SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
STASE ILMU PENYAKIT PARU



          TINJAUAN PUSTAKA



          PNEUMOTORAKS




     LISTIANA MASYITA DEWI, S.Ked

              J500 06 0013




             PEMBIMBING :

      dr. Agus Suharto Basuki, Sp.P




       FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
                  2011
TINJAUAN PUSTAKA




                         PNEUMOTORAKS


                                 Oleh :

                  LISTIANA MASYITA DEWI, S.Ked

                              J 500 06 0013



  Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi
      Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.




Pembimbing :

      dr. Agus Suharto B., Sp.P           ( ........................................... )

Dipresentasikan dihadapan :

      dr. Agus Suharto B., Sp.P           ( ........................................... )

Disahkan Ka Prodi Profesi :

      dr. Hj. Yuni Prastyo K, M.MKes      ( ........................................... )




                     FAKULTAS KEDOKTERAN
         UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
                                  2011
DAFTAR ISI




Halaman Judul …………………………………………………………. i

Halaman Pengesahan ………………………………………………... ii

Daftar Isi ………………………………………………………………… iii

BAB I     PENDAHULUAN

          A. Latar Belakang ............................................................ 1

          B. Tujuan Penulisan ........................................................ 2

BAB II    TINJAUAN PUSTAKA

          A. Definisi ........................................................................   3

          B. Klasifikasi ...................................................................     3

          C. Penghitungan Luas Pneumotoraks ………………….                                             7

          D. Gambaran Klinis ..........................................................          8

          E. Pemeriksaan Fisik .......................................................           9

          F. Pemeriksaan Penunjang .............................................                 10

          G. Penatalaksanaan ........................................................            12

          H. Pengobatan Tambahan ...............................................                 16

          I.   Rehabilitasi ..................................................................   16

BAB III   KESIMPULAN .................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 18
BAB I
                          PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
         Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis
  seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea
  bila    tidak         ada    kekuatan      untuk        mempertahankan
  pengembangannya. Paru-paru            sebenarnya mengapung dalam
  rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura
  yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga.
  Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan
  dengan tekanan negatif yang ringan (1).
         Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas
  dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura
  tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru
  sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal
  sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat
  terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks
  spontan    itu   sendiri    dapat   bersifat   primer    dan   sekunder.
  Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan
  non iatrogenik (2).
         Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya
  banyak yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang
  pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering
  terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
  Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1
  (2)
    .
         Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak
  dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai
  video (VATS = video assisted thoracoscopy surgery), ternyata
  memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang
mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama
   rawat inap di rumah sakit (2).


B. TUJUAN
           Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka (referat) ini adalah
   untuk    mengetahui    definisi   dari   pneumotoraks,   serta   cara
   menegakkan diagnosa pneumotoraks secara tepat sesuai jenis
   dan     luasnya   pneumotoraks,      karena    hal   tersebut    akan
   berpengaruh pada penanganannya.
BAB II
                             TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi
          Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau
   gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena
   (3)
     .




B. Klasifikasi
          Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan
   menjadi dua, yaitu (2), (3) :
   1. Pneumotoraks spontan
              Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
         Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
         jenis, yaitu :
          a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang
              terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
          b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang
              terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah
dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru
        obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi
        paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
        Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma,
   baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan
   robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
        Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke
   dalam dua jenis, yaitu :
    a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks
        yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
        dinding dada, barotrauma.
    b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
        terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks
        jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
          1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
                    Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat
                tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari
                tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada,
                biopsi pleura.
          2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
                    Adalah       suatu   pneumotoraks   yang   sengaja
                dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam
                rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk
                tujuan   pengobatan,      misalnya   pada   pengobatan
                tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
                menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
         Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
   terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan
   dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya
   mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
   karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi
   tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada
   rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali
   negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
   rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
         Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara
   rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia
   luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini
   tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
   pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan
   tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan
   oleh gerakan pernapasan (4).
         Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
                                         (4)
   ekspirasi tekanan menjadi positif       . Selain itu, pada saat inspirasi
   mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
   mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
   (sucking wound) (2).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
         Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang
   positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di
   pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara
   masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
   selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu
(4)
       ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar         .
       Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
       tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
       dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
       menimbulkan gagal napas (2).

       Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
  pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
   1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada
       sebagian kecil paru (< 50% volume paru).




   2. Pneumotoraks      totalis,   yaitu   pneumotoraks   yang   mengenai
       sebagian besar paru (> 50% volume paru).




C. Penghitungan Luas Pneumotoraks
Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam
penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada
beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps
paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks,
   dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur
   sebagai volume kubus (2).
   Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan
                  diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps
                  adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
                      83              512
                   ______          ________
                               =              = ± 50 %
                           3
                      10             1000


2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,
   ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis
   horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura
   pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh
   (2)
     .


                                                    % luas pneumotoraks

                                                         A + B + C (cm)
                                                         __________________
                                                     =                x 10
                                                              3
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps
       dengan luas hemitoraks (4).


                                             (L) hemitorak – (L) kolaps paru

                                             (AxB) - (axb)
                                             _______________
                                                             x 100 %
                                                   AxB




D. Gejala klinis
           Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering
   muncul adalah (2), (4), (5) :
   1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
       sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat.
       Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut
       terbuka.
   2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
       tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih
       nyeri pada gerak pernapasan.
   3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
   4. Denyut jantung meningkat.
   5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
       kurang.
   6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10%
       pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe
   pneumotoraks tersebut, (2):
   1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
   2. Pneumotoraks        ventil   dengan   tekanan    positif   tinggi,   sering
      dirasakan lebih berat
   3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan
      paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.
   4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih
      ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi
      menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.


E. Pemeriksaan fisik
   Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):
      1. Inspeksi :
          a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
             ekspansi dinding dada)
          b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya
             tertinggal
          c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
      2. Palpasi :
          a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
             melebar
          b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
          c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang
             sakit
      3. Perkusi :
          a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
             tidak menggetar
          b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
             tekanan intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
         a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
            menghilang
         b. Suara      vokal   melemah   dan   tidak   menggetar    serta
            bronkofoni negatif


F. Pemeriksaan Penunjang
  1. Foto Röntgen
          Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
      pneumotoraks antara lain (6):
      a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
          kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru.
          Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis,
          akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
      b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa
          radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini
          menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru
          tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
          dikeluhkan.
      c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,
          spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan
          tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau
          trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
          terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang
          tinggi.
      d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
          keadaan sebagai berikut (3):
          1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam
             pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal
             ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati
hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
          mediastinum.
       2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
          dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
          pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
          mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
          yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher
          terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh
          udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup
          banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
          bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
       3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka
          akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas
          diafragma




          Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan
          dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps




2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
     hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
     diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
     signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
  3. CT-scan thorax
          CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
     emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara
     dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan
     antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.




G. Penatalaksanaan
       Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
  mengeluarkan    udara    dari     rongga    pleura   dan   menurunkan
  kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan
  pneumotoraks adalah sebagai berikut :
  1. Observasi dan Pemberian O2
          Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga
     pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga
     pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan
     meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan
     dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam
                             (2)
     pertama selama 2 hari        . Tindakan ini terutama ditujukan untuk
     pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
  2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat
hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
 a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga
    pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga
    pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar
    melalui jarum tersebut (2), (4).
 b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
       1) Dapat memakai infus set
                 Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke
           dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah
           dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan
           ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
           dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
           dari ujung infus set yang berada di dalam botol (4).
       2) Jarum abbocath
                 Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
           gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan
           pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai
           menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
           tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
           dengan      pipa    plastik   infus    set.   Pipa   infuse   ini
           selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air.
           Setelah     klem     penyumbat        dibuka,   akan    tampak
           gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set
           yang berada di dalam botol (4).
       3) Pipa water sealed drainage (WSD)
                 Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
           rongga pleura dengan perantaraan troakar atau
           dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar
dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea
mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain
itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid
klavikula.
      Setelah troakar masuk, maka toraks kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian
troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang
masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung
kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung
pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm
di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan        mudah keluar melalui perbedaan
tekanan tersebut (3), (4).
      Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila
tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini
dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat
mengembang.         Apabila   paru   telah   mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau
ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga
pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa
dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien
dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).
3. Torakoskopi
        Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga
    toraks dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
      a. Dengan      pembukaan      dinding    toraks   melalui   operasi,
         kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks
         kemudian dijahit
      b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura
         yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka
         dapat dilakukan dekortikasi.
      c. Dilakukan      resesksi   bila   terdapat   bagian   paru   yang
         mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
      d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal
         dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain
         di tempat fistel.
H. Pengobatan Tambahan
   1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
       ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB
       paru   diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran
       napas diberi antibiotik dan bronkodilator (4).
                                                                (4)
   2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat     .
   3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah
       dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi,
       seperti emfisema (3).


I. Rehabilitasi(4)
   1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
       pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
   2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
       bersin terlalu keras.
   3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,
       berilah laksan ringan.
   4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
       batuk, sesak napas.
BAB III
                              KESIMPULAN


       Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura
terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan
paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap
rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering
mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.
       Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik
secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri
dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik
dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang
terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil
(tension).
       Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan
pada hasil foto röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya
corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya
garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil röntgen
juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area
paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
        Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi
dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk
pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan.
Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang
mendasarinya.    Tahap     rehabilitasi   juga   perlu   diperhatikan   agar
pneumotoraks tidak terjadi lagi.
DAFTAR PUSTAKA


1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
     Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,
     Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
     Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
     Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
3. Bowman,       Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic.
     Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from
     http://emedicine.medscape.com/article/827551
4.    Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
     Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed
     Lung).    Cited     :    2011     January      10.    Available     from     :
     http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka
     Cendekia Press; 2007. p. 56

More Related Content

What's hot

Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantungPemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Verar Oka
 
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokanModul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Uwes Chaeruman
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
yudhasetya01
 

What's hot (20)

Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter IndonesiaStandar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
 
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantungPemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Pemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anangPemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anang
 
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokanModul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
 
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan Sistematis
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan SistematisMembaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan Sistematis
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan Sistematis
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Appendicitis)
Appendicitis)Appendicitis)
Appendicitis)
 
PPT Efusi Pleura
PPT Efusi Pleura PPT Efusi Pleura
PPT Efusi Pleura
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada AnakPemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
 
Pemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thoraxPemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thorax
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
 
Wsd
WsdWsd
Wsd
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamPanduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
 

Viewers also liked

Referat catamenial pneumothorax
Referat catamenial pneumothoraxReferat catamenial pneumothorax
Referat catamenial pneumothorax
geelieman1990
 
Satuan acara penyuluhan wsd
Satuan acara penyuluhan wsdSatuan acara penyuluhan wsd
Satuan acara penyuluhan wsd
Azwar Sjarief
 
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothoraxAsuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Marito Simanungkalit
 
Askep trauma thorax
Askep trauma thoraxAskep trauma thorax
Askep trauma thorax
f' yagami
 
Anaesthetic Care of the Unconscious, Multiple Trauma and Burns Patient
Anaesthetic Care of the Unconscious, Multiple Trauma and Burns PatientAnaesthetic Care of the Unconscious, Multiple Trauma and Burns Patient
Anaesthetic Care of the Unconscious, Multiple Trauma and Burns Patient
Lasonya Fletcher
 
Fisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasiFisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasi
ShiAddung
 

Viewers also liked (20)

Referat catamenial pneumothorax
Referat catamenial pneumothoraxReferat catamenial pneumothorax
Referat catamenial pneumothorax
 
Preskas pneumothorax wa
Preskas pneumothorax waPreskas pneumothorax wa
Preskas pneumothorax wa
 
Pneumothoraks
PneumothoraksPneumothoraks
Pneumothoraks
 
Trauma thorax
Trauma thoraxTrauma thorax
Trauma thorax
 
Satuan acara penyuluhan wsd
Satuan acara penyuluhan wsdSatuan acara penyuluhan wsd
Satuan acara penyuluhan wsd
 
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothoraxAsuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
 
Pneumothoraks
PneumothoraksPneumothoraks
Pneumothoraks
 
Askep pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
Askep pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA Askep pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
Askep pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
 
Atls
AtlsAtls
Atls
 
Askep trauma thorax
Askep trauma thoraxAskep trauma thorax
Askep trauma thorax
 
Trauma thorax
Trauma thoraxTrauma thorax
Trauma thorax
 
SDLP: ICC and UWSD
SDLP: ICC and UWSDSDLP: ICC and UWSD
SDLP: ICC and UWSD
 
Trauma maksilofasial
Trauma maksilofasialTrauma maksilofasial
Trauma maksilofasial
 
Fraktur Iga
Fraktur IgaFraktur Iga
Fraktur Iga
 
Trigeminal neuralgia 2_
Trigeminal neuralgia 2_Trigeminal neuralgia 2_
Trigeminal neuralgia 2_
 
Anaesthetic Care of the Unconscious, Multiple Trauma and Burns Patient
Anaesthetic Care of the Unconscious, Multiple Trauma and Burns PatientAnaesthetic Care of the Unconscious, Multiple Trauma and Burns Patient
Anaesthetic Care of the Unconscious, Multiple Trauma and Burns Patient
 
Fisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasiFisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasi
 
PEMERIKSAAN FIZIKAL SISTEM SALURAN PERNAFASAN
PEMERIKSAAN FIZIKAL SISTEM SALURAN PERNAFASANPEMERIKSAAN FIZIKAL SISTEM SALURAN PERNAFASAN
PEMERIKSAAN FIZIKAL SISTEM SALURAN PERNAFASAN
 
Emergency nursing
Emergency nursingEmergency nursing
Emergency nursing
 
Pneumothorax
PneumothoraxPneumothorax
Pneumothorax
 

Similar to Referat pneumothorax

asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docxasuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
ErinRika2
 
kesehatan pernafasan kecelakaanpada dada
kesehatan pernafasan kecelakaanpada dadakesehatan pernafasan kecelakaanpada dada
kesehatan pernafasan kecelakaanpada dada
ruangpelangi81
 
Laporan Kasus - Pneumothorax.pptx
Laporan Kasus - Pneumothorax.pptxLaporan Kasus - Pneumothorax.pptx
Laporan Kasus - Pneumothorax.pptx
ssusere849b2
 
laporankasus-pneumothorax-231114120217-3822fc5b.pdf
laporankasus-pneumothorax-231114120217-3822fc5b.pdflaporankasus-pneumothorax-231114120217-3822fc5b.pdf
laporankasus-pneumothorax-231114120217-3822fc5b.pdf
PanduAkbar6
 
Kelainan pada pernafasan
Kelainan pada pernafasanKelainan pada pernafasan
Kelainan pada pernafasan
Yena You
 

Similar to Referat pneumothorax (20)

Pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
Pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNAPneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
Pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
 
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdfpneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
 
Kolaps paru
Kolaps paruKolaps paru
Kolaps paru
 
Pneumothoraks
PneumothoraksPneumothoraks
Pneumothoraks
 
Satuan acara penyuluhan Bronkitis
Satuan acara penyuluhan BronkitisSatuan acara penyuluhan Bronkitis
Satuan acara penyuluhan Bronkitis
 
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docxasuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
 
Masukan Ventil Pneumotoraks by Amalia.pptx
Masukan Ventil Pneumotoraks by Amalia.pptxMasukan Ventil Pneumotoraks by Amalia.pptx
Masukan Ventil Pneumotoraks by Amalia.pptx
 
Askep trauma tusuk
Askep trauma tusukAskep trauma tusuk
Askep trauma tusuk
 
Tindakan Kolaborasi pada Pneumotoraks
Tindakan Kolaborasi pada PneumotoraksTindakan Kolaborasi pada Pneumotoraks
Tindakan Kolaborasi pada Pneumotoraks
 
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 KD 3.8.ppt
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 KD 3.8.pptKEGIATAN PEMBELAJARAN 3 KD 3.8.ppt
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 KD 3.8.ppt
 
Askep pneumotoraks
Askep pneumotoraksAskep pneumotoraks
Askep pneumotoraks
 
kesehatan pernafasan kecelakaanpada dada
kesehatan pernafasan kecelakaanpada dadakesehatan pernafasan kecelakaanpada dada
kesehatan pernafasan kecelakaanpada dada
 
Bab ii sementara
Bab ii sementaraBab ii sementara
Bab ii sementara
 
Laporan Kasus - Pneumothorax.pptx
Laporan Kasus - Pneumothorax.pptxLaporan Kasus - Pneumothorax.pptx
Laporan Kasus - Pneumothorax.pptx
 
laporankasus-pneumothorax-231114120217-3822fc5b.pdf
laporankasus-pneumothorax-231114120217-3822fc5b.pdflaporankasus-pneumothorax-231114120217-3822fc5b.pdf
laporankasus-pneumothorax-231114120217-3822fc5b.pdf
 
Kelainan pada pernafasan
Kelainan pada pernafasanKelainan pada pernafasan
Kelainan pada pernafasan
 
Atelektasis
AtelektasisAtelektasis
Atelektasis
 
Askep trauma dada lia & ian
Askep trauma dada lia &  ianAskep trauma dada lia &  ian
Askep trauma dada lia & ian
 
Askep trauma dada lia & ian
Askep trauma dada lia &  ianAskep trauma dada lia &  ian
Askep trauma dada lia & ian
 
Askep trauma dada lia & ian Akper pemkab muna
Askep trauma dada lia &  ian Akper pemkab munaAskep trauma dada lia &  ian Akper pemkab muna
Askep trauma dada lia & ian Akper pemkab muna
 

Referat pneumothorax

  • 1. STASE ILMU PENYAKIT PARU TINJAUAN PUSTAKA PNEUMOTORAKS LISTIANA MASYITA DEWI, S.Ked J500 06 0013 PEMBIMBING : dr. Agus Suharto Basuki, Sp.P FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011
  • 2. TINJAUAN PUSTAKA PNEUMOTORAKS Oleh : LISTIANA MASYITA DEWI, S.Ked J 500 06 0013 Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pembimbing : dr. Agus Suharto B., Sp.P ( ........................................... ) Dipresentasikan dihadapan : dr. Agus Suharto B., Sp.P ( ........................................... ) Disahkan Ka Prodi Profesi : dr. Hj. Yuni Prastyo K, M.MKes ( ........................................... ) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011
  • 3. DAFTAR ISI Halaman Judul …………………………………………………………. i Halaman Pengesahan ………………………………………………... ii Daftar Isi ………………………………………………………………… iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................ 1 B. Tujuan Penulisan ........................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi ........................................................................ 3 B. Klasifikasi ................................................................... 3 C. Penghitungan Luas Pneumotoraks …………………. 7 D. Gambaran Klinis .......................................................... 8 E. Pemeriksaan Fisik ....................................................... 9 F. Pemeriksaan Penunjang ............................................. 10 G. Penatalaksanaan ........................................................ 12 H. Pengobatan Tambahan ............................................... 16 I. Rehabilitasi .................................................................. 16 BAB III KESIMPULAN .................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 18
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan (1). Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik (2). Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (2) . Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy surgery), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang
  • 5. mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit (2). B. TUJUAN Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka (referat) ini adalah untuk mengetahui definisi dari pneumotoraks, serta cara menegakkan diagnosa pneumotoraks secara tepat sesuai jenis dan luasnya pneumotoraks, karena hal tersebut akan berpengaruh pada penanganannya.
  • 6. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3) . B. Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3) : 1. Pneumotoraks spontan Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu : a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah
  • 7. dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru. 2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu : a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma. b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura. 2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
  • 8. Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) : 1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. 2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4). Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu (4) ekspirasi tekanan menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) (2). 3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu
  • 9. (4) ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (2). Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) : 1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru). 2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru). C. Penghitungan Luas Pneumotoraks
  • 10. Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain : 1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2). Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah : 83 512 ______ ________ = = ± 50 % 3 10 1000 2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2) . % luas pneumotoraks A + B + C (cm) __________________ = x 10 3
  • 11. 3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks (4). (L) hemitorak – (L) kolaps paru (AxB) - (axb) _______________ x 100 % AxB D. Gejala klinis Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) : 1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka. 2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan. 3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien. 4. Denyut jantung meningkat. 5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang. 6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
  • 12. Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2): 1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat 2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat 3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas. 4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang. E. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4): 1. Inspeksi : a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada) b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat 2. Palpasi : a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit 3. Perkusi : a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi
  • 13. 4. Auskultasi : a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif F. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Röntgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain (6): a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi. d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut (3): 1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati
  • 14. hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum. 2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang. 3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps 2. Analisa Gas Darah
  • 15. Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%. 3. CT-scan thorax CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder. G. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut : 1. Observasi dan Pemberian O2 Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam (2) pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4). 2. Tindakan dekompresi
  • 16. Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) : a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4). b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : 1) Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol (4). 2) Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (4). 3) Pipa water sealed drainage (WSD) Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar
  • 17. dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4). Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).
  • 18. 3. Torakoskopi Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. 4. Torakotomi 5. Tindakan bedah (4) a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi. c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
  • 19. H. Pengobatan Tambahan 1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (4). (4) 2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat . 3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema (3). I. Rehabilitasi(4) 1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya. 2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras. 3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan. 4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.
  • 20. BAB III KESIMPULAN Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension). Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.
  • 21. DAFTAR PUSTAKA 1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598. 2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063. 3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551 4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179 5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm 6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56