Kerentanan pangan individu dan keluarga di komunitas pulau kecil terkait erat dengan faktor-faktor seperti keterbatasan sumber daya lokal, mobilitas penduduk yang terbatas, dan ketiadaan sistem peringatan dini maupun kesadaran hukum di kalangan masyarakat mengenai tanggung jawab pemerintah dalam pengadaan cadangan pangan.
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
Pangan rentan kudekap
1. Kejar Mandiri, atau Daulat Pangan, tapi Rentan Kudekap
Oleh: Riza V. Tjahjadi
Sekitar 80.000-150.000 hektar tanaman padi “Wuaduh, dua orang anaklu pulang liburan seminggu
diperkirakan akan kekeringan, dampak dari fenomena membawa selusin teman-temannya, ‘gimana kasih
iklim El Nino yang diprediksi memuncak pada tahun makan mereka?”
2010. Akibatnya, sekitar 300.000 petani bakal
kehilangan sumber mata pencarian (Kompas 28 Juli Kual i t at i f
2009). Jika 1 keluarga terdiri dari 5 kiwa, maka terdapat Individu, menurut pengamatan yang diperoleh
1,5 juta jiwa dikuatirkan rentan pangan.. Radimer et al (1992) dari respondennya menyatakan
Apa yang dapat kita telusuri lebih jauh dalam konteks dalam beberapa kalimat: “Saya tidak makan makanan
tipisnya lumbung pangan keluarga, ataupun yang benar... anak-anak saya tidak makan kudapan
bagaimanakah ketersediaan pangan di kalangan atau ngemil yang semestinya... Saya pikir makanan
komunitas? mereka tidak bergizi”.
Pertanyaan di atas sebagai awal dapat didekati Pengalaman kuantitatif individual terhadap
dengan menyimak makalah diskusi Valeri Terasuk merosotnya pasokan makanan, ketika digabung, maka
(2001) yang mengemukakan beberapa komponen – secara mungkus (efektif) menjelma menjadi gambaran
sebagai inti - yang dirangkum menjadi satu dimensi berkurangnya atau ketidakcukupan pasokan pangan
(tabel 1). Komponen inti itu sebagai alat cukuplah dalam rumah tangga.
memadai bagi kita guna memahami duduk Cakupan kualitatif termasuk juga mengkonsumsi
kompleksitasnya suatu perkara. Komponen itu dapat pangan yang tidak aman, maupun pangan yang sudah
melukiskan istilah food security - yang diindonesiakan tak segar, pangan yang cepat basi, bukan pangan dari
menjadi kerentanan pangan - dengan lebih proporsional budidaya organik. Karena hanya pangan yang
karena bagaimana ”ewuh-pakewuh“bagi kalangan semacam inilah yang dapat dibeli atau yang tersedia di
Jawa, ataupun sikap “malu dibilang miskin“ alias “miskin rumah - atau kualitas pangan yang diperoleh dari bank
itu memalukan” dapat mengungkap dinamika situasi pangan (food banks) lokal jika di Kanada (Hamelin et all,
pangan pada diri dan keluarga seseorang; entah itu 2002). Pangan yang tidak berkualitas itu dikarenakan
memang miskin, entah itu di atas ambang miskin. Tetapi juga adanya hambatan terhadap sumber-sumber
komponen inti itu tidak otomatis menggambarkan keuangan dalam rumah tangga.
potensi konsekuensi yang akan terjadi. Sehari-hari makan yang itu-itu saja, menunjukkan
ketiadaan keberagaman dalam pangan, entah itu menu
Kuant i t at i f tunggal atau keberagaman dalam menu – misalnya,
Individu, ilustrasinya, ialah “Kita tidak kelaparan tempe gembus panggang saja, atau sayur lodeh kluwih
tetapi dapat dipastikan tidak akan mati, hanya saja kita (kalawi, kata orang Minang) tapi tanpa tempe dan
tak dapat makan yang menyenyangkan perut” dan daging, perkedel tanpa daging giling, “Makanan di piring
“anak-anakku tidak melewatkan makanannya tetapi selalu sama saja...mi instan dengan saus kecap
mereka tidak selalu dapat makan kenyang.” Itu semua dicampurnya seadanya tanakan nasi, atau nasi hanya
di luar kondisi yang disengaja oleh seseorang untuk berlauk kerupuk karak” – itu contoh lainnya.
berpuasa. Pengamat gizi di Indonesia, Siswono (2001),
Keadaan yang lebih keras adalah “ketika saya tidak menggambarkan pada umumnya masyarakat Indonesia
dapat makan yang cukup, atau tidak makan sama telah mampu mengkonsumsi makanan yang secara
sekali...ketika anda tidak dapat tidur karena perut anda kuantitatif mencukupi. Namun, dari segi kualitatif, masih
perih keroncongan” (Radimer et al (1990. Pada cukup banyak yang belum mampu mencukupi
keadaan yang lebih ekstrim lagi, ialah mungkin orang itu kebutuhan gizi minimumnya. Jika kebutuhan gizi
malahan tidak dapat makan sepanjang hari. Inilah minimum ini tidak terpenuhi dalam waktu lama –
kelaparan yang sesungguhnya (actual hunger). meskipun individunya tidak merasakan lapar – akan
Pada tataran keluarga contoh-contoh di atas jika menyebabkan gejala-gejala terganggunya kesehatan.
diakumulasikan ke dalam rumah tangga dari orang per Kondisi itu yang disebut sebagai kelaparan tersembunyi
orang, maka kerentanan pangan keluarga sudah (hidden hunger), kelaparan gizi atau malnutrisi.
tercipta. “Saya mampu mengolah pangan untuk lima Kekurangan kalori protein yang gawat pada anak-
orang jiwa, tetapi mulai masuk minggu kedua setiap anak dikenal dengan gejala klinis seperti kwashiorkor
bulannya, kepala mau pecah rasanya,” itulah dan marasmus. Kwashiorkor disebabkan oleh
contohnya. Kerentanan pangan kuantitatif rumah tangga
ada pula bersifat sementara (temporality, and schock),
kekurangan protein, dan diderita bayi usia enam bulan
terkait erat dan serius dalam konteks komunitasnya di tunai; pembeli sudah tidak boleh berutang (lagi).
dan anak balita. Penyebab marasmus adalah Sosi al
Indonesia, terutama jika ingin dipecahkan Karena jika pemilik warung memberi utang, maka ia
kekurangan kalori atau energi atau gejala kekurangan Pada diri individu maupun keluarga terjadi
permasalahan itu. Gambarannya, ialah: akan semakin cepat menutup warungnya alias
pangan secara keseluruhan (kelaparan). Tanda-tanda penyimpangan sosial. Penyimpangan ini termasuk
Kerentanan pangan individu maupun keluarga bangkrut. Berikutnya, terbatasnya mobilitas penduduk
marasmus yang tampak jelas adalah anak tidak dapat adalah gangguan pada pola biasanya makan dan
terkait erat dengan hal-hal berikut dalam komunitas. ke pulau besar karena ongkos relatif mahal, dan lebih
tumbuh, berat badannya kira-kira 60 persen dari berat mungkin juga mencakup beranjaknya kuantitatif maupun
Yaitu terbatasnya jumlah tersedia yang dapat dibeli penting lagi, angkutan orang tidak tersedia setiap hari.
badan normal pada umurnya, wajahnya tampak tua kualitatif dari norma sosial, misalnya menjadi tidak
dengan harga terjangkau dengan cara membeli secara
seperti kera, dengan tungkai sangat kurus, lemak di mampu makan tiga kali sehari.
bawah kulit tidak ada sama sekali, mata membesar, Pada tataran rumah tangga penyimpangan ini
Table 2. Kebiasaan makan dalam sehari pada 9 komunitas pulau kecil
perut membuncit berlomba dengan ukuran kepala dan mencakup terganggunya pola-pola sosiokeluarga,
apatis. pertengkaran soal tentang makanan di rumah, serta Pulau Pulau Pulau Pulau Pulau Pulau Buton
ketidakmampuan berpartisipasi dalam ritual dan tradisi Frekuensi Tunda Tidung Sapudi Kararang BlLompo Buluh (3 pulau) Total
Psi kol ogi s kultural yang mendasarkan pada pangan. Kesemuanya Sekali 3 0 0 1 0 0 0 4
Pada sosok individu, kerentanan pangan berkaitan itu bergantung kepada bagaimana komponen- Dua kali 24 0 34 19 26 0 16 119
dengan perasaan tertekan, atau ketiadaan pilihan yang komponen inti itu dipahami, dan dapat dipertimbangkan Tiga kali 46 47 44 8 5 15 49 214
dinyatakan sebagai “tidak menurut keinginan kita tumpang-tindih dengan aspek-aspek psikologis Jumlah 73 47 78 28 31 15 65 337
sendiri... yang terpaksa tidak dapat diperoleh, ataupun mengenai kerentanan pangan bagi orang per orang. Sumber: Data primer diolah, Biotani Indonesia. Jakarta 12 Desember 2006.
juga makan hanya sedikit saja, karena tidak ada lagi Dimensi sosial kerentanan pangan pada aras rumah Catatan: Pulau Tunda, yang menjadi sumber info dalam gambaran komunitas tabel 1, mayoritas warganya makan 3 kali sehari,
tetapi paling sering terdengar rawan beras sejak 2002-2003, awal 2007, dan hampir terjadi pada awal 2009.
yang dapat dimakan selain yang sudah ada” (Radimer, tangga pun dinyatakan dalam perilaku untuk memburu
Lebih dari itu terlihat juga, tidak adanya sistem
et all 1992). Perasan semacam itu berulangkali pangan dengan cara-cara yang – tertinggi urutannya –
Bertambahnya jumlah mulut yang datang secara tak peringatan dini soal kekosongan pangan – terlebih
didokumentasikan dalam beberapa studi kualitatif ialah menyimpang dari norma sosial. Penyimpangan ini
terduga dalam jumlah tertentu adalah faktor yang turut manakala menjelang musim angin barat - terkecuali
terhadap pengalaman individu tentang kerentanan tergolong sebagai kerentangan pangan yang prosesnya
memperparah kerentangan pangan, terlebih komunitas (konsekuensinya) jika kepala desanya pergi melaporkan
pangan, berpuncak pada kesadaran akut yang terkendali (managed process). Perilakunya seringkali
itu mayoritasnya adalah konsumen semata. Mereka situasi ketiadaan pangan kepada pejabat setingkat
berkepanjangan yang pada gilirannya dikompromikan merujuk kepada strategi untuk mengatasi kesukaran
sungguh tak pandai bertani maupun beternak hewan, atasnya di pulau besar.
antara pasokan pangannya dan kuatnya hambatan atau dapat dikatakan juga sebagai strategi
atau budidaya ikan air tawar, melainkan memungut
terhadap sumber-sumber keuangan. Fitchen (1988) memperbesar sumberdaya (resource augmentation).
buah sukun – yang entah siapa dahulu yang menanam, Perspektif legal (gugat hak)
memberikan gambaran awalnya kerentanan pangan, Perilaku semacam ini dapat pula mencakup mencari
tetapi tidak ada penanaman baru. Demikian juga halnya Gambaran kerentanan pangan komunitas dapat
ialah ketika seseorang – entah kanak-kanak, atau orang lewat santunan pangan, derma bantuan pangan (food
dengan pohon kelapa. dirangkum dalam kalimat, bahwa komunitas tidak
dewasa – mulai melongok pendaringan tempat pangan assistence charity), atau dari keluarga atau teman-
Ruang berpendingin, apalagi gudang yang mengetahui, bahwa tidak dilakukannya peringatan dini
keluarga seraya bertanya, “Apakah masih ada sesuatu teman – yang kesemuanya sumbernya adalah di luar
berpendingin tak ada, beitu juga listrik, menyebabkan dan identifikasi oleh Negara soal rawan pangan.
yang dapat dimakan?” kewajaran, ataupun diperoleh di luar cara-cara yang
kualitas ikan laut tangkapan menurun, jika tidak cepat Komunitas pun tidak paham soal adanya kewajiban
Kerentanan pangan dalam keluarga terkaitkan dapat dibenarkan seperti mencuri makanan – nah, yang
dijual, alias harus terima jual murah. Ketiadaan fasilitas pemerintah bersama masyarakat soal pengadaan
dengan ketidakpastian atau rasa ketidakamanan ini bukan proses terkendali (managed process).
itu, tentu saja, tak dikenal adanya sistem Resi Gudang cadangan pangan, dari pemerintah pusat hingga
terhadap kecukupan dan keberlanjutan pasokan Strategi memperbesar sumberdaya mencakup pula
untuk ikan laut. pemerintah desa (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7
pangan, maka dapat dicap sebagai kekuatiran pangan aksi tidak normal di antaranya mencari uang untuk
Di atas semua itu komunitas pun tidak mengenal Tahun 1996 tentang Pangan). Maklumlah, komunitas di
(food anxiety). Ini dicontohkan dalam kalimat berikut: pangan (acquire money for food), misalnya
sistem peringatan dini soal menipisnya ketersediaan pulau itu relatif terisolasi, meskipun relatif dekat dengan
“ketika anda bangun pagi, maka anda mulai cemas jika menggadaikan, atau menjual barang miliknya, membeli
pangan. ibukota kabupaten.
anda tidak cukup mampu menghidangkan makan siang. makanan dengan cara berhutang, menunda
Pada sisi kualitatif terlihat langkanya sumber Nah, apalagi, jika komunitas diletakkan dalam
Atau, anda mampu menghidangkan makan hari ini, pembayaran tagihan utang, dan sebagainya... Lha,
informasi soal kombinasi menu pangan beragam di perspektif antara Hak-hak individu dan Kewajiban
tetapi esok hari, bagaimana?” (Radimer et all, 1992). wong makanan banyak tersedia di pasar, kartu plastik
kalangan komunitas, dan yang tersedia adalah hanya berikut tanggungjawab Negara. Jelas, jauh panggang
Kalimat lainnya “ketika saya melihat lemari saya ada di dompet, kok, dibilang rentan pangan, makanya
pangan yang dapat cepat diolah sebagai santapan – dari api. Pejabat pemerintahan saja belum tentu
menjadi kosong, maka saya bertanya dapatkah saya saya pilih pemimpin.., ya, yang suka ngutang juga tanpa
entah cocok, atau tidaknya. semuanya paham soal ini.
akan mengisinya kembali, ... dan seterusnya” (Hamelin, rasa malu- bukan jaman nenekku dulu, utang itu
Adapun psikologis di kalangan komunitas tergambar Gambaran situasi dan kondisi dalam alur dinamis
2002). Hamelin et al (1999, 2002) menjelaskan lebih memalukan... Itulah domain publik yang terang
memudarnya hingga kepada tiadanya lagi hubungan pada orang per orang, keluarga maupun komunitas di
lanjut mengenai terjadinya stres psikologis berhubungan benderang!
emosi sosial – untuk mengatakan semakin menguatnya pulau besar, terlebih pada komunitas pulau kecil itu,
dengan kerentanan pangan keluarga. Contoh yang
“rasa” persaingan. Alasannya, masih spekulatif, ialah manakala disandingkan dengan jargon daulat pangan,
dapat diamati, ialah mencakup hilangnya minat Kerent anan kom uni t as, kasu s pul au keci l
mungkin saja ini terbawa kebiasaan sesehari dari kerja atau mandiri pangan, tentulah padanannya sangat
terhadap pangan, enggan memasak karena galau-hati Dengan merujuk kepada tabel yang disusun Valerie
melaut, dan langsung-jual hasil tangkapan ikannya. mungkin lebih berupa tanda tanya.
seseorang memikirkan hambatan memperoleh Terasuk (2001), maka saya mengimbuhkan kolom –
Kebiasaan ini terbawa dalam pergaulan dalam Coba renungkan, kita mengejar kemandirian, atau
makanan, serta ketakutan akan hilangnya kualitas paling kanan - untuk menampilkan sosok komunitas
komunitas, maupun antar komunitas. Kebiasan inipun kedaulatan pangan, tetapi kerentanan panganlah yang
perawatan terhadap anak - yang mengganggap dirinya dalam konteks kerentanan pangan di Indonesia,
erat atau tumpang-tindih dengan ikatan sosialnya. Yaitu, kudekap seseharinya? Itukah diri kita?
tidak sudah dapat memberikan makan sepatutnya bagi khususnya pulau kecil yang sengaja dipilih tak jauh dari
pudar hingga tiadanya berbagi secara sosial/ solidaritas.
anak-anaknya. Anak-anak adalah prioritas, dan dalam ibukota kabupaten. Karenanya, secara hipotetif,
Yang menonjol semata-mata adalah berbagi kemiskinan 3 Agustus 2009
kaitan ini muncul pula rasa tidak berdaya, rasa bersalah,
dalam komunitas dan antar komunitas di daerah Riza V. Tjahjadi, direktur BioTani & Bahari
dan malu, lalu berkaitan dengan komponen sosial, yaitu
terdekat. Saling berhutang, “Lah biaso, ko..!” Indonesia, dan Pembina Yayasan Jaker PO.
pengasingan sosial (social alineation)