1. Hambatan dan Tantangan dalam Implementasi SIM
(SISTEM INFORMASI MANAJEMEN)
Disusun Oleh :
Nama : Siti FarahDhibah
NIM : 41818010009
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2019
2. Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan bidang yang harus dikembangkan oleh setiap
organisasi yang ada di Indonesia. Perkembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM) sangat
cepat dan pesat, untuk itu setiap organisasi harus dengan cepat untuk dapat beradaptasi
dengan teknologi ini.
Permasalahan yang menghambat dan menjadi kendala bagi pengembangan Sistem Informasi
Manajemen (SIM) di Indonesia bukan menjadi penghalang bahwa teknologi ini tidak digunakan
dan dikembangkan. Setiap organisasi yang memiliki hambatan dan kendala dalam
pengembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM) harus dengan cepat mengatasi dan
menyelesaikannya dengan memberikan pemahama, pelatihan dan insentif kepada setiap anggota
organisasi yang memanfaatkan Sistem informasi manajemen (SIM) dengan lebih optimal.
Pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang optimal, maka akan memberikan banyak
benefit bagi organisasi tersebut.
Tantangan dalam implementasi pengembangan system informasi adalah orang-orang yang
terlibat dalam pengembangan system informasi yaitu departemen operasionalsebagai end-user
dan IT sebagai pengembang dan tentu saja sebagai support danmanajemen sebagai leader yang
membuat definisi goal yang akan dicapai. Jika systemyang akan di-implementasikan adalah
system informasi yang terintegrasi maka tantangannya akan sangat besar karena meliputi
keseluruhan organisasi yang bisa sajamelibatkan pihak eksternal.
Daftar Pustaka :
Wahyu Putra, 2012. https://wahyudirm.wordpress.com/sistem-informasi-manajemen-1/ (14 April
2019 Jam 18.48)
Ahmad Afandi, 2012.
https://www.academia.edu/8177298/SISTEM_INFORMASI_MENJADI_TANTANGAN_MAN
AJEMEN (14 April 2019 Jam 18.59)
3. Tantangan dan Hambatan Pada Strategi Blue Ocen
Untuk memformulasikan suatu strategi Blue Ocean dan kemudian berhasil dieksekusi,
diperlukan komitmen dari semua jajaran top management. Blue Ocean bukanlah strategi milik
departemen pemasaran atau divisi pengembangan bisnis. Ini adalah strategi bsinis yang harus
dilakukan oleh perusahaan pada tingkat korporat. Oleh karena itu, diperlukan suatu budaya
reseptif dan adaptif yang sangat kuat dari pimpinan puncak. Mereka haruslah tidak alergi
terhadap suatu perubahan yang radikal.
Bagi perusahaan di Indonesia, ini adalah tantangan yang sangat nyata. Banyak pimpinan puncak
sulit bersatu untuk melalukan strategi yang radikal dan penuh risiko. Apalagi, bagi mereka yang
saat ini harus membawa gerbong birokrasi yang dinamakan BUMN.
Blue Ocean membutuhkan CEO, CMO, dan pimpinan puncak yang memiliki perspektif jangka
panjang. Mereka harus melihat suatu bisnis untuk waktu 5-10 tahun mendatang. Demikian pula,
Blue Ocean membutuhkan pimpinan puncak yang konsisten untuk membangun perusahaan yang
berbasis knowledge. Perusahaan secara proaktif mencari data, informasi, dan menjadikannya
sebagai proses pembelajaran.
Banyak perusahaan lebih senang memanfaatkan informasi, negosiasi, atau melobi regulasi untuk
mencapai suatu kinerja yang eksponensial. Mereka lebih suka melakukan lobi-lobi untuk
membuat aturan atau regulasi yang berpihak kepada bisnis mereka. Pemikiran-pemikiran seperti
ini dan berbagai contoh di sekitar mereka, membuat banyak perusahaan—dalam hal ini para
pimpinan puncaknya—lebih menghindari untuk mencetak kinerja karena strategi yang radikal.
Ada jalan pintas yang jauh lebih baik untuk memperoleh kenaikan penjualan atau laba yang
spektakuler. Sebuah regulasi yang berubah (karena hasil lobi) sudah memberikan dampak kinerja
yang jauh lebih cepat dan sekaligus tidak berisiko. Kenyataan seperti inilah yang menjadi
penghambat bagi pemikiran strategi yang disruptive.
Tantangan kedua bagi tumbuhnya Blue Ocean di Indonesia adalah keterbatasan sumber daya.
Yang pertama berhubungan dengan kualitas manusia. Strategi Blue Ocean, agar
berkesinambungan, membutuhkan kualitas karyawan yang andal di lapisan tengah dan bawah.
4. Oleh karena itu, strategi Blue Ocean sering kali hanya ada dalam benak top management seorang
diri atau individu tertentu dalam perusahaan. Bahkan, bila sudah dirumuskan dalam suatu
perencanaan pun, akhirnya tidak jadi dieksekusi karena tidak adanya resources yang mendukung
pemikiran radikal mereka.
Yang kedua—masih berhubungan dengan masalah sumber daya—adalah peran kapital serta riset
dan pengembangan (R&D). Perusahaan apa saja yang dicontohkan Kim melakukan Blue Ocean?
Philips, Novo Nordisk, Bloomberg, Cemex, IKEA, dan NTT Docomo adalah sederet perusahaan
yang berhasil melakukan Blue Ocean. Apa kesamaan dari mereka semua. Skalanya besar dan
bermain di pasar global! Mereka memiliki R&D yang kuat dan didukung oleh kapital yang besar
untuk mengeksekusi Blue Ocean.
Tantangan Blue Ocean yang lain adalah lemahnya perlindungan terhadap hak cipta. Perusahaan
sudah membuat terobosan yang luar biasa, menciptakan kategori yang baru, namun mereka tidak
mendapatkan perlindungan yang meyakinkan. Akhirnya, ada banyak pesaing yang di kemudian
hari dengan gampangnya meniru produk atau pelayanan. Walau sudah ada perangkat
hukum untuk melindungi pemalsuan atau pelanggaran hak paten, tetapi kelemahan dalam
kepastian hukum membuat para inovator berpikir ulang untuk terus melanjutkan hasil-hasil
inovasinya.
Itulah sebabnya, saya berargumentasi, dengan segala hambatan dan risiko dari Blue Ocean, maka
Purple Ocean adalah alternatif jawabannya. Blue Ocean, sebagai suatu “strategic mindset”, tidak
perlu diragukan lagi. Ini adalah strategi radikal yang menjanjikan kenaikan penjualan dan
penurunan biaya. Kali ini, strategi Purple Ocean yang ingin saya bagikan adalah menjadi imitator
yang inovatif. Sederhananya, suatu perusahaan membiarkan perusahaan lain untuk melakukan
Blue Ocean. Pada saat yang bersamaan, perusahaan mulai mempersiapkan diri untuk masuk
dalam kategori tersebut.
Kita bisa berharap bahwa perusahaan yang pertama masuk dalam Blue Ocean akan menanggung
sebagian dari biaya edukasi. Kita juga berharap bahwa kategori yang baru tersebut tidak akan
sempurna. Pada waktunya, kemudian perusahaan kita masuk untuk menawarkan produk yang
5. lebih baik, melakukan perbaikan, dan mengisi kekosongan dari produk yang pertama kali
menjalan Blue Ocean.
The Body Shop adalah perusahaan dengan strategi Blue Ocean. Keberhasilannya mengundang
decak kagum di berbagai negara maju. Saat masuk Indonesia, beberapa tahun kemudian rasa
optimisme yang besar ini mulai redup. Konsumen Indonesia adalah konsumen yang sebagian
besar tidak sadar akan lingkungan. Dibutuhkan satu generasi lagi untuk menciptakan tipe
konsumen yang diinginkan oleh The Body Shop. Saya memiliki keyakinan bahwa konsep seperti
The Body Shop ini suatu saat akan menuai hasil di Indonesia. Yang paling mengkhawatirkan
adalah mereka yang datang kemudian. Mereka melakukan perbaikan, diferensiasi, dan kemudian
membidik konsumen yang sudah teredukasi.
Untuk pasar Indonesia, banyak perusahaan sukses karena memanfaatkan produk hasil Blue
Ocean yang berada di luar negeri. Karena produknya global, maka sebagian dari konsumen
Indonesia sudah mulai ter-expose. Pada saat produk atau jasa tersebut dibawa masuk ke
Indonesia, sebagian dari konsumen sudah aware dan memiliki informasi yang cukup tentang
produk tersebut. Karena itu, dengan gaya Red Ocean di Indonesia, produk tersebut tetap bisa
jauh lebih cepat berhasil.
Blue Ocean yang setengah hati adalah melakukan perubahan radikal dalam komunikasi. Dalam
konteks produk, mungkin masih tergolong diferensiasi. Mereka hanya mencoba untuk keluar dari
kategori yang ada, tetapi dengan tingkat perubahan yang tidak besar. Ini juga saya masukkan
dalam kategori Purple Ocean. Bila didukung dengan komunikasi yang kreatif dan biaya promosi
yang relatif besar, keberhasilan justru menjadi lebih baik. Hasil suirvei sudah membuktikan
bahwa di pasar Indonesia, gap antara persepsi dan aktual bisa jauh lebih lebar dibandingkan di
negara maju. Tidak mengherankan, sebab bukan kategori baru itulah yang membuat bisnis
sukses, tetapi komunikasilah yang menjadi key success factor dari merek tersebut.
Daftar Pustaka :
Handi Irawan,2011. https://marketing.co.id/tantangan-dan-hambatan-blue-ocean/ (14 April 2019, Jam
19.17)