2. Pengujian Presisi Prosedur Analisis
• Definisi: Presisi prosedur analisis adalah tingkat kedekatan
diantara hasil uji individu bila prosedur diterapkan
berulangkali terhadap sampling ganda atau sample yang
homogen. Presisi biasanya dinyatakan sebagai simpangan
baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) dari
satu seri pengukuran.
• Presisi merupakan ukuran tingkat reprodusibilitas atau
repitibilitas prosedur analisis dalam kondisi kerja normal.
• Presisi antara (dikenal juga sebagai ruggedness)
menyatakan keragaman dalam laboratorium yang dilakukan
pada hari yang berbeda atau oleh analis yang berbeda atau
peralatan yang berbeda di laboratorium yang sama.
• Repitibilitas mengacu pada penggunaan prosedur analisis
dalam laboratorium yang sama dalam periode waktu yang
singkat menggunakan analis yang sama dengan peralatan
yang sama.
3. Definisi menurut ICH
• Repeatability is defined as the precision under
the same condition over the short time interval
( intra-assay precision).
• Intermediate precision is defined as an
assessment of within laboratories variability
due to different days, different analysts, or
different equipments.
• Reproducibility is defined as the precision
between laboratories ( collaborative studies that
are usually applied to standardizing a method).
4. Uji Reprodusibiltas
• Uji Reprodusibiltas adalah pengujian presisi metode
atau prosedur analisis yang melibatkan beberapa
laboratoria, disebut juga Uji Ko-laboratorif.
• Bertujuan untuk memperoleh karakteristik metode
pada kondisi praktis yang nyata, terutama
penyimpangan yang bersifat sistematik (akurasi
metode) maupun yang bersifat acak (presisi
metode).
• Kajian ko-laboratif umumnya menghasilkan informasi
kinerja terbaik metode analisis yang diharapkan (the
best performance to be expected)
5. Tahapan Praktis Pengujian Kolaboratif
1. Optimasi Metode
• Metode/Prosedur Analisis telah dioptimasi.
Pengujian ko-laboratif tidak dianjurkan bila
optimasi metode/prosedur belum dilakukan.
• Optimasi dapat dilakukan oleh laboratorium
pengembang untuk mengetahui kondisi
operasional yang optimum meliputi penggunaan
pereaksi, waktu reaksi, dan pengaruh faktor –
faktor terhadap hasil analisis.
• Optimasi dapat dilakukan dengan menggunakan
cara: optimasi simpleks , optimasi faktorial, dan
metode numerik.
6. 2. Menyiapkan Prosedur yang deskriptif
• Metode/prosedur ditulis dalam suatu bentuk (format) dan
gaya (style) yang khas.
• Bentuk dan gaya penulisan harus dikenal dan dipahami oleh
peserta pengujian, misalnya gaya PPOMN, AOAC, ISO, atau
yang lainnya.
• Penulisan meliputi: persyaratan khusus
(kromatografi, enzim, antibodi, pereaksi, bakteri
uji, dll), tahapan operasional yang harus diikuti disertai dengan
penjelasannya.
• Pernyataan yang jelas kriteria inklusi meliputi spesifikasi
kinerja, uji kesesuaian sistem dan titik kritis dari metode.
• Penulisan prosedur yang menggambarkan 4C yaitu:
completeness, credibility, continuity and clarity.
• Uji coba pemahaman telah dilakukan dengan melibatkan 3 lab.
7. 3. Mengundang partisipan
• Laboratoria yang mengikuti uji ko-laboratif harus
diseleksi berdasarkan kompetensinya dan hasil uji
profisiensi. Jumlahnya antara 5 hingga 8 laboratoria.
• Dalam surat undangan partisipasi harus dinyatakan:
tujuan kajian, alasan seleksi, estimasi jumlah jam-orang
yang dibutuhkan untuk pengujian, jumlah bahan-bahan
yang akan dikirimkan, jumlah analisis yang harus
dilakukan, waktu distribusi bahan-bahan, dan waktu
akhir (target) pelaporan, dan formulir kesanggupan
laboratorium.
• Di samping itu jangan lupa pengiriman salinan
metode/prosedur yang telah disusun secara rinci dan
formulir-formulir yang diperlukan.
8. 4. Formulir instruksi dan pelaporan
• Semua formulir harus didisain dan disiapkan secara cermat
(kalau perlu dilakukan uji coba pengisian formulir dahulu).
• Dalam formulir instruksi harus dinyatakan dengan jelas:
Kajian ini merupakan pengujian metode/prosedur bukan
laboratorium. Ikuti semua tahapan yang tertulis dan
jangan melakukan tahapan yang lain. Penyimpangan dari
instruksi harus dicatat dalam laporan.
• Instruksi juga harus meliputi: penyimpanan, penanganan,
penandaan, identitas yang harus dicatat, kriteria
penggunaan bahan, penyiapan khusus sebelum analisis,
cara perhitungan, dan cara pelaporan (termasuk data
pendukung).
9. Disain kajian
• Disain harus berdasarkan tujuan kajian yaitu
mengidentifikasi sumber keragaman yang
terjadi pada kondisi praktis yang aktual
meliputi: antar laboratorium dan inter
laboratorium.
• Jika diperlukan menggunakan blind
replicates, negative control atau split levels.
• Dengan demikian desain kajian juga harus
berdasarkan pada bagaimana data yang
diperoleh akan dianalisis secara statistik.
10. Bahan-bahan Pengujian
• Sample/bahan uji harus homogen (merupakan titik kritis).
Ketidakhomogenan akan menimbulkan keragaman hasil
dan pencilan data. Homogenitas harus diuji secara acak
sebelum pengiriman.
• Sampel harus stabil agar homogenitas, komposisi dan kadar
analit tidak berubah (pemilihan wadah, cara
pengiriman, penyimpanan dan penanganan sampel jadi
titik kritis).
• Pengkodean sampel dilakukan secara acak.
• Rentang konsentrasi analit harus mengkover rentang yang
sesuai (identifikasi, uji batas, sediaan, uji disolusi, dll).
• Ukuran dan jumlah sampel harus mencukupi analisis
lengkap (replikasi, uji pengaruh matriks, dll).
• Jika diperlukan bahan pembanding (BP) dan matriks
disertakan bersama sampel uji.
11. Kewajiban Partisipan
• Menganalisis sampel uji sesuai waktu yang telah ditetapkan
(waktu target) berdasarkan protokol yang diterimanya.
• Mengikuti semua tahapan prosedur analisis (tahap demi
tahap tanpa pengecualian dan penyimpangan) secara
disiplin (merupakan titik kritis pengerjaan).
• Melakukan jumlah penetapan (replikasi) sesuai dengan
instruksi.
• Melaporkan semua data termasuk data individual dan
perhitungannya termasuk blangko sesuai instruksi.
• Mengirimkan data mentah termasuk rekaman dan fotografi
sesuai yang diminta dalam instruksi.
• Dapat melakukan investigasi awal penyebab hasil analisis
yang dirasakan tidak rasional (Jika perlu segera
menghubungi komisi kajian ko-laboratif).
12. Pengolahan Data Secara Statistik
• Hanya data yang valid/sah yang diikutkan
dalam analisis statistik two-away ANOVA.
• Uji homogenitas
• Uji pencilan data (outlier test) menggunakan
uji Cohran atau uji Grubbs.
• Menguji penyimpangan sistematik
(bias, akurasi metode atau % perolehan
kembali).
• Menguji galat acak (presisi metode):
13. Data yang tidak valid akan dihasilkan jika:
1. Tahapan metode/prosedur tidak diikuti,
2. Kurva kalibrasi tidak linear dianggap linear,
3. Uji Kesesuaian Sistem tidak baik,
4. Resolusi dan pemisahan (ekstraksi) tidak
mencukupi,
5. Reaksi lain yang tidak diinginkan terjadi,
6. Kondisi instrumen tidak sesuai (kalibrasi dan
bersih).
14. • Menguji galat acak (presisi metode):
1. Reprodusibilitas, keragaman antar
laboratoria (among laboratories) termasuk
inter laboratorium dinyatakan sebagai SR
2. Repitibilitas, keragaman inter laboratoria
(within- laboratory) dinyatakan sebagai Sr
3. Keragaman antar laboratorium tanpa within
laboratory dinyatakan sebagai SL
15. • Hubungan ketiga parameter:
SR2 = k.SL2 + Sr2
• Repitibilitas (r) = 2.√2. Sr = 2,8. Xav .RSDr/100
• Reprodusibiltas (R) = 2.√2. SR = 2,8. Xav .RSDR/100
• Perhitungan lihat ANOVA :
1. De Muth JE, Basic Statistic and Pharmaceutical
Statistical Application, 2006
2. Uji kolaboratif dari buku Youden W.J. Statistical
Techniques for Collaborative Test .
16. Cara perhitungan
• Terdapat 4 parameter sumber keragaman dalam
ANOVA dua jalan yaitu: laboratorium, sampel, interaksi
sampel/laboratoriu, dan galat (ripitabilitas).
• Komponen variansi terdiri dari:
o S2
j (berasal dari laboratorium)
o S2
k (berasal dari sampel)
o S2
jk (berasala dari interaksi)
o S2
galat (dari ripitabilitas)
• Keragaman jumlah = Z0. STotal
• S2
Total = S2
k + S2
ripitabilitas + S2
reprodusibiltas
17. • Ripitabilitas (Sr) = Z0.√MSE
• Reprodusibiltas (SR) = Z0. √(MSL – MSI)/k.n
• Interaksi (SI)= Z0. √(MSI – MSE)/n
• (R & R)2 = Sr
2 +SR
2 + SI
2
• Variasi sampel (Vp) = Z0. √(MSS – MSI)/j.n
• Variasi sistem (Vt) = √(R&R)2 + V2
p
• %Sr = (Sr/Vt)2. 100%
• %SR = (SR/Vt)2.100%
Dimana Z0 = koefisien reliabilitas, misalnya 3,92
untuk tingkat kepercayaan 95%, n = jumlah
replikasi, k = jumlah sampel yang diuji
laboratorium, j = jumlah laboratorium.
18. Komputasi ANOVA dua jalan
SUMBER
KERAGAMAN
DERAJAT
KEBEBASAN (DF)
JUMLAH
KWADRAT (SS)
RATAAN
KWADRAT (MS)
F
Sampel
Laboratorium
Interaksi S-L
Error/galat
Jumlah
(k – 1)
(j – 1 )
(k-1)(j-1)
k.j.(n-1)
N-1
SSS
SSL
SSI
SSE
SST
SSS/(k – 1)
SSL/(j – 1 )
SSI/(k-1)(j-1)
SSE/(k.j)(n-1)
MSS/MSE
MSL/MSE
MSI/MSE
20. Uji Profisiensi Laboratorium
Uji profisiensi digunakan untuk:
a) Menguji kompetensi suatu laboratorium dalam
melakukan analisis bahan/analit tertentu
melalui uji antar-laboratorium.
b) Memeriksa kinerja suatu laboratorium melalui
uji antar-laboratorium.
Uji profisiensi juga digunakan untuk menguji
kompetensi dan memeriksa kinerja tenaga analis
dalam suatu laboratorium terhadap analis-analis
lainnya yang ada di laboratorium tersebut.
21. ISO Guide 43: Proficiency testing is the use of
results generated in inter-laboratory test
comparisons for the purpose of assessing the
technical competence of participating testing
laboratories.
Uji profisiensi dapat digunakan untuk
menentukan akurasi (analytical bias) dan presisi
suatu metode analisis (repitibilitas dan
reprodusibilitas), jika metode/prosedur analisis
yang digunakannya sama.
Mengikuti/berpartisipasi dalam Uji profisiensi
dapat bersifat wajib atau sukarela dalam upaya
peningkatan mutu laboratorium (quality
improvement).
22. Jenis Uji Profisiensi
Suatu uji untuk mengukur kompetensi
kelompok laboratorium dalam melakukan
suatu analisis yang sangat
spesifik, misalnya, penetapan kadar timbal
dalam darah.
Suatu uji yang dibutuhkan untuk menilai
kompetensi atau kinerja peserta uji untuk
melakukan analisis yang lebih luas atau
dalam suatu campuran dengan matriks
tertentu, misalnya deteksi obat doping dalam
urine atau darah atlet.
23. Skema Uji Profisiensi
Sampel uji didistribusikan oleh penyelenggara
uji kepada semua laboratorium peserta.
Laboratorium peserta melakukan analisis satu
atau lebih komponen/analit yang ada dalam
sampel tersebut dan melaporkannya kepada
penyelenggara.
Penyelenggara melakukan uji statistik untuk
menilai kompetensi dan posisi laboratorium
peserta terhadap partisipan lainnya.
24. Jenis dan Persyaratan Sampel
Jenis Sampel:
1. Subsampel yang diambil secara acak dari bahan
ruahan yang homogen lalu dibagikan ke para peserta.
2. Sampel dari produk atau bahan yang dibagi dua atau
lebih porsi lalu dibagikan ke para peserta.
3. Sampel yang akan dianalisis disirkulasikan dari satu
laboratorium ke laboratorium selanjutnya untuk
dianalisis hingga akhirnya sampai ke penyelenggara uji
profisiensi.
Persyaratan sampel : Homogen dan stabil sebelum
dan sesudah didistribusikan (Perhatikan: Kemasan
, penyimpanan dan transportasinya
25. Perhitungan dalam Uji Profisiensi
Kinerja dan Kompetensi laboratorium peserta
dinilai berdasarkan skor Z
(z score):
Z = І(xi – A)І/σ
di mana xi = nilai/hasil yang diperoleh masing-
masing laboratorium peserta, A = nilai “benar”
dari kadar analit, σ = simpangan baku yang
dipilih (selected standard deviation).
Nilai Z merupakan nilai absolut.
Jika digunakan batas kepercayaan 95%, maka
batas nilai yang Z yang diterima adalah +2
hingga -2.
26. Klasifikasi kinerja atau kompetensi peserta
uji profisiensi berdasarkan skor Z adalah :
|Z| ≤ 2 memuaskan (satisfactory)
2 ≤ |Z| < 3 diragukan (questionable)
|Z| > 3 tidak memuaskan (unsatisfactory)
Nilai |Z| menggambarkan nilai absolut Z
yang mengabaikan nilai + dan -.
27. Estimasi Nilai “Benar” A
1. Diperoleh secara konsensus dari nilai yang
dihasilkan oleh suatu laboratorium expert
yang menggunakan metode analisis terbaik
(tervalidasi).
2. Diperoleh secara konsensus dari nilai rata-
rata dari semua partisipan setelah nilai
pencilan (outlier value) dibuang.
3. Diperoleh dari hasil analisis sejumlah analit
yang ditambahkan kedalam matriks dan
telah dihomogenkan (jarang dilakukan)
28. Estimasi nilai simpangan baku σ
1. Digunakan simpangan baku target yang telah
ditetapkan penyelenggara.
2. Dihitung simpangan baku dari hasil analisis
semua peserta.
3. Dihitung simpangan baku setelah nilai
pencilan dibuang dari hasil analisis semua
peserta laboratorium.
29. Nilai Pencilan (Outlier Value)
Nilai pencilan merupakan hasil analisis yang tampak
berbeda secara tidak wajar dari hasil lainnya.
Nilai pencilan biasanya muncul karena kesalahan (error)
insani, misalnya salah pembacaan, penulisan atau akibat
kesalahan gamblang (gross error) yang tidak diulang.
Adanya nilai pencilan dalam data akan menyebabkan
nilai simpangan baku menjadi besar dan nilai rata-rata
menjadi jauh dari nilai sebenarnya serta andaian
sebaran data menjadim tidak normal.
Nilai pencilan akan mempengaruhi keseksamaan
(akurasi) dan ketelitian (presisi) hasil analisis. Hasil
analisis menjadi diluar spesifikasi ”Out of specification”
(OOS)
Apakah nilai pencilan itu dibuang atau dipertahankan?
30. Prediksi nilai pencilan
1. Cara Dixon
Q = (Xc – Xd)/(Xb – Xk)
di mana Xc = nilai yang dicurigai pencilan
Xd = nilai terdekat
Xb = nilai terbesar
Xk = nilai terkecil
Nilai Q dibandingkan terhadap nilai gawat
Q pada tabel. Jika nilai Q lebih kecil dari Q
tabel maka nilai terduga dapat diterima atau
dipertahankan (bukan pencilan).
31. 2. Cara Grubbs:
G = |Xr - Xi |/s atau |Xi - Xr |/s
dimana Xr = nilai/hasil rata-rata
Xi = nilai yang dicurigai
s = simpangan baku
Nilai G yang diperoleh dibandingkan terhadap
nilai gawat G dari tabel. Jika nilainya lebih kecil
maka nilai yang dicurigai dapat diterima atau
dipertahankan.
32. 3. Cara Nalimov:
PG = [|Xi - Xr |/s+. √N/(N-1)
di mana Xi = nilai dicurigai
Xr = nilai rata-rata
s = simpangan baku
N = jumlah data/pengukuran
Jika nilai PG lebih kecil dari nilai gawat PG
dalam tabel, maka nilai terduga dapat
diterima atau dipertahankan.
33. UJI HOMOGENITAS
• Homogenitas adalah suatu sifat atau kondisi yang
menunjukkan “keserbasamaan” baik jenis
maupun kadar suatu bahan atau sampel.
• Suatu bahan atau sampel yang homogen, jika
dianalisis akan memberikan hasil yang teliti dan
tepat.
• Sebaliknya bahan atau sampel yang tidak
homogen (heterogen), jika dianalisis akan
memberikan hasil yang beragam (bervariasi) dan
kemungkinan salah.
34. Faktor yang berpengaruh pada homogenitas
suatu bahan atau sampel:
a. Proses pengambilan sampel (sampling)
b. Proses pencampuran (grinding, mixing and blending)
c. Komponen bahan atau sampel merupakan bahan
yang sulit homogen ketika digerus dan dicampurkan
(bermuatan listrik, menggumpal, dll)
d. Salah satu komponen bahan atau sampel tidak stabil
dan mudah terurai, rusak atau terkontaminasi selama
proses produksi dan penyimpanan.
e. Alat pencampuran dan pengujian rusak atau tidak
berfungsi dengan baik.
35. • Uji homogenitas adalah suatu aktifitas
pengujian untuk mengetahui kondisi
keserbasamaan suatu bahan atau sampel
sebelum digunakan dalam pengujian.
• Dilakukan dengan cara penetapan kadar
bahan atau komponen utama di setiap
bagian (atas, tengah, dan bawah) wadah.
• Biasanya dilakukan setelah proses produksi
sebelum dan sesudah pengisian dan
pengepakan bahan pembanding.
36. • Homogenitas bahan diuji secara statistika dengan
kriteria dan hipotesis bahwa suatu bahan dinyatakan
homogen jika menunjukkan variansi yang sama
(equal):
H0 : σ1
2 = σ2
2 = σ3
2 = …….= σk
2
H1 : H0 ditolak jika σ1
2 =/ σ2
2
• Uji statistik sederhana menggunakan uji F-max dari
Hartley, yaitu ratio antara variansi yang lebih besar
dengan yang lebih kecil:
Fmax = (Sbesar)2/(Skecil)2
Fmax dibandingkan dengan nilai F kritis dari tabel.
• Jika Fmax < Ftabel maka hipotesis nol, H0 gagal ditolak
artinya diterima dan sampel dinyatakan homogen.
Sebaliknya jika Fmax > F tabel maka hipotesis nol, H0
ditolak dan sampel dinyatakan tidak homogen.
37. • Cara yang paling aktual adalah dengan menghitung Fstatistik:
F = MSB/MSW
H0 ditolak jika F > F,db1,db2 ,(1 – α), dengan α = 0,05, yang
berarti sampel tidak homogen.
Dimana MSB adalah keragaman (variability) antar rata-rata
sampel (mean squared between). MSW adalah keragaman
dalam masing-masing sampel (mean squared within).
• Cara Perhitungan:
MSW = [1/(N-K)][(n1-1)S1
2+(n2-1)S2
2+…+ (n2-1)Sk
2
x̄G = [1/N][(n1x̄1) + (n2x̄2) + (n3x̄3) + n4x̄4 +………+ (nkx̄k)]
MSB = [1/(K -1)][n1(x̄1 - x̄G )2 + n2(x2 - x̄G )2 + …..+ nk(x̄k - x̄G )2]
di mana N = Jumlah observasi, n = jumlah sampel, K = jumlah
pengujian diskret.
38. Kriteria Homogenitas Sampel
• Kriteria 1:
F = MSB/MSW
Jika F hitung < F tabel (p, db1, db2), maka sampel
dinyatakan homogen.
MSB = [1/2(n-1)+.∑*(Ti) – (T)rata]2
MSW = [1/(2n)+.∑*(Di) – (D)rata]2
• Pengukuran dilakukan secara duplo (a dan
b), serta n = jumlah sampel.
• T = (a + b) dan D = (a – b)
39. • Uji Homogenitas dari Bartlett:
Jika variansi lebih dari 2, maka uji
homogenitas dihitung dengan menggunakan
uji Bartlett berdasarkan uji kuadrat Chi:
Χ2 = ∑(Ni – 1) ln S2 - (Ni – 1) ln Si
2
di mana S2 adalah variansi “pooled” dan Si
2
adalah variansi sampel ke I, N = jumlah
pengukuran.
Jika X2
hitung < X2
tabel dengan d.bi, maka
sampel dinyatakan homogen.
40. Uji Homogenitas Cohran’s:
• Uji Cohran’s C
C = Sbesar
2/∑Si
2
dimana bila C hitung < C kritis maka sampel
dinyatakan HOMOGEN.
UJI Homogenitas lainnya:
• Uji Levene
• Uji Brown and Forsythe
41. Kriteria lainnya (jarang digunakan):
Kriteria 2
SD sampling < 0,3 σ
di mana SD sampling = √(MSB –MSW)/2
dan σ = 1,1
Kriteria 3
SD sampling < 0,3 SD prediksi
di mana SD prediksi dihitung dari CV Horwitt
yaitu SD prediksi = (CV.x̄)/100
CV = 2 (1 – 0,5 logC)
Kriteria 4
SD sampling < SD prediksi
42. Contoh Perhitungan Uji Homogenitas
SAMPEL A SAMPEL B SAMPEL C
277,3 278,4
280,3 272,9
279,1 274,7
275,2 276,8
273,6 269,1
276,7 276,3
281, 7 273,1
278,7
271,6 275,5
274,8 274,0
271,2 274,9
277,6 269,2
274,5 283,2
275,7 280,6
276,1 274,6
275,9
275,5 272,3
274,2 273,4
267,5 275,1
274,2 273,7
270,5 268,7
284,4 275,0
275,6 268,3
277,1
Rata-rata ( x̄ A) = 276,26
SD A = 3,27
Rata-rata ( x̄ B) = 275,29
SD B = 3,46
Rata-rata ( x̄ C) = 273,70
SD C = 4,16
44. Dengan Uji F-max dari Hartley:
F-max = (Sbesar)2/(Skecil)2
• Variansi paling besar ditunjukkan oleh sampel
C yaitu (4,16)2 = 17,31
• Sedangkan variansi paling kecil ditunjukkan
oleh sampel A yaitu (3,27)2 = 10,69
• F-max = (Sbesar)2/(Skecil)2
= 17,31/10,69 = 1,62
• F kritis pada α = 0,05, F3,14 adalah 3,75
• Fmax < F kritis, sampel dinyatakan HOMOGEN
45. Dengan Uji Cohran’s C:
C = Sbesar
2/∑Si
2
= (4,16)2/[(3,27)2 + (3,46)2 + (4,16)2
= 17,31/39,97
= 0,4331
• C kritis dari Tabel B7 untuk level 3 dan derajat
kebebasan db = 15 -1= 14,
maka Ckritis = 0,5666 pada α = 0,05
• C hitung < C kritis, yaitu 0,4331 < 0,5666
maka sampel dinyatakan HOMOGEN.
46. Uji Homogenitas dari Bartlett
(Diambil dari Bolton S, Pharmaceutical Statistics, 1997, hal 180. tabel 5,18)
LOKASI
SAMPLING
N N - 1 VARIANSI (S2) ln S2
A
B
C
D
3
3
3
5
2
2
2
4
3,6
4,7
2,9
8,3
1,2809
1,5476
1,0647
2,1169
47. • S2 pooled = *1/∑(N -1)][(NA-1)(SA)2 +(NB-1)(SB)2 + (NC-1)(SC)2
+ (ND-1)(SD)2]
= (1/10){(2 x 3,6) + (2 x 4,7) + (2 x 2,9) + (4 x 8,3)}
= 5,56
• Ln 5,56 = 1,7156
• ∑(N -1) = 10
• ∑(N -1) ln Si
2 = 2(1,2809) + 2(1,5476) + 2(1,0647) + 4(2,1163)
= 16,2516
• Χ2 = ∑(Ni – 1) ln S2 - (Ni – 1) ln Si
2
= (10 x ln 5,56) – 16,2516
= (10 x 1,7156) – 16,2516 = 0,9044
• Χ2
kritisdengan derajat kebebasan 3 dan α = 0,05 (Tabel IV.5)
adalah 7,8.
• Maka Χ2
hitung < Χ2
kritis dan Sampel dinyatakan HOMOGEN
48. Uji Homogenitas dengan pengujian Duplo
(Penetapan Kadar Senyawa X)
SAMPEL Kadar 1(a) Kadar 2 (b)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
101,55
99,72
100,37
105,27
100,43
104,68
103,30
100,93
101,25
97,93
102,41
102,08
103,95
97,28
97,37
100,78
97,98
101,26
95,90
102,32
51. • F = MSB/MSW
MSB = [1/2(n-1)+.∑*(Ti) – (T)rata]2
MSW = *1/(2n)+.∑*(Di) – (D)rata]2
n = 10
• Jika F hitung < F kritis (p, db1, db2), maka sampel
dinyatakan homogen.
• F hitung = 8,1982/4,3987 = 1,86
• F kritis (9,9) α = 0,05 = 3,18
• F hitung < F kritis, maka sampel dinyatakan
HOMOGEN