2. masalah kesehatan masyarakat karena cacatnya.
Cacat kusta terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada
mata, tangan atau kaki. Sayangnya, orang-orang
yang cacat akibat kusta “dicap” seumur hidup sebagai
“penderita kusta” walaupun sudah sembuh dari
penyakit. Sementara sebenarnya hampir semua
cacat dapat dicegah .
Kusta merupakan
“
“
3. Fungsi Saraf
1
Fungsi motoric
memberikan kekuatan
pada otot
2
Fungsi sensorik
memberi rasa raba
3
Fungsi otonom mengurus
kelenjar keringat dan
kelenjar minyak
Terjadinya cacat tergantung dari fungsi saraf, serta saraf mana
yang rusak.
4. Kecacatan pada kusta dapat terjadi
lewat 2 proses :
1
Infiltrasi langsung M.leprae ke
susunan saraf tepi dan organ
(misalnya mata).
2
Melalui reaksi kusta
*Kecacatan yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena. Apakah
sensoris, motoris, otonom, maupun kombinasi antara ketiganya.
5.
6. Saraf
Fungsi
Motorik Sensorik Otonom
Facialis Kelopak mata tidak
bisa menutup
Kekeringan dan
kulit retak akibat
kerusakan
kelenjar keringat,
minyak dan aliran
darah
Ulnaris jari tangan ke 4 dan
ke 5
lemah/lumpuh/kiting
Mati rasa telapak
tangan bagian jari
ke 4 & 5
Medianus ibu jari, jari 2 dan 3
lemah/lumpuh/kiting
Mati rasa telapak
tangan bagian ibu
jari, jari ke 2 & 3
Radialis tangan lunglai
Peroneus Kaki semper
Tibialis posterior Jari kaki kiting Mati rasa telapak
kaki
Kerusakan saraf akan mengakibatkan cacat pada tempat tertentu
8. ► Ini suatu sistem untuk mengukur cacat akibat
kerusakan saraf, sebagai resiko penyakit kusta.
Cacat yang terjadi bukan akibat kusta, tidak dihitung.
► Mata diperiksa apakah kelopak mata sulit
menutup,
► Tangan diperiksa apakah ada lunglai, mati rasa
pada telapak, luka atau ulkus akibat mati rasa,
pemendekan jari atau kelemahan otot.
► Kaki diperiksa apakah ada lunglai (semper), mati
rasa pada telapak kaki, luka , atau pemendekan jari.
9. 0 ► Jika mata, tangan atau kaki tetap utuh, maka diberi tingkat cacat
0
1 ► Jika ada cacat pada tangan atau kaki akibat kerusakan saraf
karena penyakit kusta, tetapi cacat itu tidak kelihatan, maka
diberi tingkat cacat 1
2 ► Kalau ada cacat akibat kerusakan saraf dan cacat itu kelihatan
(borok, luka, jari kiting, lunglai, pemendekan, mata tidak dapat
menutup erat, luka pada cornea), maka diberi tingkat cacat 2
WHO membagi tingkat cacat kusta sebagai berikut :
Untuk menentukan tingkat cacat ditentukan berdasarkan
pemeriksaan pada mata, tangan dan kaki
10. Tingkat Disabilitas Kusta Menurut WHO:
Tingkat Mata Telapak Tangan/Kaki
0 Tidak ada kelainan pada mata akibat kusta Tidak ada disabilitas akibat
kusta
1 Ada kerusakan karena kusta (anastesi pada
kornea, tetapi gangguan visus tidak berat
visus >6/60; masih dapat menghitung jari
dari jarak 6 meter
Anastesi, kelemahan otot.
Tidak ada
disabilitas/kerusakan yang
kelihatan akibat kusta)
2 Ada lagopthalmos, iridosiklitis, opasitas pada
kornea serta gangguan visus berat (visus
<6/60; tidak mampu menghitung jari dari
jarak 6 meter)
Ada disabilitas/kerusakan
yang kelihatan akibat kusta,
misalnya ulkus, jari kiting,
kaki semper
11. ► Yang tidak termasuk hitungan ialah semua cacat atau kelainan pada
kulit saja atau yang terjadi bukan akibat penyakit kusta, yaitu : luka biasa
(pada tangan atau kaki yang tidak matirasa), alis mata menipis
(madarosis), hidung pelana, mati rasa selain pada telapak (pada kulit
umum atau pada bercak); kiting, kelemahan otot atau kehilangan jari yang
disebabkan oleh kecelakaan.
► Tingkat cacat umum berarti nilai cacat yang paling tinggi di antara
mata, tangan dan kaki, dan nilai itulah yang diisi di laporan bulanan
► Jumlah nilai diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai dari mata,
tangan dan kaki, sehingga dapat gambaran yang lebih jelas mengenai
keadaan penderita itu yang sebenarnya
12. Waktu
pemeriksaan
Tanggal Mata Tangan Kaki Nilai
Tertinggi
Jumlah
Nilai
Ka Ki Ka Ki Ka Ki
Pertama 5/10/04 0 0 1 2 2 0 2 5
RFT
► Dilakukan pada waktu mulai pengobatan, dan pada waktu RFT.Contoh : Ada
penderita yang mempunyai mata tetap utuh, tangan kanannya matirasa, tangan
kirinya matirasa dan kiting, kaki kanan lunglai tetapi kaki kiri utuh.
Cara mengisi tingkat cacat pada kartu penderita
13. komponen kegiatan pencegahan cacat :
1. Penemuan dini penderita sebelum cacat
2. Mengobati penderita dengan MDT sampai RFT
3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan
pemeriksaan fungsi saraf secara rutin
4. Menangani reaksi
5. Penyuluhan
6. Perawatan diri
7. Menggunakan alat bantu untuk mencegah
bertambahnya kecacatan yang terlanjur diderita.
8. Rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi)
14. Kelompok Perawatan Diri (KPD):
1. Perawatan diri dapat dilakukan secara berkelompok
bersama penderita kusta lain dan Orang Yang Pernah
Mengalami Kusta
2. Dapat juga diintegrasikan dengan penderita disabilitas
penyakit lain seperti filariasis dan Diabetes Mellitus
3. Kelompok Perawatan Diri dapat ditingkatkan menjadi Self
Help Group (SHG) yang dibentuk dengan tujuan selain
untuk perawatan diri juga dapat mengurangi stigma &
diskriminasi serta meningkatkan taraf hidup ekonomi
penderita kusta dan keluarganya