1. MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PENGKAJIAN PERSEPSI SENSORI PADA KASUS KATARAK
Dosen Pembimbing :
dr. Andi Roesbiantoro,Sp.THT-KL
Oleh :
Elke Amanda Indrika 1110021003
Zahrotul Jannah 1110021005
Anie Tri Indriartine 1110021006
Siti Sulaiha 1110021007
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA’ SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
MAGISTER S2 KEPERAWATAN
2022
2. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Katarak merupakan penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh
atau berwarna putih abu-abu dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi
apabila protein pada lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami
koagulasi pada lensa (Corwin, 2009).
Operasi katarak dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi dapat terjadi dalam
waktu beberapa hari setelah operasi hingga beberapa bulan setelah operasi. Insiden
komplikasi bervariasi, tergantung laporan dari tempat yang berbeda. Umumnya,
komplikasi ini membutuhkan tindakan bedah untuk memperbaiki salah satu efek
samping tersering dari operasi katarak adalah robeknya kapsul posterior
(Simanjuntak, 2012). Adanya komplikasi akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
Kecemasan merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan
satu fungsi emosi. Kecemasan berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak
berdaya (Zuchra, 2012).
Hal ini dapat melibatkan dukungan keluarga karena keluarga merupakan unsur
penting dalam perawatan. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang
dapat membantu pasien (Murniasih, 2007). Dukungan keluarga dapat menimbulkan
efek penyangga yaitu dukungan keluarga menahan efek-efek negatif dari stres
terhadap kesehatan dan efek utama yaitu dukungan keluarga yang secara langsung
mempengaruhi peningkatan kesehatan. Dukungan orang tua maupun keluarga
lainnya yang tinggi juga akan.
3. 1.2Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
a. Bagaimana pemeriksaan persepsi sensorik?
b. Bagaimana pemeriksaan fisik persepsi sensorik pada kasus katarak?
1.3Tujuan
1.3.1 Umum
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemeriksaan fisik persepsi
sensorik
1.3.2 Khusus
a. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan persepsi sensorik pada kasus katarak
4. BAB 2
TINJAUAN TEORI
PENGKAJIAN SECARA UMUM
A. RIWAYAT KESEHATAN
1. KELUHAN UTAMA
Adalah alasan mengapa klien melakukan rujukan danmemerlukan bantuan
tenaga medis. Pada klien dengan gangguan system persepsi sensori
klien dapatmengeluhkan hal berikut:
- Pendengaran: pendengaran menurun, tinitis, rasa gatal dan tidak
nyaman pada telinga, nyeri
- Penglihatan: vertigo, pusing, penglihatan kabut / berkabut, double
vision, penurunan visus, ada kilatan cahaya, keluar air mata terus
menerus (misal pada pekerja las besi, adanya butir besi pada mata)
- Pembau: sinusitis
- Pengeca
p: stomatitis Pada
mata, terdapat
gejala :
- Abnormal Vision: perubahan penglihatan yang tak normal,
seperti kelainan refraksi, lid ptosis, kekeruhan pada kornea, lensa,
ronggaaqueous/vitreous,malfungsiretina, sarafoptikus.
- Abnormal Appereance: tampilan organ mata tak normal seperti,
mata merah (iritasi), perdarahan sub conjunctiva, infeksi, alergi,
trauma dankeadaan lain: lesi, edema, abnormalposisi.
- AbnormalSensation: sensari taknyamanpada mata. Nyerimata :
Sulit ditentukan lokasinya, seperti ditarik, ditekan, sakit kepala. Mata
gatal :reaksialergi. Mata berair : iritasi, gangguansistem lakrimalis.
Sekresi meningkat : iritasi, infeksi, alergi.
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
- Tanyakanpadaklienkapantimbulnyakeluhan,mendadak,hilang
timbulatau progresif.
- Kaji sifat keluhan, menetap ataukah kadang-kadang
- Tanyakanfaktoreksternyaterjadinyakeluhan,misalakibatISPA,
setelah naik pesawat (gangguan pendengeran akibat perubahan
tekanan), berenang (telinga kemasukan air), lingkungan kerja dengan
tingkatkebisingan tinggi,
- Apakah keluhan timbul denga gejala lain seperti: mual, muntah,
keringatdingin, tumor, gatal,dll.
5. 3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat ISPA, Alergi(bersin-bersin), hidung berair, sinusitis
- Usia berapa dapat berbicara, menirukangerakan
- Hypertensi
- Diabetikum
- Myestenia gravis – kelemahanpada otot akibat gangguanneuromuskular
- Pemakaianobat-obatanmatatanparesepdokter,misalobattetesmataatau
telinga tidak sesuaiindikasi.
- Riwayat operasipd telinga, mata, hidung & tenggorokan, &trauma
kepala ?
- Apakah ada perubahan pola bicara, melihat, makan, dan mendengar ?
4. RIWAYAT KESEHATAN IBU (KELUARGA)
a. Kaji riwayat kehamilan. Adakah gangguan kemahilan, tanyakan pada
trimester berapa. Karena trimester berhubungan dengan waktu
pertumbuhan dan perkembanganjanin.
b. Kaji obat-obatan yang dikonsumsi saat kehamilan, karena ada obat yang
dapatmenimbulkandeformitasataugangguanpadasarafdansensori
B. RIWAYAT SOSIAL
- Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.
- Anggota keluarga yg punya masalah pendengaran,
penglihatan,penciuman,dan pengecapan?
- Perhatian anak di sekolah menurun, prestasi menurun (SLB, Alat bantu yg
digunakan type, lama)
C. RIWAYAT PSIKOLOGIS
- Baagaimana persepsi dan perassan klien mengenai gangguan dan
bagaimana klien menyesuaikandiri
- Perubahan sikap & kepribadian, penurunaan kepekaan
terhadaplingkungan
- Reaksianggota keluarga terhadap ganggua sensori
D. PEMERIKSAAN FISIK
- Tanda-tanda vital: perubahanTD, Nadi, Respirasi, Suhu ?
- Kesadaran Menurun? : KU lemah?, Gelisah?, Kejang ?
- Neurologis : Nystagmus, Ataksia, Gangguan Keseimbangan, Kejang,
Meningeal sign, strabismus ?
6. PENGKAJIAN SISTEM PENGLIHATAN – MATA
1. ANAMNESA GANGGUAN PENGLIHATAN
Data Umum: nama, jenis kelamin, umur,pekerjaan
KeluhanUtama:Matamerah,Mata berair,Matagatal,MataNyeri,Belekan,Gangguan
penglihatan(Kabur,penglihatanganda/diplopia,buta),Timbilan,Kelilipan
Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Trauma
2. MENGKAJI KELUHAN UTAMA
Apakahgangguan terjadi pada saat melihatjauhatau dekat?
Onset mendadak ataugradual?
Diseluruh lapang pandang atau sebagian?Jika sebagian letaknya disebelahmana?
Diplopia satu mata atau kedua mata? Apakah persisten jika mata ditutup sebelah?
Adakah gejala sistemik lain: demam, malaise
3. PEMERIKSAAN MATA
INSPEKSI MATA
Bentukdan penyebaran alisdan bulumata. Apakah bulumata lentik, kebawahatautidak
ada. Fungsi alis dan bulu mata untuk mencegah mauknya benda asing (debu) untuk
mencegah iritasiatau mata kemerahan.
Lihat sclera dan konjungtiva.
Konjungtiva, dengan menarik palpebral inferior dan meminta klien melihat
keatas.Amatiwarna,anemisatautidak,apakahadabendaasingatautidakSclera,
dengan menarik palpebral superior dan meminta klien melihat ke bawah.Amati
kemerahan pada sclera, icterus, atau produksi air mata berlebih.
Amati kedudukan bola mata kanan kiri simetris atau tidak, bola mata keluar
(eksoptalmus) atau ke dalam (endoftalmus).
Palpebral turun menandakan kelemahan atau atropi otot, atau hiperaktivitas palpebral yang
menyebabkan kelopak mata terus berkedip takterkontrol.
Observasi celah palpebral. Minta klien memandang lurus ke depan lalu perhatikan
kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris. Normal jika simetris. Adanya
kelainanjikacelahmatamenyempit(ptosis,endoftalmus, blefarospasmus)atau melebar
(eksoftalmus, proptosis)
Kaji sistem lakrimasi mata dengan menggunakan kertas lakmus untuk mendapatkandata
apakahmatakeringataubasahyangartinyalakrimasiberfungsibaik(Schimetest).
Kaji sistem pembuangan air mata dengan uji anel test. Yaitu dengna menggunakanspuit
berisi cairan, dan berikan pada kanal lakrimal.
7. REFLEK PUPIL
Gunakan penlight dan sinari mata kanan kiridari lateral kemedial. Amati respon pupil
langsung.Normalnyajikaterang,pupilmengecildanjikagelappupilmembesar.
Amati ukuran lebar pupil dengan melihat symbol lingkaran yang ada pada badan
penlight dan bagaimana reflek pupil tersebut, isokor atau anisokor.
Interpretasi:
- Normal : Bentuk pupil (bulat reguler), Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm,
Posisi pupil ditengah-tengah, pupil kanan dan kiri Isokor, Reflek cahaya
langsung(+)danReflekcahayakonsensuilataupadacahayaredup(+)
- Kelainan : Pintpoin pupil, Bentuk ireguler, Anisokor dengan kelainan reflek
cahayadanukuranpupilkecilatau besar darinormal(3-4mm)
LAPANG PANDANG / TES KONFRONTASI
Dasarnya lapang pandang klien normal jika sama dengan pemeriksa. Maka
sebelumnya, pemeriksa harus memiliki lapang pandang normal. LP klien = LP
pemeriksa
Normalnya benda dapat dilihat pada: 60 derajat nasal, 90 derajat temporal, 50 derajat ,
dan atas 70 derajatbawah.
Cara pemeriksaan :
- Klien menutup mata salah satu, misalnya kiri tanpa menekan bola mata.
- Pemeriksa duduk di depan klien dg jarak 60cm sama tinggi dengan klien.
Pemeriksa menutup mata berlawanan dengan klien, yaitu kanan. Lapang pandang
pemeriksadianggapsebagaireferensi(LPpemeriksaharusnormal)
- Objek digerakkan dari perifer ke central (sejauh rentangan tangan pemeriksa) dari
delapan arah pada bidang ditengah pemeriksa dan klien
- Lapang pandang klien dibandingkan dengan pemeriksa. Lalu lanjutkan pada mata
berikutnya
PEMERIKSAAN OTOT EKSTRAOKULER
Minta klien melihat jari, dan anda menggerakkan jari anda. Minta klien mengikuti gerak jari,
dengan 8 arah daricentralke perifer.
Amati gerakan kedua mata, simetris atau ada yang tertinggal
8. SENSIBILITAS KORNEA
Bertujuan mengetahui bagaimana reflek sensasi kornea dengan menggunakan kapassteril.
Cara pemeriksaan :
- Bentukujung kapas denganpinset sterilagar runcing danhalus
- Fiksasimata pasienkeatas agar bulu mata tidak tersentuhsaat kornea disentuh
- Fiksasijaripemeriksapadapipipasiendanujungkapasyanghalusdanruncing
disentuhkan denganhati-hatipadakornea,mulaipadamatayangtidaksakit.
Intrepetasi : dengan sentuhan, maka mata akan reflek berkedip. Nilai dengan
membandingkan sensibilitas kedua mata klien.
PEMERIKSAAN VISUS / KETAJAMAN
PENGLIHATANSNELLEN CARD
- Menggunakan kartusnellendenganmengganttungkankartupadajarak6atau
5 meter dariklien.
- Pemeriksaandimulaidenganmatakanan,makamintaklienuntuktutupdengan
penutupmata atautelapak tangantanpa menekan bolamata
- Pasiendisuruhmembaca hurufSNELLENdaribarispalingataskebawah.
Hasilpemeriksaan dicatat, kemudian diulangiuntuk matasebelahnya.
- HASIL :
9. o VOD 6/6 &VOS 6/6
o 6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan 6/6 pada snellenchart
o 6/12 pasien bisamembaca sampai baris 6/12 padasnellen chart
o 6/30 pasien bisamembaca sampai baris 6/30 padasnellen chart
HITUNG JARI
- Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitungjari
pemeriksa pada jarak 3meter
- 3/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 3 meter.
- 1/60 bila klien dapat membaca pada jarak 1 meter
PERGERAKAN JARI
- Tidak bisa hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan gerakan tangan
didepan pasien dengan latar belakang terang. Jika pasien dapat menentukan
arah gerakan tangan pada jarak 1 m:
- VISUS1/300(HandMovement/HM) kadangkalasdh perlumenentukan arah
proyeksinya
10. PENYINARAN
- Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan penyinaran denganpenlight
ke arah matapasien.
- Apabila pasiendapat mengenalisaat disinaridantidak disinaridarisegala
posisi (nasal,temporal,atas,bawah) maka tajam penglihatan V = 1/ ~ proyeksi
baik (LightPerception/LP).
- Jika tidak bisa menentukan arah sinar maka penilaian V = 1/ ~ (LP, proyeksi
salah).
- Jikasinartidakbisadikenali makatajam penglihatandinilaiV= 0(NLP).Bila
tidak dapat melihat sinar senter disebut BUTA TOTAL (tulis 00/000)
PEMERIKSAAN DENGAN PINHOLE
- BilarespondentidakdapatmelanjutkanlagibacaanhurufdikartuSnellenatau
kartu E maka pada mata tersebut dipasang PINHOLE
- Denganpinholerespondendapatmelanjutkanbacaannyasampaibarisnormal
(20/20) berarti responden tersebut GANGGUAN REFRAKSI
- Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaannya maka
disebut KATARAK
- Bila responden DAPAT membaca sampai baris normal 20/20 TANPA
pinhole maka responden tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan pinhole
-
PEMERIKSAAN BUTA WARNA
- Pasiendiminta menyebutkanberapa angka yang tampak dikartu
- Orang normal mampu meyebutkan angka 74 buta waran merah hijau
menyebutkan angka 21
11. MEMERIKSA TEKANAN INTRA OKULER
- RerataTekananIntraOkularnormal±15mmHg,denganbatasantara12-20
mmHg
- Alat yang digunakan: Tonometer Schiotz, Lidocaine 2%/ Panthocaine tetes
mata, Chloramphenicol zalf mata 2%,Kapas alkohol70%
A. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
- Klienduduk tegak, melirik ke bawahdan menutupmata
- Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan
bola mata pada kelopak atas ke arah bawah (45º) dengan halus. Tiga jari
yang lain bersandar pada tulang pipi, bandingkan kanan dan kiri
- Hasil TN, TN+1
, TN+2
, TN+3
, TN-1
, TN-2
, TN-3
B. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
- Persiapan Alat :Tonometer ditera dg meletakkan di perm datar, jarum
menunjukkan angka 0, Perm Tonometer dibersihkan dg kapan alkohol
12. PENGKAJIAN SISTEM PENDENGARAN - TELINGA
1. ANAMNESA GANGGUAN PENGLIHATAN
Faktorygmemperberat(riwayatseringmengorekkuping,seringmenyiramtelingadgnair)
Faktor-faktor lingkungan. Misal tempat pekerjaan dilingkungan yang bising ia akan
mengalami penurunanpendengaran.
2. TANDA DAN GEJALA
Sulit mengerti pembicaraan
Sulit mendengar dlm lingkungan yg bising Salah menjawab
Meminta lawan bicara utk mengulang pembicaraannya Mengalami masalah mendengar
pembicaraan di telpon
3. INSPEKSI
Aurikel : bentuk, letak, masa, lesi ?
MAE : Patensi, Otore (jenis,warna,bau), cerumen, hiperemi, furunkel ?
Membranatimphany:intak,perforasi,hiperemia,bulging,retraksi,colesteatoma?
Antrummastoid : abces, hiperemia, nyeriperabaan
Hearing aid : tipe, jenis ?
4. PEMERIKSAAN FISIK
Pada telinga dapat menggunakan berbagai macam alat dan rangkaian tes. Seperti otoskop, garpu
tala,earspeculum,danheadlampuntukmembantupemeriksamendapatsinaryangcukup
13. OTOSKOP
Untukmeluruskan kanalpadaorangdewasa/anakbesar tarikaurikula keatasdan
belakang, pada bayitarik aurikula ke belakang dan bawah
Masukkan otoskop ke dalm telinga ± 1,-1,5 cm
Normal:terlihat sedikit serumen, dasar berwarna pink,rambut halusAbnormal:
merah (inflamasi), rabas, lesi, benda asing, serumen padat
Membran timpani dapat terlihat, normalnya tembus cahaya, mengkilat, abu-abu dan
tampak seperti mutiara, utuh.
TES BERBISIK
Kata-kataygdiucapkan:Satuatauduakatauntukmenghindarimenebak,dapatdikenalklien,
bukansingkatan, kata benda atau kata kerja.
Cara:
- Pasien ditempat, pemeriksa berpindah-pindah dari jarak 1,2,3,4,5,6 meter.
- Mulaijarak 1 mpemeriksa membisikan 5/10 kata.
- Bila semua kata benar mundur 2 m, bisikankata yang sama. Bila jawaban benar
mundur 4-5 m (Hanya dpt mendengar 80% jarak tajam pendengaran
sesungguhnya)
- Untukmemastikantesulangpdjarak3Mbilabenarsemuamaju2–1M.
Interfensi Secara Kuantitas ( Leucher )
- 6 meter : normal
- 4-6 meter :praktisnormal/tuliringan
- 1-4 meter :tulisedang
- < 1 meter :tuliberat
- Berteriak didepan telinga tidak mendengar :Tuli Total
Interfensi secara Kualitatif
- Tidak dapat mendengar huruf lunak (frekuensirendah) TULI KONDUKSI.
MisalSusu : terdengar S S.
- Tidakdapatmendengarhurufdesis(frekuensitinggi) TULISENSORI.Misal:
Susu terdengar U U.
TES SUARA BISIK
MODIFIKASI
Pelaksanaan :
Dilakukan diruang kedap suara.
Pemeriksa duduk dibelakang klien sambil melakukanmasking.Bisikan
10 kata dengan intensitas suara yg lebihrendah.
Untuk memperpanjang jarak jauhkan mulut pemeriksa dari klien.Bila
mendengar 80 % pendengaran normal.
14. TES RINNE
membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulangGarpu tala
deng frek 128, 256, dan 512 Hz
TekangarputaladitulangmastoidsmpaitdkterdengarlalupindahkankedpntelingaRinne+
(dpn telinga masihterdengar)
Interpretasi :
- Normal HU : HT =2:1
- Masihterdengar Rinne(+): intensitasHU>HT Telinga normal atautuli
saraf
- Tidakterdengar Rinne(-):intensitasHU<HT Tuli Konduktif
TES WEBER
Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan
Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, asar penala diletakkan pada garis tengah kepala :ubun-
ubun,glabella,dagu,pertengahangigiseri paling sensitif)
Normal mendengar bunyi sama di kedua telinga
Jika bunyilebihkeras padatelingaygsehat(tulisaraf)Jika
bunyilebihkeraspadatelingaygsakit(tulikonduksi)
15. TES SCHWABACK
Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di depan telinga (kond udara)
Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di tlg mastoid (kond tulang)
KESIMPULAN
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Interpretasi
Positif Lateralisasi tidak ada Sama dengan pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli Konduktif
Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural
PENGKAJIAN SISTEM PENCIUMAN
1. ANAMNESA SISTEM PENCIUMAN
- Hidung ekternal
Bentuk, ukuran, warna kulit
Normalnya : simetris, warna sama dg wajah
Abnormal: deformitas, bengkak, merah
- Nares Anterior
Inspeksi warna mukosa, lesi, rabas, perdarahan (epistaksis), bengkakMukosa
normal: pink, lembab, tanpa lesi
Abnormal: Rabas mukoid (rinitis), rabas kuning kehijauan (sinusitis)
- Septum & turbinat
Kepala ditengadahkan
Septum diinspekssi kesejajaran, perforasi atau perdarahan, normal septum dekat dg garis
tengah, bagian anterior lebih tebak dan padat daripada posterior
Lihat adanya polip
16. 2. PALPASI
- Palpasi dg hati2 punggung hidung dan jaringan lunak dg menempatkan 1 jari disetiap sisi
lengkunghidungdansecarahati2menggerakkanjaridaribatang hidungkeujunghidung
- Nyeritekan, massa, penyimpangan
- Normal struktur hidung keras dan stabil
- Kepatenanlubang hidungdapt dikajidgjaridiletakkandisishidungdanmenyumbat1
lubang hidung, klien bernapas dg mulut tertutup
3. PEMERIKSAAN N.I OLFAKTORIUS
1. Membau
a. Siapkan bahan-bahan berbau seperti kopi, jeruk, kamper, dll.
b. Minta klien menutupmata
c. Lalu minta klien membau dan meneba hasilnya
2. Tes Odor stix
Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang menghasilkan bau-bauan.Pena
inidipegangdalamjaraksekitar3-6incidarihidungpasienuntukmemeriksapersepsibauoleh
pasien secara kasar.
3. Tesalkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tesalkohol12
inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak
sekitar 12 incidari hidung pasien.
4. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and sniff card yang
mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.
PENGKAJIAN SISTEM PERASA
1. ANAMNESA SISTEM PENCIUMAN
a. Ada trauma lidah??
b. Bersih atau kotor? Warna, bentuk?
c. Masih bisa membedakanrasa??
d. Tonsil?
e. Adakah stomatitis?
17. BAB 3
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KATARAK DENGAN FOKUS
STUDI GANGGUAN PERSEPSI SENSORI DI RSUD BENDAN KOTA
PEKALONGAN
Format fokus Asuhan Keperawatan
Identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat penyakit keluarga (penyakit, lingkungan rumah dan
komunitas, perilaku yang mempengaruhi kesehatan, presepsi keluarga), focus pola
fungsi kesehatan (pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, pola aktivitas),
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan
evaluasi.
Menurut Tamsuri (2012) pengkajian pre operasi terhadap mata terbagi
menjadi tiga yaitu pertama pengkajian riwayat, yang terdiri dari riwayat penyakit
(trauma mata), riwayat keluhan gangguan (stadium katarak), dan psikososial
(kemampuan aktivitas, gangguan membaca), yang kedua pengkajian umum yang
terdiri dari usia dan gejala penyakit sistemik (diabetes militus, hipotiroid), yang
ketiga yaitu pengkajian khusus mata yang terdiri dari gambaran kekeruhan lensa
(berkas putih) pada lensa, keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut,
penurunan tajam penglihatan, bilik mata depan menyempit, tanda glaukoma.
3.1 Pengkajian
Klien 1 (Ny. S) dilakukan pada Hari Senin, tanggal 2 April 2018 jam
18.30 WIB dan pengkajian pada klien 2 (Ny. A) pada Hari Kamis, tanggal 18
April 2018 di ruang cempaka RSUD Bendan, Kota Pekalongan jam 18.30
WIB.
Dari hasil pengkajian pada klien pertama Ny. S dan klien 14 kedua Ny. A,
didapatkan hasil yang sama yaitu kedua klien mengalami pandangan yang tidak
jelas karena terdapatnya kekeruhan pada lensa mata. Akibatnya aktivitas klien
pada Ny. S dan Ny. A terganggu karena memiliki pandangan yang kabur.
18. a. riwayat penyakit trauma mata pada bagian lensa yang mengalami
kekeruhan.
b. Riwayat keluhan gangguan pada kedua klien mengalami stadium pada
katarak yaitu katarak matur, dimana tajam penglihatan sudah menurun
dan hanya tinggal proyeksi sinar positif.
c. psikososial pada kedua kien didapatkan hasil kemampuan aktivitas kedua
klien terganggu karena tidak dapat melihat dengan jelas, Ny. A
mengeluhkan terdapat gangguan membaca juga karena Ny. A masih
mengikuti kegiatan mengaji kitab bersama teman sebayanya. Kemudian
pada pengkajian usia, kedua klien termasuk kedalam lanjut usia karena
kedua klien berusia lebih dari 55 tahun.
d. pengkajian gejala penyakit sistemik pada kedua klien tidak mengalami
gejala penyakit sistemik seperti diabetes militus dan hipotiroid,
e. pengkajian khusus mata pada kedua klien ditemukan gambaran kekeruhan
lensa (berkas putih) pada lensa, pandangan berkabut, terjadi penurunan
penglihatan pada kedua klien, tetapi pada kedua klien tidak ditemukan
adanya tanda glaukoma,
19. DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Handbook
of Nursing Diagnosis) Ed. 13. Jakarta: EGC.
Sunaryo. 2015. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tamsuri, Anas. 2012. Klien Gangguan Mata & Penglihatan
KeperawatanBedah. Jakarta: EGC.
Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie Mariza. 2013. KMB I Keperawatan
Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.
Wilkinson danAhern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
20. viii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KATARAK DENGAN FOKUS
STUDI GANGGUAN PERSEPSI SENSORI DI RSUD BENDAN KOTA
PEKALONGAN
(Nursing Care Of The Catarak Patients Focusing Study Sensory Perception
DisorderIn The Hospital Of Bendan Pekalongan)
Arifatul Mahmudah (2018)
Dosen Pembimbing 1: Ns, M. Projo Angkasa, S.Kep, M.Kes
Dosen Pembimbing 2 : Supriyo, SST, M.Kes
ABSTRAK
Katarak adalah suatu keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang dapat
menurunkan fungsi penglihatan seseorang dan penglihatan seseorang menjadi
buram.Gangguan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana
individu/sekelompok orang mengalami perubahan disertai respons yang
berkurang, berlebihan atau rusak dalam jumlah, pola, interpretasi terhadap suatu
stimulus yang datang.Banyak klien yang mengalami gangguan persepsi sensori
dikarenakan banyak faktor penyebab antara lain usia, genetik, penyakit
predisposisi. Pada studi kasus ini penulis menggunakan metode deskriptif. Studi
kasus ini dilakukan selama 3 hari pada bulan April tahun 2018. Hasil studi kasus
yang dilakukan dengan menggunakan 2 subjek penelitian yang telah sesuai
dengan kriteria inklusi didapatkan data bahwa klien 1 dan klien 2 menunjukan
respon yang berbeda, namun masalah keperawatan gangguan persepsi sensori
klien 1 dan klien 2 dapat teratasi. Masalah dapat dikatakan teratasi karena klien 1
dan klien 2telah mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu
mampumelaporkan/memeragakan kemampuan yang lebih baik untuk proses
rangsang penglihatan dan mengomunikasikan perubahan visual, perbedaan respon
pada klien 1 dan klien 2 dipengaruhi oleh terdapatnya gangguan pendengaran
pada klien 1 sehingga memperlambat teratasinya pada klien.
Kata kunci : gangguan persepsi sensori, katarak.
21. ix
ABSTRACT
Cataract is a turbidity condition that occurs in the lens of the eye that can
decrease the function of one's vision and one's vision becomes blurred. Sensory
perception disorder is a condition in which the individual / group of people
undergoes a change with a reduced, excessive or damaged response in the
number, pattern, interpretation of an incoming stimulus. Many clients experience
sensory perception disorders due to many factors including age, genetics,
predisposing disease. In this case study the author uses descriptive method. This
case study was conducted for 3 days in April 2018. The result of the case study
conducted by using 2 research subjects that have been in accordance with the
inclusion criteria found that the clients 1 and client 2 showed different responses,
but the problem of sensory perception nursing client perception 1 and client 2 can
be resolved. The problem can be said to be resolved because client 1 and client 2
have achieved the stated goal of being able to report / demonstrate better ability
for visual stimulation process and to communicate the visual changes, the
difference of response on client 1 and client 2 is affected by the hearing
impairment on client 1 so slowing down to the client.
Keywords : sensory perception disorder, cataract.
22. 10
PENDAHULUAN
Di Indonesia banyak kita jumpai
berbagai masalah kesehatan, masalah
tersebut yang kita hadapi sekarang ini
adalah masalah penglihatan. Mata adalah
salah satu organ panca indra yang sangat
penting didalam tubuh manusia yang
berfungsi untuk melihat. Berbagai macam
masalah penglihatan di Indonesia yang
menyerang pada manusia, salah satunya
adalah katarak. Katarak menyerang organ
lensa mata pada manusia. Katarak adalah
kekeruhan lensa mata yang dapat
menghambat cahaya masuk ke mata,
sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan penglihatan atau gangguan
persepsi sensori pada manusia.
Menurut Ilyas (1999) dikutip oleh
Tamsuri, 2012, p. 54 Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa atau akibat
keduanya.
Menurut WHO, kebanyakan terkait
dengan masalah penuaan, meskipun
kadang-kadang anak-anak dapat terlahir
dengan kondisi katarak kongenital, atau
katarak dapat berkembang setelah trauma,
peradangan atau karena suatu penyakit.
Lensa menjadi keruh atau berwarna putih
abu-abu, dan ketajaman mata berkurang.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), saat ini diseluruh dunia ada
sekitar 135 juta penduduk dunia memiliki
penglihatan lemah dan 45 juta orang
menderita kebutaan. Dari jumlah tersebut,
90% diantaranya berada di negara
berkembang dan sepertiganya berada Asia
Tenggara. Di Indonesia, jumlah
penderitaan kebutaan akibat katarak selalu
bertambah 210.000 orang pertahun 16%
diantaranya diderita usia produktif.
Menurut data Riskesdas
(2013)sebesar 0,78% katarak dapat
menyebabkan kebutaan, kemudian
glaukoma sebesar 0,2%, kelainan refraksi
sebesar 0,14%, dan penyakit lain yang
berhubungan dengan usia lanjut sebesar
0,38% dapat menyebabkan kebutaan.
Katarak merupakan penyebab utama
gangguan penglihatan dan kebutaan di
Indonesia dan di dunia. Di Indonesia hasil
survey kebutaan dengan menggunakan
metode Rapid Assessment of Avoidable
Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di
3 provinsi (NTB, Jawa Barat, Sulsel)tahun
2013-2014 didapatkan prevalensi kebutaan
pada masyarakat usia >50 tahun rata-rata
di 3 provinsi tersebut adalah 3,2 % dengan
penyebab katarak (71%). Di perkirakan
setiap tahun kasus baru buta katarak akan
selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah
penduduk atau kira-kira 250.000
orang/tahun. Sementara itu kemampuan
kita untuk melakukan operasi katarak
23. 11
setiap tahun diperkirakan baru mencapai
180.000/tahun sehingga setiap tahun selalu
bertambah backlog katarak sebesar lebih
kurang 70.000. Jika kita tidak segera
mengatasi baclog katarak ini maka angka
kebutaan di Indonesia semakin lama
semakin tinggi. (depkes.go.id
dipublikasikan pada Sabtu, 09 Januari
2016, diakses pada Minggu, 22 Oktober
2017)
Berdasarkan data rekam medis dari
RSUD Bendan pada tahun 2016 tercatat
jumlah penderita katarak sebesar 262
pasien. Sedangkan pada tahun 2017
sampai bulan Oktober tercatat jumlah
penderita katarak sebesar 487 pasien.
Berdasarkan pengalaman yang
terjadi saat penulis melaksanakan Praktek
Klinik Keperawatan (PKK) medikal bedah
pada semester IV tahun 2017 di RSUD
Bendan, penulis masih sering menjumpai
klien katarak dengan gangguan persepsi
sensori. Alasan penting penulis mengambil
kasus kelolaan klien katarak dengan
gangguan persepsi sensori karena masih
tingginya kasus yang terjadi di masyarakat
dan tiap tahunnya selalu bertambah. Klien
dengan katarak selalu terdapat gangguan
persepsi sensori pada penglihatannya
karena adanya kekeruhan pada lensa mata.
Lensa mata yang sedang dalam proses
pembentukan katarak ditandai adanya
sembap lensa, perubahan protein, nekrosis,
dan terganggunya kesinambungan normal
serabut-serabut lensa (Tamsuri, 2012).
Tindakan yang dilakukan untuk
penanganan masalah gangguan persepsi
sensori pada katarak dapat disembuhkan
dengan melalui tindakan pembedahan pada
mata, tindakan pembedahan tersebut
dinamakan operasi katarak. Setelah
dilakukan tindakan pembedahan, mata
klien masih tertutup oleh kassa untuk
menjaga kebersihan mata klien pasca
operasi, sehingga setelah dilakukan
tindakan operasi katarak klien masih
terdapat gangguan persepsi sensori.
Gangguan persepsi sensori yang
terjadi pada katarak mengganggu
penglihatan pada seseorang dalam
memandang. Gangguan persepsi sensori
mengakibatkan pandangan seseorang tidak
jelas, pandangan berkabut, pandangan
ganda sehingga dapat mengganggu
seseorang dalam melihat. Seseorang yang
mengalami gangguan persepsi sensori
maka akan menghambat aktivitasnya.
Meskipun katarak bukan merupakan
suatu penyakit yang dapat menyebabkan
kematian tetapi katarak dapat
menyebabkan gangguan sensori dan dapat
menyebabkan kebutaan pada penderita.
Gangguan persepsi sensori pada penyakit
katarak dapat menyerang siapa saja, bisa
terjadi pada bayi, anak-anak, dewasa,
maupun lansia tergantung dari penyebab
24. 12
terjadinya katarak. Yang sering ditemui di
masyarakat gangguan persepsi sensori
pada penderita katarak menyerang pada
lanjut usia. Angka harapan hidup yang tiap
tahunnya semakin meningkat
menyebabkan meningkatnya jumlah
lansia, sehingga menyebabkan tingginya
penderita katarak yang mengalami
gangguan persepsi sensori.
Operasi katarak bertujuan
mengeluarkan lensa yang keruh. Apabila
lensa mata penderita katarak telah
diangkat, penderita akan mengalami afakia
(Afakia yaitu orang yang tidak mempunyai
lensa mata). Dengan demikian, penderita
memerlukan lensa pengganti untuk
memfokuskan penglihatan. Lensa dapat
diganti melalui beberapa cara berikut: (1)
Menggunakan kacamata afakia yang
lensanya sangat tebal (2) Lensa kontak (3)
Lensa intraokular/lensa tanam yaitu lensa
permanen yang ditanamkan dalam mata
pada saat operasi katarak untuk
menggantikan lensa mata asli yang
diangkat (Hendrawati, 2008, p.8)
Berdasarkan data dan uraian diatas
katarak merupakan penyebab utama
gangguan persepsi sensori dan kebutaan di
Indonesia dan di dunia. Dari semua
kebutaan pada masyarakat, lebih dari 50%
disebabkan oleh katarak. Padahal katarak
dapat disembuhkan melalui operasi dengan
biaya yang tidak teralu mahal dan sudah
dijamin oleh BPJS, serta masih banyaknya
angka kejadian gangguan persepsi sensori
pada penderita katarak, maka penulis
tertarik ingin membuat laporan kasus
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Katarak Dengan Fokus Studi Gangguan
Persepsi Sensori di Ruang Jlamprang
RSUD Bendan Kota Pekalongan”
METODE PENELITIAN
A. RancanganPenelitian
Rancangan yang
digunakandalampenelitiankaryatulisil
miahiniadalah desain penelitian
deskriptif yaitu desain penelitian yang
bertujuan untuk mendeskripsikan
peristiwa atau fenomena yang ada pada
saat ini. Kemudian studi kasus ini
adalah studi untuk mengeksplorasi
masalah asuhan keperawatan pada
klien katarak dengan gangguan
persepsi sensori.
Pengelolaankasusdalamkaryatulisil
miahinidiawalidenganpengkajianterhad
apklien, menentukan diagnosa
keperawatan yang tepat,
merencanakantindakankeperawatan
yang sudahdirencanakan,
melaksanakanimplementasikeperawata
nsesuaidenganperencanaandanmelakuk
antindakanevaluasikeperawatanmedika
l bedahpada klienkatarak,
khususnyapadaklien yang
menderitagangguanpersepsi sensori.
25. 13
Berdasarkanuraiandiatas,
makapenulisinginmenggambarkanhasil
asuhankeperawatan medikal bedah
pada klienKatarakdenganFokus
StudiGangguanPersepsi Sensori di
RSUD BendanKotaPekalongan.
B. SubjekPenelitian
Subjek penelitian ini adalah dua
pasien (Ny. S dan Ny. A) dengan
masalah keperawatan dan diagnosis
medis yang sama, yaitu pasien katarak
dengan gangguan persepsi sensori.
Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling yaitu
penulis memilih subyek sesuai yang
dikehendaki sesuai dengan tujuan dan
masalah dalam penelitian.Studi kasus
ini dilakukan pada dua orang pasien.
C. LokasidanWaktu Penelitian
AsuhanKeperawatan Medikal Bedah
pada pasien Katarak dengan
FokusStudiGangguan Persepsi Sensori,
dilaksanakan di RSUD Bendan Kota
Pekalongan, selama 6 hari pada klien
Ny. S tanggal 2-4 April 2018,
sedangkan klien Ny. A pada tanggal
18-20 April 2018.
D. Instrumen Penelitian
Instrument yang
digunakandalampengumpulan data
diantaranya :
1. Format fokus AsuhanKeperawatan
Identitas, keluhanutama,
riwayatpenyakitsekarang,
riwayatpenyakitsebelumnya,
riwayatpenyakitkeluarga (penyakit,
lingkunganrumahdankomunitas,
perilaku yang
mempengaruhikesehatan,
presepsikeluarga),
focuspolafungsikesehatan
(polanutrisi, polaeliminasi,
polaistirahat, polaaktivitas),
diagnosa keperawatan,
perencanaankeperawatan,
implementasikeperawatan,
danevaluasi.
2. Alatkesehatanberupatensimeter,
stetoskop, termometer, penlight.
3. Alattulisberupabukutulis, pulpen,
pensil, penghapus, danpenggaris.
4. Laptop dan printer
HASIL DA N PEMBAHASAN
Pada karya tulis ini penulis
mengambil data fokus yang menunjang
adanya tanda-tanda gangguan persepsi
sensori .Pengkajian klien 1 (Ny. S)
dilakukan pada Hari Senin, tanggal 2
April 2018 jam 18.30 WIB dan
pengkajian pada klien 2 (Ny. A) pada
Hari Kamis, tanggal 18 April 2018 di
ruang cempaka RSUD Bendan, Kota
Pekalongan jam 18.30 WIB.
Dari hasil pengkajian pada
klien pertama Ny. S dan klien
26. 14
kedua Ny. A, didapatkan hasil
yang sama yaitu kedua klien
mengalami pandangan yang
tidak jelas karena terdapatnya
kekeruhan pada lensa mata.
Akibatnya aktivitas klien pada
Ny. S dan Ny. A terganggu
karena memiliki pandangan
yang kabur. Menurut
Hendrawati (2008) Katarak
adalah kekeruhan lensa mata.
Lensa mata yang normal
seharusnya bening dan tembus
cahaya. Kekeruhan lensa
menyebabkan penglihatan
seseorang menjadi buram,
berdasarkan pengkajian yang
dilakukan penulis pada klien
Ny. S dan Ny. A sudah sesuai
dengan teori tersebut.
Menurut Ilyas (1999) yang
dikutip oleh Tamsuri (2012)
klasifikasi penyakit katarak
salah satunya adalah katarak
senil, katarak senil adalah
katarak yang terjadi pada usia
setelah usia 50 tahun.
Berdasarkan pengkajian yang
telah dilakukan oleh penulis
pada klien Ny. S dan Ny. A,
kedua klien tersebut termasuk
kedalam katarak senil, karena
klien Ny. S berumur 76 tahun
dan Ny. A berumur 72 tahun.
Berdasarkan teori dan
pengkajian yang telah
dilakukan oleh penulis terhadap
kedua klien tersebut telah
sesuai.
Menurut Tamsuri (2012)
pengkajian pre operasi terhadap
mata terbagi menjadi tiga
yaitupertama pengkajian
riwayat, yang terdiri dari
riwayat penyakit (trauma
mata), riwayat keluhan
gangguan (stadium katarak),
dan psikososial (kemampuan
aktivitas, gangguan membaca),
yang kedua pengkajian umum
yang terdiri dari usia dan gejala
penyakit sistemik (diabetes
militus, hipotiroid), yang ketiga
yaitu pengkajian khusus mata
yang terdiri dari gambaran
kekeruhan lensa (berkas putih)
pada lensa, keluhan terdapat
diplopia, pandangan berkabut,
penurunan tajam penglihatan,
bilik mata depan menyempit,
tanda glaukoma.
Pada pengkajian yang telah
dilakukan pada klien Ny. S dan
Ny. A didapatkan hasil kedua
klien memiliki riwayat penyakit
trauma mata pada bagian lensa
yang mengalami kekeruhan.
Riwayat keluhan gangguan
27. 15
pada kedua klien mengalami
stadium pada katarak yaitu
katarak matur, dimana tajam
penglihatan sudah menurun dan
hanya tinggal proyeksi sinar
positif. Pada pengkajian
psikososial pada kedua kien
didapatkan hasil kemampuan
aktivitas kedua klien terganggu
karena tidak dapat melihat
dengan jelas, Ny. A
mengeluhkan terdapat
gangguan membaca juga
karena Ny. A masih mengikuti
kegiatan mengaji kitab bersama
teman sebayanya. Kemudian
pada pengkajian usia, kedua
klien termasuk kedalam lanjut
usia karena kedua klien berusia
lebih dari 55 tahun.
Pada pengkajian gejala
penyakit sistemik pada kedua
klien tidak mengalami gejala
penyakit sistemik seperti
diabetes militus dan hipotiroid,
pada pengkajian ini terdapat
kesenjangan antara penelitian
klien dengan teori. Pada
pengkajian khusus mata pada
kedua klien ditemukan
gambaran kekeruhan lensa
(berkas putih) pada lensa,
pandangan berkabut, terjadi
penurunan penglihatan pada
kedua klien, tetapi pada kedua
klien tidak ditemukan adanya
tanda glaukoma, pada
pengkajian ini terdapat
kesenjangan antara penelitan
penulis dengan teori.
1. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan konsep teori
klien katarak didapatkan
diagnosa keperawatan
gangguan persepsi
sensoriberhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan
dan kejelasan
penglihatan(Tamsuri, 2012).
Dan perumusan masalah utama
yang dirumuskan penulis
adalah gangguan persepsi
sensoriberhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan
dan kejelasan penglihatan.
Dalam hal ini tidak terdapat
kesenjangan karena diagnosa
keperawatan yang penulis
rumuskan sesuai dengan
konsep teori yang ada.
Penulis memprioritaskan
diagnosa ini karena merupakan
keluhan utama yang dirasakan
oleh kedua klien katarak. Saat
pengkajian didapatkan data
subjektif pada kedua klien,
klien mengatakan sulit dalam
melihat, pandangan kabur,
28. 16
penglihatan tidak jelas, tidak
dapat melihat siapa yang
didepannya, kesulitan dalam
beraktivitas. Dan berdasarkan
hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan ditemukan data
objektif klien tampak terdapat
kekeruhan lensa pada mata
bagian kiri, klien terlihat tidak
mengenali siapa yang berada
didepannya dengan cara
melihat, klien mengalami
penurunan ketajaman
penglihatan.
2. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan
yang ditentukan oleh penulis
dengan diagnosa keperawatan
gangguan persepsi
sensoriberhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan
dan kejelasan penglihatanyaitu
berfokus pada mengurangi
gangguan persepsi sensori.
Tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis adalah klien
melaporkan/memeragakan
kemampuan yang lebih baik
untuk proses rangsang
penglihatan dan
mengomunikasikan perubahan
visual selama 3x24 jam dengan
kriteria hasil klien dapat
mengidentifikasi faktor-faktor
yang memengaruhi fungsi
penglihatan dan dapat
mengidentifikasi dan
menunjukkan pola-pola
alternatif untuk meningkatkan
penerimaan rangsang
penglihatan (Tamsuri 2012).
Penulis menyusun
intervensi keperawatan yang
sama antar klien pertama
dengan klien kedua antara lain
kaji ketajaman penglihatan
pasien, identifikasi alternatif
untuk optimalisasi sumber
rangsangan sesuaikan
lingkungan untuk optimalisasi
penglihatan (orientasikan klien
terhadap ruang rawat, letakkan
alat yang sering digunakan di
dekat klien atau pada sisi mata
yang lebih sehat, berikan
pencahayaan cukup, letakkan
alat di tempat yang tetap,
hindari cahaya menyilaukan),
anjurkan penggunaan alternatif
rangsang lingkungan yang
dapat diterima: Anjurkan
penggunaan alternatif rangsang
lingkungan yang dapat
diterima: dengan mengenali
dan mengingat dari suara lawan
bicara.
29. 17
3. Implementasi keperawatan
Menurut Jitowiyono dan
Kristiyanasari (2010)
implementasi keperawatan
disesuaikan dengan intervensi
yang telah ditetapkan serta
keadaan umum klien.
Implementasi keperawatan
telah dilakukan dalam rangka
merealisasikan rencana
tindakan yang telah disusun
sesuai diagnosa dan intervensi
keperawatan yang dilaksanakan
selama 3 hari dimulai tanggal
2-4 April 2018.Pelaksanaan
keperawatan pengelolaan pada
pasien dengan gangguan
persepsi sensori dapat yang
telah direncanakan sebelumnya
telah terlaksanakan.
Pada hari pertama
mengorientasikan klien
terhadap ruang rawat, respon
kedua klien mengetahui
ruangan yang ada disini.
Memberikan cairan elektrolit
RL 20 tpm melalui menginfus,
respon kedua klien bersedia
untuk diinfus. Mengkaji
ketajaman penglihatan pasien,
respon kedua klien mengatakan
penglihatan tidak jelas.
Mengidentifikasi alternatif
untuk optimalisasi sumber
rangsangan lingkungan yang
diterima, misalnya dengan
mengenali dan mengingat dari
suara lawan bicara, respon
kedua klien mengatakan
mencoba mengingat dan
mengenali seseorang dari
suaranya, klien mengatakan
jika dengan orang yang baru
pertama kali mengenal tidak
mengetahui siapa orang
tersebut, tidak mengetahui
siapa yang berada didepannya.
Mengkaji tanda-tanda vital
klien, respon dari kedua klien
menunjukkan tekanan darah
dengan hipertensi, karena
tekanan darah klien pertama
diastoliknya lebih dari 90
mmHg dan klien kedua
siastolik lebih dari 140 mmHg
dan diastolik lebih dari 90
mmHg, terjadi kesenjangan
pada tanda-tanda vital kedua
klien dengan teori.
Mengidentifikasi alternatif
untuk optimalisasi sumber
rangsangan, respon kedua
klientidak mengetahui siapa
yang berada didepannya.
Meletakkan alat yang sering
digunakan di dekat klien atau
pada sisi mata yang lebih sehat,
respon kedua klien sudah
30. 18
memahami dimana letak alat
yang biasa digunakan klien.
Memberikan pencahayaan
cukup, respon kedua klien
mengatakan cahayanya sudah
cukup untuk tidur. Dari
beberapa implementasi yang
sudah dilakukan dihari pertama
telah sesuai dengan intervensi
yang sudah direncanakan,
meskipun ada satu yang terjadi
kesenjangan pada tanda-tanda
vital klien.
Pada hari kedua
pelaksanaan keperawatan
dengan mengobservasi tanda-
tanda vital kedua klien, respon
klien pertama tanda-tanda vital
menunjukkan tanda-tanda vital
normal, pada klien kedua
menunjukkan hipertensi karena
diastolik menunjukkan lebih
dari 90 mmHg, dari
pelaksanaan tersebut terjadi
kesenjangan dengan teori,
pengkajian. Mengkaji
ketajaman penglihatan pasien,
respon kedua klien mengatakan
tidak dapat melihat dengan
jelas, pandangan terasa gelap.
Memberikan pencahayaan
cukup, respon kedua klien
mengatakan cahayanya cukup.
Dari beberapa implementasi
yang sudah dilakukan dihari
pertama telah sesuai dengan
intervensi yang sudah
direncanakan.
Pada hari ketiga
pelaksanaan keperawatan
dengan mengkaji ketajaman
penglihatan klien, respon kedua
klien mengatakan pandangan
kabur. Menganjurkan
penggunaan alternatif
rangsangan lingkungan yang
diterima, misalnya dengan
mengenali dan mengingat dari
suara lawan bicara, respon
klien mengatakan masih
mengingat dan mengenali
penulis dari suaranya, bisa
mengingat suara orang-orang
yang biasa berinteraksi dengan
klien meskipun tidak terlihat
dengan jelas. Menghindari
cahaya menyilaukan respon
klien sudah merasa nyaman
dengan pencahayaannya, tidak
terlalu silau. Meletakkan alat
yang sering digunakan di dekat
klien atau pada sisi mata yang
lebih sehat, respon klien
mengatakan sudah memahami
letak air minum, makanan yang
biasa dibutuhkan klien,
dilakukan oleh penulis.
4. Evaluasi Keperawatan
31. 19
Menurut Jitowiyono dan
Kristiyanasari (2010, h.182)
evalulasi juga disesuaikan
dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dengan metode
SOAP. Evaluasi digunakan
untuk mengetahui seberapa
tujuan yang ditetapkan telah
tercapai dan apakah intervensi
yang dilakukan efektif untuk
pasien.Evaluasi dilakukan
selama 3 hari, maka tanggal 2
April 2018sampai 4 April 2018
dan 18 April 2018 sampai 20
April 2018. Setelah dilakukan
pelaksanaan keperawatan
selama tiga hari, dari tanggal
18 April 2018 sampai dengan
20 April 2018 didapatkan hasil
dalam bentuk catatan
perkembangan respon klien
yang terdiri atas subjektif,
objektif, assessment, dan
planning (SOAP) yang
didapatkan pada hari
terakhir.Catatan perkembangan
pasien untuk diagnosa
keperawatan yang ditekankan
pada satu respon yaitu
gangguan persepsi sensori
berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan
dan kejelasan penglihatan.
Evaluasi yang didapatkan pada
kedua klien yaitu masalah
kedua klien teratasi.
SIMPULAN
Masing-masing masalah
keperawatan gangguan persepsi sensori
klien 1 (Ny. S) dan klien 2 (Ny. A) untuk
mengetahui hasil dari tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan
sesuai dengan kriteria hasil yang penulis
tentukan pada masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori berhubungan
dengan penurunan tajam penglihatan dan
kejelasan penglihatan. Pada kedua klien
masalah teratasi karena klien mampu
melaporkan/memeragakan kemampuan
yang lebih baik untuk proses rangsang
penglihatan dan mengomunikasikan
perubahan visual, hal itu ditunjukkan
dengan respon subjektif klien yang
mengatakan klien mengatakan masih
mengingat dan mengenali penulis dari
suaranya. Klien mengatakan bisa
mengingat suara orang-orang yang biasa
berinteraksi dengan klien meskipun tidak
terlihat dengan jelas. Respon objektifnya
klien terlihat sudah bisa untuk mengenali
siapa yang berada didepannya dengan cara
mengenali dan mengingat lawan
bicaranya. Pada klien pertama masalah
teratasi lebih lambat dibandingkan klien
kedua karena terjadi gangguan
pendengaran pada klien pertama.
32. 20
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit
Tidak Menular. Jakarta: Gramedia
Bilotta, Kimberly A.J. 1879. Nurse’s
Quick Check: Diseases.Terjemahan
Widiarti, Dwi. 2009. Kapita
Selekta Penyakit. Jakarta: EGC
BPDANP.(2013). HasilRiskesdas
2013.Jakarta
:KementrianKesehatanRepublik
Indonesia.
(www.depkes.go.id/resources/down
load/generaldiakses22 Oktober
2017)
Carpenito, Lynda Juall. 2013. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan
(Handbook of Nursing Diagnosis)
Ed. 13. Jakarta: EGC
Christensen, Paula dan Janet. 1995.
Nursing Process: Application of
Conceptual Model, 4th
Ed.
Terjemahan Yudha, Egi Komara
dan Nike Budhi Subekti. 2009.
Jakarta: EGC
Doenges, dkk. 2015. Manual Diagnosis
Keperawatan Ed. 3. Jakarta: EGC
Hendrawati, Rita. 2008. Pengobatan dan
Pencegahan Penyakit Mata.
Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka
Jitowiyono, Sugeng danWeni
Kristiyanasari. 2010. Asuhan
Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta: Nuha Medika
Kozier, Berman, Snyder. 2004.
Fundamental of Nursing:Concepts,
process, and practice,
7th
Ed.Terjemahan Widiarti, Dwi
dan Nike Budhi Subekti. 2011.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009.
Asuhan Keperawatan Perioperatif:
Konsep, Proses, dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika
Nanda. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis. Jakarta: EGC
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan
Keperawatan Maternitas, Anak,
Bedah, dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika
Nursalam. 2008. Konsep Dasar dan
Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
O., Rahmat. 2009. Sistem Koordinasi dan
Alat Indera Pada Manusia.
Bandung: PT.Sarana Ilmu Pustaka
Potter dan Anne. 2009. Fundamental of
Nursing, 7th
Edition. Terjemahan
Fitriani, Diah Nur, Onny
Tampubolon, Farah Diba. 2010.
Fundamental Keperawatan Ed. 7.
Jakarta: Salemba Medika
33. 21
Rekam Medik RSUD Bendan Kota
Pekalongan. 2017
Sunaryo. 2015. Psikologi untuk
Keperawatan. Jakarta: EGC
Suranto. 2012. Asuhan Keperawatan pada
Ny. K dengan Gangguan Sensori
Visual: Pre dan Post Operasi
Katarak di Ruang Flamboyan RSUD
Boyolali.(http://www.eprints.ums.ac.
id, diakses pada 3 Nopember 2017)
Tamsuri, Anas. 2012. Klien Gangguan
Mata & Penglihatan Keperawatan-
Bedah. Jakarta: EGC
Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie
Mariza. 2013. KMB I Keperawatan
Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta: Nuha
Medika
Wilkinson dan Ahern. 2012. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC