More Related Content Similar to Metode evaluasi kegiatan bimbingan klasikal (20) More from Sunawan Sunawan (20) Metode evaluasi kegiatan bimbingan klasikal1. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
METODE EVALUASI KEGIATAN BIMBINGAN KLASIKAL
Oleh: Sunawan, Ph.D.
Dalam Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di Sekolah
(lihat Ditjen GTIK, 2016(a)(b)(c)) dinyatakan bahwa evaluasi kegiatan bimbingan
klasikal dilakukan pada dua hal, yakni proses dan hasil. Evaluasi proses diarahkan
untuk menilai pelaksanaan bimbingan klasikal. Adapun evaluasi hasil digunakan untuk
menilai: 1) pemahaman diri, sikap dan perilaku siswa yang terbangun dari kegiatan
bimbingan klasikal; 2) perasaan positif pasca mengikuti kegiatan bimbingan klasikal;
3) rencana tindakan pasca bimbingan klasikal/layanan; dan 4) pencapaian standar
kompetensi kemandirian peserta didik. Tabel 1 menunjukkan lingkup dan indikator
kriteria dalam evaluasi kegiatan bimbingan klasikal.
Tabel 1. Batasan evaluasi dan indikator keberhasilannya
No Jenis Evaluasi
Kriteria Evaluasi
Komponen/Asep
yang Dievaluasi
Indikator Keberhasilan
A Evaluasi Proses 1. Pelaksanaan
bimbingan
klasikal
a. Peserta didik/konseli terlibat
secara aktif dalam kegiatan
b. Peserta didik/konseli memiliki
antusiasme yang tinggi dala
kegiatan
c. Konselor atau guru BK
melaksanakan layanan sesuai
dengan prosedur pemberian
layanan yang berlaku
d. Alokasi waktu pemberian
layanan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan
B Evaluasi Hasil 1. Pemahaman
diri, sikap dan
perilaku
a. Peserta didik/konseli memiliki
pengetahuan dan pemahaman
diri sesuai dengan layanan yang
diberikan.
b. Peserta didik/konseli
mengalami perubahan sikap
sesuai dengan layanan yang
diberikan
2. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
c. Peserta didik/konseli dapat
memodifikasi atau melakukan
perubahan perilaku sesuai
dengan layanan yang diberikan
2. Perasaan positif a. Peserta didik/konseli merasa
yakin atas kinerja konselor atau
guru BK dalam melaksanakan
layanan
b. Peserta didik/konseli merasa
yakin atas potensi yang
dimilikinya
c. Peserta didik/konseli
termotivasi untuk
mengembangkan potensi secara
optimal
3. Rencana
kegiatan yang
akan
dilaksanakan
pasca layanan
a. Peserta didik/konseli memiliki
berbagai alternatif upaya
pengembangan/pengentasan
masalah
b. Peserta didik/konseli
memutuskan upaya
pengembangan/pengentasan
masalah yang akan dilakukan
c. Peserta didik/konseli memiliki
rencana kegiatan yang akan
dilakukan sebagai upaya
pengembangan/pengentasan
masalah
4. Pencapaian
Standar
Perkembangan/
Kompetensi
Kemandirian
Peserta Didik
a. Peserta didik/konseli dapat
mencapai tujuan
perkembangan/kemandirian
dalam aspek pribadi-sosial
b. Peserta didik/konseli dapat
mencapai tujuan
perkembangan/kemandirian
dalam aspek belajar
c. Peserta didik/konseli dapat
mencapai tujuan perkembangan
kemandirian dalam aspek karir
Sumber: Ditjen GTIK (2016(a))
3. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
Berdasarkan Tabel 1, maka evaluasi kegiatan bimbingan klasikal tidak cukup
dilakukan hanya dengan mengaplikasikan teknik tes. Penggunaan teknik-teknik non-
tes, seperti angket, skala, dan skala penilaian, menjadi sangat penting. Meskipun dalam
Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di Sekolah (Ditjen
GTIK, 2016(a)(b)(c)) telah menyediakan contoh instrumen evaluasi bimbingan
klasikal, tetapi konselor masih dimungkinkan mengembangkan instrumen atau
memodifikasi butir dalam instrumen evaluasi sesuai dengan kebutuhan konselor di
sekolah, termasuk memodifikasi atau mengembangkan angket, skala, atau pedoman
wawancara untuk keperluan evaluasi bimbingan klasikal.
Pembahasan dalam kegiatan belajar ini, secara khusus, diarahkan untuk
membahas prosedur pengembangan instrumen tes sebagai sarana evaluasi bimbingan
klasikal dengan dua pertimbangan. Pertama, pengukuran pemahaman siswa setelah
mengikuti bimbingan klasikal belum dicontohkan secara spesifik dalam Panduan
Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di sekolah. Kedua, teknik
asesmen non-tes, termasuk untuk keperluan evaluasi bimbingan klasikal, telah dibahas
dalam Kegiatan Belajar Asesmen dalam Bimbingan Konseling. Oleh karena, fungsi
dan keperluan tes dalam evaluasi bimbingan klasikal berbeda dengan fungsi dan
keperluan tes dalam pembelajaran yang dilakukan guru, maka pemaparan tentang
metode evaluasi bimbingan klasikal dengan teknik tes disesuaikan dengan arah dan
lingkup tugas konselor.
a. Prinsip penyusunan tes
Terdapat empat prinsip yang dapat digunakan panduan bagi konselor dalam
mengembangkan tes guna mengevaluasi bimbingan klasikal:
1) Tes digunakan untuk mengases seluruh tujuan bimbingan klasikal. Prinsip ini
menegaskan bahwa tes yang dibuat oleh konselor diarahkan untuk mengukur
ketercapaian tujuan bimbingan klasikal. Oleh karena itu, dalam mengembangkan tes
sendiri, konselor harus menggunakan tujuan bimbingan klasikal sebagai bahan
penyusunan butir.
4. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
2) Mencakup sebanyak mungkin ranah kognitif. Tes disusun bukan hanya untuk
mengases ranah pengetahuan yang berorientasi pada hafalan saja, melainkan ranah
kognitif yang lebih tinggi juga penting untuk dilibatkan. Ranah kognitif yang
dilibatkan tentunya diharapkan selasar dengan tingkat ranah kognitif yang dirancang
dalam tujuan bimbingan klasikal. Meski banyak ranah kognitif yang diukur, bukan
berarti butirnya harus banyak.
3) Menggunakan jenis dan format tes yang tepat. Penting untuk dipahami bahwa soal
tes dengan jenis tertentu hanya untuk keperluan terbatas atau mengases proses
berpikir yang berbeda. Konselor diharapkan dapat memilih jenis soal yang tepat
untuk mengevaluasi kegiatan bimbingan klasikalnya.
4) Menggunakan tes untuk memperkuat pembelajaran dalam bimbingan klasikal.
Penggunaan tes dalam bimbingan klasikal tidak diarahkan untuk memberi nilai
bagus atau kurang atas kinerjanya mengikuti bimbingan klasikal sebagaimana guru
memberi tes untuk mengukur pencapaian belajar siswa. Tes dalam evaluasi
bimbingan klasikal diharapkan dapat memperkuat pemahaman konsep siswa
terhadap konten atau materi bimbingan klasikal. Apabila terjadi kesalahan atau
kekeliruan pada siswa dalam mengerjakan tes, maka konselor dapat
memanfaatkannya sebagai sarana untuk memberi balikan kepada siswa sehingga
mereka mendapatkan pemahaman yang lebih tepat tentang isu yang dibahas dalam
bimbingan klasikal.
b. Konstruksi tes
Berikut ini adalah tahapan dalam mengkonstruksi tes:
1) Merencanakan tes. Perencanaan tes dilakukan dengan membuat cetak biru atau kisi-
kisi atau blue print tes. Cetak biru sangat bermanfaat untuk menentukan dan
membuat keputusan tentang seberapa banyak ruang yang diberikan untuk mengukur
tingkat berpikir tertentu. Bagi konselor yang menempatkan tes berbeda dengan guru,
alokasi ruang dalam merencanakan tes menjadi penting mengingat konselor
diharapkan tidak terlalu banyak menyusun butir tes. Tes lebih untuk mengases
5. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
tingkat pemahaman siswa tentang konten atau materi yang diajarkan dalam
bimbingan klasikal. Tabel 2 menyajikan contoh kisi-kisi tes.
Tabel 2 Contoh format kisi-kisi tes
No Tujuan Khusus C1 C2 C3 C4 C5 C6 Jumlah
1 Tujuan khusus 1 1 1
2 Tujuan khusus 2 2 1
3 Tujuan khusus 3 3 4 2
Total 1 1 1 1 4
Keterangan: C1 = mengingat; C2 = memahami; C3 = menerapkan; C4 = menganalisis;
C5 = mengevaluasi; C6 = menciptakan
2) Menyusun tes. Tahapan ini dilakukan dengan memutuskan format tes dan jenis tipe
soal yang akan digunakan. Ada dua tipe soal, yakni (1) selected response items, dan
(2) constructed response items. Soal jenis selected response items meminta siswa
untuk memilih jawaban yang sudah disiapkan oleh pembuat soal, contoh soal benar-
salah, menjodohkan, dan pilihan ganda. Adapun soal jenis constructed response
items meminta siswa untuk mengkonstruk sendiri jawaban dari tiap butir yang
ditanyakan, contoh soal esay dan jawaban pendek. Tipe soal selected response items
biasanya disebut objektif karena tidak terlalu menimbulkan penafsiran ulang dalam
proses koreksinya.
3) Mengonstruksikan dan memberikan skor butir. Tahapan akhir dari konstruksi tes
buatan guru atau konselor adalah memberikan bobot skor terhadap butir yang telah
dibuat.
c. Jenis soal
Pada paparan ini akan dibahas tiga macam soal selected response items, yakni
benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda, serta dua macam soal constructed
response items, yakni jawaban pendek dan esai. Setiap macam soal tersebut dapat
dimanfaatkan konselor untuk mengases pemahaman atau penguasaan siswa terhadap
materi atau konten bimbingan klasikal.
6. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
1) Soal benar-salah. Jenis soal ini bermanfaat untuk mengukur pencapaian tujuan
bimbingan klasikal yang sifatnya membandingkan berbagai alternatif. Di samping
itu, jenis soal ini dapat diaplikasikan ketika konselor kesulitan mengembangkan
alternatif jawaban (distractor) untuk soal pilihan ganda. Kelemahan soal ini adalah
peluang siswa menjawab benar yang besar, yakni sebesar 50%.
2) Soal menjodohkan. Jenis soal menjodohkan sangat bermanfaat untuk mengukur
pemahaman siswa tentang fakta dan konsep dalam jumlah yang banyak. Soal
menjodohkan tidak dianjurkan dalam jumlah butir yang banyak; biasanya antara 6
sampai 8 butir saja dalam satu tes.
3) Soal pilihan ganda. Jenis soal pilihan ganda merupakan jenis soal yang dipandang
paling baik karena soal ini memberikan peluang menjawab benar yang tidak terlalu
tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk mengukur tingkat berpikir tinggi (higher order
thinking). Ada tiga komponen dalam soal pilihan ganda, yakni stem, jawaban
benar/kunci jawaban, dan pengecoh (distractor). Stem merupakan pernyataan yang
menyuguhkan pertanyaan atau masalah. Kunci jawaban merupakan pernyataan yang
menjawab permasalahan atau pertanyaan yang disajikan dalam stem. Adapun
pengecoh adalah pernyataan yang logis tetapi keliru.
4) Soal jawaban pendek. Jenis soal jawaban pendek sangat bermanfaat untuk
digunakan mengukur kemampuan siswa dalam mengingat informasi, terutama
mengingat fakta dan konsep. Kemungkinan siswa menebak-nebak dalam menjawab
soal tereliminir karena tidak ada pilihan jawaban. Dalam menyusun soal jawaban
pendek, penyusun harus memastikan bahwa soal atau permasalahan hanya menuntut
satu jawaban yang benar.
5) Soal esai. Jenis soal esai merupakan cara terbaik untuk mengukur proses berpikir
tingkat tinggi yang dilakukan siswa. Di samping itu, membuat soal esai tidak terlalu
merepotkan jika dibandingkan dengan soal objektif, terutama soal pilihan ganda.
Namun, kritik diberikan terhadap cara penskoran jenis soal esai yang cenderung
mengandung bias.