1. 1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diare
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat
badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi lakrosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yak praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.1
B. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak
6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian
tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di
dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak
yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab
kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1
2. 2
C. Cara Penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 5F = fly, finger, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.1
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan
enteropatogen merangsang palin tidak sebagian kekebalan melawan infeksi
atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya
insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.1
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.
Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang
infeksius.1 Orang dengan infksi asimtomatik berperan penting dalam
3. 3
penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain.1
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada
musim dingin. Di daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan
oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.1
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio Cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi
dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian
pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh
V.Cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika,
Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara
dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi
penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika
Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, dikenal strain baruVibrio
Cholera 0319 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara
mengalami wabah.1
D. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman
patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus
yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada
saat ini telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.1 Penyebab infeksi utama
timbulnya diare umumnya dalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe
4. 4
dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory. 1
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.1
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut: 1
Golongan Bakteri :
1. Aeromonas
2. Bacillus cereus
3. Campylobacter jejuni
4. Clostridium perfringens
5. Clostridium defficile
6. Escherichia coli
7. Plesiomonas shigeloides
8. Salmonella
9. Shigella
10. Staphylococcus aureus
11. Vibrio cholera
12. Vibrio parahaemolyticus
13. Yersinia enterocolitica
Golongan Virus :
1. Astrovirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
3. Enteric adenovirus
4. Coronavirus
5. 5
5. Rotavirus
6. Norwalk virus
7. Herpes simplex virus *
8. Cytomegalovirus *
Golongan Parasit :
1. Balantidium coli
2. Blastocystis homonis
3. Crytosporidium parvum
4. Entamoeba histolytica
5. Giardia lamblia
6. Isospora belli
7. Strongyloides stercoralis
8. Trichuris trichiura
* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-
anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter
jejuni dan Cryptosporidium. 1
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-
ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat
penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-
perubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-
gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung
tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun
pengosongan lambung tertunda telah didokumentasikan selama virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang vilus di
usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel
epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid
yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. 1
6. 6
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan
tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga ciran
beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus,
menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,
yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi
penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui pengankut bersama
(kontransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang
tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan
merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit.Dengan demikian infeksi virus
selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio
penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat
kompleks, terutama laktosa.1
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun penderita
terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan
kerentanan bayi (dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa)
sampai morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan
dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus, tidak ada
imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes nonspesifik
seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar
permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan
menaikkan resiko alergi makanan.1
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca
dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak
berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama.
Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga
dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam
serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini
dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.1
7. 7
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain:1
Kesulitan makan
Defek anatomis
1. Malrotasi
2. Penyakit Hirchsprung
3. Short Bowel Syndrome
4. Atrovi mikrovilli
5. Stricture
Malabsorpsi
1. Defisiensi disakaridase
2. Malabsorpsi glukosa – galaktosa
3. Cystic fibrosis
4. Cholestosis
5. Penyakit Celiac
Endokrinopati
1. Thyrotoksikosis
2. Penyakit Addison
3. Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan
1. Logam berat
2. Musrooms
Neoplasma
1. Neuroblastoma
2. Phaeochromocytoma
3. Sindroma Zollinger Ellison
Lain-lain
1. Infeksi non gastrointestinal
2. Alergi susu sapi
3. Penyakit Crohn
4. Defisiensi imun
8. 8
5. Colitis ulserosa
6. Gangguan motilitas usus
7. Pellagra
E. Klasifikasi1
1. Berdasarkan etiologi
Virus
Bakteri
Jamur/protozoa
2. Berdasarkan mekanisme
Absorpsi
Gangguan sekresi
3. Berdasarkan lamanya diare
Diare akut
Diare persisten
Diare kronik
F. Patofisiologi1
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik.
Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering
ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut
dapat terjadi bersamaan pada satu anak.
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan
cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen
usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan
mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus.
Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
9. 9
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena
ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose
di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare.
Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak yang sama. 1
2. Diare Sekretorik
Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang
terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan
sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air
dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan
diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus
halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.Osmolaritas tinja diare sekretorik
isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar
elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama
dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan
K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290
mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na+K+). Pada diare
osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya
bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai
kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknya kurang dari 20
mOsm/L.1
G. Manifestasi Klinis1
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila
terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita dengan diare cair
mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan
bikarbonat.
10. 10
Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air
juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolic, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik ( hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bias tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen
antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala
neurolgik dari infeksi usus bias berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.1
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom
yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena
mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seprti:enteric virus,
bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.1
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atu hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat,
watery diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh
karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi
tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.1
11. 11
H. Diagnosis1.2
1. Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana
anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
• Lamanya diare
• Frekuensi ( berapa kali sehari )
• Banyaknya / volumenya
• Warnanya
• Baunya
• Buang air kecil
• Batuk, panas, pilek, dan kejang
• Makanan dan minuman sebelum dan sesudah sakit
• Penderita diare di sekitar rumah
• Berat badan sebelum sakit
• Apakah tinjanya ada darah?
• Apakah dia muntah?
12. 12
2. Pemeriksaan Fisik1.2
3. Pemeriksaan penunjang1.2
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium
yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
13. 13
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yanga mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.1.2
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak
berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adnya
warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau
obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.
Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya
gas dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang
sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk
menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap
di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri
komensial. Bila pH tinja <6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.1.2
14. 14
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase.
Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa, yangs elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu
cara menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi
dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip
melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan
tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang
mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh
tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung,
kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna
yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua
berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna
hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya
lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.1.2
b. Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri yangmenyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan
tinja menunjukkan adanya kuman invasive ataukuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella,Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.difficile, Y. enterolytica,
V.parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.shigelloides. Leukosut
yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit PMN, kecuali pada S. typhii
leukosit mononuklear.Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada
tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. hystolitica pada umumnyaleukosit pada
tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diarepada umumnya tidak memproduksi
leukosit dalam jumlahbanyak.1.2 Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan
untukmencari telur atau parait kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian ke
15. 15
daerah resiko tinggi, kultur tinja negative untuke nteropatogen, diare lebih dari 1
minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita
diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan
strongylodiasis di mana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi ataubiopsi duodenum
atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di
saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan tinja.
Biopsiduodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitive untukdiagnosis
giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica
dapat didiagnosis dengan cara pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit
biasanyaditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk. Teknik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi
intermitten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan
konsentrasi antibody juga tersedia. Serologis test untuk amuba hamper selalu
positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati. Kultur tinja harus segera
dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), diare
dengan tinja berdarah, bila terdapat leukosit pada tinja, KLB diare dan pada
penderita immunocompromised. Oleh karena bakteri tertentu seperti Y.
enterocolitica, V. cholera, V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli
0157:H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk
identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai
sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna
untuk diagnosis antimicrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu
dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan symptom colitis berat atau
penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium terapi. 1.2
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit
dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja
dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes
eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:
16. 16
• bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative
• bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
• bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
• bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++)
• bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan
III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai
secara mikroskopisdengan pembesarn 40 kali dicari butiran lemak dengan warna
kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:
• (+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per
lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapang pandang
• (++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang pandang
atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang
• (+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan
memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam
tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium.
Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi
menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu
sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid
dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan
perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu
40x untuk menentukan spesiesnya.1.2
21. 21
J. Komplikasi1.5
1. Gangguan elektrolit
- Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-
lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan
oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena
dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam.
Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar
natrium plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam.
Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat
kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan
pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti. 1.5
- Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper
semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai ringer laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.1.5
22. 22
- Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan
monitor detak jantung.1.5
- Hipokalemia
Diakatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut kadar K:
jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila
<2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan
dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam)
diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx
BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot,
paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat
dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan
yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.1.5
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada umunya
demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel
usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat
dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi
yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan:
kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi. 1.5
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang
tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema
otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi
larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral
dihentikan, kortikosteroid jika kejang.1.5
23. 23
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay basa
cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kusmaull). pemberian oralit
yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis.1.5
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai
akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung,
muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per
oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.1.5
6. Kejang
o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita
dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5
mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan
oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat
pulih kembali.
o kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare,
seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.1.5
7. Malabsorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula
selama diare dapat menyebabkan:
- Volume tinja bertambah
- berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
- dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
24. 24
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa dan
menghidari efek “bolus”
b. Mengencerkan susu jadi ½-1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti
makanan padat, perlu diberikan.
c. Pemberian “yogurt” atau susu yang telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti
dengan susu kedelai.1.5
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan
cairan intravena.1.5
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi
sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu
cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap
2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan
penurunan kesadaran.1.5
10. Akut kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam
setelah hidrasi cukup.1.5
25. 25
K. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang
air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar.1.5
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan
campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah
diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus.
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11
bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-
25% kematian karena diare pada balita.
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi
alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi
diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum
usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu.1.5
26. 26
L. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah
dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun
diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta
sudah diketahui dan diobati.1.5