Teks tersebut merupakan penjelasan mengenai taxonomy of organizational justice theories yang membagi teori-teori keadilan organisasi ke dalam empat kelas berdasarkan dua dimensi, yaitu dimensi reaktif-proaktif dan dimensi proses-isi. Dimensi reaktif-proaktif membedakan teori yang berfokus pada reaksi terhadap ketidakadilan dan teori yang berfokus pada upaya menciptakan keadilan, sedangkan dimensi proses-isi membed
1. A TAXONOMY OF ORGANIZATIONAL JUSTICE THEORIES
Jerald Greenberg
Adapted by.
Padlah Riyadi., MM.,CA.
Taxonomy diajukan sebagai teori pengkategorisasian dari keadilan organisasional, yang
mengandung dua dimensi independent : dimensi reaktif/proaktif dan dimensi process content.
Macam-macam teori dari setiap ………….Implikasi dari taxonomy didiskusikan untuk
mengklarifikasi secara teoritis interrelationship, melacak trend-trend penelitian, dan
mengidentifikasi kebutuhan area dari penelitian.
Dirangsang oleh pengkonseptualisasian keadilan dalam organisasi seperti Homans(1961), Adam
(1965) dan Walster, Berscheid dan Walster (1973), para peneliti organisasional mencurahkan
perhatiannya ditahun 60-an dan 70-an untuk menguji proposisi tentang distribusi pembayaran
(payment) dan imbalan-imbalan yang berhubungan dengan pekerjaan lainnya yang berasal dari teori
equity (untuk review lihat Campbell & Richard 1976; Greenberg, 1982). Meskipun review-review
dan kritik-kritik terhadap teori ekuitas pernah mendominasi halaman jurnal-jurnal organisasi
(seperti Goodman dst), pada saat ini hal tersebut menjadi subyek yang kurang mendapatkan
perhatian (Reis 1986). Hal ini mungkin menjadi kesalahan, akan tetapi, untuk melihat trend ini
sebagai suatu indikasi bahwa para ahli organisasi kurang tertarik didalam masalah keadilan dan
fairness dalam organisasi daripada yang mereka lakukan dulu. Tentu saja perhatian tentang fairness
telah diekspresikan seperti organisasional domain sebagai pemecahan masalah (Aram & Salipante
1981), pemilihan personel (Arvey 79), perselisihan TK (Walton & McKersie 65), dan negosiasi
upah (Mahoney, 75), merupakan beberapa nama yang disebutkan. Meskipun penelitian diinspirasi
oleh teori ekuitas telah menjadi lambat sekali, masih terdapat perkembangan tentang macam-macam
pendekatan yang berbeda mengenai keadilan yang paling tidak berguna untuk menerangkan
perilaku dalam konteks organisasi yang lebih luas.Karena terdapat perkembangan dari pendekatan-
pendekatan yang lebih baru dan karena hal ini mungkinsedikit lebih familiar bagi ahli-ahli
2. organisasional, paper pada saat ini akan mengkategorisasikan macam-macam
pengkonseptualisasian mengenai keadilan disekitar skema taxonomi. Taxonomy ini tidak
hanya menawarkan suatu cara yang mudah untuk mengornasisasi macam-macam
konseptualisasi tersebut tetapi juga bisa menerangkan interrelationship dan pentingnya hal
tersebut untuk dipelajari dalam organisasi.
Dimensi-dimensi Taxonomy
Taxonomy pada saat ini berasal dari kombinasi dua dimensi independent secara konseptual :
dimensi reaktif dan proaktif dan dimensi process content. Hal ini tidak diasumsikan bahwa
penggolongan itu merupakan satu-satunya cara untuk mengorganisasi dimensi yang mungkin
diidentifikasikan. Tentu saja hal ini memungkinkan bahwa skema taxonomy yang berbeda mungkin
diajukan berdasarkan dimensi konseptual yang berbeda secara utuh. Akan tetapi dimensi yang
diidentifikasikan didalam taxonomy saat ini akan sangat berguna untuk mengorganisasi dalam area
luas dari konseptualisasi ketertarikan didalam konteks perilaku organisasi.
Dimensi Reaktif-Proaktif
Dimensi reaktif proaktif disarankan oleh perbedaan yang dibuat oleh Van Avermaet ….(78) dan
digunakan untuk mengorganisasi literatur teori ekuitas oleh Greenberg (82). Perbedaan tersebut
adalah antara pencarian untuk memperbaiki ketidakadilan dan berusaha kerasuntuk mencapai
keadilan
Teori Reaktif dari keadilan berfokus pada usaha-usaha manusia baik untuk keluar dari atau
menghindari penerimaan pernyataan-pernyataan yang tidak fair. Beberapa teori menguji
reaksi terhadap ketidak adilan. Secara kontras teori proaktif berfokus pada perilaku yang
didisain untuk mempromosikan keadilan. Mereka menguji perilaku-perilaku yang berusaha
untuk menciptakan hanya pada pernyataan.
Dimensi Process Content
Dimensi kedua adalah dimensi process content diinspirasi oleh perbedaan penelitian legal
antara cara memberikan keputusan bersalah dibuat dan untuk apa keputusan bersalah itu
(Walker …79), Mahoney(83) membuat pembedaan yang sama dengan cara membedakan
antara proses-proses dimana upah-upah ditentukan dan hasil dari proses itu.
Sebagai contoh kita mungkin membedakan antara pendekatan ke keadilan yang berfokus pada
pencapaian akhir dan maksud-maksud yang digunakan untuk mencapai hasil akhir itu.
Pendekatan Process ke keadilan berfokus pada bagaimana macam-macam outcome (dalam
organisasi, pembayaran dan pengakuan merupakan contoh-contoh yang baik) ditentukan
Beberapa orientasi yang berfokus pada fairness dari prosedur-prosedur yang digunakan
untuk membuat keputusan-keputusan organisasional dan untuk mengimplementasikan
keputusan-keputusan itu. Kebalikannya pendekatan Content menaruh perhatian pada diri
mereka sendiri dengan fairness menghasilkan distribusi outcome. Perspektif ini menekankan
pada fairness relatif dari outcome yang diterima oleh macam-macam unit organisasional
( secara khusus individual atau group)
Mengidentifikasi teori didalam taxonomy
Ini diasumsikan bahwa dimensi reaktif-proaktif dan dimensi process-content adalah idenpendent
satu sama lain, oleh karena itu memberikan hasil empat kelas yang berbeda dsri konseptualisasi
keadilan ketika dua dimensi itu dikombinasikan. Tabel 1 mengorganisasi pendekatan-pendekatan
ini dan mengidentifikasi exemplar utama dari tiap-tiap pendekatan.
Dua point yang harus dibuat mengenai teori didalam taxonomi ini. Pertama, Tidak ada usaha
yang dibuat untuk mendalami (melengkapi). Sebagai pengganti teori-teori yang identifikasi dan
digambarkan merupakan baik penetapan atau janji didalam psikologi atau sosiologi, bidang-bidang
3. dalam mana studi dari keadilan dalam organisasi secara tradisional telah telusuri. Pembatasan
Contoh-contoh tidak dimaksudkan bahw ateori-teori yang lain mungkin tidak cocok Lebih pada
dalam pandangan mengklarifikasi fungsi-fungsi dari pekerjaan sekarang, mengeluarkan mereka
lebih rekflektif dalam hal penilaian mengenai pembatasan-pembatasan dari pendemonstrasian atau
nilai-nilai potensial untuk studi organisasional.
Kedua, meskipun beberapa teori diklasifikasikan oleh taxonomy pada saat ini secara lebih
luas diaplikasikan untuk konteks-konteks secara organisasional, tidak ada yang
diformulasikan dimana organisasi-organisasi sebagai fokus yang ekslusif oleh para ahli.
Bahkan Adam (65) yang mempopulerkan inequity, aslinya diuji dalam setting pekerjaan telah
digambarkan sebagai teori umum mengenai teori sosial (Walster , 1973). Teori-teori lain yang
dipresentasikan disini berasal dari lingkungan legal (seperti Thibaut …75). Karena teori-teori telah,
atau pada saat sekarang digunakan untuk menerangkan perilaku organisasional, mereka akan
menunjukkan secara kolektif sebagai teori dari keadilan organisasional
Tabel 1 Tontonen dhewe neng halaman 10
Teori-teori reaktif content
Teori-teori reaktif content adalah pendekatan-pendekatan konseptual untuk keadilan yang
berfokus pada bagaimana individu-individu merespon perlakuan yang tidak fair. Para ahli
organisasional mungkin lebih familiar dengan kelas dari teori keadilan ini, karena banyak
konseptualisasi dari keadilan dalam organisasi yang paling populer termasuk dalam
kategorisasi ini. Yang termasuk dalam teori-teori ini adalah Homans(61) teori distributive
justice dan Adams(65)…. Versi teori ekuitas (liat juga Walster….78). Disamping beberapa
perbedaan didalam formulasi meraka secara spesifik (liat Cohen dan greenberg 82) teori-teori ini
menekankan pada pentingnya orientasi yang umum didalam menyatakan secara eksplisit bahwa
orang akan merespon hubungan yang tidak fair dengan memperlihatkan emosi-emosi negatif
dimana mereka akan dimotivasi untuk keluar dengan cara melakukan aksi sehingga dapat
memperbaiki pengalaman-pengalaman pada saat mendapatkan perlakuan yang tidaksama. Inilah
aspek-aspek dari teori-teroi yang mengkualifikasikan mereka sebagai teori reaktif content. Mereka
fokus pada bagaimana orang bereaksi terhadap distribusi yang tidak fair dalam hal reward dan
resources.
Secara konseptual ditelusuri didalam tradisi teori keseimbangan yang popular pada tahun 50-an dan
60-an seperti Festinger (57)… Pendekatan-pendekatan ini pada pengkonseptualisasi keadilan
“equitable” atau “sistributively just” hubungan-hubungan sebagai salah satu dimana terdapat
keseimbangan yang sama antara rasio dari kontribusi-kontribusi orang dan outcome-outcomenya.
Keseimbangan yang tidak sama seperti mereka yang exist dimanapun pekerja-pekerja baik over
paid atau underpaid secara relatif satu sama lain dengan kontribusi yang sama diasumsikan menjadi
ketidaksukaan, dimana teori-teori digunakan untuk mendorong perubahan-perubahan didalam job
satisfaction dan performance. Secara khusus Adams (1965) teori inequity, pendekatan yang
diinspirasikan kebanyakan penelitan-penelitian yang berhubungan dengan keadilan dalam setting
organisasional secara spesifik menyatakan bahwa pekerja-pekerja yang overpaid akan merasa
“bersalah” dan pekerja yang underpaid akan merasa “marah”. Pernyataan-pernyataan-pernyataan
negatif ini memang diharapkan untuk memotivasi perubahan-perubahan perilaku dan atau sikap
sebagai bagian dari pekrerja-pekerja yang dilibatkan yang merubah baik secara perilaku ataupun
secara perceiptual hubungan antara kontribusi mereka sendiri dan kontribusi orang lain serta
outcome ( Greenberg 84). Sebagai contoh pekerja yang menerima ketidakadilan mungkin akan
bereaksi secara perilaku dengan cara mempengaruhi tingkatan kinerja mereka dan atau secara
kognitif untuk menyamakan outcome-outcome yang diterima (Walster et al 78)
Hal ini, tidak diragukan lagi, karena metrik teoritikal begitu eksplisit disesuaikan terhadap
pertukaran-pertukaran yang berhubungan dengan pekerjaan dimana teori equity menjadi begitu
populer diaplikasikan didalam riset-riset organisasional. Tentu saja hal ini distimulasikan didalam
setting pekerjaan dimana banyak riset-riset terhadap teori equity dilakukan (seperti lawler…….).
4. Dalam pengujian bentuk asli dari teori ekuitas experimenter dimanipulasi menjadi tidak equty
dengan car mengisi pekerja sebagai subjek untuk mempercayai bahwa dasar pembayaran mereka
memang tidak fair. – sehingga itu menciptakan baik “underpayment inequity” atau “overpayment
inequity”. Sebagai contoh ini mungkin termasuk didalamnya : (a) kepemimpinan dipercayai sebagai
subyek yang menyebabkan terjadinya error karena disebabkan oleh mereka yang menerima upah
sama sebanding dengan semakin Qualifiednya co-worker, sehingga memanipulasi overpaymen
(seperti Adam…62) atau (b) membiarkan subyek menemukan sendiri melalui percakapan dengan
sesama co-worker bahwa mereka secara sama kualitasnya tetapi dibayar tidak sama (garland 73).
Secara khusus kinerja pada beberapa tugas-tugas pekerja –secara populer merupakan tugas-tugas
percobaan atau koreksi dimana pengukuran kuantitas dan kualitas dapat dilakukan- merupakan
variabel dependent. Menurut teori ekuitas pekerja-pekerja yang underpaid seharusnya kurang
produktif dan kurang puas dibandingkan dengan pekerja-pekerja yang dibayar secara adil dan
pekerja-pekerja yang overpaid seharusnya lebih produktif dan kurang puas dibandingkan dengan
pekerja-pekerja yang dibayar sama. Secara umum, dan lebih lebar macam setting eksperimen,
dukungan ditemukan untuk prediksi-prediksi ini (untuk review silakan pelototin greenberg 82).
Beberapa teori-teori sosiologi yang dikembangkan untuk merespon aspek-aspek dari
konseptualisasi adam, terutama sifat-sifat alamiah dari pembandingan-pembangdingan sosial,
seharusnya juga dimasukkan dalam teori reaktif content. Diantara ini adalah status value versi teori
equity yang dikeluarkan oleh Berger dan bolonya (Anderson karo bolo-bolone taun 69 dan 72) .
Menurut formulasi ini perasaan-perasaan seseorang terhadap ketidaksamaan dan reaksi-reaksi
terhadap hasil-hasil ketidaksamaan tidak berasal dari pembandingan-pembandingan yang dibuat
untuk orang lain secara spesifik. (dimaksudkan sebagai “local comparison”), tetapi dari
pembandingan-pembandingan kearah generalisasi dengan orang lain (dimaksudkan sebagai
“referential comparison”), seperti kelompok Occupational. Perluasan pendekatan ini, teori keadilan
distributive Jasso (80) mengabaikan pembandingan-pembandingan di luar evaluasi keadilan secara
bersama-sama dan mendefinisikan keadilan dalam hal membuat pembandingan-pembandingan
orang antara pembagian barang secara aktual dan kepercayaan mereka tentang “just
share”.Disamping beberapa perbedaan-perbedaan konseptual yang penting antara teori-teori ini dan
formulasi Adams yang lebih familiar, kesamaan mereka alah berfokus pada bagaimana orang
bereaksi terhadap kepercayaan-kepercayaan mengenai distribusi outcome yang tidak fair ( tanpa
memperhatikan dasar perbandingan bagaimana penilaian-penilaian ini dibuat) membiarkan teori-
teori ini menjadi lebih jelas dikategorisasikan sebagai teori-teori reaktif content.
Lebih dekat berhubungan dengan teori equity tradisional dan hasil akhir teori reaktif content
mengenai keadilan diidentifikasi, adalah Theory of relative devrivatio (crosby 76), Berdasarkan
penemuan-penemuan pada perang dunia II (Stouffer…49) tapi juga pada pengujian dalam konteks
organisasional saat in (Crosby 84…) orientasi penghilangan relatif terhadap keadilan menjadi
semakin populer diantara ahli-ahli organisasional. Dalam bentuk umum pendekatan relative
deprivation menyatakan bahwa distribusi reward tertentu membentuk pola-pola yang mendorong
orang untuk membuat perbandingan-perbandingan sosial tertentu, yang akan memimpin menuju
perasaan-perasaan deprivation dan marah, menyebabkan macam-macam reaksi yang berjajar dari
depresi sampai ke pecahnya suatu kerusuhan yang hebat (Martin 81) .
Istilah “relative deprivation” pertama kali digunakan oleh stouffer (49) dimaksudkan sebagai
penemuan counterintuitive dimana tentara kulit hitam yang berlokasi diselatan merasa lebih puas
dengan kehidupan militer dibandingkan dengan tentara kulit hitam yang berlokasi diutara.
Disamping kondisi sosioekonomi yang menjadi semakin nyaman di utara. Pengaruh-pengaruh ini
diatribusi kearah kecenderungan bagi tentara kulit hitam di Selatan merasa lebih mempunyai hak
istimewa dibandingkan penduduk sipil di selatan dimana tentara kulit hitam di utara merasa kurang
memiliki hak istimewa secara relatif dibandingkan rekan-rekan sipil mereka di utara. Meskipun
5. kebanyakan riset mengenai relative deprevation yang berikutnya berfokus pada usaha-usaha keras
untuk merubah sistem-sistem politik (Crosby 76)beberapa usaha mempunyai fokus pada bagaimana
pekerja-pekerja yang dirugikan bereaksi yang menyebabkan perasaan tidak senang kepada
seseorang (Martin 81). Sebagai contoh studi survey secara besar-besaran yang dilakukan oleh
Crosby (82,84) menemukan bahwa pekerja wanita, terutama mereka yang mempunyai jabatan-
jabatan prestige, meskipun mereka mungkin lebih berpengalaman dibandingkan wanita yang tidak
bekerja, cenderung merasa lebih dirugikan karena mereka dibandingkan dengan pekerja laki-laki,
yang merasa kurang beruntung. Penelitian tipe ini secara tipikal dilakukan saat ini oleh teori
relative deprivation. Karena ini menguji bagaimana orang akan merespon penerimaan distribusi
reward yang tidak fair, teori relative deprivation secara jelas dapat diidentifikasi sabagai teori
reaktif content.
Theory Proaktif content
Kontras dengan teori reaktif content yang berfokus pada bagaimana pekerja merespon
distribusi outcome yang fair dan tidak fair teori proaktif content berfokus pada bagaimana
pekerja bekerja untuk menciptakan distribusi outcomes yang fair. Pernyataan-pernyataan
teroritis yang utama dalam kategori ini berasal dari levemthal (76-a, 80) yang pada akhir 60-an dan
awal 70-an mengadakan suatu studi labolatorium berseries dimana pola dasar dari variabel-variabel
dependent dan independent ditemukan didalam penghitungan-penghitungan reaktif tradisional dari
keadilan adalah kebalikan, karena itu Levental dan konconya secara tipikal memanipulasi perhatian
tentang keadilan ( melalui suatu susunan intruksional yang tepat) untuk menguji dampak mereka
pada keputusan-keputusan alokasi reward (untuk review baca sendiri Freedman dan Montanari
80…).
Leventhal (76b) berpendapat bahwa orang kadang – kadang secara proaktif berusaha untui
menciptakan distribusi reward yang adil – yaitu reward yang diterima adalah proporsional sesuai
dengan kontribusi yang dibuat- karena hal ini menjadi sangat berharga kepada semua pihak-pihak
yang berkepentingan dalam jangka panjang. Tentu saja banyak studi (seperti Grenberg…) telah
menunjukkan bahwa para pengalokasi sering membagi sumber daya secara adil antara penerima
( untuk review pelototin Adams….80).Akan tetapi, riset-riset tambahan telah menunjukkan bahwa
pengalokasi reward kadang-kadang mendistribusikan reward-reward norma-norma equity- seperti
dengan mendistribusikan reward secara sama, atau sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan penerima
( schwinger 80). Mengerti bahwa beberapa pelanggaran terhadap norma-norma equity mungkin bisa
ditolerir dibawah kondisi-kondisi tertentu, Levebthal (76a,80) memformulasikan model justice
judgementnya. Model ini menyatakan bahwa individu-individu mencoba untuk membuat
keputusan-keputusan organisasi secara fair dengan mengaplikasikan beberapa kemungkinan aturan-
aturan alokasi yang sesuai dengan situasi. Sebagai contoh dalam situasi dimana penekanan pada
pentingnya menjaga keharmonisan sosial antara anggota-anggota group, alokasi fair yang diterima
akan diikuti oleh norma-norma equality- membagi reward secara adil tanpa mempertimbangkan
kontribusi diferensial yang memungkinkan diantara penerima (Deutch 75).
Sementara pendekatan Leventhal terhadap praktek-praktek alokasi reward mempunyai instrumental
dalam karakter teori proaktif content yang lain dalam keadilan yaitu teori motivasi keadilan Lerner
(77 …..) secara keputusan lebih moralistis. Lerner 82 berargumentasi bahwa justice merupakan
penaruh perhatian utama dalam kehidupan manusia dan pencarian untuk keadilan sebanding dengan
maksud untuk mencapi keuntungan yang maksimal (seperti yang diajukan oleh Leventhal) adalah
sebuah mitos. Seperti levebthal, Lerner mengenali bahwa praktek-praktek alokasi sering berada
dibalik kemungkinan equity proporsional. Kenyataannya Lerner mengidentifikasi empat prinsip
yang secara umum adalah sebagai berikut : (a) competition- alokasi berdasarkan pada hasil-hasil
kinerja, (b) Parity – alokasi yang sama, (c) equity – alokasi berdasarkan pada kontribusi relative dan
(d) Marxian Justice – alokasi berdasarkan pada kebutuhan.
6. Secara jelas teori motivasi keadilan menetapkan bahwa bentuk dari keadilan yang akan diikuti
dalam pembuatan keputusan alokasi akan tergantung pada sifat hubungan alamiah antara pihak-
pihak yang dilibatkan dalam kebersamaan dengan fokus dari pihak-pihak dimana tiap-tiap
anggotanya sebagai individual atau sebagai penghuni dari posisi-posisi tertentu. Sebagai contoh
teori memprediksi bahwa individu bereaksi kearah pembentukan teman dekat sebanding dengan
individu akan menekankan pada kebutuhan-kebutuhan seseorang ketika membuat keputusan
pengalokasian. Sama dengan suatu hubungan yang lebih jauh, orang akan diharapkan untuk
mengikuti norma-norma parity ketika yang lain dikenali sebagai individu , dan norma equity ketika
bereaksi kepada orang lain sebagai suatu kewajiban. Riset yang berhubungan dengan bermacam-
macam praktek-praktek alokasi reward terhadap sifat alamiah dari hubungan antar orang telah
mendukung teori motivasi keadilan (seperti carles…79)
Disamping beberapa perbedaan yang mengarisbawahi filosopi-filosopi baik justice judgment theory
dan teori motivasi membuat prediksi-prediksi yang sama tentang bagaimana orang akan
mengalokasikan reward dibawah berbagai macam kondisi – prediksi-prediksi bahwa secara luas
telah didukung oleh riset (untuk riview liat Deustch 85). Kedua pendekatan-pendekatan ini secara
jelas mengkualifikasi sebagai teori proaktif content dari keadilan karena mereka berhubungan
dengan bagaimana orang mencari membuat keputusan-keputusan tentang alokasi reward.
Reactive Process Theories
Meskipun kelihatannya teori-teori itu berfokus pada fairness dari proses-proses digunakan untuk
membuat keputusan (teori proses) tidak berbeda secara besar dari teori-teori berfokus pada fairness
dari hasil keputusan (teori isi), hal ini bukan merupakan kasus karena toei proses dibentuk dari
tradisi intelektual yang berbeda –dalam hal ini hukum. Kenyataannya, sarjana-sarjana umumnya
menerima hal itu sebagai prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan pengadilan akan
mempunyai pengaruh yang besar pada peneriamaan publik atas mereka (Fuller, 1961).
Pada saat yang bersamaan ketika teori isi proaktif disusun dan diteliti (awal th. 1970s) sebuah tim
peneliti di North Carolina University, John Thibaut dan Laurens Walker, dipengaruhi oleh tradisi
prosedur penelitian yang sah, melakukan suatu invetigasi series didesain untuk membandingkan
reaksi pada beberapa prosedur penyelesaian perselisihan (utk. Rview lihat Thibaut & Walker,
1975). Teori mereka atas prosedur peradilan dibedakan antara tiga bagian: dua perselisihan (seperti
penggugat dalam kasus pengadilan) dan sebuah campur tangan pihak ketiga (seperti hakim); dan
dua tahapan dari proses penyelesaian perselisihan: tahap proses, selama bukti-bukti diberikan dan
tahap keputusan, selama bukti digunakan untuk memecahkan persoalan. Kemampuan untuk
mengontrol penyeleksian dan pengembangan bukiti digunakan untk memecahkan persoalan
merupakan proses kontrol; kemampuan untuk menentukan hasil dari persoalan itu sendiri disebut
sebagai keputusan kontrol (Thibaut & Walker, 1978).
Prosedur-prosedur tersebut digunakan dapat dirubah menurut tingkat kontrol bagian yang berbeda
pada setiap tahapan. Khususnya, prosedur-prosedur mungkin menidentifikasi ketiga bagian
mengontrol atas: hasil dan prosedur, prosedur arbitrasi, proses tapi bukan keputusan dan juga bukan
proses atau prosedur, hambatan prosedur. Akhirnya, prosedur yang dibincangkan adalah yang mana
disputants dan pihak ketiga berbagi kontrol atas hasil dan proses.
Meskipun reaksi-reaksi atas semua prosedur ditaksir, Thibaut dan Walker sangat tertarik dalam
membandingkan prosedur autokrasi dan arbitrasi carena hal ini paling dekat dibedakan antara
sistem sah kebanyakan. Contohnya, sistem musuh (adversary) digunakan di pengadilan AS dan
Inggris, memberikan hakim kontrol atas putusan tapi meninggalkan proses (e.g. seleksi pengacara,
presentasi bukti) pada tangan disputant itu sendiri. Bagaimanapun, sistem inquisitorial digunakan di
Benua Eropa, meberikan hakim kontrol atas pengumpulan dan presentasi bukti sama seperti
keputusan. Teori tersebut disangkutkan dengan bagaimana orang akan berekasi pada setiap prosedur
pembuatan keputusan, dengan demikian pemenuhan syarat seperti teori proses reakstif. Teori ini
7. memprediksikan bahwa pengacara dan pengamat tidak ditarik pihak-pihak akan lebih terpuaskan
dengan prosedur yang memberikan mereka kontrol proses (adversary system) daripada mereka
tidak mendapat kontrol (inquisitorial system). Keputusan yang dihasilkan prosedur menawarkan
kontrol proses diajukan (hypothezised) untuk dirasakan lebih fairer dan untuk diterima dengan lebih
baik dari pada yang dihasilkan dari prosedur proses penyangkalan kontrol. Banyak penelitian
menggunakan suatu metodologi pengambilan keputusan secara simulasi (Lint, Kurtz, Musante,
Walker & Thibaut, 1979) mendukung penegasan ini (utk. Review lihat Folger & Greenberg, 1985;
Thibaut & Walker, 1975). Menariknya, prosedur memberikan disputants sebuah suara dalam proses
pengambilan keputusan cenderung untuk mempertinggi penerimaan dari keputusan yang bahkan
tidak nyaman (LaTour, 1978; Lind et al.,1980).
Penelitian yang lainnya digeneralisasikan oleh temuan Thibaut & Walker untuk meminimalkan
seting formal. Contohnya, Tyler dan timnya menemukan bahwa reaksi-reaksi untuk melawan
petugas polisi (Tyler & Folger, 1980), politicians dan guru (Tyler & Caine, 1981) juga dipengaruhi
oleh prosedur yang mempunyai hak yang menyertai klien-klien mereka. Baru-baru ini, peneliti-
peneliti organisasional secara aktif mencoba untuk memperluas dan mengaplikasikan teori prosedur
peradilan Thibaut dan Walker pada bermacam konteks organisasional seperti penyelesaian
persoalan tenaga kerja (Sheppard, 1984) dan penilaian kinerja (Greenberg, 1986a, 1986b).
Proactive Process Theories
Dari teori-teori tersebut terlihat dalam taxonomy ini, mungkin terakhir diketahui termasuk dalam
category proses proaktif. Posisi teoritis yang utama dalam kategori ini adalah Leventhal, Karuza
dan Fry’sinsitiotrofoblas (1980) teori alokasi preferensi. Ini merupakan hasil pengembangan
Leventhal’s (1976a, 1980) model keputusan peradilan dan diproposisikan sebagai model umum dari
perilaku alokasi. Bagaimanapun, karena teori tersebut telah diaplikasikan hampir terpisah pada
pengambilan keputusan daripada pendistribusian. (e.g. Fry & Cheney, 1981; Fry & Leventhal,
1979), hal itu telah dioperasikan sebagai teori proses proaktif. Kemudian, kontras dengan tekanan
pada prosedur pemecahan persoalan khususnya teori proses reaktif, tujuan proses proaktif
cenderung untuk fokus pada prosedur alokasi. Dengan menggunakan orientasi ini, seseorang
mencari proses apa yang akan digunakan untuk mencapai keadilan.
Prosedur alokasi akan diperluas yang akan membantu pengalokasi mencapi tujuan yang bernilai,
termasuk pencapaian keadilan. Khususnya, teori memproposisikan bahawa orang memegang
harapan bahwa prosedur tertentu akan dapat mencapai tujuan mereka dengan instrumen yang
berbeda dan bahwa prosedur tadi menjadi paling disukai untuk membantu mencapai tujuan
seseorang dan menjadi preferensi orang. Delapan prosedur diketahui yang mungkin membantu
pencapaian keadilan:
a) meyediakan kesempatan untuk memilih agen pengambilan keputusan; b) mengikuti peraturan
yang konsisten; c) didasarkan pada keakuratan informasi; d) mengidentifikasi struktur dari kekuatan
pembuatan keputusan; e) penggunakan pengamanan untuk melawan bias; f) mengizinkan saran
untuk didengarkan; g) menyediakan kesempatan untuk mengubah untuk dibuat dalam prosedur; h)
didasarkan pada moral umum dan standar etik.
Penelitian diinspirasi oleh teori preferensi alokasi menwarkan dukungan umum untuk itu. Penelitian
dalam dua tipe: subyek merespon untuk open-ended request for example dari perasaan prosedur adil
atau tidak dan dalam tipe dimana subnyek menaksir pentingnya beberpa prosedur alokasi
dimanipulasi dalam skenario. Dalam suatu penelitian open-ended request, Sheppard dan Lewicki
(dalam press) meminta manajer kerah-putih untuk mengidentify kejadian tidak wajar dalam
bermacam peraturan manajerial. Diantara prinsip-prinsip lainnya, mereka menemukan bahwa
subyek memperlihatkan konsistensi, penekanan bias, correctability dan ethicality, semua prinsip
dari prosedur peradilan diajukan oleh Leventhal et al. (1980).
8. Greenberg (1986a) meminta manajer menengah untuk indentify faktor yang mempengaruhi
perasaan wajar evaluasi performance dan menemukan prosedur fakto yang mempengaruhi konsisten
dengan teori Leventhal et al.’s (1980), dinamakan: a) pengumpulan dari imput karyawan dahulu
untuk mengevaluasi dan menggunakannya sebagai dasar evaluasi, b) ketersedian komunikasi dua
arah selama interview penilaian, c) kesempatan untuk membantah evaluasi yang diterima, d) tingkat
keakraban evaluator dengan penilaian kerja dan e) …
Akhirnya, dalam beberapa aturan main investigasi Fry (Fry & Cheney, 1981; Fry & Leventhal,
1979) menemukan bahwa konsistensi diyakini menjadi prosedur faktor yang mempengaruhi yang
paling penting dari kewajaran dalam bermacam-macam seting alokasian. Dalam studi Barret-
Howard dan Tyler (1986) mengkonfirmasikan bahwa konsistensi dari perasan kewajaran dalam
suatu varietas situasi yang luas dan hubungan sosial. Bagaimanapun, elemen prosedural lain
diidentify oleh Leventhal et al. (1980) ditemukan sebagai hal penting sebagai fakto yang
mempengaruhi kewajaran dalam tipe hubungan sosial yang berbeda.
Implications of the Taxonomy
Taxonomy (pengklasifikasian) sekarang ini mempunyai beberapa fungsi. Antara lain: a)
untuk mengklarify hubungan konseptual, b) untuk melacak trend dalam riset organisasional
peradilan, c) untuk identify bidang yang dibutuhkan dalam riset dan pengembangan konsep.
Clarifying Conceptual Interrelationship
Dalam pengembangan riset dan teori tentang oraganisasi pengadilan, pengklasifikasian
sekarang merupakan pengklarifikasi yang sangat berguna. Dengan menunjukkan bagaimana
bermacam teori yang nyata dan saling terkait, pengklasifikasian tersebut memberikan auatu
skema untuk pengkonsepan suatu kerangka kerja. Satu hasil dari kerangka kerja adalah
mengurangi kebingungan konseptual.
Satu keuntungan pengting dari aturan pengclarifying adalah menganjurkan peneliti untuk sadar
akan pengkonsepan yang ada dan untuk apply satu yang paling berguna untuk pekerjaannya. Dalam
ketiadaan suatu pengklasifikasian, sangatlah mudah bagi peneliti untuk meggunakan terminologi
dan melaksanakan konsep yang mana gagal untuk menggabungkan teladan-teladan yang ada, yang
secara potensial akan menambah kebingungan dalam literatur.
Untuk mengilustrasikan point ini, mengingat program riset dalam “workplace justice” oleh Dalton
& Todor (1985a, 1985b).