SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
BUDAYA DAERAH-DAERAH TENTANG IBU MELAHIRKAN DAN
MERAWAT BALITA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Kesehatan Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi
Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri
keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan
kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah
bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok
sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana
mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah
dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir,
dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban
kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuanpertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang
ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia.
Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut
mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan
agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat
keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman
budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks
peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap
dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat
Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai
sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok
sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya
kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri
Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar
pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun
interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada
dasarnya telah membangun daya elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan
perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan
budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.
Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan,
saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau
kerajaan yang berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok
masyarakat tertentu. Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan
masyarakat urban dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan
dengan kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar
kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika” , dimana
bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada
keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada konteks kebudayaan.
Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700’an sukubangsa
di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta
keragaman agamanya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang
sesungguhnya rapuh. Rapuh dalam artian dengan keragaman perbedaan yang dimilikinya
maka potensi konflik yang dipunyainya juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang
ada dalam masyarakat akan menjadi pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul
di tengah-tengah masyarakat dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu lain yang
tidak berkenaan dengan keragaman kebudayaan. Seperti kasus-kasus konflik yang muncul di
Indonesia dimana dinyatakan sebagai kasus konflik agama dan sukubangsa. Padahal
kenyataannya konflik-konflik tersebut didominsi oleh isu-isu lain yang lebih bersifat politik
dan ekonomi. Memang tidak ada penyebab yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di
Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan
pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya
mengelolanya dengan benar.
Ukan oleh beberapa faktor termasuk warisan genetik, perilaku pribadi, akses terhadap
pelayanan kesehatan yang bermutu, dan lingkungan eksternal umum (seperti kualitas udara,
air, dan kondisi perumahan). Selain itu, pertumbuhan badan penelitian telah
mendokumentasikan asosiasi antara dan faktor sosial budaya dan kesehatan ( Berkman dan
Kawachi, 2000 , Marmot dan Wilkinson, 2006 ). Untuk beberapa jenis variabel sosial,
seperti status sosial ekonomi (SES) atau kemiskinan, bukti kuat link mereka untuk kesehatan
telah ada sejak awal catatan resmi menjaga. Untuk jenis lain dari variabel-seperti jaringan
sosial dan dukungan sosial atau pekerjaan stres-bukti hubungan mereka untuk kesehatan telah
terakumulasi selama 30 tahun terakhir. Tujuan bab ini adalah untuk memberikan gambaran
dari variabel-variabel sosial yang telah diteliti sebagai masukan untuk kesehatan (faktor
penentu sosial apa yang disebut kesehatan), serta untuk menggambarkan pendekatan untuk
pengukuran mereka dan bukti empiris yang menghubungkan setiap variabel hasil kesehatan.
Harus ditekankan di awal bahwa faktor penentu sosial dari kesehatan dapat
dikonseptualisasikan sebagai mempengaruhi kesehatan di berbagai tingkat sepanjang
perjalanan hidup. Jadi, misalnya, kemiskinan dapat dikonseptualisasikan sebagai eksposur
yang mempengaruhi kesehatan individu pada berbagai tingkat organisasi dalam keluarga atau
dalam lingkungan di mana individu berada. Lebih dari itu, berbagai tingkat pengaruh dapat
co-terjadi dan berinteraksi dengan satu sama lain untuk menghasilkan kesehatan. Sebagai
contoh, dampak merugikan kesehatan tumbuh di keluarga miskin dapat diperkuat jika
keluarga yang juga terjadi berada dalam komunitas yang kurang beruntung (di mana keluarga
miskin lainnya) bukan di komunitas kelas menengah. Selanjutnya, kemiskinan mungkin
diferensial dan independen mempengaruhi kesehatan individu pada tahapan yang berbeda
dari kehidupan saja (misalnya, di dalam rahim, masa bayi dan masa kanak-kanak, selama
kehamilan, atau selama usia tua).
Singkatnya, pengaruh dan variabel sosial budaya terhadap kesehatan melibatkan dimensi
baik waktu (tahapan kritis dalam perjalanan hidup dan efek dari pajanan kumulatif) serta
tempat (beberapa tingkat eksposur). Konteks di mana variabel sosial dan budaya beroperasi
untuk mempengaruhi hasil kesehatan disebut, umum, dan lingkungan sosial budaya.

1.2. Rumusan Masalah
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah
makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan
kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi
oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan
situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan
untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak
mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota
keluarga yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan.
Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan,namun yang paling
berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah
ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang
terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda,
dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep
kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan
tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun,
pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi
yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat
dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik
untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi
sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi
roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir
sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum (ASI yang
pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, colostrum ini dianggap sebagai
susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuningkuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare,
muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam menambah
daya kekebalan tubuh bayi.
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang
besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi
permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga
menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola
pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan
terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan.
Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk
mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang
memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur. Adanya pantangan makanan ini
merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang
dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan
air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan
menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka
seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih
"dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi
tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang
"panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu
yang sedang hamil (Reddy, 1990).
Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua hal
yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistemteori penyakit lebih
menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan pengobatan penyakit.
Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu institusi sosial yang melibatkan
interaksi beberapa orang, paling tidak interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu
dokter atau dukun. Persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara
pengobatannya. Penyebab penyakit dapat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu
personalistik dan naturalistik. Penyakit-penyakit yang dianggap timbul karena adanya
intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain
termasuk dalam golongan personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan
naturalistik adalah penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca,
makanan, debu dan lain-lain.
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang berbeda
terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh ada masyarakat
pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan
karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat menyembuhkannya. Padahal
kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam yang tinggi, atau adanya radang otak
yang bila tidak disembuhkan dengan cara yang tepat dapat menimbulkan kematian.
Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi adalah karena bayi
tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap
bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara,
yang sering dikenal dengan istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap penyebab
penyakit berbeda-beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah
dianggap bahwa diare ini disebabkan karena "masuk angin" yang dipersepsikan sebagai
"mendinginnya" badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat
memanaskan badan si anak.
Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan tindakan kuratif
penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatanumum dalam masyarakat
(Klienman, 1980). Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan kesehatan ini terdapat unsurunsur pengetahuan dari sistem medis tradisional dan moderen. Hal ini terlihat bila ada anak
yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota keluarga lain akan melakukan pengobatan
sendiri (self treatment) terlebih dahulu, apakah itu dengan menggunakan obat tradisional
ataupun obat moderen. Tindakan pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang
paling sering dilakukan dalam upaya mengobati penykit dan merupakan satu tahap dari
perilaku mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai "health seeking
behavior". Jika upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya membawa ke
petugas kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain.
Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di
Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan.
Menghadapi masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan program Safe Motherhood
yang mempunyai prioritas pada peningkatan pelayanan kesehatan wanita terutama paada
masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketikapersalinan, disamping itu juga untuk
menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante
natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Pacta
berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap
kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu
memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter.
Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang
sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
Pada penelitian yang dilakukan yang dilakukan di RS Hasan Sadikin, Bandung, dan 132 ibu
yang meninggal, 69 diantaranya tidak pernah memeriksakan kehamilannya atau baru datang
pertama kali pada kehamilan 7 -9 bulan (Wibowo, 1993). Selain dari kurangnya pengetahuan
akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan
persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di
daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak
khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturutturut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi
pacta saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal
ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan- pantangan terhadap
beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi
dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan
oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak
heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan. Dari data SKRT 1986 terlihat bahwa prevalensi anemia pada wanita hamil di
Indonesia sebesar 73,7%, dan angka menurun dengan adanya program-program perbaikan
gizi menjadi 33% pada tahun 1995. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya
angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan
untuk pembentukan darah.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan
mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan
yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya
memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil
dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut,
udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah
Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir
bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya
kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buahbuahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh
beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993).
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena
segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian.
Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor
resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan
pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam
menghadapi keadaan gawat.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah
Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktekpraktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk
(1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti
"ngolesi" (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan),
"kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta)
atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke
depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu
dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai
40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang
ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional
tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan
penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
Secara medis, . penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi
dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara
tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun,
kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga
karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya,
terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih
harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang
seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat
tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang
diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini
seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat
pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala
ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya
yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis
dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu
keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan
takdir yang tak dapat dihindarkan.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada
masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses
pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk
memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap
dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan
oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya
mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan
darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk
memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
1.2. Tujuan
Secara mendasar tujuan dari perumusan masalah adalah untuk menentukan dan memahami
secara garis besar tentang bagaimana menjaga anak atau balita yang baru lahir dalam masing
masing daerah yang berbeda.
Adapun daerah-daerah iyu meluputi daerah jawa,kalimantan dan ntt. Semoga dengan ini
dapat lebih memahami secara konseptual tentang permasalahan sosial dan budaya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tradisi Masyarakat Jawa Ibu melahirkan
Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah selesai, sudah menghasilkan dalam wujud yang
sempurna. Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya batik tradisional. Istilah
babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya. Ubarampe yang
dibutuhkan untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada macam macam ubarampe
Brokohan. Pada jaman ini Brokohan basanya terdiri dari :beras, telur, mie instan kering, gula,
teh dan sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam
selamatan bayi lahir, brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu:
1. kelapa, dapat utuh atau cuwilan
2. gula merah atau gula Jawa
3. dawet
4. telor bebek
Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:
Kelapa: daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna)
yaitu sperma, benihnya laki-laki, bapak
Gula Jawa: berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuna) yaitu sel
telur, benihnya wanita, ibu.
Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:
1. santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak.
2. juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya Ibu.
3. cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan.
Telor bebek. Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor ayam.
Alasan yang pertama: telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan langit biru,
alam awang-uwung, kuasa dari atas.
Alasan kedua: biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan tidak dari endog
lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami
dapat menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek.
Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu
ingin menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi
dalam proses babaran.
Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan
bahwa Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan
ciptaan baru, mbabar putra.
Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian
membentuk jentik-jentik kehidupan, (dawet) Tuhan telah meniupkan roh kehidupan (telor
bebek) dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan)
Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan untuk mengiring kelahiran bayi
menjadi banyak macam, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat dipahami sebagai
ungkapan rasa syukur yang ingin dibagikan dari keluarga kepada para kerabat dan tetangga..
Namun keempat ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula Jawa, dawet dan telor bebek, masih
perlu untuk disertakan dan direnungkan, agar kelahiran manjadi lebih bermakna.empat.
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain merupakan anugerah
yang sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung
bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai beberapa uapacara adat untuk
menyambut kelahiran bayi tersebut. Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni,
upacara mendhem ari-ari, brokohan, upacara puputan, sepasaran dan selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan
terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya
akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing,
Pon, Kliwon, Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang
berjumlah 7 hari. Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di
luar logika itu, selapanan mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi.
Berulangnya hari weton bayi, pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun selapanan
utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan, adalah potong rambut atau parasan.
Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan
oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini
dilakukan untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli
adalah bawaan dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya
rambut bayi bisa tumbuh bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak
3 kali. Namun pada tradisi potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk
menggunduli bayinya, maka pemotongan rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul,
hanya untuk simbolisasi.
Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan
pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara
pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu salat Maghrib, dan dihadiri oleh
keluarga, kerabat, dan tetangga terdekat, serta pemimpin doa.
Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum
pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang
dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan
mengandung makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.
Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang
dibagikan di pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang ustadz yang kerap
mendoakan acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya
jumlahnya ganjil, karena dalam menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka
keberuntungan. Gudangan juga dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang,
telur ini melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap
mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang panjang, agar bayi panjang umur, serta
bayem, supaya bayi hidupanya bisa tentram.
2.2. Tradisi Masyarakat Kalimantan Ibu melahirkan
Menjelang persalinan membutuhkan beberapa perlengkapan khusus, demikian pula bagi Suku
Dayak ada beberapa perlengkapan suku dayak menjelang persalinan atau proses melahirkan
yang harus dipersiapkan sedemikian rupa untuk menggelar beberapa ritual atau upacara adat
suku Dayak dalam menjelang dan menyambut kelahiran seorang bayi.
Kultur budaya suku Dayak Kalimantan Tengah menempatkan kaum wanita pada derajat yang
tinggi. Tak heran, kedudukan wanita dalam masyarakat dayak memang spesial, kaum
perempuan selalu mendapatkan perhatian penuh, terlebih saat proses menjelang persalinan.
Fase Melahirkan dalam budaya Suku Dayak mengisyaratkan perlunya sejumlah persiapan
termasuk persiapan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan. Pada proses jelang
melahirkan bayi atau Awau, sang calon ibu dibaringkan pada sebuah dipan kecil dengan
posisi miring terbuat dari kayu yang disebut Sangguhan dengan motif ukiran Dayak di
masing-masing sisi.
Kemudian saat melahirkan, disiapkan pula Botol Mau sebagai tempat untuk menungku perut
ibu agar darah kotor cepat keluar. Selain sebagai perlengkapan suku dayak menjelang
persalinan Botol Mau ini juga digunakan untuk menyiman air panas.
Selanjutnya, keluarga yang melahirkan juga perlu menyiapkan Kain Bahalai (Jarik dalam
bahasa Jawa) dengan lapisan yang berbeda. Tujuh lapis kain bahalai saat menyambut bayi
laki-laki dan lima lapis kain bahalai untuk bayi dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun
sebagai peralatan penunjang, keberadaannya dalam persiapan prosesi persalinan menurut
budaya Suku Dayak mutlak diperlukan.
Pada fase ketika bayi telah lahir, maka tali pusar atau ari-ari bayi dipotong menggunakan
sebuah sembilu. Untuk tahap pertama dan pemotongan terakhir ari-ari dengan uang ringgit.
Kedua perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut disiapkan sejak awal dalam
sebuah piring atau Paraten. Sedangkan ari-ari yang terpotong tadi disimpan di dalam Kusak
Tabuni.

Bayi (awau) yang baru lahir dimandikan dalam Kandarah, dan popok bayi yang digunakan
disimpan dalam Saok. Bagi sang ibu setelah melahirkan biasa menggunakan Stagen (Babat
Kuningan) untuk mengikat perut agar mengembalikan perut ibu ke kondisi semula dengan
cepat. Tentunya untuk menjaga tubuh ibu setelah melahirkan dan juga berfungsi untuk
berjaga-jaga dalam kondisi yang tidak terduga seperti sulitnya bayi keluar, masyarakat Dayak
memiliki cara yang khas dan bernuansa magis, yakni menggunakan buah kelapa yang
bertunas untuk kemudian disentuhkan ke arah selaput bayi. Tujuan perlengkapan suku dayak
menjelang persalinan tersebut adalah agar dapat membuka ruang sehingga bayi dapat keluar
dengan mudah.
2.3. Tradisi Masyarakat NTT Ibu melahirkan
Proses melahirkandengan di urut oleh seseorang yang diangap ahli,Setelah ada kelahiran bayi
diadakan upacara atau ritual selamatan
Perlakuan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap ari-ari
1.Tali pusar dipotong menggunakan kulit babmbu.
2. Ditaruh sekitar 3 bulan di atas perapian sampai kering.
3. Selanjutnya di tanam di sertai doa dan alat-tulis.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bahagianya! Bayi telah lahir, perayaan tanda gembira dan syukur pun digelar. Apa
sebenarnya makna dari perayaan-perayaan itu?
Hadirnya anggota keluarga baru dalam keluarga memang memiliki arti yang besar.
Masyarakat Indonesia biasanya menyambut kehadiran bayi dalam suatu rangkaian perayaan.
Aneka perayaan sarat makna itu semata-mata bermaksud memperingati tahap-tahap awal
kehidupan seorang anak. Berikut ini upacara menyambut kelahiran yang dilakukan beberapa
suku di Indonesia dan harapan yang menyertainya:
Umur panjang dan pintar. Masyarakat Bali memiliki upacara kelahiran yang disebut dengan
Jatakarma Samskara. Upacara ini berisi doa-doa agar bayi punya masa depan yang baik. Sang
ayah diminta menyentuh dan mencium bayinya yang baru lahir, sambil membacakan mantra
pemberkatan di telinga, menyampaikan harapan agar bayi berumur panjang dan menjadi anak
pintar.
Nama cocok, masa depan baik. Nasib baik sang bayi dipercaya ditentukan juga oleh
namanya. Orang Sasak dari Lombok percaya, nama yang tidak cocok mengundang nasib
buruk. Pemberian nama tidak dilakukan sembarangan, sehingga orang tua biasanya
berkonsultasi dengan Pemangku atau Kiai. Bahkan masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan
Timur mengadakan dua kali upacara pemberian nama untuk sang bayi.
Harapan pada tali pusat. Bagi masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, lokasi menanam tali
pusat menentukan masa depan bayi. Bila ingin bayi tumbuh menjadi orang besar, maka tali
pusat ditanam di bawah pohon, di bawah bunga-bungaan agar kelak namanya harum, atau
dihanyutkan ke sungai bila ingin anak menjadi pelaut. Namun bila tali pusat diikat di pohon,
itu tandanya orang tua tidak ingin anak pergi merantau. Masyarakat Banjar juga mempercayai
tali pusat bayi yang ditanam bersama tali pusat kakak atau adiknya, membuat mereka hidup
rukun, tidak mudah bertengkar.
Sayang saudara. Masyarakat Jawa memaknai kerukunan dari tahapan proses kelahiran bayi.
Mereka mengenal istilah kakang kawah untuk air ketuban yang pecah, bocah untuk menyebut
si bayi dan adhi ari-ari untuk tali pusat. Istilah tersebut menunjukkan adanya ikatan
persaudaraan dengan pengertian bahwa bayi tidak dilahirkan sendirian, melainkan bersama
saudara yang lain sehingga jika dia besar nanti, ia harus menyayangi saudaranya.
Tak diganggu makhluk gaib. Tak sedikit upacara diadakan untuk menghindari gangguan
makhluk gaib. Upacara Basuh Lantai, yang dilakukan masyarakat Daik-Lingga di Kepulauan
Riau, yang meyakini ada makhluk halus menghuni lantai yang akan terganggu saat proses
kelahiran. Bila tidak diadakan upacara, bisa menimbulkan malapetaka.
Upacara kelahiran yang dilakukan masyarakat Jawa juga sarat simbol-simbol yang bermakna
perlindungan untuk sang buah hati dari gangguan makhluk halus. Tumbak sewu, yakni sapu
lidi yang diberi bawang dan cabe, diletakkan di dekat tempat tidur bayi untuk menolak
makhluk gaib yang datang. Sementara daun nanas yang diolesi hitam putih menyerupai ular
welang, dianggap dapat menakut-nakuti makhluk jahat yang ingin memasuki kamar bayi.
Sehat fisik. Masyarakat Betawi memiliki kebiasaan membedong bayi yang baru lahir agar
tubuhnya tidak mudah terkilir saat digendong. Lain halnya dengan masyarakat Kalimantan.
Mereka sering mengayun-ayun bayi dalam keadaan dibedong, dalam posisi berdiri, yang
ternyata baik untuk menyangga leher bayi.
Mengasuh optimal. Bagi masyarakat Aceh, ibu yang baru melahirkan harus mengalami masa
pantangan “du dapu” sejak bayi lahir hingga bayi berusia 44 hari. Ibu harus selalu ada di
kamar, tidak boleh berjalan-jalan, apalagi keluar rumah. Rupanya pantangan tersebut
dimaksud agar bayi mendapat perawatan dan perhatian maksimal dari ibunya.
Di Maluku tengah berlaku pantangan lain. Ibu pantang makan cabai karena akan membuat
mata bayi berair terus-menerus. Juga dilarang makan ikan karena akan membuat ASI amis.
Pandangan ini justru keliru, karena ibu yang baru melahirkan justru membutuhkan asupan
nutrisi yang lengkap. Walaupun begitu, makna yang bisa kita ambil adalah bahwa ibu dan
bayi memiliki ikatan. Apa yang ibu lakukan akan berpengaruh bagi bayi.
Namun semuanya kembali kepada Anda masing-masing, apakah Anda masih percaya hal-hal
semacam itu atau tidak. Apapun, semua hal yang orang tua lakukan, merupakan bentuk
perlambang kasih sayang pada si buah hati, menunjukkan kalau orang tua mau menyayangi
dan melindungi bayinya dan tidak ingin hal-hal buruk terjadi.
Diposkan oleh f.x.gaguk.n di 02.01

More Related Content

What's hot

KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...Sii AQyuu
 
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep GenderMakalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep GenderShafa Nabilah Eka Puteri
 
145221413 kesehatan-reproduksi-dalam-perspektif-gender
145221413 kesehatan-reproduksi-dalam-perspektif-gender145221413 kesehatan-reproduksi-dalam-perspektif-gender
145221413 kesehatan-reproduksi-dalam-perspektif-genderEl Gala
 
Tugas makalah diskusi_kelompok_isu-isu_k
Tugas makalah diskusi_kelompok_isu-isu_kTugas makalah diskusi_kelompok_isu-isu_k
Tugas makalah diskusi_kelompok_isu-isu_kanggieapriliani
 
Pengertian anak sehat
Pengertian anak sehatPengertian anak sehat
Pengertian anak sehatChavandava
 
Kadarzi
KadarziKadarzi
KadarziHealth
 
Kadarzi pkm lumbang
Kadarzi pkm lumbangKadarzi pkm lumbang
Kadarzi pkm lumbangtaufans32
 
Kespro Remaja : Perilaku Seksual Remaja
Kespro Remaja : Perilaku Seksual RemajaKespro Remaja : Perilaku Seksual Remaja
Kespro Remaja : Perilaku Seksual RemajaNuranisah D.
 
Cara Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktik Kebidanan
Cara Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktik KebidananCara Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktik Kebidanan
Cara Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktik Kebidananpjj_kemenkes
 
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...Anisa Imaniar
 
Cara cara pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidanan
Cara cara pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidananCara cara pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidanan
Cara cara pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidananAprillia Indah Fajarwati
 
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDER
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDERPptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDER
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDERvivi julia resti
 
SANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS GIZI PADA BALITA
SANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS GIZI PADA BALITASANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS GIZI PADA BALITA
SANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS GIZI PADA BALITASii AQyuu
 
Askep keluarga tahap lansia
Askep keluarga tahap lansiaAskep keluarga tahap lansia
Askep keluarga tahap lansiaGina Anggraeni
 

What's hot (20)

KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK REMAJA OBES: STUDI KASUS PADA MURID SMU K...
 
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep GenderMakalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
 
Konsep gender dalam Kesehatan Reproduksi
Konsep gender dalam Kesehatan ReproduksiKonsep gender dalam Kesehatan Reproduksi
Konsep gender dalam Kesehatan Reproduksi
 
145221413 kesehatan-reproduksi-dalam-perspektif-gender
145221413 kesehatan-reproduksi-dalam-perspektif-gender145221413 kesehatan-reproduksi-dalam-perspektif-gender
145221413 kesehatan-reproduksi-dalam-perspektif-gender
 
Tugas makalah diskusi_kelompok_isu-isu_k
Tugas makalah diskusi_kelompok_isu-isu_kTugas makalah diskusi_kelompok_isu-isu_k
Tugas makalah diskusi_kelompok_isu-isu_k
 
Makalah keperawatan anak
Makalah keperawatan anakMakalah keperawatan anak
Makalah keperawatan anak
 
Pengertian anak sehat
Pengertian anak sehatPengertian anak sehat
Pengertian anak sehat
 
Sosbud 3
Sosbud 3Sosbud 3
Sosbud 3
 
Kadarzi
KadarziKadarzi
Kadarzi
 
Kadarzi
KadarziKadarzi
Kadarzi
 
Kadarzi pkm lumbang
Kadarzi pkm lumbangKadarzi pkm lumbang
Kadarzi pkm lumbang
 
Kespro Remaja : Perilaku Seksual Remaja
Kespro Remaja : Perilaku Seksual RemajaKespro Remaja : Perilaku Seksual Remaja
Kespro Remaja : Perilaku Seksual Remaja
 
Cara Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktik Kebidanan
Cara Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktik KebidananCara Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktik Kebidanan
Cara Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktik Kebidanan
 
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
 
Kespro
KesproKespro
Kespro
 
Cara cara pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidanan
Cara cara pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidananCara cara pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidanan
Cara cara pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidanan
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDER
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDERPptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDER
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDER
 
SANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS GIZI PADA BALITA
SANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS GIZI PADA BALITASANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS GIZI PADA BALITA
SANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS GIZI PADA BALITA
 
Askep keluarga tahap lansia
Askep keluarga tahap lansiaAskep keluarga tahap lansia
Askep keluarga tahap lansia
 

Similar to BUDAYA IBU DAN BALITA

Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptxHarmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptxFaisalAkbar680461
 
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRSTmakalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRSTSri Nur Ramliah
 
PPT TRADISI DAN BUDAYA DALAM KEBIDANAN (kel.3).pptx
PPT TRADISI DAN BUDAYA DALAM KEBIDANAN (kel.3).pptxPPT TRADISI DAN BUDAYA DALAM KEBIDANAN (kel.3).pptx
PPT TRADISI DAN BUDAYA DALAM KEBIDANAN (kel.3).pptxDesiNatalia68
 
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-cKasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-chelenapakpahan
 
Askeb budaya yg berkaitan dgn kes
Askeb budaya yg berkaitan dgn kesAskeb budaya yg berkaitan dgn kes
Askeb budaya yg berkaitan dgn kesEmiYulita
 
Askep keluarga pada balita
Askep keluarga pada balitaAskep keluarga pada balita
Askep keluarga pada balitaRahmat Ramadhani
 
antropologi sosiologi budaya yang ada di Indonesia
antropologi sosiologi budaya yang ada di Indonesiaantropologi sosiologi budaya yang ada di Indonesia
antropologi sosiologi budaya yang ada di IndonesiawisudaSMRH
 
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi GiziFaktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizipjj_kemenkes
 
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamilJurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamilnrukmana rukmana
 
Ayumie valencia(ppt 3).pptx
Ayumie valencia(ppt 3).pptxAyumie valencia(ppt 3).pptx
Ayumie valencia(ppt 3).pptxayumievalencia
 
III Perilaku Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan.pptx
III Perilaku Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan.pptxIII Perilaku Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan.pptx
III Perilaku Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan.pptxceryuko
 
KESEHATAN REPRODUKSI.pptx
KESEHATAN REPRODUKSI.pptxKESEHATAN REPRODUKSI.pptx
KESEHATAN REPRODUKSI.pptxRisma94
 
KEBERAGAMAN BUDAYA
KEBERAGAMAN BUDAYA KEBERAGAMAN BUDAYA
KEBERAGAMAN BUDAYA Namaku Merah
 
Etnografi kesehatan 23 jan 2021 siti nur anisah
Etnografi kesehatan 23 jan 2021 siti nur anisahEtnografi kesehatan 23 jan 2021 siti nur anisah
Etnografi kesehatan 23 jan 2021 siti nur anisahKarinaSyafarini
 
Blok 2 Modul 1.pptx
Blok 2 Modul 1.pptxBlok 2 Modul 1.pptx
Blok 2 Modul 1.pptxssuserc010f5
 

Similar to BUDAYA IBU DAN BALITA (20)

Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptxHarmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
 
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRSTmakalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
 
Makalah ilmu sosial budaya
Makalah ilmu sosial budayaMakalah ilmu sosial budaya
Makalah ilmu sosial budaya
 
Pk pertemuan 3
Pk pertemuan 3Pk pertemuan 3
Pk pertemuan 3
 
PPT TRADISI DAN BUDAYA DALAM KEBIDANAN (kel.3).pptx
PPT TRADISI DAN BUDAYA DALAM KEBIDANAN (kel.3).pptxPPT TRADISI DAN BUDAYA DALAM KEBIDANAN (kel.3).pptx
PPT TRADISI DAN BUDAYA DALAM KEBIDANAN (kel.3).pptx
 
Antropologi-Gizi-Pertemuan-4.ppt
Antropologi-Gizi-Pertemuan-4.pptAntropologi-Gizi-Pertemuan-4.ppt
Antropologi-Gizi-Pertemuan-4.ppt
 
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-cKasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
 
Makalah ilmu sosial budaya
Makalah ilmu sosial budayaMakalah ilmu sosial budaya
Makalah ilmu sosial budaya
 
Askeb budaya yg berkaitan dgn kes
Askeb budaya yg berkaitan dgn kesAskeb budaya yg berkaitan dgn kes
Askeb budaya yg berkaitan dgn kes
 
Askep keluarga pada balita
Askep keluarga pada balitaAskep keluarga pada balita
Askep keluarga pada balita
 
antropologi sosiologi budaya yang ada di Indonesia
antropologi sosiologi budaya yang ada di Indonesiaantropologi sosiologi budaya yang ada di Indonesia
antropologi sosiologi budaya yang ada di Indonesia
 
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi GiziFaktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
 
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamilJurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
Jurnal pantangan prilaku makan pada ibu hamil
 
Ayumie valencia(ppt 3).pptx
Ayumie valencia(ppt 3).pptxAyumie valencia(ppt 3).pptx
Ayumie valencia(ppt 3).pptx
 
III Perilaku Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan.pptx
III Perilaku Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan.pptxIII Perilaku Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan.pptx
III Perilaku Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan.pptx
 
KESEHATAN REPRODUKSI.pptx
KESEHATAN REPRODUKSI.pptxKESEHATAN REPRODUKSI.pptx
KESEHATAN REPRODUKSI.pptx
 
KEBERAGAMAN BUDAYA
KEBERAGAMAN BUDAYA KEBERAGAMAN BUDAYA
KEBERAGAMAN BUDAYA
 
Etnografi kesehatan 23 jan 2021 siti nur anisah
Etnografi kesehatan 23 jan 2021 siti nur anisahEtnografi kesehatan 23 jan 2021 siti nur anisah
Etnografi kesehatan 23 jan 2021 siti nur anisah
 
Rosi trisnawati002
Rosi trisnawati002Rosi trisnawati002
Rosi trisnawati002
 
Blok 2 Modul 1.pptx
Blok 2 Modul 1.pptxBlok 2 Modul 1.pptx
Blok 2 Modul 1.pptx
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

BUDAYA IBU DAN BALITA

  • 1. BUDAYA DAERAH-DAERAH TENTANG IBU MELAHIRKAN DAN MERAWAT BALITA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuanpertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan. Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu. Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan, saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan yang berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu. Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika” , dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada konteks kebudayaan. Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700’an sukubangsa
  • 2. di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang sesungguhnya rapuh. Rapuh dalam artian dengan keragaman perbedaan yang dimilikinya maka potensi konflik yang dipunyainya juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat akan menjadi pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu lain yang tidak berkenaan dengan keragaman kebudayaan. Seperti kasus-kasus konflik yang muncul di Indonesia dimana dinyatakan sebagai kasus konflik agama dan sukubangsa. Padahal kenyataannya konflik-konflik tersebut didominsi oleh isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi. Memang tidak ada penyebab yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya dengan benar. Ukan oleh beberapa faktor termasuk warisan genetik, perilaku pribadi, akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu, dan lingkungan eksternal umum (seperti kualitas udara, air, dan kondisi perumahan). Selain itu, pertumbuhan badan penelitian telah mendokumentasikan asosiasi antara dan faktor sosial budaya dan kesehatan ( Berkman dan Kawachi, 2000 , Marmot dan Wilkinson, 2006 ). Untuk beberapa jenis variabel sosial, seperti status sosial ekonomi (SES) atau kemiskinan, bukti kuat link mereka untuk kesehatan telah ada sejak awal catatan resmi menjaga. Untuk jenis lain dari variabel-seperti jaringan sosial dan dukungan sosial atau pekerjaan stres-bukti hubungan mereka untuk kesehatan telah terakumulasi selama 30 tahun terakhir. Tujuan bab ini adalah untuk memberikan gambaran dari variabel-variabel sosial yang telah diteliti sebagai masukan untuk kesehatan (faktor penentu sosial apa yang disebut kesehatan), serta untuk menggambarkan pendekatan untuk pengukuran mereka dan bukti empiris yang menghubungkan setiap variabel hasil kesehatan. Harus ditekankan di awal bahwa faktor penentu sosial dari kesehatan dapat dikonseptualisasikan sebagai mempengaruhi kesehatan di berbagai tingkat sepanjang perjalanan hidup. Jadi, misalnya, kemiskinan dapat dikonseptualisasikan sebagai eksposur yang mempengaruhi kesehatan individu pada berbagai tingkat organisasi dalam keluarga atau dalam lingkungan di mana individu berada. Lebih dari itu, berbagai tingkat pengaruh dapat co-terjadi dan berinteraksi dengan satu sama lain untuk menghasilkan kesehatan. Sebagai contoh, dampak merugikan kesehatan tumbuh di keluarga miskin dapat diperkuat jika keluarga yang juga terjadi berada dalam komunitas yang kurang beruntung (di mana keluarga miskin lainnya) bukan di komunitas kelas menengah. Selanjutnya, kemiskinan mungkin diferensial dan independen mempengaruhi kesehatan individu pada tahapan yang berbeda dari kehidupan saja (misalnya, di dalam rahim, masa bayi dan masa kanak-kanak, selama kehamilan, atau selama usia tua). Singkatnya, pengaruh dan variabel sosial budaya terhadap kesehatan melibatkan dimensi baik waktu (tahapan kritis dalam perjalanan hidup dan efek dari pajanan kumulatif) serta tempat (beberapa tingkat eksposur). Konteks di mana variabel sosial dan budaya beroperasi untuk mempengaruhi hasil kesehatan disebut, umum, dan lingkungan sosial budaya. 1.2. Rumusan Masalah Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak
  • 3. mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota keluarga yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan,namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga. Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuningkuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi. Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur. Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 1990). Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua hal yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistemteori penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun. Persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya. Penyebab penyakit dapat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik. Penyakit-penyakit yang dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain termasuk dalam golongan personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan
  • 4. naturalistik adalah penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lain-lain. Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan cara yang tepat dapat menimbulkan kematian. Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi adalah karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare ini disebabkan karena "masuk angin" yang dipersepsikan sebagai "mendinginnya" badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak. Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan tindakan kuratif penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatanumum dalam masyarakat (Klienman, 1980). Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan kesehatan ini terdapat unsurunsur pengetahuan dari sistem medis tradisional dan moderen. Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu, apakah itu dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat moderen. Tindakan pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang paling sering dilakukan dalam upaya mengobati penykit dan merupakan satu tahap dari perilaku mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai "health seeking behavior". Jika upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya membawa ke petugas kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain. Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan. Menghadapi masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan program Safe Motherhood yang mempunyai prioritas pada peningkatan pelayanan kesehatan wanita terutama paada masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketikapersalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Pacta berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Pada penelitian yang dilakukan yang dilakukan di RS Hasan Sadikin, Bandung, dan 132 ibu yang meninggal, 69 diantaranya tidak pernah memeriksakan kehamilannya atau baru datang pertama kali pada kehamilan 7 -9 bulan (Wibowo, 1993). Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di
  • 5. daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturutturut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pacta saat melahirkan. Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan- pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dari data SKRT 1986 terlihat bahwa prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia sebesar 73,7%, dan angka menurun dengan adanya program-program perbaikan gizi menjadi 33% pada tahun 1995. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah. Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buahbuahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993). Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktekpraktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan). Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
  • 6. Secara medis, . penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan. Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996). 1.2. Tujuan Secara mendasar tujuan dari perumusan masalah adalah untuk menentukan dan memahami secara garis besar tentang bagaimana menjaga anak atau balita yang baru lahir dalam masing masing daerah yang berbeda. Adapun daerah-daerah iyu meluputi daerah jawa,kalimantan dan ntt. Semoga dengan ini dapat lebih memahami secara konseptual tentang permasalahan sosial dan budaya. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Tradisi Masyarakat Jawa Ibu melahirkan Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah selesai, sudah menghasilkan dalam wujud yang sempurna. Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya batik tradisional. Istilah
  • 7. babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya. Ubarampe yang dibutuhkan untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada macam macam ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan basanya terdiri dari :beras, telur, mie instan kering, gula, teh dan sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam selamatan bayi lahir, brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu: 1. kelapa, dapat utuh atau cuwilan 2. gula merah atau gula Jawa 3. dawet 4. telor bebek Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah: Kelapa: daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna) yaitu sperma, benihnya laki-laki, bapak Gula Jawa: berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuna) yaitu sel telur, benihnya wanita, ibu. Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu: 1. santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak. 2. juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya Ibu. 3. cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan. Telor bebek. Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor ayam. Alasan yang pertama: telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan langit biru, alam awang-uwung, kuasa dari atas. Alasan kedua: biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan tidak dari endog lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami dapat menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek. Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu ingin menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi dalam proses babaran. Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan bahwa Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan ciptaan baru, mbabar putra. Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian membentuk jentik-jentik kehidupan, (dawet) Tuhan telah meniupkan roh kehidupan (telor bebek) dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan) Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan untuk mengiring kelahiran bayi menjadi banyak macam, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat dipahami sebagai ungkapan rasa syukur yang ingin dibagikan dari keluarga kepada para kerabat dan tetangga.. Namun keempat ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula Jawa, dawet dan telor bebek, masih perlu untuk disertakan dan direnungkan, agar kelahiran manjadi lebih bermakna.empat. Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain merupakan anugerah yang sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai beberapa uapacara adat untuk menyambut kelahiran bayi tersebut. Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, brokohan, upacara puputan, sepasaran dan selapanan. Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon, Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari. Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar logika itu, selapanan mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi. Berulangnya hari weton bayi, pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun selapanan
  • 8. utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi. Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan, adalah potong rambut atau parasan. Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli adalah bawaan dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli bayinya, maka pemotongan rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk simbolisasi. Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu salat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan tetangga terdekat, serta pemimpin doa. Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya. Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang dibagikan di pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang ustadz yang kerap mendoakan acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya ganjil, karena dalam menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka keberuntungan. Gudangan juga dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang panjang, agar bayi panjang umur, serta bayem, supaya bayi hidupanya bisa tentram. 2.2. Tradisi Masyarakat Kalimantan Ibu melahirkan Menjelang persalinan membutuhkan beberapa perlengkapan khusus, demikian pula bagi Suku Dayak ada beberapa perlengkapan suku dayak menjelang persalinan atau proses melahirkan yang harus dipersiapkan sedemikian rupa untuk menggelar beberapa ritual atau upacara adat suku Dayak dalam menjelang dan menyambut kelahiran seorang bayi. Kultur budaya suku Dayak Kalimantan Tengah menempatkan kaum wanita pada derajat yang tinggi. Tak heran, kedudukan wanita dalam masyarakat dayak memang spesial, kaum perempuan selalu mendapatkan perhatian penuh, terlebih saat proses menjelang persalinan. Fase Melahirkan dalam budaya Suku Dayak mengisyaratkan perlunya sejumlah persiapan termasuk persiapan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan. Pada proses jelang melahirkan bayi atau Awau, sang calon ibu dibaringkan pada sebuah dipan kecil dengan posisi miring terbuat dari kayu yang disebut Sangguhan dengan motif ukiran Dayak di masing-masing sisi. Kemudian saat melahirkan, disiapkan pula Botol Mau sebagai tempat untuk menungku perut ibu agar darah kotor cepat keluar. Selain sebagai perlengkapan suku dayak menjelang persalinan Botol Mau ini juga digunakan untuk menyiman air panas. Selanjutnya, keluarga yang melahirkan juga perlu menyiapkan Kain Bahalai (Jarik dalam bahasa Jawa) dengan lapisan yang berbeda. Tujuh lapis kain bahalai saat menyambut bayi laki-laki dan lima lapis kain bahalai untuk bayi dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun sebagai peralatan penunjang, keberadaannya dalam persiapan prosesi persalinan menurut budaya Suku Dayak mutlak diperlukan. Pada fase ketika bayi telah lahir, maka tali pusar atau ari-ari bayi dipotong menggunakan
  • 9. sebuah sembilu. Untuk tahap pertama dan pemotongan terakhir ari-ari dengan uang ringgit. Kedua perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut disiapkan sejak awal dalam sebuah piring atau Paraten. Sedangkan ari-ari yang terpotong tadi disimpan di dalam Kusak Tabuni. Bayi (awau) yang baru lahir dimandikan dalam Kandarah, dan popok bayi yang digunakan disimpan dalam Saok. Bagi sang ibu setelah melahirkan biasa menggunakan Stagen (Babat Kuningan) untuk mengikat perut agar mengembalikan perut ibu ke kondisi semula dengan cepat. Tentunya untuk menjaga tubuh ibu setelah melahirkan dan juga berfungsi untuk berjaga-jaga dalam kondisi yang tidak terduga seperti sulitnya bayi keluar, masyarakat Dayak memiliki cara yang khas dan bernuansa magis, yakni menggunakan buah kelapa yang bertunas untuk kemudian disentuhkan ke arah selaput bayi. Tujuan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut adalah agar dapat membuka ruang sehingga bayi dapat keluar dengan mudah. 2.3. Tradisi Masyarakat NTT Ibu melahirkan Proses melahirkandengan di urut oleh seseorang yang diangap ahli,Setelah ada kelahiran bayi diadakan upacara atau ritual selamatan Perlakuan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap ari-ari 1.Tali pusar dipotong menggunakan kulit babmbu. 2. Ditaruh sekitar 3 bulan di atas perapian sampai kering. 3. Selanjutnya di tanam di sertai doa dan alat-tulis. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Bahagianya! Bayi telah lahir, perayaan tanda gembira dan syukur pun digelar. Apa sebenarnya makna dari perayaan-perayaan itu? Hadirnya anggota keluarga baru dalam keluarga memang memiliki arti yang besar. Masyarakat Indonesia biasanya menyambut kehadiran bayi dalam suatu rangkaian perayaan. Aneka perayaan sarat makna itu semata-mata bermaksud memperingati tahap-tahap awal kehidupan seorang anak. Berikut ini upacara menyambut kelahiran yang dilakukan beberapa suku di Indonesia dan harapan yang menyertainya: Umur panjang dan pintar. Masyarakat Bali memiliki upacara kelahiran yang disebut dengan Jatakarma Samskara. Upacara ini berisi doa-doa agar bayi punya masa depan yang baik. Sang ayah diminta menyentuh dan mencium bayinya yang baru lahir, sambil membacakan mantra pemberkatan di telinga, menyampaikan harapan agar bayi berumur panjang dan menjadi anak pintar. Nama cocok, masa depan baik. Nasib baik sang bayi dipercaya ditentukan juga oleh namanya. Orang Sasak dari Lombok percaya, nama yang tidak cocok mengundang nasib buruk. Pemberian nama tidak dilakukan sembarangan, sehingga orang tua biasanya berkonsultasi dengan Pemangku atau Kiai. Bahkan masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur mengadakan dua kali upacara pemberian nama untuk sang bayi. Harapan pada tali pusat. Bagi masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, lokasi menanam tali pusat menentukan masa depan bayi. Bila ingin bayi tumbuh menjadi orang besar, maka tali pusat ditanam di bawah pohon, di bawah bunga-bungaan agar kelak namanya harum, atau dihanyutkan ke sungai bila ingin anak menjadi pelaut. Namun bila tali pusat diikat di pohon,
  • 10. itu tandanya orang tua tidak ingin anak pergi merantau. Masyarakat Banjar juga mempercayai tali pusat bayi yang ditanam bersama tali pusat kakak atau adiknya, membuat mereka hidup rukun, tidak mudah bertengkar. Sayang saudara. Masyarakat Jawa memaknai kerukunan dari tahapan proses kelahiran bayi. Mereka mengenal istilah kakang kawah untuk air ketuban yang pecah, bocah untuk menyebut si bayi dan adhi ari-ari untuk tali pusat. Istilah tersebut menunjukkan adanya ikatan persaudaraan dengan pengertian bahwa bayi tidak dilahirkan sendirian, melainkan bersama saudara yang lain sehingga jika dia besar nanti, ia harus menyayangi saudaranya. Tak diganggu makhluk gaib. Tak sedikit upacara diadakan untuk menghindari gangguan makhluk gaib. Upacara Basuh Lantai, yang dilakukan masyarakat Daik-Lingga di Kepulauan Riau, yang meyakini ada makhluk halus menghuni lantai yang akan terganggu saat proses kelahiran. Bila tidak diadakan upacara, bisa menimbulkan malapetaka. Upacara kelahiran yang dilakukan masyarakat Jawa juga sarat simbol-simbol yang bermakna perlindungan untuk sang buah hati dari gangguan makhluk halus. Tumbak sewu, yakni sapu lidi yang diberi bawang dan cabe, diletakkan di dekat tempat tidur bayi untuk menolak makhluk gaib yang datang. Sementara daun nanas yang diolesi hitam putih menyerupai ular welang, dianggap dapat menakut-nakuti makhluk jahat yang ingin memasuki kamar bayi. Sehat fisik. Masyarakat Betawi memiliki kebiasaan membedong bayi yang baru lahir agar tubuhnya tidak mudah terkilir saat digendong. Lain halnya dengan masyarakat Kalimantan. Mereka sering mengayun-ayun bayi dalam keadaan dibedong, dalam posisi berdiri, yang ternyata baik untuk menyangga leher bayi. Mengasuh optimal. Bagi masyarakat Aceh, ibu yang baru melahirkan harus mengalami masa pantangan “du dapu” sejak bayi lahir hingga bayi berusia 44 hari. Ibu harus selalu ada di kamar, tidak boleh berjalan-jalan, apalagi keluar rumah. Rupanya pantangan tersebut dimaksud agar bayi mendapat perawatan dan perhatian maksimal dari ibunya. Di Maluku tengah berlaku pantangan lain. Ibu pantang makan cabai karena akan membuat mata bayi berair terus-menerus. Juga dilarang makan ikan karena akan membuat ASI amis. Pandangan ini justru keliru, karena ibu yang baru melahirkan justru membutuhkan asupan nutrisi yang lengkap. Walaupun begitu, makna yang bisa kita ambil adalah bahwa ibu dan bayi memiliki ikatan. Apa yang ibu lakukan akan berpengaruh bagi bayi. Namun semuanya kembali kepada Anda masing-masing, apakah Anda masih percaya hal-hal semacam itu atau tidak. Apapun, semua hal yang orang tua lakukan, merupakan bentuk perlambang kasih sayang pada si buah hati, menunjukkan kalau orang tua mau menyayangi dan melindungi bayinya dan tidak ingin hal-hal buruk terjadi. Diposkan oleh f.x.gaguk.n di 02.01