SlideShare a Scribd company logo
BAB II
                               TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Gizi Buruk

       Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,

yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena

kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-

duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan

ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu

kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan

lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa

berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu

istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun

(Nency, 2005).

       Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari

pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).

Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu

standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar

disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan

bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat

berat atau akut (Pardede, J, 2006).




                                                              Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk

       Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari

masing-masing tipe yang berbeda-beda.

2.1.2.1. Marasmus

       Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang

timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di

bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,

gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.

Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena

masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-

   ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2.1.2.2. Kwashiorkor

       Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana

dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian

tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan

atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis




                                                             Universitas Sumatera Utara
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

   penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa

   kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi

   coklat kehitaman dan terkelupas

2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor

       Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein

dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping

menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda

kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan

biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

2.1.3. Patofisiologi gizi buruk

       Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia

bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,

pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan

protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan

nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja

terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel

kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel




                                                             Universitas Sumatera Utara
batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya

terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan

mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.

Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran

adaptasi rodopsin.

       Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek

patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan

degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan

neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika

terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini

membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak

yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan

lemak di hepar.

       Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema

adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema

disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.

Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke

intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada

kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi

menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi

protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari

ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya

membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi




                                                              Universitas Sumatera Utara
pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan

onkotik (Sadewa, 2008).

       Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang

kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan

yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan

metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari

interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan

ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga

berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus

adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang

   sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari

   ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng

   yang terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral

   misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis

   kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit

   Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.

   Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian

   ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat




                                                           Universitas Sumatera Utara
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang

   cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

   galactosemia, lactose intolerance

g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila

   penyebab maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang

   kurang akan menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya

   marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan

   penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu

   yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi

   berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus

2.1.4. Dampak Gizi Buruk

         Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja

terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping

berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan

mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering

disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat

diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan

tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali

terkena infeksi.




                                                            Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa

karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain

hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar

gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan

tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya

anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka

panjang    kondisi    ini   berdampak   buruk    terhadap   pertumbuhan    maupun

perkembangannya.

          Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance

anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan

perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental

dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak

itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah

salah satu aset yang vital bagi anak.

          Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk

terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan

bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang

adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi

sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan

tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).




                                                            Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Faktor Penyebab Gizi Buruk

         Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,

   menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak

   yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya

   menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan

   kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga

   merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah,

   ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi

   buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan

   keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam

   jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).

       Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang

kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang

disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara

adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola

makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan

yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.

Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri

akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan

terjadinya infeksi (Nency, 2005).




                                                            Universitas Sumatera Utara
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat

gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang

jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan

dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare,

pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. (Nurcahyo, 2008).

2.2. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit

        Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,

fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah

mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita

kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

2.2.1. Tahap Penyesuaian

       Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan

hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap

penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih

lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan.

Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan

bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa

+2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan

makanan lembek. Bila ada, berikan ASI.

       Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan

untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair,

kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.




                                                             Universitas Sumatera Utara
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan

   keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk

   meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3

   jam.

       Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan

lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).

2.2.2. Tahap Penyembuhan

       Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai

150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.

2.2.3. Tahap Lanjutan

       Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh

makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya

diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,

memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.

Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda

   hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

   hipomagnesimia.




                                                            Universitas Sumatera Utara
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau

      100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan

      dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe)

      dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP

      berat.

Tabel 2.1. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk
                                         Stabilisasi         Transisi        Rehabilitasi
No.             Fase
                              Hari ke 1-2    Hari ke 2-7    Minggu ke-2     Minggu ke 3-7
 1      Hipoglikemia
 2      Hipotermia
 3      Dehidrasi
 4      Elektrolit
 5      Infeksi
 6      MulaiPemberian
        Makanan
 7      Tumbuh
        kejar/peningkatan
        pemberian makanan
8       Mikronutrien                  Tanpa Fe                       dengan Fe
9       Stimulasi
10      Tindak lanjut
      1. Sumber : Dirjen Bina Kesmas, 2000.

2.3. Komplikasi Penyakit

          Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan

mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu

dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya

sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa

organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati,

pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.

          Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan

karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi




                                                              Universitas Sumatera Utara
adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh

sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht

hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi

tiroid    menurun.   Hormon-hormon      tersebut   berperanan    dalam    metabolisme

karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).

          Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,

khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko

kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena

penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena

gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering

mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi

atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga

mengancam jiwa (Nelson, 2007).

2.4. Perubahan Berat Badan

          Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada

setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat

badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,

antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai

sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh

kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan

dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan

tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik

untuk :




                                                              Universitas Sumatera Utara
1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis,

    tumbuh kembang dan kesehatan

2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit

3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.

2.5 Penilaian status gizi secara Antropometri

        Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian

secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat

penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian

status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan,

statistik vital dan faktor ekologi.

2.5.1. Penilaian secara langsung

    1) Antropometri

        Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

        pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

        pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur

        dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering

        digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut

        umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

        a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

        Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator

dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake

dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh

(otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang




                                                            Universitas Sumatera Utara
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah

makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat

badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi

seseorang saat ini (Current Nutritional Status)

           b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

           Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga

lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.

           c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

           Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi

badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).

2.5.2      Penilaian Secara Tidak Langsung

              1. survei konsumsi makanan,

              2. statistik vital dan

              3. faktor ekologi

2.6        Terapi Penyakit

              Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu

fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah

sakit ada 10 langkah penting yaitu:

      2.      Atasi/cegah hipoglikemi

      3.      Atasi/cegah hiportemia

      4.      Atasi/cegah dehidrasi

      5.      Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit




                                                                Universitas Sumatera Utara
6.      Obati/cegah infeksi

    7.      Mulai pemberian makanan

    8.      Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)

    9.      Koreksi defisiensi nutrient mikro

    10.     Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

    11.     Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

2.6 Kerangka Konsep

                                     Terapi diet :
                                        Konsumsi energi
                                        Konsumsi protein


  Perubahan berat badan anak
  balita gizi buruk :                                             Status Gizi
  1.Kekurangan Energi&protein                                     Anak Balita
  2.Komplikasi Penyakit
                                         Terapi penyakit


                        Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

         Bagan di atas menjelaskan bahwa perubahan berat badan anak balita gizi

buruk dari awal dan akhir rawat inap disebabkan karena kekurangan energi protein

dan komplikasi penyakit sehingga dapat mempengaruhi status gizi anak balita dengan

memperhatikan terapi penyakit dan terapi diet anak balita gizi buruk dalam

mengonsumsi energi dan protein.




                                                            Universitas Sumatera Utara

More Related Content

What's hot

Penilaian status gizi
Penilaian status giziPenilaian status gizi
Penilaian status gizi
Andi Nurfahmi Ummul
 
Penilaian status gizi
Penilaian status giziPenilaian status gizi
Penilaian status gizif1992
 
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
tutihartati9
 
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...Sii AQyuu
 
buku-panduan-sosialisasi-tata-laksana-diare-balita-2011.pdf
buku-panduan-sosialisasi-tata-laksana-diare-balita-2011.pdfbuku-panduan-sosialisasi-tata-laksana-diare-balita-2011.pdf
buku-panduan-sosialisasi-tata-laksana-diare-balita-2011.pdf
tutihartati9
 
3 indikator pemantau gizi
3 indikator pemantau gizi3 indikator pemantau gizi
3 indikator pemantau giziJoni Iswanto
 
Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan ber...
Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan ber...Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan ber...
Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan ber...Operator Warnet Vast Raha
 
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
Anisa Imaniar
 
Penelitian Status GIZI TK Kota Baru Kupang
Penelitian Status GIZI TK Kota Baru KupangPenelitian Status GIZI TK Kota Baru Kupang
Penelitian Status GIZI TK Kota Baru Kupang
Ana Sengga
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
oothee
 
Laporan tahap 1 metpen
Laporan tahap 1 metpenLaporan tahap 1 metpen
Laporan tahap 1 metpenGriya Nugroho
 
PENILAIAN STATUS GIZI
PENILAIAN STATUS GIZI  PENILAIAN STATUS GIZI
PENILAIAN STATUS GIZI
pjj_kemenkes
 
Modul iv gizi kb 1
Modul iv gizi kb 1Modul iv gizi kb 1
Modul iv gizi kb 1
ljjkesehatanpael
 
Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1
ljjkesehatanpael
 
Ppt ecc malnutrisi fix
Ppt ecc malnutrisi fixPpt ecc malnutrisi fix
Ppt ecc malnutrisi fix
Lisa Prihastari
 
Makalah Makanan Pra Sekolah (Gizi dan Diet)
Makalah Makanan Pra Sekolah (Gizi dan Diet)Makalah Makanan Pra Sekolah (Gizi dan Diet)
Makalah Makanan Pra Sekolah (Gizi dan Diet)
Lia Oktaviani
 
Makalah gizi masyarakat
Makalah gizi masyarakatMakalah gizi masyarakat
Makalah gizi masyarakat
aldiani setyawaty
 

What's hot (19)

Penilaian status gizi
Penilaian status giziPenilaian status gizi
Penilaian status gizi
 
Penilaian status gizi
Penilaian status giziPenilaian status gizi
Penilaian status gizi
 
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
 
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
 
buku-panduan-sosialisasi-tata-laksana-diare-balita-2011.pdf
buku-panduan-sosialisasi-tata-laksana-diare-balita-2011.pdfbuku-panduan-sosialisasi-tata-laksana-diare-balita-2011.pdf
buku-panduan-sosialisasi-tata-laksana-diare-balita-2011.pdf
 
3 indikator pemantau gizi
3 indikator pemantau gizi3 indikator pemantau gizi
3 indikator pemantau gizi
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
 
Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan ber...
Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan ber...Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan ber...
Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan ber...
 
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
 
Penelitian Status GIZI TK Kota Baru Kupang
Penelitian Status GIZI TK Kota Baru KupangPenelitian Status GIZI TK Kota Baru Kupang
Penelitian Status GIZI TK Kota Baru Kupang
 
Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
Laporan tahap 1 metpen
Laporan tahap 1 metpenLaporan tahap 1 metpen
Laporan tahap 1 metpen
 
PENILAIAN STATUS GIZI
PENILAIAN STATUS GIZI  PENILAIAN STATUS GIZI
PENILAIAN STATUS GIZI
 
Modul iv gizi kb 1
Modul iv gizi kb 1Modul iv gizi kb 1
Modul iv gizi kb 1
 
Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1
 
Ppt ecc malnutrisi fix
Ppt ecc malnutrisi fixPpt ecc malnutrisi fix
Ppt ecc malnutrisi fix
 
Makalah Makanan Pra Sekolah (Gizi dan Diet)
Makalah Makanan Pra Sekolah (Gizi dan Diet)Makalah Makanan Pra Sekolah (Gizi dan Diet)
Makalah Makanan Pra Sekolah (Gizi dan Diet)
 
Makalah gizi masyarakat
Makalah gizi masyarakatMakalah gizi masyarakat
Makalah gizi masyarakat
 

Viewers also liked

Analisis dampak lahan permukiman terhadap kualitas air sungai bengawan solo k...
Analisis dampak lahan permukiman terhadap kualitas air sungai bengawan solo k...Analisis dampak lahan permukiman terhadap kualitas air sungai bengawan solo k...
Analisis dampak lahan permukiman terhadap kualitas air sungai bengawan solo k...
Dwi Sukma
 
Pendidikan dan konsultasi dasar gizi
Pendidikan dan konsultasi dasar giziPendidikan dan konsultasi dasar gizi
Pendidikan dan konsultasi dasar gizi
natashaona
 
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...Operator Warnet Vast Raha
 
Laporan praktikum analisis diskriminan (faktor penentu klasifikasi daerah den...
Laporan praktikum analisis diskriminan (faktor penentu klasifikasi daerah den...Laporan praktikum analisis diskriminan (faktor penentu klasifikasi daerah den...
Laporan praktikum analisis diskriminan (faktor penentu klasifikasi daerah den...
Sally Indah N
 
Perencanaan gizi seimbang melalui edukasi gizi berdasarkan pugs
Perencanaan gizi seimbang melalui edukasi gizi berdasarkan pugsPerencanaan gizi seimbang melalui edukasi gizi berdasarkan pugs
Perencanaan gizi seimbang melalui edukasi gizi berdasarkan pugsHusHa Hatimah
 
Konseling Gizi (perencanaan)
Konseling Gizi (perencanaan)Konseling Gizi (perencanaan)
Konseling Gizi (perencanaan)
Dessycis
 
Kwashiorkor
KwashiorkorKwashiorkor
KwashiorkorKindal
 
Gizi buruk pada balita
Gizi buruk pada balitaGizi buruk pada balita
Gizi buruk pada balita
wina_syafar
 
Gizi Buruk Bada Balita
Gizi Buruk Bada BalitaGizi Buruk Bada Balita
Gizi Buruk Bada Balita
barkah1933
 
Gizi buruk
Gizi burukGizi buruk
Gizi buruk
Enny Karyani
 
Materi ii gejala klinis gizi buruk
Materi ii gejala klinis gizi burukMateri ii gejala klinis gizi buruk
Materi ii gejala klinis gizi burukJoni Iswanto
 
Gizi buruk
Gizi burukGizi buruk
Gizi burukdwiarini
 
KEP
KEPKEP

Viewers also liked (17)

Askep Kwashiorkor
Askep KwashiorkorAskep Kwashiorkor
Askep Kwashiorkor
 
Analisis dampak lahan permukiman terhadap kualitas air sungai bengawan solo k...
Analisis dampak lahan permukiman terhadap kualitas air sungai bengawan solo k...Analisis dampak lahan permukiman terhadap kualitas air sungai bengawan solo k...
Analisis dampak lahan permukiman terhadap kualitas air sungai bengawan solo k...
 
Makalah Cachexia Malignansi
Makalah Cachexia Malignansi Makalah Cachexia Malignansi
Makalah Cachexia Malignansi
 
Pendidikan dan konsultasi dasar gizi
Pendidikan dan konsultasi dasar giziPendidikan dan konsultasi dasar gizi
Pendidikan dan konsultasi dasar gizi
 
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
 
Laporan praktikum analisis diskriminan (faktor penentu klasifikasi daerah den...
Laporan praktikum analisis diskriminan (faktor penentu klasifikasi daerah den...Laporan praktikum analisis diskriminan (faktor penentu klasifikasi daerah den...
Laporan praktikum analisis diskriminan (faktor penentu klasifikasi daerah den...
 
Perencanaan gizi seimbang melalui edukasi gizi berdasarkan pugs
Perencanaan gizi seimbang melalui edukasi gizi berdasarkan pugsPerencanaan gizi seimbang melalui edukasi gizi berdasarkan pugs
Perencanaan gizi seimbang melalui edukasi gizi berdasarkan pugs
 
Konseling Gizi (perencanaan)
Konseling Gizi (perencanaan)Konseling Gizi (perencanaan)
Konseling Gizi (perencanaan)
 
Materi inti ii jan-2013
Materi inti ii  jan-2013Materi inti ii  jan-2013
Materi inti ii jan-2013
 
Kwashiorkor
KwashiorkorKwashiorkor
Kwashiorkor
 
Gizi buruk pada balita
Gizi buruk pada balitaGizi buruk pada balita
Gizi buruk pada balita
 
Gizi Buruk Bada Balita
Gizi Buruk Bada BalitaGizi Buruk Bada Balita
Gizi Buruk Bada Balita
 
Gizi buruk
Gizi burukGizi buruk
Gizi buruk
 
Materi ii gejala klinis gizi buruk
Materi ii gejala klinis gizi burukMateri ii gejala klinis gizi buruk
Materi ii gejala klinis gizi buruk
 
Gizi buruk
Gizi burukGizi buruk
Gizi buruk
 
Gizi buruk
Gizi burukGizi buruk
Gizi buruk
 
KEP
KEPKEP
KEP
 

Similar to Chapter II Gizi Buruk

Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUSMakalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
Agung Nugraha
 
Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kekurangan Energi Protein (KEP)Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kekurangan Energi Protein (KEP)
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
 
Askep Malnutrisii.pptx
Askep Malnutrisii.pptxAskep Malnutrisii.pptx
Askep Malnutrisii.pptx
TrisaNetNganjuk
 
gizi-buruk
 gizi-buruk gizi-buruk
gizi-buruk
MiaFebrina1
 
PENGANTAR ILMU GIZI
 PENGANTAR ILMU GIZI  PENGANTAR ILMU GIZI
PENGANTAR ILMU GIZI
pjj_kemenkes
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
Septian Muna Barakati
 
MARASMUS_Marasmus_marasmus_marasmus_marasmuspptx
MARASMUS_Marasmus_marasmus_marasmus_marasmuspptxMARASMUS_Marasmus_marasmus_marasmus_marasmuspptx
MARASMUS_Marasmus_marasmus_marasmus_marasmuspptx
AbdianSaputra
 
Kurang Energi Protein Ude News
Kurang Energi Protein   Ude NewsKurang Energi Protein   Ude News
Kurang Energi Protein Ude NewsUDE-NEWS
 
pemenuhan gizi terhadap kebutuhan
pemenuhan gizi terhadap kebutuhanpemenuhan gizi terhadap kebutuhan
pemenuhan gizi terhadap kebutuhanDiena Masrukin
 
Bab 11 pend. kesehatan
Bab 11 pend. kesehatanBab 11 pend. kesehatan
Bab 11 pend. kesehatanBudi Hermono
 
Askep anak-malnutrisi-1
Askep anak-malnutrisi-1 Askep anak-malnutrisi-1
Askep anak-malnutrisi-1
lambas123
 
Modul 4
Modul 4Modul 4
KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRINKELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
Nindi Yulianti
 
5-Masalah Gizi.ppt
5-Masalah Gizi.ppt5-Masalah Gizi.ppt
5-Masalah Gizi.ppt
intanmega2
 

Similar to Chapter II Gizi Buruk (20)

Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUSMakalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
 
Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kekurangan Energi Protein (KEP)Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kekurangan Energi Protein (KEP)
 
Askep Malnutrisii.pptx
Askep Malnutrisii.pptxAskep Malnutrisii.pptx
Askep Malnutrisii.pptx
 
gizi-buruk
 gizi-buruk gizi-buruk
gizi-buruk
 
PENGANTAR ILMU GIZI
 PENGANTAR ILMU GIZI  PENGANTAR ILMU GIZI
PENGANTAR ILMU GIZI
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
 
Klb
KlbKlb
Klb
 
MARASMUS_Marasmus_marasmus_marasmus_marasmuspptx
MARASMUS_Marasmus_marasmus_marasmus_marasmuspptxMARASMUS_Marasmus_marasmus_marasmus_marasmuspptx
MARASMUS_Marasmus_marasmus_marasmus_marasmuspptx
 
Pbl 1 malnutrition
Pbl 1 malnutritionPbl 1 malnutrition
Pbl 1 malnutrition
 
Ppt gizi
Ppt giziPpt gizi
Ppt gizi
 
Kurang Energi Protein Ude News
Kurang Energi Protein   Ude NewsKurang Energi Protein   Ude News
Kurang Energi Protein Ude News
 
pemenuhan gizi terhadap kebutuhan
pemenuhan gizi terhadap kebutuhanpemenuhan gizi terhadap kebutuhan
pemenuhan gizi terhadap kebutuhan
 
Bab 11 pend. kesehatan
Bab 11 pend. kesehatanBab 11 pend. kesehatan
Bab 11 pend. kesehatan
 
Askep anak-malnutrisi-1
Askep anak-malnutrisi-1 Askep anak-malnutrisi-1
Askep anak-malnutrisi-1
 
Modul 4
Modul 4Modul 4
Modul 4
 
KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRINKELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
 
Masalah gz dh
Masalah gz dhMasalah gz dh
Masalah gz dh
 
Askep anak-malnutrisi
Askep anak-malnutrisiAskep anak-malnutrisi
Askep anak-malnutrisi
 
5-Masalah Gizi.ppt
5-Masalah Gizi.ppt5-Masalah Gizi.ppt
5-Masalah Gizi.ppt
 

Chapter II Gizi Buruk

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi Buruk Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua- duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005). Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006). Universitas Sumatera Utara
  • 2. 2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus- kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 2.1.2.1. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) : a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot- ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar 2.1.2.2. Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis Universitas Sumatera Utara
  • 3. b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000). 2.1.3. Patofisiologi gizi buruk Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel Universitas Sumatera Utara
  • 4. batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi Universitas Sumatera Utara
  • 5. pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008). Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut : a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital. c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat Universitas Sumatera Utara
  • 6. e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus 2.1.4. Dampak Gizi Buruk Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Universitas Sumatera Utara
  • 7. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005). Universitas Sumatera Utara
  • 8. 2.1.5. Faktor Penyebab Gizi Buruk Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut : 1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi. 2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006). Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency, 2005). Universitas Sumatera Utara
  • 9. Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. (Nurcahyo, 2008). 2.2. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. 2.2.1. Tahap Penyesuaian Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. Universitas Sumatera Utara
  • 10. b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003). 2.2.2. Tahap Penyembuhan Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari. 2.2.3. Tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia. b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. Universitas Sumatera Utara
  • 11. d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat. Tabel 2.1. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk Stabilisasi Transisi Rehabilitasi No. Fase Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7 1 Hipoglikemia 2 Hipotermia 3 Dehidrasi 4 Elektrolit 5 Infeksi 6 MulaiPemberian Makanan 7 Tumbuh kejar/peningkatan pemberian makanan 8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe 9 Stimulasi 10 Tindak lanjut 1. Sumber : Dirjen Bina Kesmas, 2000. 2.3. Komplikasi Penyakit Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi Universitas Sumatera Utara
  • 12. adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008). Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007). 2.4. Perubahan Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk : Universitas Sumatera Utara
  • 13. 1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis, tumbuh kembang dan kesehatan 2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit 3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan. 2.5 Penilaian status gizi secara Antropometri Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. 2.5.1. Penilaian secara langsung 1) Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U) Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang Universitas Sumatera Utara
  • 14. mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam. c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002). 2.5.2 Penilaian Secara Tidak Langsung 1. survei konsumsi makanan, 2. statistik vital dan 3. faktor ekologi 2.6 Terapi Penyakit Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit ada 10 langkah penting yaitu: 2. Atasi/cegah hipoglikemi 3. Atasi/cegah hiportemia 4. Atasi/cegah dehidrasi 5. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Universitas Sumatera Utara
  • 15. 6. Obati/cegah infeksi 7. Mulai pemberian makanan 8. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth) 9. Koreksi defisiensi nutrient mikro 10. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental 11. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh 2.6 Kerangka Konsep Terapi diet : Konsumsi energi Konsumsi protein Perubahan berat badan anak balita gizi buruk : Status Gizi 1.Kekurangan Energi&protein Anak Balita 2.Komplikasi Penyakit Terapi penyakit Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Bagan di atas menjelaskan bahwa perubahan berat badan anak balita gizi buruk dari awal dan akhir rawat inap disebabkan karena kekurangan energi protein dan komplikasi penyakit sehingga dapat mempengaruhi status gizi anak balita dengan memperhatikan terapi penyakit dan terapi diet anak balita gizi buruk dalam mengonsumsi energi dan protein. Universitas Sumatera Utara