ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan juga tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip (Gandahusada, 1998).A.2 Bionomi AnophelesA.2.1 Perilaku Berkembang Biak Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (An. sundaicus), ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.Kepadatan populasi nyamuk Anopheles sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. Jentik-jentik nyamuk ini mulai ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang panen. Di daerah yang musim tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan sekitar bulan Juli-Agustus. An. balabacencis dan An. maculatus adalah dua spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah-daerah pegunungan non persawahan dekat hutan. Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau. Gambar 2. Tempat Perkembangbiakan Anopheles (Sukadi, 2009)Tempat perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena sinar matahari langsung seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata airmata air dan alirannya, dan pada air di lubang batu-batu (Barodji, 1987 dalam Saputra, 2001).Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan di genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak. Dari gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis tidak spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An. Balabacencis dapat hidup di beberapa jenis genganan air, baik genangan air hujan maupun mata air, pada umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain. An. maculatus yang umum ditemukan di daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu (Barodji 1987 dalam Saputra 2001)Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal ini disebabkan banyak terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An. maculatus cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras (flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di pinggir sungai sebagai tempat perindukan (Saputra, 2001).
  • 34. Gambar 3. Tempat Perkembangbiak Nyamuk Anopheles (Sukadi, 2009) Gambar 4. Tempat Perkembangbiak Nyamuk Anopheles (Sukadi, 2009) An. sundaicus dijumpai di daerah pantai, tempat perindukannnya adalah di air payau dengan salinitas antara 0-25 per mil, seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan tidak terurus yang banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak ditumbuhi tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari dan berlumut (Hiswani, 2004).A.2.2 Tempat PerindukanTempat perindukan nyamuk Anopheles bermacam-macam tergantung kepada spesies dan dapat dibagi menurut 3 kawasan (zone) yaitu kawasan pantai, kawasan pedalaman, dan kawasan kaki gunung dan gunung (Gandahusada, 1998). Di kawasan pantai dengan tanaman bakau danau di pantai atau laguna, rawa dan empang sepanjang pantai , ditemukan Anopheles Sundaicus dan An. Subpictus yang menggunakan tempat perindukan tersebut terutama danau di pantai dan empang. Di kawasan pedalaman yang ada sawah, rawa, empang, dan saluran air irigasi ditemukan An. Aconitus, An. Barbirostris, An. Subpictus, An. Nigeerrimus, dan An. Sinesis. Di kawasan kaki gunung dengan perkebunan atau hutan ditemukan An. Balabacencis , sedangkan di daerah gunung ditemukan An. Maculatus (Gandahusada, 1998). Hal tersebut juga dijelaskan oleh Hiswan (2004) bahwa penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah.A.2.3. Tempat Istirahat (Resting Place) Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (An. Aconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus) (Damar, 2002).Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat. Tempat istirahat alam nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya dilubang seresah yang lembab dan teduh (Damar, 2002).Tempat istirahat An. aconitus pada umumnya di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di lubang tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat dekat tanah. Nyamuk ini biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004).Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak (Damar, 2002). An. balabacencis juga ditemukan di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta di lubang tanah bersemak (Harijanto, 2000). Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di
  • 35. pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab. Perilaku istirahat nyamuk An. sundaicus ini biasanya hinggap di dinding-dinding rumah penduduk (Hiswani, 2004).A.2.4 Tempat mencari makan (Feeding place) Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Nyamuk Anopheles aconitus lebih suka berada di luar rumah dan menggigit di waktu senja sampai dengan dini hari (eksofagik) serta mempunyai jarak terbang yang jauh 1,6 km sampai dengn 2 km. nyamuk ini bersifat suka menggigit binatang (zoofilik) dari pada sifat suka gigit manusia (antrophofilik). Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu (Hiswani, 2004).Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari (Hiswani, 2004)..Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah (Hiswani, 2004).Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu (Hiswani, 2004).Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam (Hiswani, 2004).A.2.5 LingkunganLingkungan yang berpengaruh pada penyebaran nyamuk Anopheles adalah sebagai berikut:1) Lingkungan fisikMenurut Harijanto (2000), Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi nyamuk Anopheles di Indonesia, seperti :a) Suhu Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 ºC, juga mengalami perubahan. Suhu rata-rata optimum untuk pertumbuhan nyamuk 25º – 27ºC. Toleransi suhu tergantung pada species nyamuknya, species nyamuk tidak tahan pada suhu 5º – 6ºC (Harijanto, 2000).Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya masa pra dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan dari indung telur, frekuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda-beda menurut suhu (Harijanto, 2000).b) Kelembaban Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidup nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka. Dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit (Harijanto, 2000).c) HujanHujan menyebabkan naiknya kelembaban udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breeding places). Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000).d) KetinggianSetiap ketinggian naik 100 meter maka selisih udara dengan tempat semula ½ ºC. Bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk (Harijanto, 2000).e) AnginAngin secara langsung berpengaruh pada penerbangan nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin 11 – 14 m/det atau 25 – 31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk (Harijanto, 2000).f) Sinar matahari Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An. hyrcanus dan An. punctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang (Harijanto, 2000). g) Arus air An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer menyukai air tergenang (Harijanto, 2000). 2) Lingkungan BiologikKeadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya tumbuhan salak, bakau, lumut, ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva, karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah (Panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di suatu daerah. Begitu pula adanya hewan piaraan seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya tidak jauh dari rumah (Harijanto, 2000).3) Lingkungan Sosial BudayaSosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, di mana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk.
  • 36. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penyebaran nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000).B. Metodologi Pengendalian Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesuatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar ( Nurmaini, 2003).Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut ( Nurmaini,2003):1) Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/membahayakan.2) Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup B.1 Pengendalian Penyakit Malaria Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang tepat, yaitu :1) Pemberantasan Vektor Penanggulangan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus (Depkes RI, 2003)Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempattempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003)Menurut Marwoto (1989) penangulangan vektor dapat dilakukan dengan memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat.Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan. Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.2) Pengendalian VektorKontrol vektor malaria ini dimaksudkan untuk melindungi individu terhadap gigitan nyamuk yang infektif, menurunkan populasi nyamuk, mencegah vektor menjadi infektif dan pada tingkat masyarakat berguna untuk mengurangi intensitas transmisi malaria secara lokal (Peter dan Gilles, 2002; WHO, 2009).Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :a) Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3% .b) Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.c) Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.d) Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat (Depkes RI, 2005)Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut (Depkes, 2005):a) Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.b) Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat.c) Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.d) Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.e) Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor .f) Pemandulan nyamuk dengan radiasi gamma Co-60Pengendalian nyamuk Anopheles sp sebagai vektor penyakit malaria dapat dilakukan dengan Teknik Serangga Mandul (TSM). Setelah nyamuk jantan diiradiasi nyamuk dikawinkan dengan betina normal dengan jumlah yang sama dan diamati jumlah telur yang dihasilkan, prosentase penetasan telur untuk setiap dosis radiasi, dan kelangsungan hidup nyamuk. Dari hasil pengamatan diperoleh data bahwa dosis radiasi 90 Gy dapat memandulkan 65%, 100 Gy
  • 37. memandulkan 77%, 110 Gy memandulkan 97%, dan 120 Gy memandulkan 99% dibandingkan dengan kontrol. Keturunan yang dihasilkan dari perkawinan antara nyamuk jantan yang diirradiasi 110 dan 120 Gy dengan nyamuk betina normal tidak dapat diikuti perkembangan hidupnya karena mengalami kematian (Nurhayati, 2008).Radiasi gamma dan neutron dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor penyakit melalui teknik TSM. Faktor yang berpengaruh terhadap proses kemandulan pada nyamuk ialah terjadinya infekunditas (tidak dapat menghasilkan telur), inaktivasi sperma, mutasi letal dominan, aspermia, dan ketidakmampuan kawin dari serangga betina atau jantan. Radiasi dapat mengurangi produksi telur yang disebabkan karena tidak terjadinya proses oogenesis sehingga tidak terbentuk oogenia atau telur. Aspermia dapat menyebabkan kemandulan karena radiasi merusak spermatogenesis sehingga tidak terbentuk sperma. Inaktivasi sperma juga dapat menyebabkan kemandulan karena sperm tidak mampu bergerak untuk membuahi sel telur. Faktor penyebab kemandulan yang lain ialah ketidakmampuan kawin, hal ini karena radiasi merusak sel-sel somatik saluran genetalia interna sehingga tidak terjadi pembuahan sel telur . Irradiasi gamma menyebabkan penurunan yang sangat drastis terhadap presentase penetasan telur, dosis 90 Gy mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga lebih dari 50%, bahkan untuk dosis 110 Gy mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga 96 % (Nurhayati, 2008).Faktor yang dianggap menyebabkan kemandulan pada serangga yang diiradiasi adalah mutasi lethal dominan. Dalam hal ini inti sel telur atau inti sperma mengalami kerusakan sebagai akibat radiasi sehingga terjadi mutasi gen. Mutasi lethal dominan tidak menghambat proses pembentukan gamet jantan maupun betina, dan zigot yang terjadi juga tidak dihambat, namun embrio akan mengalami kematian. Prinsip dasar mekanisme kemandulan ini untuk selanjutnya dikembangkan sebagai dasar teknik pengendalian vektor penyakit, seperti malaria, DBD dan filariasis yang disebut Teknik Serangga Mandul. TSM menjadi salah satu alternatif pilihan cara yang dapat dipilih dan dipertimbangkan, karena lebih aman, apesies spesifik, tidak menimbulkan resistensi dan pencemaran lingkungan (Nurhayati, 2008). Nyamuk Penyebab Demam Berdarah Mampu Hidup Di Air Kotor Posted on Maret 19, 2008 | 6 Komentar Nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang selama ini diketahui sebagai vektor atau penyebar virus demam berdarah (DBD), mungkin lebih kuat dari perkiraan selama ini. Penelitian menunjukkan nyamuk tersebut dapat terbang lebih jauh, aktif sampai malam, dan juga hidup di air kotor. “Kami sudah melakukan penelitian, Aedes aegypti bisa hidup di air kotor, tidak hanya air bersih seperti yang selama ini kita percayai,” ujar Dr. Upik Kesumawati Hadi, Kepala Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Institut Pertanian Bogor, saat seminar serangga di Cibinong Science Center, Bogor, Rabu (18/3). Temuan ini perlu ditindaklanjuti agar masyarakat lebih waspada. Pada penelitian tahun 2006, timnya meniru genangan air kotor di laboratorium menggunakan campuran kotoran ayam, kapirit, dan air sabun sehingga tingkat