1. 1
MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
”Di susun untuk memenuhi mata kuliah Evaluasi Kinerja dan kompensasi“
Dosen pengampuh mata kuliah : Dosen: Ade Fauji.SE.MM
OLEH :
PUTU AYU PARMIYANTI
11150225
JURUSAN : MANAJEMEN
KONSENTRASI : MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
2. 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga saya berhasil menyelsaikan makalah ini yang daibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah “ EVALUASI KINERJA DAN
KOMPENSASI” Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada kita semua.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Mohon maaf bila ada penggunaan kata yang sekiranya salah dan saya
ucapkan Terima Kasih.
Serang, 17 november 2018
pengarang
3. 3
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN............................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................... 5
1.2 Rumusan masalah.................................................................................... 6
1.3 Tujuan.....................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II................................................................................................................... 7
A.PENGERTIAN, FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM ............................. 7
2.1 Pengertian Evaluasi Menurut Pendapat................................................... 7
2.2 Tujuan Penilaian/Evaluasi kinerja........................................................... 8
2.3 Tahap Evaluasi kinerja............................................................................ 9
BAB III................................................................................................................ 11
B. PENGUKURAN KINERJA (HR SCORE CARD).................................... 11
3.1 Pengertian HR SCORE CARD ............................................................. 11
3.2 Tujuan HR SCORE CARD................................................................... 12
3.3 Manfaat HR SCORE CARD................................................................. 13
BAB IV ............................................................................................................... 14
C. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA ................................................... 14
4.1 Pengertian Motivasi............................................................................... 14
4.2 Teori Disposisional Motivasi Kerja ...................................................... 15
4.3 Teori Kognitif Motivasi Kerja............................................................... 18
4.4 Tujuan Motivasi .................................................................................... 20
4.5 Kepuasan Kerja ..................................................................................... 20
4.6 Tujuan Kepuasan Kerja........................................................................ 22
4.7 Manfaat Kepuasan Kerja...................................................................... 22
BAB V................................................................................................................. 23
D. Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM Error! Bookmark not
defined.
5.1 Pengertian Teori Kecerdasan Emosional .............................................. 23
5.2 Teori Kecerdasan Emosional Menurut pendapat .................................. 24
BAB VI ............................................................................................................... 28
4. 4
E. Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM ....................................... 28
6.1 Pengertian Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM menurut
para ahli....................................................................................................... 28
6.2 Karakteristika Kompetensi.................................................................... 28
6.3 Cara Membangun Sistem Manajemen SDM Berbasis Kompetensi...... 29
6.4 Kompetitif secara unggulan menurut para ahli ..................................... 30
6.5 Uraian Jenis Kompetensi....................................................................... 31
BAB VII .............................................................................................................. 33
F. Konsep Audit Kinerja dan Pelaksanaan Audit Kinerja..... Error! Bookmark
not defined.
7.1 Pengertian Audit Kinerja....................................................................... 33
7.2 Proses Audit .......................................................................................... 33
7.3 Tahapan Audit Kinerja.......................................................................... 33
7.4 Tujuan Audit Kinerja ............................................................................ 34
7.5 Manfaat Audit Kinerja .......................................................................... 34
7.6 Jenis Jenis Audit.................................................................................... 35
7.7 Audit Sektor Publik Pemerintah............................................................ 37
BAB VIII............................................................................................................. 38
PENUTUP....................................................................................................... 38
Kesimpulan.................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39
5. 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset bagi organisasi untuk
mencapai tujuan dan kesuksesan.Hal inimemerlukan sumber daya manusia
yang berkualitas di dalam tubuh organisasi. Sumber daya manusia yang
berkualitas menentukan keberhasilan tujuan dalam organisasi. untuk
mencapai hal tersebut di perlukan pelatihan agar dapat menghasilkan sumber
daya manusia yang berkompeten dan dapat melaksanakan tugas sesuai
dengan tujuan organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia
secara efektif dan efesien guna mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Budaya kerja yang baik di dalam suatu perusahaan sangat di butuhkan
untuk perkembangan perusahaan di masa yang akan datang. Guna
menciptakan budaya kerja dan budaya perusahaan yang baik ,maka di
perlukan banyak usaha untuk mencapainya .Yaitu dengan menjalankan
Evaluasi kinerja SDM dengan pengukuran HR Score Card,Mengelola
Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM,Membangun Kapabilitas dan
Kompetensi SDM ,Konsep Audit Kinerja dan Pelaksanaan Audit Kinerja.
6. 6
1.2 Rumusan masalah
a. seberapa penting nya fungsi evaluasi kinerja SDM?
b. apakah tujuan adanya pengukuran kinerja?
c. apa yang dimaksud dengan motivasi?
d. Apa yang dimaksud dengan keserdasan dan emosional SDM
e. Apakah tujuan mengelolah potensi kecerdasan dan kompetensi SDM?
f. Apa yang dimaksud dengan audit kinerja?
1.3 Tujuan
a. untuk mengetahui bahwa evaluasi kinerja sangat pentinguntuk dilakukan.
b. Untuk mobilisasi perusahaan kea rah yang baru
c. Motivasi yaitu suatu dorongan atau semangat dalam bekerja
d. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seorang untuk menerima,
menilai, mengelola serta mengotrol emosi dirinya sendiri.
e. Tujuan nya adalah untuk mengetahui kemampuan dari karyawan itu
sendiri.
f. Kegiatan mengumpulkan dan mengevaluasi terhadapn bukti-bukti yang
dilakukan oleh yang kompeten.
7. 7
BAB II
PENGERTIAN
FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM
2.1 Pengertian Evaluasi Menurut Pendapat
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan
Leon C. Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai
berikut: ”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses
yang digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan
melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggng jawabnya”.
Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara
(2000:69) mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang
sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.
Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari
beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”. Selanjutnya Menurut Siswanto
(2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu kegiatan yang dilakukan oleh
Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara
membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian / deskripsi pekerjaan dalam
suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.” Anderson dan Clancy (1991)
sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “Feedback from the
accountant to management that provides information about how well the actions
represent the plans; it also identifies where managers may need to make
corrections or adjustments in future planning andcontrolling activities”
sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan
pengukuran kinerja sebagai: “the activity of measuring the performance of an
activity or the value chain”. Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara
(2005:47) menyimpulkan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja adalah
tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai
nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai
8. 8
umpan balik yang memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu
rencana dan apa yang diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian
dan pengendalian
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja
adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil
pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.Disamping itu, juga untuk
menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab
yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang
lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan
dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
2.2 Tujuan Penilaian/Evaluasi kinerja
Tujuan dari Penilaian Kinerja adalah sebagai berikut :
1. Sebagai acuan untuk menentukan kompensasi, struktur upah, kenaikan
gaji, promosi dan lain-lainnya.
2. Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan sehingga
manajemen dapat menentukan orang yang tepat pada posisi pekerjaan
yang tepat.
3. Untuk menilai potensi yang ada di dalam diri seorang karyawan sehingga
dapat merencanakan perkembangan karir lebih lanjut bagi karyawan yang
bersangkutan.
4. Untuk memberikan feedback atau umpan balik kepada karyawan tentang
kinerjanya.
5. Sebagai dasar untuk mempengaruhi kebiasaan karyawan.
6. Untuk meninjau dan menyelenggarakan program pelatihan promosi
ataupun program-program pelatihan lainnya.
9. 9
2.3 Tahap Evaluasi kinerja
Pada umumnya, terdapat 6 tahapan untuk penilai kinerja.Berikut ini adalah 6
Tahapan dalam Penilaian Kinerja.
1. Menetapkan Standar Kinerja
Proses Penilaian Kinerja dimulai dari penetapan Standar Kinerja. Manajer harus
menentukan prestasi, Keterampilan ataupun Output apa yang akan dievaluasi.
Standar-standar kinerja ini harus dimasukan kedalam Analisis Jabatan (Job
Analysis) dan Deskripsi Jabatan (Job Description).Standar Kinerja juga harus
Jelas dan Obyektif agar mudah dipahami dan dapat diukur.Standar tidak boleh
diungkapkan secara samar-samar seperti “pekerjaan yang baik” atau “Kualitas
kerja yang baik”.Karena Standar yang samar-samar ini tidak dapat menegaskan
standar kinerja dengan jelas.
2. Mengkomunikasikan Standar Kinerja yang diharapkan ke Karyawan
Setelah standar kinerja ditetapkan, perlu dikomunikasikan kepada masing-
masing karyawan sehingga karyawan-karyawan tersebut mengetahui apa yang
perusahaan harapkan dari mereka. Tidak adanya komunikasi akan mempersulit
penilaian kinerja.
3. Mengukur Kinerja yang Nyata
Tahap penilaian kinerja yang ketiga adalah mengukur kinerja nyata atau 9ctual
kinerja berdasarkan informasi-informasi yang tersedia dari berbagai sumber
seperti pengamatan, laporan 9ctual9ic, laporan lisan maupun laporan tertulis.
Perlu diingatkan bahwa pengukuran pada kinerja harus obyektif berdasarkan
fakta dan temuan, tidak boleh memasukan perasaan ke dalam pengukuran kinerja
ini.
10. 10
4. Bandingkan Kinerja Nyata dengan Standar yang ditentukan
Pada tahap ini, kinerja nyata atau kinerja aktual dibandingkan dengan standar
yang ditentukan sebelumnya. Perbandingan ini akan mengungkapkan
penyimpangan antara kinerja aktual dengan standar kinerja.
5. Diskusikan Hasil Penilaian dengan Karyawan
Langkah kelima adalah mengkomunikasikan dan mendiskusikan hasil penilaian
dengan karyawan yang bersangkutan.Langkah ini merupakan salah satu tugas
yang paling menantang yang harus dihadapi oleh manajer karena harus
menyajikan penilaian yang akurat sehingga karyawan yang bersangkutan
menerima hasil penilaian tersebut.
Diskusi tentang penilaian ini memungkinkan karyawan untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahannya serta dampaknya terhadap kinerjanya di masa yang
akan10ctual. Dampaknya mungkin Positif maupun Negatif tergantung pada
penilaian yang disajikan.
6. Mengambil Tindakan Korektif (Tindakan Perbaikan)
Langkah terakhir pada proses penilaian adalah mengambil tindakan korektif
(perbaikan) apabila diperlukan. Jika terjadi penyimpangan antara standar kinerja
dengan kinerja aktual karyawan dan telah dikomunikasikan dengan baik antara
kedua pihak, maka pihak perusahaan maupun karyawan harus mengambil
tindakan untuk memperbaiki kinerjanya.
11. 11
BAB III
PENGUKURAN KINERJA (HR SCORE CARD)
3.1 Pengertian HR SCORE CARD
Human Resource Scorecard, dapat diartikan sebagai serangkaian sasaran
strategis bidang HR yang di petakan dalam empat prespectif kunci,yakni
prespektif keuangan, pelanggan, proses, dan people development (empat
prespectif ini mengacu pada pendekatan balanced score card ) sebuah bentuk
pengukuran Human Resources yang mencoba memperjelas peran sumber daya
manusia sebagai sesuatu yang selama ini dianggap intangible untuk diukur
perannya terhadap pencapaian misi, visi dan strategi perusahaan.“What Gets
Measured, Get Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari konsep HR
Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu 11trate
pengukuran yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran ini
merupakan pengembangan dari konsep Balanced Scorecard, dimana pengukuran
Human Resource Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan SDM atau menilai
kontribusi strategic yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai nilai yang diwakili
oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan perilaku karyawan yang 11trategic.
Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola,
apalagi diukur.Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset terpenting
yang sangat powerful dan penuh misteri dari sebuah perusahaan.Oleh karena
itu.HR Scorecard mencoba mengukur sumber daya manusia dengan
mengkaitkan antara orang-strategi-kinerja untuk menghasilkan perusahaan
terbaik, dan juga menjabarkan misi, visi dan strategi, menjadi aksi HR yang
dapat diukur kontribusinya. Keduanya menggambarkan hubungan sebab
(leading/intangible) dan akibat (lagging/tangible), yang kuncinya adalah disatu
12. 12
sisi ingin menggambarkan manusia dengan segala potensinya, dan disisi lain ada
konteribusi yang bisa diberikan dalam pencapaian sasaran perusahaan.
3.2 Tujuan HR SCORE CARD
Program pengembangan Balanced Scorecard di perusahaan akan terus
dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dengan memiliki beberapa
tujuan sebagai berikut:
1) Tujuan jangka pendek.
Direncanakan dalam jangka waktu pendek implementasi Balanced Scorecard
dapat sampai pada level supervisor, sehingga struktur scorecard yang ada
sekarang akan diperluas untuk masing-masing supervisor.
2) Tujuan jangka panjang.
Setelah tujuan pada angka 1 (satu) di atas, implementasi Balanced Scorecard
akan diarahkan pada masing-masing karyawan. Setiap karyawan akan dinilai
kinerjanya dengan menggunakan sistem penilaian berbasis Balanced Scorecard.
Nantinya diharapkan seluruh bagian dalam perusahaan akan dinilai kinerjanya
dengan menggunakan kerangka Balanced Scorecard perusahaan.
Seperti yang telah disebutkan diatas, ada berbagai alasan perusahaan
menerapkan Balanced Scorecard untuk menjalankan bisnisnya, antara lain untuk
mendapatkan kejelasan dan konsensus tentang strategi, mencapai fokus,
pengembangan kepemimpinan, intervensi strategis, mendidik perusahaan,
menetapkan target strategis, menyelaraskan program dengan investasi, serta
membangun sistem umpan balik. Setiap alasan merupakan bagian dari tujuan
yang lebih luas yaitu untuk memobilisasi perusahaan ke arah strategi yang baru.
Jadi alasan penerapan Balanced Scorecard pada perusahaan hendaknya tidak
hanya untuk mengukur kinerja dengan cara yang lebih baik, tetapi lebih luas
seperti perusahaan yang lain yang telah sukses menerapkan Balanced Scorecard.
13. 13
3.3 Manfaat HR SCORE CARD
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang
secara komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana sistem
pengelolaan SDM dapat menciptakan value atau kontribusi bagi organisasi.
Becker et.al (2001) mengungkapkan beberapa manfaat HR Scorecard bagi
perusahaan sebagai berikut :
1. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak
mempengaruhi implementasi strategi perusahaan dengan HRD
Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai pengaruh terhadap
implementasi strategi perusahaan).
2. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition) dengan
pengendalian biaya disatu sisi dan investasi yang diperlukan disisi
lainnya.
3. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor
kunci kesuksesan yang mendorong implementasi strategi perusahaan).
Model SDM strategik memberi kontribusi yang menghubungkan
keputusan SDM dan sistim dengan HR Deliverable, dimana
mempengaruhi key performance driver dalam implementasi strtaegi
perusahaan (misalnya: kepuasan pelanggan atau fokus peningkatan
kompetensi karyawan).
4. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
5. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab
terhadap implementasi strategi perusahaan.
6. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
14. 14
BAB IV
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
4.1 Pengertian Motivasi
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere,
artinya “bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai
dengan adanya kekurangan psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan
suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau insentif.
Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui hubungan antara
kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan). Motivasi dalam dunia kerja
adalahsuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan
kerja.Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa
disebut pendorong semangat kerja.Kuat dan lemahnya motivasi
seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan
dengan prestasi kerja.Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar
motivasi kerja, kemampuan, dan peluang.
Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja
seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif
seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuannya
sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaanya atau akan berusaha untuk
mencari, menemukan atau menciptakan peluang dimana ia akan
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi
tinggi. Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif à cenderung menunggu
upaya ata tawaran dari lingkunganya
Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang
menimbulkan dorongan atau semangat kerja.Menurut Gitosudarmo dan
15. 15
Mulyono (1999) motivasi adalah suatu 15actor yang mendorong
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh
karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai 15actor pendorong
perilaku seseorang. Motivasi dan dorongan kepada karyawan untuk
bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat
dua macam yaitu :
1. Motivasi Finansial dorongan yang dilakukan dengan memberikan
imbalan finansial kepada karyawan.
2. Motivasi nonfinansial dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti penghargaan,
pendekatan manusia dan lain – lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya
adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan
(action atau activities)dan memberikan kekuatan yang mengarahkan
kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurai
ketidakseimbangan.
4.2 Teori Disposisional Motivasi Kerja
Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi sebelum
memotivasi perilaku berikutnya; dalam situasi kerja, ini berarti bahwa
orang-orang mengerahkan usaha untuk mengisi kepuasan kebutuhan
yang terendah.
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) àsuatu kebutuhan
yang sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan
udara untuk hidup. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat
primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak lahir.Jika kebutuhan ini
tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
16. 16
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman) àkebutuhan untuk merasa aman
baik secara fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila
kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja maka individu
membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) Manusia pada dasarnya
adalah makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-
kebutuhan sosial
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) Penghargaan meliputi faktor
internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan
prestasi; dan faktor eksternal. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri
dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk
diakui prestasi kerjanya.
5) Self Actualization Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk
kemampuan berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan
mencukupi diri sendiri. Pada tingkatan ini, contohnya karyawan
cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik.
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad
yang.Itu adalah penelitian yang cukup menarik minat pada saat itu,
namun ketertarikan ini hampir seluruhnya mati beberapa tahun lalu
disebabkan adanya nonsupport untuk proposisi dasar.Di antara praktisi
manajer, mahasiswa, dan banyak konsultan manajemen, bagaimanapun,
“segitiga Maslow” telah sangat influental
b. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja didasarkan pada hirarki kebutuhan
Maslow, tetapi menggabungkan perubahan penting, diusulkan oleh
Alderfer. Teori ERG mengadakan hipotesis tiga set kebutuhan mulai dari
yang paling tinggi ke paling konkret (dasar).
17. 17
Existence merupakan kebutuhanakan substansi material, seperti
keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan
mobil. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman
dari Maslow.
Relatedness merupakan kebutuhan untuk memelihara hubungan
antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi
secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam
kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan
keluarga, teman dan rekan kerja. Growth (G) àmerupakan kebutuhan-
kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan
mereka secara penuh.Selain kebutuhan aktualisasi, juga termasuk bagian
17dvanceme dari kebutuhan harga diri Maslow.
Menurut ERG Theory, jika upaya untuk memenuhi kebutuhan
pada satu level itu secara terus menerus mengalami frustasi, individu
mungkin mengalami kemunduran (jatuh lagi) kepada perilaku kebutuhan
yang lebih konkret.
c. Teori Dua Faktor Herzberg
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus
mengenai teori tersebut yaitu:
1. Serangkaian kondisi ekstrinsik kondisi kerja ekstrinsik seperti upah dan
kondisi kerja tersebut bersifat ekstren tehadap pekerjaan sepeti: jaminan
status, prosedur, perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan antara
pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan bawahan.
2. Serangkaian kondisi instrinsik kondisi kerja instrinsik seperti tantangan
pekerjaan atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik,
terbentuk dalam pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian
kondisi instrinsik disebut pemuas atau motivator yang meliputi: prestasi,
pengakuan, tanggung jawab (responsibility), kemajuan, dan
kemungkinan berkembang (the possibility of growth).
18. 18
Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga
macam motif atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
a) The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi,
untuk mencapai sukses.
b) The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah
orang lain.
c) The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan
akrab antar pribadi.
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi
tantangan untuk berprestasi dari pada imbalannya.Perilaku diarahkan ke
tujuan dengan kesukaran menengah.Karyawan yang memiliki nPow
tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari pada prestasi.Ia
adalah tipe seorang yang senang apabila diberi jabatan yang dapat
memerintah orang lain. Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff
tinggi, kurang kompetitif.Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan
hubungan antar personal yang akrab.
4.3 Teori Kognitif Motivasi Kerja
a. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998).Locke
berpendapat bahwa maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan
merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuan
memberitahukan karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa banyak
upaya akan dihabiskan.
Lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat
motivasi karyawan, yaitu:
(1)tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang
harusdiselesaikan)
19. 19
(2) tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai
tinggi
(3) karyawan harus menerima tujuan itu
(4) karyawan harus menerima umpan balik mengenai
kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut
(5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada
tujuan yang ditentukan begitu saja.
a. Teori Keadilan (Equilty Theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukkan bagaimana upah dapat
memotivasi. Individu dalam dunia kerja akan selalu membandingkan
dirinya dengan orang lain. Apabila terdapat ketidakwajaran akan
mempengaruhi tingkat usahanya untuk bekerja dengan baik. Ia membuat
perbandingan sosial dengan orang lain dalam pekerjaan yang dapat
menyebabkan mereka merasa dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan
ketidakadilan mengakibatkan perubahan kinerja. Menurut Adam, bahwa
keadaan tegangan negative akan memberikan motivasi untuk melakukan
sesuatu dalam mengoreksinya.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan
Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah sebagai berikut :
a. Pekerja itu sendiri( Work It Self) setiap pekerjaan memerlukan
suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-
masing
20. 20
b. Atasan (Supervisor) atasan yang baik berarti mau menghargai
pekerjaan bawahannya
c. Teman sekerja (Workers) faktor yang menghubungkan
pegawai dengan pegawai atau pegawai dengan atasannya,
baik yang sama ataupun yang beda pekerjaannya
d. Promosi (Promotion) faktor yang berhubungan dengan ada
tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier
selam bekerja
e. Gaji/upah (Pay) faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai
yang dianggap layak atau tidak
4.4 Tujuan Motivasi
Beberapa tujuan motivasi :
1 Meningkatkan moral & kepuasaan kerja karyawan
2 Meningkatkan produktifitas kerja karyawan
3 Mempertahankan kestabilan karyawan
4 Meningkatkan kedisiplinan
5 Mengefektifkan pengadaan karyawan
4.5 Kepuasan Kerja
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah
sikap yang umum terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara
banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang
mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa kepuasan
kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu
sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi,1992).
Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secar
umum menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi, dan
21. 21
kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang menentukan kepuasan
kerja adalah :
b. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung
menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan
keterampilan dan kemampuan dalam bekerja
b. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan
kebijakan promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan
pengharapan mereka.
c. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik
untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
mengerjakan tugas yang baik
d. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara
sesama pegawai yang saling mendukung meningkatkan kepuasan
kerja
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa
memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi,
perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan dan masalah personalia
vital lainnya (Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi personalia
emmpunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu
berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim
organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan
maupun tidak menyenangkan bagi anggota organisasiyang akhirnya
memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi
22. 22
4.6 Tujuan Kepuasan Kerja
• Untuk meningkatkan disiplin karyawan dalam menjalankan tugasnya.
• Untuk meningkatkan semangat kerja karyawan dan loyalitas karyawan
terhadap perusahaan.
• Menciptakan keadaan positif dalam lingkungan kerja(Hani Handoko).
4.7Manfaat Kepuasan Kerja
• Memiliki kepedulian terhadap organisasi.
• Lebih Produktif.
• Memiliki Kemitraan Terhadap Organisasi
23. 23
BAB V
MENGOLAH KECERDASAN
DAN POTENSI EMOSIONAL SDM
5.1 Pengertian Teori Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa
Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima,
menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya.
Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu
hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan 23ptimis yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional
adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
hubungannya dengan orang lain (Goleman,2001:512). Seseorang dengan
kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, kemungkinan besar akan
berhasil dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang
mendorong produktivitas (Widagdo, 2001). Goleman (2001) membagi
kecerdasan emosional yang dapat memperngaruhi keberhasilan seseorang dalam
bekerja ke dalam lima bagian utama yaitu kesadaran diri, pengaturan diri,
motivasi, empati dan ketrampilan 23ptimi.
Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training,
prime consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan
emosi, menerima dan membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan
pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan
intelektual. Salovey juga memberikan definisi dasar tentang kecerdasan emosi
dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan mengenali emosi diri, mengelola
emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang kain, dan
kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Seorang ahli kecerdasan
emosi, Goleman (2000, p.8) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
24. 24
kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri, memacu,
tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri.
Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi baik yang
positif maupun 24ptimism. Purba (1999, p.64) berpendapat bahwa kecerdasan
emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan menghadapi
frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semangat optomis, dan kemampuan
menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
5.2 Teori Kecerdasan Emosional Menurut pendapat
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut
para ahli yaitu:
1. Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan
untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga dapat membantu
perkembangan emosi dan intelektual.
2. Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber 24ndica, informasi, koneksi dan pengaruh yang
manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kecerdasan emosi menuntut
seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang
lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif secara
emosi dalam kehidupan sehari-hari.
25. 25
3. Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan
lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan
dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
4. Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih
yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur
keadaan jiwa.Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat
menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur
suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam
lima wilayah utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi
diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan
membina hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan
dalam dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan
diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan
kepercayaan diri yang kuat.
26. 26
b. Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan
menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada
pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.
c. Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak
sangat efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan
frustasi.
d. Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang
lain, mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan
saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
e. Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan 26ndica dengan orang lain, mampu membaca
situasi dan jaringan 26ndica secara cermat, berinteraksi dengan 26ndica,
menggunakan ketrampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, serta bekerja sama dalam tim.
Menurut Prati, et al. (2003) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
membaca dan memahami orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan untuk mempengaruhi orang lain melalui pengaturan dan
penggunaan emosi. Jadi kecerdasan emosi dapat diartikan tingkat kecemerlangan
seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk merespon keadaan perasaan
dari diri sendiri maupun dalam menghadapi lingkungannya.
27. 27
Sementara itu menurut Bitsch (2008) 27ndicator yang termasuk dalam 27ndicato
kecerdasan emosional ada 7. Tujuh 27ndicator tersebut diukur dengan ”The
Yong emotional intelligence Inventory (EQI)”, yakni kuesioner self-report yang
mengukur 7 indikator tersebut adalah:
a) Intrapersonal skills,
b) Interpesonal skills,
c) Assertive,
d) Contentment in life,
e) Reselience,
f) Self-esteem,
28. 28
BAB VI
MEMBANGUN
KAPABILITASDAN KOMPETENSI SDM
6.1 Pengertian Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM
menurut para ahli
Kompetensi, artinya adalah Kemampuan, sebagai seorang individu atau
calon pemimpin diharapkan memiliki kemampuan, ketrampilan atau skill.
Kapabilitas, artinya juga sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan. Namun
pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja namun
lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar benar
menguasai kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya.
Akseptabilitas, artinya adalah Keterterimaan, kecocokkan dan kepantasan.Kata
ini berasal dari "peminjaman" kata Accetability.
Elektabilitas, adalah "Ketertarikan yang dipiilih". Mislanya, sesuatu benda atau
orang yang memiliki Elektabilitas tinggi adalah yang terpilih dan disukai oleh
masyarakat.yakni difavoritkan
6.2 Karakteristika Kompetensi
Motif –apa yang mendorong, perilaku yang mengarah dan dipilih
terhadap kegiatan atau tujuan tertentu.
Sifat/ciri bawaan – ciri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat tetap terhadap situasi
atau informasi.
Konsep diri – sikap, nilai atau self image dari orang-orang.
29. 29
Pengetahuan – informasi yang dimiliki orang-orang khususnya pada bidang yang
spesifik.
Keterampilan – kemampuan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas fisik dan
mental tertentu.
6.3 Cara Membangun Sistem Manajemen SDM Berbasis
Kompetensi
Untuk meningkatkan sumber daya manusia sebuah perusahaan sudah
selayaknya jika perusahaan memperhatikan kualitas sumber dayanya dalam hal
ini adalah kualias pegawainya, sehingga dapat diperoleh kualitas pegawai yang
berdaya saing tinggi.
Secara umum hal ini dikatakan sebagai Manajemen Sumber Daya Manusia
Berbasis Kompetensi.
Kompetensi dalam arti sebuah konsep yang mengandung arti untuk
menggabungkan SPKJ yaitu penggabungan antara Skill (Ketrampilan),
Personal`s Atribut (Atribut Perseorangan), Knowledge ( ilmu pengetahuan) dan
tercermin dari Job Behaviour (Perilaku Kinerja) yang terukur, dapat diamati
sehingga dapat dievaluasi.
Boleh dibilang kompetensi sendiri adalah sebuah faktor yang dapat menentukan
keberhasilan kinerja seseorang.Jadi titik perhatian yang utama dari sebuah
kompetensi adalah sebuah perbuatan yang merupakan perpaduan dari
ketrampilan, atribut perseorangan dan ilmu pengetahuan.
Pemicu Utama – Pemicu utama timbulnya manajemen berbasis kompetensi
adalah karena adanya sebuah keinginan untuk menempatkan posisi seorang
karyawan pada tempat atau jabatan yang sesuai dengan kualitas kemampuan
karyawan tersebut istilah kerennya The Right Man on The Right Place.
Tujuan – Sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis Kompetensi bertujuan
untuk menghasilkan hasil akhir yang diselaraskan dengan tujuan serta sasaran
30. 30
perusahaan/ organisasi dengan menerapkan standar kinerja yang sesuai denagn
ketentuan yang telah ditetapkan
6.4 Kompetitif secara unggulan menurut para ahli
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi
sebelum suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan
kompetitif berkelanjutan sebagai berikut:
(1) merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga
(valuable), terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
mengeksploitasi kesempatan dan atau menetralisasi ancaman dari
lingkungan perusahaan.
(2) relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di
lingkungan kompetitif.
(3) sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
(4) tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara
strategis signifikan. masalahnya adalah bagaimana
“menterjemahkan” berbagai strategi, kebijakan dan praktik
MSDM menjadi keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi tersebut
mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai
hasil- hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan
persoalan dan mencari alternatif- alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar
besar, untuk menguji berbagai pengandaian dan pengubah
prespektif
31. 31
c. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan
secara efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk
mendengar, berkomunikasi, mendapat alternatif ketiga
6.5 Uraian Jenis Kompetensi.
Ada dua macam kompetensi, yaitu :
1. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan mengelola pegaewai, serta membangun
hubungan dengan orang lain., seperti kemampuan untuk memecahkan masalah,
kemampuan memimpin, dan kemampuan untuk membangun komunikasi.
2. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang berkaitan
dengan keteknisan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakoni., seperti
kemampuan pemasaran/ marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi adalah
selalu fokus pada tujuan perusahaan/ organisasi, sehingga seluruh karyawan
sebuah perusahaan/ organisasi dapat mencapai hasil seperti yang sudah
direncanakan dan diharapkan di awal waktu, dengan mereferensikan karyawan
yang memiliki etos kerja yang berkualitas kepada karyawan yang lain sehingga
tercipta persaingan yang sehat.
Jika ada karyawan yang belum bisa mencapai seperti yang diharapkan , maka
karyawan tersebut harus mengikuti trainning peningkatan kemampuan, yang
telah direncanakan sehingga diharapkan melalui pelatihan ini akan membuat
semua karyawan dapat memiliki standar kerja dan kemampuan yang sepadan.
32. 32
Area lingkup sebuah pengelolaan Kompetensi meliputi :
a. Organisasi/ perusahaan itu sendiri berikut semua orang yang menduduki
jabatan dalam perusahaan / organisasi itu.
b. Pengelolaan kompetensi dengan melibatkan kompetensi teknis yang
dikombinasikan dengan kompetensi manajerial.
c. Mengelola data semua jabatan, sehingga kebutuhan dari kompetensi
setiap jabatan, hingga menentukan tingkat kebutuhan kompetensi jabatan.
d. Mengelola data semua karyawan/ anggota maupun kompetensi
perseorangan.
e. Mengeterapkan prinsip mengisi celah yang kosong dengan sebuah
persaingan kompoetensi yang sehat.
f. Mengaplikasikan sistem dalam merencanakan karier yang meliputi tata
cara pencapaian sebuah karir, rotasi jabatan, pengajuan promosi jabatan
dan suksesi kepemimpinan.
Langkah yang diperlukan – Untuk mencapai Manajemen Sumber Daya Manusia
Berbasis Kompetensi diperlukan beberapa hal seperti :
1. Pengidentifikasian posisi
2. Analisa kegiatan dan pekerjaan.
3. Pengenalan dan penelusuran secara terperinci sebagai sebuah kebutuhan
pertama
4. Pengenalan dan penelusuran kompetensi yang diperlukan untuk sebuah posisi.
5. Prioritas kompetensi dengan memakai sistem peringkat dan kualitas yang
paling baik.
6. Membuat sebuah standar kinerja yang paling minim sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan sebuah kompetensi.
8. Perbandingan antar kandidat, dengan prinsip penerapan standar kinerja
minimum yang telah ditetapkan
33. 33
BAB VII
KONSEP AUDIT KINERJA
DAN KONSEP PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
7.1 Pengertian Audit Kinerja
Secara etimologi, audit kinerja terdiri atas dua kata, yaitu “audit” dan
“kinerja”. Audit menurut Arens adalah kegiatan mengumpulkan dan
mengevaluasi terhadap bukti-bukti yang dilakukan oleh yang kompeten dan
independen untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara kondisi
yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan. Sedangkan menurut Stephen P
Robbins, kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah
dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.
7.2 Proses Audit
Secara umum, pelaksanaan proses audit kinerja memiliki sistematika:
a. Struktur audit kinerja
b. Tahapan audit kinerja
c. Kriteria atau indikator yang menjadi tolak ukur audit kinerja.
7.3 Tahapan Audit Kinerja
Audit kinerja merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan
prosedurya. Berdasarkan kerangka umum struktur audit di atas, dapat
dikembangkan struktur audit kinerja yang terdiri atas:
1. Tahap pengenalan dan perencanaan (familiarization and planning phase)
2. Tahap pengauditan (audit phase)
34. 34
3. Tahap pelaporan (reporting phase)
4. Tahap penindaklanjutan (follow-up phase)
7.4 Tujuan Audit Kinerja
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan bahwa audit
kinerja mencakup tujuan yang luas dan bervariasi, termasuk tujuan yang
berkaitan dengan penilaian hasil dan efektivitas program, ekonomi dan efisiensi,
pengendalian internal, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta bagaimana cara untuk meningkatkan efektivitas. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa tujuan dasar dari audit kinerja ialah menilai suatu kinerja
suatu organisasi, program, atau kegiatan yang meliputi audit atas aspek ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas. Audit kinerja (performance audit) merupakan perluasan
atas audit laporan keuangan atas prosedur dan tujuan.
7.5 Manfaat Audit Kinerja
Beberapa Manfaat Audit kinerja :
1. Peningkatan Kinerja
a. Mengidentifikasi Masalah dan Alternatif Penyelesaiannya Auditor sebagai
pihak independen dapat memberi pandangan kepada manajemen untuk melihat
permasalahan secara lebih detail dari sisi operasional. Sehubungan dengan itu,
auditor dapat melakukan diskusi dengan orang-orang yang bergelut dalam
operasional dan menginformasikan hal tersebut kepada manajemen.
b. Mengidentifikasi Sebab-sebab Aktual dari Suatu Masalah Yang Dapat
Dihadapi oleh Kebijaksanaan Manajemen atau Tindakan Lainnya. Auditor harus
dapat menetapkan masalah yang aktual dan solusi untuk mengatasinya. Auditor
35. 35
sebaiknya tidak memberi rekomendasi atau usulan bila ia tidak dapat membantu
proses rekomendasi tersebut.
c. Mengidentifikasi Peluang dan Kemungkinan untuk Mengatasi Keborosan dan
Ketidakefisienan. Pengurangan biaya merupakan hal yang penting dalam audit
kinerja. Namun, penghematan biaya dapat menjadi suatu hal yang besar dalam
jangka waktu yang panjang.
d. Mengidentifikasi Kriteria untuk Menilai Pencapaian Tujuan Organisasi Pada
situasi tertentu, kriteria tidak ada. Oleh sebab itu, auditor dapat membantu
manajemen dalam membangun kriteria itu.
e. Melakukan Evaluasi atas Sistem Pengendalian Internal Auditor harus
menentukan apakah mekanisme telah menyediakan informasi tentang efektivan
operasional, yaitu: (1). Apakah ada perbedaan tingkat kedalaman atau detail
laporan; (2). Apakah ada informasi yang belum disajikan dalam laporan; (3).
Apakah indikator kerja telah dipertimbangkan dalam penyusunan laporan.
f. Menyediakan Jalur Komunikasi antara Tataran Operasional dan Manajemen
Audit kerja dapat menjadi sarana untuk menyampaikan permasalahan yang tidak
dapat tersalurkan melalui struktur komunikasi yang telah disususun organisasi
tersebut.
g. Melaporkan Ketidakberesan Audit kerja dapat menjadi sarana untuk
menyampaikan kepada manajemen setiap penyimpangan yang terjadi sehingga
kerugian dan dampak yang lebih besar dapat diatasi.
7.6 Jenis Jenis Audit
Audit yang dilakukan pada oknum-oknum pemerintah berbeda dengan yang
dilakukan pada oknum-oknum swasta.Perbedaan tersebut disebabkan oleh
adanya perbedaan latar belakang institusional dan oknum, dimana audit oknum-
oknum pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta
peran yang lebih luas oknum-oknum yang audit oknum swasta (Wilopo, 2001).
36. 36
Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit oknum-oknum, yaitu audit
keuangan (financial audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja
(performance audit). Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa oknum
akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta
transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar.Audit kepatuhan adalah
audit yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk
pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang
peraturan. Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan
(Harry Suharto, 2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua
aktivitas sesuai dengan kebijakan, aturan, ketentuan dan undang-undang yang
berlaku.Sedangkan kepatutan lebih pada keluhuran budi pimpinan dalam
mengambil keputusan.Jika melanggar kepatutan belum tentu melanggar
kepatuhan.Audit yang ketiga adalah audit kinerja yang merupakan perluasan dari
audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya.Audit kinerja memfokuskan
pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang
menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja
merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas
ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian hasil yang
diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan 36okum yang
berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada
pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
37. 37
7.7 Audit Sektor Publik Pemerintah
Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah.Kinerja yang baik bagi suatu
organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang
bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Konsep
ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak
dapat diartikan secara terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input
yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep
efisien memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber
daya yang tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa jasa yang
disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa
dengan tepat.
Jadi, audit yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi
dan efektivitas.Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau
operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit. Istilah lain
untuk performance audit adalah Value for Money Audit atau disingkat 3E’s audit
(economy, efficiency and effectiveness audit). Penekanan kegiatan audit pada
ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus yang
membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.
38. 38
BAB VIII
PENUTUP
Kesimpulan
evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis
untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.Proses
Penilaian Kinerja dimulai dari penetapan Standar Kinerja,Human
Resource Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan SDM atau menilai
kontribusi strategic yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai nilai yang
diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan perilaku karyawan yang
strategic,dan motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang
mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)dan
memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian kebutuhan,
memberi kepuasan ataupun mengurai ketidakseimbangan. Pencapaian
kesuksesan pegawai dengan mengandalkan Kecerdasan Intelektual (IQ) dan
Kecerdasan Emosional (EQ) akan sampai pada suatu titik dimana
kebermaknaan dalam kehidupan ternyata belum tersentuh. Seringkali para
manajer yang dianggap sukses seringkali bermasalah dengan makna
hidup.Ada ruang yang hampa dalam diri seseorang ketika telah mencapai
kesuksesan.
39. 39
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Prabu Mangkunegara. 2005. Evaluasi Kinerja. Bandung : Refika
Aditama
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja.
Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
http://ashur.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.1
B.S. Wibowo, dkk. (2002). ”Trustco SHOOT : Sharpening, Our Concept and
Tools” PT. Syaamil Cipta Media, Jakarta
Agustian, Ary Ginanjar. (2005). ”Rahasia Sukses Membangkitkan ESP POWER,
Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan”. Jakarta : Penerbit Arga.
Agustian, Ary Ginanjar. (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam.Jakarta : Penerbit
Arga.