Paradigma-paradigma akuntansi meliputi paradigma fungsionalis, interpretif, dan kritis. Paradigma fungsionalis adalah pendekatan yang paling dominan dalam riset akuntansi dan berfokus pada pengukuran objektif dan pengujian hipotesis secara empiris. Paradigma interpretif berfokus pada pemahaman subjektif, sementara paradigma kritis bertujuan untuk memperjuangkan perubahan sosial.
1. Paradigma-Paradigma Akuntansi
Oke, kesempatan kali ini saya coba membahas mengenai paradigma-paradigma yang pernah
ada dan berlaku di cabang ilmu akuntansi hingga sekarang ini.. salah satu aktor yang
membuat/mengagas paradigma itu adalah burrell dan morgan (1979) berikut merupakan
penjelasan secara singkat.:
Berikut merupakan penjelasan bagan di atas mengenai beberapa paradigm yang telah
dibangun oleh Burrell dan Morgan
1. Functionalist Paradigm (Objective-Regulation)
Paradigma ini merupakan paradigma yang dominan pada studi organisasi. Paradigma ini
menyediakan penjelasan yang rasional tentang masalah kemanusiaan. Pada dasarnya
paradigma ini bersifat pragmatis dan mengakar kepada konsep positivisme. Hubungan-
hubungan yang ada bersifat konkret dan bisa diidentifikasi, dipelajari, dan diukur melalui
media ilmiah. Paradigma ini dipengaruhi oleh idealis dan marxis.
2. Interpretive Paradigm (Subjective-Regulation)
Paradigma ini menjelaskan tentang kestabilan perilaku dalam pandangan seseorang
individual. Paradigma ini memfokuskan pada pemahaman mengenai dunia yang diciptakan
secara subjektif apa adanya serta prosesnya. Filosofer seperti Kant membentuk dasar dari
paradigm ini, sementara Weber, Husserlm dan Schutz melanjutkan ideology ini
3. Radical Humanist (Subjective-Radical Change)
Pada pandangan paradigm ini, kesadaran seseorang didominasi oleh struktur ideologinya,
cara pandang hidupnya dan interaksinya dengan lingkungan. Hal ini akan mengarahkan
hubungan kognitif antara dirinya dan kesadaran sebenarnya, sehingga mencegah pemenuhan
kepuasan pada manusia. Para pendukung teori ini memfokuskan pada pembentukan batasan
2. sosial yang mengikat potensial. Filosofer yang mendukung teori ini antara lain Kant, Hegel
dan Marx. Paradigma ini dapat dipandang sebagai paradigma yang anti organisasi
4. Radical Structuralist (Subjective-Radical Change)
Paradigma ini mempercayai bahwa perubahan radikal dibentuk pada sifat struktur sosial.
Masyarakat kontemporer dapat dikarakteristikan dengan konflik fundamental yang akan
menghasilkan perubahan radikal melalui krisis politik dan ekonomi. Paradigma ini
berdasarkan pada Marx, yang diikuti oleh Engles, Lenin, dan Bukharin. Paradigma ini
memiliki sedikit perhatian di Amerika diluar teori konflik.
Namun pendapat Burrell dan Morgan serta Gioia dan Pitre dikritisi oleh Chua (1986) dan
Sarankos (1998) yang membagi paradigma penelitian menjadi 3 bagian, yakni:
1. Paradigma positivis.
Secara ringkas, positivisme adalah pendekatan yang diadopsi dari ilmu alam yang
menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif dan penggunaan alat-alat
kuantitatif dalam menginterpretasikan suatu fenomena secara “objektif”. Pendekatan ini
berangkat dari keyakinan bahwa legitimasi sebuah ilmu dan penelitian berasal dari
penggunaan data-data yang terukur secara tepat, yang diperoleh melalui survai/kuisioner dan
dikombinasikan dengan statistik dan pengujian hipotesis yang bebas nilai/objektif (Neuman
2003). Dengan cara itu, suatu fenomena dapat dianalisis untuk kemudian ditemukan
hubungan di antara variabel-variabel yang terlibat di dalamnya. Hubungan tersebut adalah
hubungan korelasi atau hubungan sebab akibat.
Bagi positivisme, ilmu sosial dan ilmu alam menggunakan suatu dasar logika ilmu yang
sama, sehingga seluruh aktivitas ilmiah pada kedua bidang ilmu tersebut harus menggunakan
metode yang sama dalam mempelajari dan mencari jawaban serta mengembangkan teori.
Dunia nyata berisi hal-hal yang bersifat berulang-ulang dalam aturan maupun urutan tertentu
3. sehingga dapat dicari hukum sebab akibatnya. Dengan demikian, teori dalam pemahaman ini
terbentuk dari seperangkat hukum universal yang berlaku. Sedangkan tujuan penelitian
adalah untuk menemukan hukum-hukum tersebut. Dalam pendekatan ini, seorang peneliti
memulai dengan sebuah hubungan sebab akibat umum yang diperoleh dari teori umum.
Kemudian, menggunakan idenya untuk memperbaiki penjelasan tentang hubungan tersebut
dalam konteks yang lebih khusus.
2. Paradigma interpretif
Pendekatan interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan
bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada
sifat subjektif dari sosial world dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek
yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada
realitas bukan pada realitas independen yang berada di luar mereka (Ghozali dan Chariri,
2007). Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka
berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Tujuan
pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan
bagaimana realita sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chariri, 2007).
Untuk memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti harus menyelami
pengalaman subjektif para pelakunya. Penelitian interpretif tidak menempatkan objektivitas
sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demi memperoleh pemahaman
mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digali sedalam mungkin hal ini
memungkinkan terjadinya trade off antara objektivitas dan kedalaman temuan penelitian
(Efferin et al., 2004).
3. Paradigma critical
4. Menurut Neuman (2003), pendekatan critical lebih bertujuan untuk memperjuangkan ide
peneliti agar membawa perubahan substansial pada masyarakat. Penelitian bukan lagi
menghasilkan karya tulis ilmiah yang netral/tidak memihak dan bersifat apolitis, namun lebih
bersifat alat untuk mengubah institusi sosial, cara berpikir, dan perilaku masyarakat ke arah
yang diyakini lebih baik. Karena itu, dalam pendekatan ini pemahaman yang mendalam
tentang
Suatu fenomena berdasarkan fakta lapangan perlu dilengkapi dengan analisis dan pendapat
yang berdasarkan keadaan pribadi peneliti, asalkan didukung argumentasi yang memadai.
Secara ringkas, pendekatan critical didefinisikan sebagai proses pencarian jawaban yang
melampaui penampakan di permukaan saja yang seringkali didominasi oleh ilusi, dalam
rangka menolong masyarakat untuk mengubah kondisi mereka dan membangun dunianya
agar lebih baik (Neuman, 2003:81).
Sehingga 2 paradigma yang dibangun oleh Burrell dan Morgan serta Gioia dan Pitre yaitu
Paradigma Radical Humanist dan Radical Structuralist menjadi satu. Hal ini dimungkinkan
munculnya paradigm baru yang merupakan gabungan antara kedua paradigm tersebut. Dalam
hal ini pendapat penulis didukung oleh Chua maupun Sarankos yang mewadahi kedua
paradigma tersebut dalam satu wadah yaitu Paradigma Kritis (The Critical Paradigma).
Penulis menggabungkan antara paradigm Radical Humanist dan Radical Structuralist
menjadi satu karena menurut pendapat penulis kedua paradigm tersebut sebenarnya memiliki
kesamaan ide. Paradigma ini mirip dengan Radical Humanist namun structuralist lebih
bersifat makro yaitu pada kelas-kelas (kelompok) yang ada dalam masyarakat atau struktur
industri. Kelas-kelas tersebut menimbulkan dominasi satu kelompok tertentu (yang lebih
tinggi, seperti pengusaha) terhadap kelompok lainnya (yang lebih rendah, misalnya buruh).
5. PARADIGMA DALAM RISET AKUTANSI
Dalam suatu riset Chariri dan Ghozali (2001) menuliskan bahwa pendekatan klasikal
lebih menitikberatkan pada mekiran normative yang mengalami kejayaannya pada tahun
1960-an. Pada tahun 1970-an terjadi pergeseran pendekatan dalam riset akuntansi. Alasan
yang mendasari pergeseran ini adalah bahwa pendekatan normative yang telah berjaya selama
satu decade tidak dapat menghasilkan teori akuntansi yang siap digunakan dalam praktik
sehari-hari. Alasan kedua yang mendasari usaha pemahaman akuntasi secara empiris secara
mendalam adalah adanya “gerakan” dari masyarakat peneliti akuntansi yang menitifberatkan
pada pendekatan ekonomi dan perilaku perkembangan ekonomi keuangan, terutama
munculnya hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis) dan teori keagenan (agency
theory), yang menciptakan suasana baru bagi riset empiris manajemen dan akuntansi.
Chicago mengembangkan apa yang disebut dengan teori akuntansi positif (positive
accounting theory) yang menjelaskan akuntansi itu ada, apa itu akuntansi, mengapa
akuntanmelakukan apa yang mereka lakukan. Dan apa fenomena itub terhadap manusia dan
penggunaan sumber daya.
Filosofi Paradigma Metodologi Riset
Suatu pengetahuan (knowledge) dibangun berdasarkan asumsi-asumsi filosofis
tertentu. Menurut Burrel dan Morgan (1979), asumsi –asumsi tersebut adalah ontology
(ontology), epistemology (epismology), hakikat manusia (human nature), dan metodology
(methodology). Ontology berhubungan dengan hakikat atau sifat atau realitas atau objek yang
akan yang akan diinvestigasi. Epismologi berhubungan dengan sifat dari ilmu pengetahuan,
bentuk dari ilmu pengetahuan tersebut, dan bagaimana mendaptkan serta menyebarkannya.
Epistemology ini memberikan perhatian bagaimana cara untuk menyerap ilmu pengetahuan
dan mengkomunikasikannya. Pendekatan subjektivisme memberikan penekanan bahwa
pengetahuan bersifat sangat subjektif dan spiritual atau transcendental, yang didasarkan
6. pada pengalaman dan padangan manusia. Hal ini sangat berbeda dengan pendekatan
objektivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu berada dalam bentuk yang tidak
berwujud, (Burrel Dan Morgan: 1979). Asumsi mengenai sifat manusia merujuk pada
hubungan antara manusia dengan lingkunganya.
Burrel dan Morgan memandang bahwa filsafat ilmu harus mampu melihat
keterkaitan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya. Pendekatan voluntarisme
memberikan penekanan pada esensi bahwa manusia berada didunia ini untuk memecahkan
fenomena social sebagai mahkluk yang memiliki “kehendak dan pilihan bebas” . manusia
pada sisi ini dilihat sebagai pencipta dengan mempunyai perspektif untuk menciptkan
fenomena social dengan daya kreativitasnya (Sukoharsono 2000) sebaliknya, pendekatan
determinsme memandang bahwa manusia dan akktivitasnya ditentukan oleh situasi atau
lingkungan tempat dia berada. Asumsi-asumsi tersebut memiliki pengaruh terhadap
metedologi yang digunakan. Metedologi dipahami sebagai suatu cara menentukan teknik
yang tepat untuk memperoleh pengetahuan. Pendekatan ideografik yang mempunyai unnsur
utama subjektivisme menjadfi landasan pandangan bahwa seseorang akan dapat memahami
“dunia social” dan fenomena yang diinvestigasi, apabila ia dapat memperolehnya atas dasar
“pengetahuan pihak pertama”. Sebaliknya, pendekatan nomotetik m,empunyai system baku
dalam melakukan penyelidikan yang biasanya disebut dengan system protocol dan teknik.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, burrel dan morgan (1979) mengelompokkan
pengetahuan dalam tiga paradigm yaitu paradigm fungsionalis, paradigm interpretif ,
paradigma structural radikal, paradigm posmodernisme.
a. Paradigma fungsionalis.
Paradigma fungsionallis juga sering disebut juga dengan fungsional structural atau
kontinjensi rasional (rational contigensy). Paradigm ini merupakan paradigma yang umum
7. dan bahkan sangat dominan digunakan dalam riset akuntansi dibandingkan dengan paradigm
yang lain, sehngga disebutjuga paradigm utuma (mainstream paradikm). Secara ontology,
paradigm umum ini sanagat dipengaruhi oleh realitas fisik yang menganggap realitas objektif
berada bebas dan terpisa di luar diri manusia. Realitas diukur, dianalisis, dan digambar secara
objektif. Konsekuensinya adalah adanya jarak antar objek dan subjek. Dalam kaitannya
dengan akuntansi manajemen dan system pengendalian, Macintosh (1994) mengatakan
bahwa fungsionalis mengasumsikan suatu sistem social dalam organisasi yang meliputi
fenomena empiris dan kongkret, yang keberadaannya bebas dari manajer dan karyawan yang
bekerja di dalamnya.
Pemahaman tentag realitas akan memengaruhi bagaimana cara memperoleh ilmu
pengetahuan yang benar. Secara epistemology, akuntansi utama melihat realitas sebagai
realitas materi yang mempunyai suatu keyakinan bahwa ilmu pengetahuan akuntansi dapat
dibangun dengan rasio dan dunia empiris. Berdaarkan keyakinan tersebut, peneliti akuntansi
utama sangat yakin bahwa satu-satunya metode yang dapat digunakan untuk membangun
ilmu pengetahuan akuntansi adalah metode ilmiah. Suatu penjelasan dikatakan ilmiah apabila
memenuhi 3 komponen, yaitu :
1 Memasukkan satu atau lebih prinsip-prinsip atau hukum umum.
2 Mengandung prakomdisi yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pernyataan-
pernyataan hasil opserpasi.
3 Memilik satu pernyataan yang menggambarkan sesuatu yang di jelaskan.
Di dalam filsafat, pengujian empiris dinyatakan dalam dua cara (Chua :1986) yaitu :
8. 1 Dalam aliran positivis ada teori dan seperangkat pernyataan hasil observasi
independen yang digunakan untuk membenarkan atau memverifikasi kebenaran teori
(pendekatan hypothetiico-deductive)
2 Dalam pandangan Popperin, karena pernyataan hasil observasi merupakan
teori yang dependen dan dapat dipalsukan, maka teori-teori ilmiah tidak dapat
dibuktikan kebenarannya tetapi memungkinkan untuk ditolak
Metodologi yang riset yang digunakan oleh para fungsionalis mengikuti metodologi
yang digunakan dalamilmu alam .penganut aliran ini melakukan deskripsi atas variabel,
membangun dan menyatakan hipotesis,mengunpulkan data kuantitatif,dan melakukan analisis
statistika (Macintosh,1994).Beberapa riset empiris dalam akuntansi keperilakuan yang
menggunakan pendekatan paragdigma fungsionalis ini (menggunakan pengumpulan data
survey atau kuesioner dan analisis statistika) yang dijelaskan oleh Dillard dan Becker dengan
masalah risetnya antara lain adalah:Govinrarajan dan Gupta (1985) yang menemukan
hubungan antara system pengendalian dan strategi unit bisnis strategis dengan kinerja;
Beberapa kelemahan metodologi paradigma funsionalis dalam riset akuntansi
,terutama akuntansi keperilakuan,mulai dirasakan oleh peneliti akuntansi lainnya.mereka
mulai mempertanyakan apakah pandangan ontology realitas fisik dalah tepat untuk
memahami fenomena social ?Capra dan iwan(1998) menyatakan bahwa :
1 mengadopsi paradigma ala Descartes dan metode-metode ala Newton (yang
sangat mekanistis).meskipun demikian, kerangka ala Descartes sering kali tidak
sesuai untuk fenomena-fenomena yang mereka gambarkan dan akibatnya model-
model mereka semakin tidak realistis.
2 Ekonomi termasuk akuntansi ini ditandai dengan pendekatan reduksionis dan
terpecah-pecah,para ahli ekonomi termasukakuntansi biasanya gagal mengetahui
9. bahwa ekonomi,termasuk akuntansi,hanyalah salah satu aspekdari suatu keseluruhan
susunan ekologis dan social,suatu system hidup yang berdiri atas manusia dalam
interaksinya yang terus-menerus.
Sedangkan wahyudi (1999)menyatakan bahwa pemikiran akuntansi utama tidak
memberikan perhatian pada perdebatan filosofi antara pemikiran Popper,masalah lain yang
timbul daripemikiran akuntansi utama tidak memberikan pada perbedaan filosofi antara
pemikiran popper, lakatos, khun, dan Feyerbend. Masalah lain yang timbul dari pemikiran
akuntansi utama adalah pertanyaan dari peneliti akuntansi tentang relevansi filosofi ilmu
pengetahuan alam, sebagai dasar metodologi riset akuntansi yang seharusnya lebih banyak
mendekati ilmu social. Kelemahan mertode utama tersebut, menyebabkan pemikiran
akuntansi mulai mencari metode – metode lain atau metode alternative yang dapat secara
tepat digunakan oleh akuntansi dalam memecahkan masalah – masalah social.
b. Paradigma Interpretif
Paradigm ini juga disebut dengan interaksional subjektif (mancintosh, 1994). Menurut
Chua (1986). Pendekatan alternative ini berasal dari filsuf jerman yang menitikberatkan pada
peranan bahasa, interprestasi, dan poemahaman dalam ilmu social. Sedangkan menurut
Burrel dan morgan, paradigma ini menggunakkan cara pandang yang nominalis yang melihat
realitas social sebagai sesuatu yang hanya merupakan tabel, nama, atau konsep yang
digunakan untruk membangun realitas, dan bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan hanyalah
penanam atas sesuatu yang diciptakan oleh manusia atau merupakan produk manusia itu
sendiri. Dengan demikian, realitas social merupakan sesuatu yang beradadalam diri manusia
itu sendiri, sehingga bersifat subjektif bukan objektif sebagimana yang dipahami oleh
paradigma fungsionalis. Pendekatan ini memmfokuskan pada sifat subjektif dunia social dan
10. berusaha untuk memahami kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Fakusnya ada
pada diri individu dan persepsi manusia terhadap realitas, independen di luar mereka. Bagi
paradigm interpretif ini, ilmu pengetahuan tidak digunakan untuk menjelaskan dan
memprediksi, namun untuk memahami (triyuwono, 2000). Berkaitan dengan system
pengedalian dan akuntansi manajemen, menurut macintoosh (1994), terdapat dua perbedaan
antara paradigma fungsional dengan interpretif. Perbedaan pertama adalah bahwa paradigma
interpretif memusatkan perhatian tidak hanya pada bagaimana membuat perusahan berjalan
dengan baik, tetapi juga bagaimana menghasilkan pemahaman yang luas dan mendalam
mengenai bagaimana manajer dan karyawan dalam organisasi memahami akuntansi, berpikir
tentang akunttansi, serta berinteraksi dan menggunakan akuntansi. Perbedaan kedua adalah
bahwa para interaksionis tidak percaya pada keberadaan realitas organisasi yang tunggal dan
konkret, melainkan pada situasi yang ditafsirkan organisasi organisasi dengan caranya masing
– masin.
Paradigma interpretif memasukkan aliran etnometodelogi dan interaksionisme
simbolis fenomenologis. Yang didasarkan pada aliran sosiologis, hermenetis, dan
fenomenoloogis. Tujuan pendekatan interpretif ini adalah untuk menganalis realitas
social dan bagaimana realitas social tersebut terbentuk. Terdapat dua aliran riset dengan
pendekatan interpretif ini (dillard dan Becker), yairtu :
1 Tradisional, yang menekankan pada penggunaan studi kasus, wawancara
lapangan, dan analisasi historis.
2 Metode Fuocauldian, yang menganut teori social dan Michael Foucault
sebagai pengganti konsep tradisional histooris yang disebut dengan “ahistorical” atau
“antiquarian” (Sukoharsono, 1998). Tahap aliran ini akan dibahas lebih lanjut pada
bagian posmodernisme .
11. c. Paradigma Strukturalisme radikal
Aliran alternative lainnya adalah structural radikal yang mempunyai kesamaan
dengan fungsionalis ,yang mengasumsikan bahwa system sosial mempunyai keberadaan
ontologism yang konkrit dan nyata.Pendekatan ini memfokuskan pada konflik mendasar
sebagai dasar dari produk hubungan kelas dan struktur pengendalian,serta memperlakukan
dunia sosial sebagai objek eksternal dan memiliki hubungan terpisah dari manusia tertentu.
d. Paradigma Humanis radikal
Riset-riset akan diklasifikasikan dalam paradigm humanis radikal jika didasarkan
pada teori kritis dari Frankfrut School dan Hebermas.Pendekatan kritis Hebermas melihat
objek studi sebagai suatu interaksi soaial yang disebut dengan “dunia kehidupan”,yang
diartikan sebagaiinteraksi berdasarkan pada kepentingan kebutuhan yang melekat pada diri
manusia dan membantu untuk pencapaian saling memahami.Interaksi sosial dalam kehidupan
dapat dibagi menjadi kelompok yaitu:
1 Interaksi yang mengikuti kebutuhan sosial alami misalnya, kebutuhan akan
system informasi manajemen .
2 Interaksi yang dipengaruhi oleh mekanisme system,misalnya ,pemilihan
system yang akan dipakai atau konsultan mana yang diminta untuk merancang system
bukan merupakan interaksi soaial yang alami karena sudah mempertimbangkan
berbagai kepentingan.
Macintosh menyatakan bahwa humanis radiakal memiliki visi praktik akuntansi
manajemen dan system pengendalian yang berorientasi pada orang ,yang mengutamakan
12. idealism humanistic dan nilai-nilai yang dibandingakan dengan tujuan organisasi.
Argumentasi teoritis dalam paradigm humanis radiakal dikemukakan oleh Laughlin (1987),
yang menyajikan suatu diakusi dari aplikasi teori kritis Habermas dalam riset akuntansi
.Laughlin menujukan bagaimana teori kritis Habermas akan sangat berguna dalam meneliti
“saling berkaitan” (interrelation ship) antara teknologi akuntansi dengan asal mula sosialnya.
Sedangakan riset akuntansi yang menggunakan pendekatan ini antara lain adalah: broadbeent
et al.(1991)yang menujukkan penggunaan kerangka Habermas sian dalam menganalis
aplikasi akuntansi pada industry pelayanan kesetan AS. Mereka menemukan bahwa
,walaupun akuntansi tidak diterima secara penuh sebagai teknologi manajemen dalam sector
pelayanan kesetan, namun akuntansi mempengaruhi tindakan dengan cara membrikan arti
atau makna dalam suatu dilema moral disekitar alokasi sumber daya pelayanan kesehatan.
e. Paradigma posmodenisme
Posmodernisme menyajikan suatu wacana sosial yang sedang muncul yang
meletakan dirinya diluar paradigm modern . sehingga tidak tepat bila wacana ini dimasukkan
kedalan skema paradigm yang telah dibahas sebelumnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa
paradigm posmodernisme ini merupakan op[osisi dari paradigm modern.
Tujuan metode arkeologis ini adalah untuk menetapkan serangkaian diskusi, yaitu
sistim wacana,dan untuk menentukan suatu rangkaian dari awal sampai akhir bagi pemikiran
Foucaul. Wacana global universal yang dibentuk oleh paradigma modern merupakan bentuk
logosentrisme yang memiliki kuasa yang dapat menciptakan kegagalan dalam kehidupan
manusian,serta menyebabkan timbulnya rasisme,diskriminasi,pengangguran dan stagnasi.
Dengan metode genealogis Foucaul melakukan kritik terhadap pengetahuan yang tertindas
oleh pengetahuan yang sedang berkuasa. Kegagalan ini merupakan konsekuensi logis dari
13. ketidak mampuan modernismeuntuk melihat manusia secara utuh. Hal ini tercermin dalam
kleilmuannya yang cenderung logosentrisme. Menurut tryuwono (1997) cirri utama dari
logoosentrisme :
1 Pola piker posisi biner(dualistic dikotomis) yang
hirearki,seperti,esensi,ekstensi,bahasa lisan-tulisan,konsep metafora,jiwa-
badan,makna-bentuk,dan sebagainya
2 Aspek keilmuan. Ilmu-ilmu positif produk modernisme banyak menekankan
pada asepk praktis dan fungsi, dan sebaliknya sebaliknaya melecehkan aspek nilai
(etika). Hal ini dari pernyataan ilmu-ilmu positif yang mengklaim bahwa ilmu
pengetahuan harus netral dan bebas dari nilai.
3 Aspek praktis ,yaitu bentuk standard an praktik akuntansi yang mengklaim
bahwa praktik akuntansi harus secara universal atau internasional. Klaim ini
diwujudkan dengan adanya gerakan yang disebut dengan harmonosasi akuntansi. Bagi
pemikir Fucault,wacana global dan universal tersebut memiliki hubungan timbal-balik
antara kuasa dan pengetahuan.
Fucault beranggapan bahwa kuasa tidak hanya terpusat dan terkosentersi pada para
penguasa yang sedang berkuasa dalam organisasi-organisasi formal, tetapi juga pada semua
aspek kehidupan mayarakat,termasuk ilmu pengetahuan posmodernisme versi fucault
terutama diartikulasikan dalam bentuk kekuasaan pengetahuan yang secara jelas mengatakan
bahwa terdapat hubungan timbal- balik antara kuasa dan pengetahuan.
Dillard dan Becker membahas mengenai beberapa arguemntasi teoritis dan beberapa
riset akuntansi yang didasarkan pada teori Fucault , di antaranya adalah Hopwood (1987)
yang mengembangkan suatu arkeologi system akuntansi dengan suatu pemahaman yang lebih
baik tentang proses perubahan akuntansi. Hasilnya menyarankan bahwa arkeologi
14. Fucaultdian dapat menghasilkan berbagai macam faktor sosial yang direpleksikan dalam
perubahan akuntansi.. loft (1986) menggunakan metode genealogi Fucault dalam
menginnvestigasi hubungan antara praktik akuntansi biaya dengan sosialnya di Inggris,
antara tahun 1914 sampai 1925. Analisnya mengindikasikan bahwa akuntansi merupakan
suatu aktivitas sosial yang secara fundamental dan tidak dapat digambarkan makananya
hanya dari perspektif teknik.
Daftar Pustaka
Burrell, G dan G. Morgan, 1979, Sociological Paradigms and Organisational Analysis :
Elements of The Sociology of Corporate Life. Heinemann Educational Books, London
Chua, Wai Fong. 1986. Radical Developments in Accounting Thought. The accounting
review. Vol. LXL Oktober 1986
Creswell, John,W. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design Choosing Among Five
Approaches. Sage Publication. New Dehli
Neumen, W. L., 2003, Sosial Research Method: Qualitative and Quantitative Approaches,
Boston, MA: Allyn and Bacon
Sarantakos, S . 1998, Sosial research, 2nd Ed., South Melbourne: Macmillan Education
Australia.