Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Makalah evaluasi kinerja dedeh kurniasih
1. MAKALAH
TUGAS AKHIR UJIAN TENGAH SEMESTER
RANGKUMAN MATERI EVALUASI KINERJA
Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi
Dosen pengampu : Ade Fauji, SE., MM
Disusun Oleh :
Dedeh Kurniasih
11140279
JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
2017
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada penyusun dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Evaluasi Kerja dan
Kompensasi berupa makalah yang berjudul “Rangkuman Materi Evaluasi
Kinerja”
Makalah ini mengambil referensi dari situs di internet yang membahas
mengenai Evaluasi Kinerja. Anda dapat melihatnya pada situs yang tertera pada
daftar pustaka dilembaran akhir.
Penyusun menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik informasi maupun pengetahuan, oleh sebab itu penyusun harap Anda dapat
memakluminya. Semoga informasi yang di terangkan lewat tulisan ini kiranya
dapat memberikan tambahan pengetahuan dan informasi yang berguna bagi Anda
dan khususnya penyusun sebagai pemakalah. Aamiin
Serang , November 2017
Penyusun
3. ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kinerja Sdm .......................................................................... 4
1. Pengertian Kinerja Sdm .................................................. 4
2. Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kinerja Sdm ........... 5
3. Karakteristik Kinerja Karyawan ...................................... 5
4. Indicator Dalam Kinerja................................................... 6
2.2 HR Scorecard ......................................................................... 7
1. Pengertian HR Scorecard ................................................. 7
2. Manfaat HR Scorecard..................................................... 8
3. Langkah Dalam Merancang Suatu System
Pengukuran Human Resource Scorecard ......................... 9
2.3 Motivasi dan Kepuasan Kerja................................................ 11
1. Konsep Motivasi ............................................................. 11
2. Konsep Kepuasan Kerja .................................................. 12
3. Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja.................. 14
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ..... 17
2.4 Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM .......... 20
1. Kecerdasan Emosional..................................................... 20
2. Kecerdasan Spiritual ....................................................... 22
3. Kecerdasan Intelektual..................................................... 24
4. iii
2.5 Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM ................... 25
2.6 Konsep Audit Kinerja ............................................................ 26
1. Pengertian Audit Kinerja ................................................. 26
2. Konsep Audit Kinerja ...................................................... 28
3. Manfaat Audit Kinerja ..................................................... 29
4. Tujuan Audit Kinerja ....................................................... 31
5. Jenis Audit Kinerja........................................................... 31
2.7 Pelaksanaan Audit Kinerja..................................................... 32
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................... 34
Daftar Pustaka ................................................................................................... 36
5. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penilaian kinerja merupakan proses pengukuran organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja dapat juga diartikan
sebagai penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi, dan personilnya, berdasark visi, misi, standar organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi anpada dasarnya
dioperasikan oleh sumber daya manusia, maka penilaian kinerja sesungguhnya
merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran dalam
Penilaian kinerja merupakan proses pengukuran organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja dapat juga diartikan
sebagai penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi, dan personilnya, berdasarkan visi, misi, standar organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi pada dasarnya dioperasikan
oleh sumber daya manusia, maka penilaian kinerja sesungguhnya organisasi
(Torkamani, 2012; 3289).
Proses penilaian kinerja diawali dengan menentukan tujuan organisasi,
kemudian dilanjutkan dengan analisa kinerja untuk mengetahui harapan
pimpinan organisasi dalam pelaksanaan. Pada akhir periode, penilai
mengukur kinerja dan melakukan evaluasi, selanjutnya dibandingkan dengan
target pekerjaan, kemudian mendiskusikan dan mengkomunikasikan hasil
penilaian, dilanjutkan dengan perencanaan program peningkatan kinerja.
Proses evaluasi kinerja, organisasi dapat menggunakan berbagai macam
ukuran yang berbeda untuk perencanaan, pengukuran, dan evaluasi
organisasi (Simon, 2012; 218)
6. 2
Salah satu aspek penting dalam pengukuran kinerja organisasi adalah
bahwa kinerja organisasi dipakai oleh pihak manajemen sebagai dasar untuk
melakukan pengambilan keputusan dan mengevaluasi kinerja manajemen
serta unit-unit terkait di lingkungan organisasi organisasi. Pengukuran
kinerja organisasi yang terlalu ditekankan pada sudut pandang finansial
sering menghilangkan sudut pandang lain yang tentu saja tidak kalah
pentingnya. Pengukuran kepuasan pelanggan dan proses adaptasi dalam
suatu perubahan, sehingga dalam suatu pengukuran kinerja diperlukan suatu
keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dan non finansial.
Keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dan non finansial ini akan
dapat membantu organisasi dalam mengetahui dan mengevaluasi kinerjanya
secara keseluruhan (Sampurno, 2010; 248).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Kinerja Sdm ?
2. Faktor Apa Saja Yang Dapat Mempengaruhi Kinerja Sdm ?
3. Apasaja Karakteristik Kinerja Karyawan ?
4. Apasaja Indicator Dalam Kinerja ?
5. Apa Yang Dimaksud Dengan Hr Scorecard ?
6. Apa Manfaat Hr Scorecard ?
7. Bagaimana Langkah Dalam Merancang Suatu System Pengukuran Human
Resource Scorecard ?
8. Apa Yang Dimaksud Dengan Motivasi ?
9. Apa Yang Dimaksud Dengan Kepuasan Kerja ?
10. Bagaimana Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja ?
11. Apasaja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ?
12. Bagaimana Mengelola Potensi Kecerdasan Dan Emosional Sdm ?
13. Bagaimana Membangun Kapabilitas Dan Kompetensi Sdm ?
14. Bagaimana Konsep Audit Kerja ?
15. Pelaksanaan Audit Kinerja ?
7. 3
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Kinerja SDM.
2. Mengetahui Faktor Apa Saja Yang Dapat Mempengaruhi Kinerja SDM.
3. Mengetahui Apasaja Karakteristik Kinerja Karyawan.
4. Mengetahui Apasaja Indicator Dalam Kinerja.
5. Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan HR Scorecard.
6. Mengetahui Apa Manfaat HR Scorecard.
7. Mengetahui Bagaimana Langkah Dalam Merancang Suatu System
Pengukuran Human Resource Scorecard.
8. Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Motivasi.
9. Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Kepuasan Kerja.
10. Mengetahui Bagaimana Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja.
11. Mengetahui Apasaja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja.
12. Mengetahui Bagaimana Mengelola Potensi Kecerdasan Dan Emosional
Sdm.
13. Mengetahui Bagaimana Membangun Kapabilitas Dan Kompetensi SDM.
14. Mengetahui Bagaimana Konsep Audit Kerja.
15. Mengetahui Pelaksanaan Audit Kinerja.
8. 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kinerja SDM
1. Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu
proses (Nurlaila, 2010:71). Menurut pendekatan perilaku dalam
manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan
atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan
(Luthans, 2005:165).
Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil
kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 2000:41). Kinerja adalah
hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang
diberikan (Mangkunagara, 2002:22).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah
disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005:50).
Sedangkan Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja
pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai.
9. 5
Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja
masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku (Amstrong, 1999:15).
Pengertian kinerja ini mengaitkan antara hasil kerja dengan tingkah laku.
Sebgai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan
pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan kepadanya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
a. Efektifitas dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh
mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-
akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang
dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif
dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak
penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (Prawirosentono,
1999:27).
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah
dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota
organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan
kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono, 1999:27). Perintah
tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dalam organisasi tersebut.
c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku
(Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan
karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja
dengan organisasi dimana dia bekerja.
10. 6
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam
membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan
tujuan organisasi.
3. Karakteristik Kinerja Karyawan
Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai
berikut (Mangkunegara, 2002:68):
a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
b. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
c. Memiliki tujuan yang realistis.
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasi tujuannya.
e. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh
kegiatan kerja yang dilakukannya.
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.
4. Indikator Kinerja Karyawan
Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam
indikator, yaitu (Robbins, 2006:260):
a. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap
kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan.
b. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam
istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal
waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil
output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
11. 7
d. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi
(tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya
akan dapat menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan
suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan
instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
2.2 HR Score Card (Pengukuran Kinerja SDM)
1. Pengertian HR Score Card
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human
Resources yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia
sebagai sesuatu yang selama ini dianggap intangible untuk diukur
perannya terhadap pencapaian misi, visi dan strategi perusahaan.“What
Gets Measured, Get Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari
konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem
pengukuran yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard.
Pengukuran ini merupakan pengembangan dari konsep Balanced
Scorecard, dimana pengukuran Human Resource Scorecard lebih
menfokuskan pada kegiatan SDM atau menilai kontribusi strategic yang
terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai nilai yang diwakili oleh Fungsi SDM,
Sistem SDM, dan perilaku karyawan yang strategik.
Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola,
apalagi diukur. Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset
terpenting yang sangat powerful dan penuh misteri dari sebuah
perusahaan. Oleh karena itu. HR Scorecard mencoba mengukur sumber
daya manusia dengan mengkaitkan antara orang-strategi-kinerja untuk
menghasilkan perusahaan terbaik, dan juga menjabarkan misi, visi dan
strategi, menjadi aksi HR yang dapat diukur kontribusinya. Keduanya
12. 8
menggambarkan hubungan sebab (leading/intangible) dan akibat
(lagging/tangible), yang kuncinya adalah disatu sisi ingin menggambarkan
manusia dengan segala potensinya, dan disisi lain ada konteribusi yang
bisa diberikan dalam pencapaian sasaran perusahaan.
2. Manfaat Score Card
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang
secara komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana
sistem pengelolaan SDM dapat menciptakan value atau kontribusi bagi
organisasi. Becker et.al (2001) mengungkapkan beberapa manfaat HR
Scorecard bagi perusahaan sebagai berikut :
a. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak
mempengaruhi implementasi strategi perusahaan dengan HRD
Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai pengaruh terhadap
implementasi strategi perusahaan).
b. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition)
dengan pengendalian biaya disatu sisi dan investasi yang diperlukan
disisi lainnya.
c. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor
kunci kesuksesan yang mendorong implementasi strategi perusahaan).
Model SDM strategik memberi kontribusi yang menghubungkan
keputusan SDM dan sistim dengan HR Deliverable, dimana
mempengaruhi key performance driver dalam implementasi strtaegi
perusahaan (misalnya: kepuasan pelanggan atau fokus peningkatan
kompetensi karyawan).
b. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
c. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab
terhadap implementasi strategi perusahaan.
d. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
13. 9
3. Langkah dalam merancang suatu system pengukuran Human Resource
Scorecard
a. Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu
dilaksanakan adalah mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi
pengembangan perusahaan secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan perusahaan menciptakan
nilai, strategi-strategi apa yang dapat membuat perusahaan sukses, ukuran-
ukuran apa yang bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah
terformulasi dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan baik
keseluruh lapisan karyawan atau Organisasi. Departemen SDM sebagai
bagian dari perusahaan, mutlak dalam mengembangkan strateginya harus
mengacu pada arah dan strategi yang telah ditetapkan perusahaan. Jadi
strategi bisnis harus diklarifikasi dengan terminology yang detail dan
dapat dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah membuat sasaran
perusahaan dimana karyawan memahami peran mereka dan organisasi
mengetahui bagaimana mengukur kesuksesan meraka (kinerja karyawan)
dalam mencapai sasaran tersebut
b. Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui
mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi
tersebut. Departemen SDM dapat menjadi model strategi, apalagi bila
manager lini dan manager SDM mau berbagi tanggung jawab dalam poses
implementasi strategi tersebut. Dalam proses perumusan kasus bisnis,
perlu dilakukan suatu observasi pendahuluan untuk menyusun
rekomendasi yang akan diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kesuksesan perusahaan pada akhirnya bagaimana oraganisasi
mengeksekusi strateginya secara efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu
sendiri.
14. 10
c. Menciptakan Peta Strategi
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu
melakukan serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan
membentuk suatu proses rantai penciptaan nilai. Proses penciptaan nilai
bagi pelanggan inilah yang disebut dengan model rantai nilai, meski belum
terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi membagi proses penciptaan nilai
menjadi empat pespektip, yaitu pertumbuhan dan pembelajaran, proses
internal, pelanggan dan financial.
d. Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara
strategi bisnis perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh
department SDM. Semakin sering titik temu diantara keduanya terjadi,
maka semakin strtaegis pula peran SDM dalam perusahaan tersebut..Untuk
merealisasikan hal ini, para professional di departemen SDM harus
mampu memahami aspek bisnis perusahaan secara keseluruhan. Bila hal
ini tidak terpenuhi, para manajer dari fungsi lain tidak akan menghargai
kebijakan yang diambil oleh departemen SDM. Berdasarkan strategi
perusahaan, department SDM kemudian membuat HR Deliverables yang
dirancang untuk mendukung realisasi dari strategi dan kinerja perusahaan
seperti apa yang memerlukan kompetensi, reward dan tugas organisasi
yang tepat.
e. Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah
menyesuaikan HR Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang
dimilki oleh departemen SDM yakni Fungsi, Sistem, dan Perilaku
karyawan.
f. Merancang Sistim Pengukuran Strategik
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur
SDM, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran
strategis (key performance indicator) untuk tiap HR Deliverables. Dalam
15. 11
proses penyusunan HR Scorecard, HR deliverabales merupakan sasaran
strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM.
g. Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang
digambarkan dalam model diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat
berguna untuk menjaga skor pengaruh SDM terhadap kinerja organisasi.
2.3 Motivasi dan Kepuasan Kerja
1. Konsep Motivasi
Kata motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti to move
(untuk bergerak) sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi adalah
seperangkat alasan untuk melakukan tindakan tertentu. Beberapa ahli juga
mengemukakan pendapat mereka mengenai pengertian motivasi,
diantaranya
a. Sumadi Suryabrata
Motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan aktifitas tertentu guna pencapaian
tujuan.
b. Gates
Motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat
dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu.
c. Greenberg
Motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan, dan
memantapkan perilaku ke arah suatu tujuan.
d. Chung dan Megginson
Motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran.
Motivasi berkitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang
dalam mengejar suatu tujuan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
dapat diartikan sebagai kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat
16. 12
dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan
dengan cara yang terararah untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Arnold, Robertson, dan Cooper, motivasi terdiri dari tiga
komponen, yaitu:
a. Direction (arah), yaitu apa yang seseorang coba lakukan.
b. Effort (usaha), yaitu seberapa keras seseorang mencoba.
c. Persistence (ketekunan), yaitu seberapa lama seseorang terus
berusaha.
Menurut Luthans, proses motivasi kerja sendiri terdiri dari tiga elemen
penting, yakni kebutuhan (needs), dorongan (drives) dan rangsangan
(incentives) dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kebutuhan adalah tekanan yang ditimbulkan oleh adanya kekurangan
untuk menyebabkan seseorang berperilaku untuk mencapai tujuan.
Kekurangan tersebut dapat bersifat psikologis, fisiologis, atau sosial.
b. Dorongan adalah suatu kondisi yang menyebabkan seseorang menjadi
aktif untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku demi tercapainya
kebutuhan atas tujuan.
c. Rangsangan adalah sesuatu yang memiliki kecenderungan merangsang
minat seseorang untuk bekerja mencapai tujuan.
2. Konsep Kepuasan Kerja
Sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang memiliki
peranan yang sangat penting dalam menentukan pencapaian hasil yang
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen
perusahaan. Dengan mengetahui kepuasan kerja karyawan, melalui
bagaimana karyawan tersebut merespon terhadap berbagai program atau
rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan, hal ini dapat menjadi
umpan balik yang sangat berharga bagi perusahaan tersebut. Kepuasan
kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Pada dasarnya
kepuasan merupakan suatu konsep yang multifacet atau banyak dimensi,
dan bersifat subyektif dari masing-masing individu yang bersangkutan.
17. 13
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dimana pegawai memandang perkerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminnkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Hal ini nampak dari sikap positif pegawai terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Sedangkan menurut As’ad kepuasan kerja merupakan sikap umum yang
merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor
pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan individu di luar kerja.
Kepuasan kerja juga memiliki hubungan yang erat dengan sikap
karyawan atas pekerjaan mereka, situasi kerja setiap harinya, kerjasama
antar karyawan baik dengan atasan maupun dengan rekan kerja. Kepuasan
kerja secara lebih jauh, juga menunjukkan kesesuaian antara sebuah
harapan terhadap pekerjaan yang ada dan imbalan yang diperoleh dari
pekerjaan tersebut.
Dari beberapa definisi dan penjelasan diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan refleksi dari seorang
karyawan terhadap pekerjaannya yang timbul bukan hanya sebagai hasil
interaksi antara karyawan dengan pekerjaannya, tetapi juga dengan
lingkungan kerja, situasi dan kondisi kerja serta rekan kerja karyawan.
Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah:
a. Kerja yang secara mental menantang, bagi pegawai yang cenderung
menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan
keterampilan dan kemampuan dalam bekerja.
b. Gagasan yang pantas, pegawai menginginkan sistem upah atau gaji
dan kebijakan promosi yang adil, tidak meragukan dan sesuai dengan
pengharapan mereka.
c. Kondisi kerja mendukung, bagi pegawai yang peduli lingkungan kerja
baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
mengerjakan tugas yang baik.
d. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama
pegawai yang saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja.
18. 14
e. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan,
kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang pegawai dan
pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan.
f. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan
oleh keturunan.
Dalam mengelola kepegawaian harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi,
perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan dan masalah
personalia vital lainnya. Oleh karena itu fungsi personalia mempunyai
pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai
kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi
memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun
tidak menyenangkan bagi anggota organisasi yang akhirnya memenuhi
kepuasan kerja anggota organisasi.
3. Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja
A. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja
Terdapat beberapa teori yang mengkaitkan antara motivasi dan
kepuasan kerja.
a. Teori Keadilan dan Kepuasan Kerja
Teori keadilan ini membantu untuk memahami bagaimana
seorang pegawai mencapai kesimpulan bahwa ia diperlakukan
dengan adil atau tidak. Perasaan ini mmerupakan perasaan
subjektif yang dapat mempengaruhi motivasi kerja. Untuk itu
seorang pimpinan harus mengetahui bahwa pegawainya
membandingkan imbalan, hukuman, tugas, serta dimensi lainnya
antar pegawai.
Beberapa cara untuk mengetahui adanya perasaan perlakuan
tidak adil ini dapat dilakukan dengan:
19. 15
a) Manajer harus mengenal kesimpulan dari tindakan seseorang
yang mengindikasikan bahwa ia telah mendapat perlakuan
tidak adil.
b) Manajer harus mampu memberikan resolusi sederhana terkait
isu ketidak-adilan yang dapat mengganggu distorsi input atau
output.
c) Manajer harus mampu mengenal klaim-klaim ketidak adilan.
d) Manajer harus mampu mencegah klaim-klaim ketidak adilan
dengan cara memperjelas apa yang sebenarnya mereka rasakan.
b. Teori Kebutuhan
Menurut teori ini manusia mempunyai beberapa kebutuhan
yang harus dipenuhi. Salah satu teori kebutuhan yang dikemukakan
oleh Maslow menyebutkan bahwa manusia memiliki tingkat
kebutuhan dari tingkat bawah sampai yangpaling tinggi, yaitu:
kebutuhan fisiologis dasar, keselamatan dan keamanan, sosial dan
kasih sayang, penghargaan dan aktualisasi diri.
c. Teori Harapan dan Motivasi
Teori harapan atau expectancy secara logis mencoba untuk
menyusun kembali proses mental yang mengakibatkan seorang
pegawai mencurahkan usaha dalam tugas tertentu. Diasumsikan
bahwa usaha para pegawai diakibatkan oleh tiga hal, yaitu:
kemungkinan subyektif pegawai yang berkaitan dengan
kemampuan kerja, kemungkinan subjektif terhadap reward atau
punishment yang terjadi sebagai hasil dari perilaku pimpinan, dan
nilai pegawai yang menempatkan penghargaan dan hukuman.
d. Job Desain dan Motivasi
Motivasi dan kepuasan kerja juga dapat dilihat dari bagaimana
pekerjaan didesain. Terdapat beberapa prinsip dasar dalam metode
untuk mengklasifikasikan dan merancang pekerjaan, yakni:
a) Pekerjaan yang disimplifikasi dapat dilakukan oleh setiap
orang dengan pelaatihan yang sedikit.
20. 16
b) Pekerjaan yang distandarisasikan menggunakan cara terbaik
untuk melaksanakannya. Ketentuan ini dapat ditetapkan
melalui pengamatan tujuan dan analisis metode kerja.
c) Pekerjaan yang sudah dispesialisasikan membuat seseorang
dapat dengan cepat mengembangkan keterampilan tanpa
buang-buang waktu.
B. Hubungan Antara Motivasi dengan Kepuasan Kerja
Terdapat hubungan antara motivasi dan kepuasan dari seorang
pekerja. Hubungan tersebut dapat dikategorikan dalam empat bagian,
yaitu:
a. Pegawai yang motivasi dan kepuasannya tinggi, ini merupakan
keadaan ideal, baik bagi organisasi maupun bagi pegawai
itu sendiri. Keadaan ini timbul bila sumbangsih yang diberikan
oleh pegawai bernilai bagi organisasi, dimana pada
gilirannya organisasi memberikan hasil yang diinginkan atau
pantas bagi pegawai.
b. Karyawan termotivasi untuk bekerja dengan baik, tetapi tidak
merasa puas dengan kerja mereka. Beberapa alasan yang
memungkinkan adalah karyawan membutuhkan pekerjaan dan
uang. Uang dan pekerjaan tergantung pada kinerja yang baik, di
satu sisi karyawan merasa bahwa mereka berhak mendapatkan gaji
yang lebih atas kinerja yang diberikan kepada perusahaan, namun
tidak mendapatkannya.
c. Kinerja yang rendah dari karyawan namun mereka merasa puas
dengan pekerjaannya. Perusahaan telah memberikan segala sesuatu
sesuai dengan harapan karyawan sehingga karyawan tidak
mengeluh, namun tidak ada timbal balik yang berarti bagi
perusahaan sehingga kerugian dapat dirasakan dari sisi perusahaan.
d. Karyawan tidak bekerja dengan baik dan tidak memperoleh
rangsangan yang memuaskan dari perusahaan. Situasi seperti inilah
21. 17
yang akan mendorong keinginan pegawai untuk berhenti dari
pekerjaan atau keputusan perusahaan untuk memberhentikan
karyawan karena tidak ada manfaat yang dapat diperoleh baik oleh
pegawai maupun perusahaan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor kepuasan kerja yang diambil berdasarkan pada Job
Descriptive Index, dimana terdapat pengukuran yang standar terhadap
kepuasan kerja, yang meliputi beberapa faktor yaitu pekerjaan itu sendiri,
mutu dan pengawasan supervisi, gaji atau upah, kesempatan promosi, dan
rekan kerja. Job Description Index adalah pengukuran terhadap kepuasan
kerja yang dipergunakan secara luas. Riset menunjukkan bahwa Job
Description Index dapat menyediakan skala kepuasan kerja yang valid
dalam skala yang dapat dipercaya. Seperti yang dikemukakan oleh
Dipboye, Smith, dan Houkakawell, faktor-faktor tersebut meliputi:
a. Pekerjaan itu sendiri
Setiap karyawan lebih menyukai pekerjaan yang memberikan
peluang kepada mereka untuk menggunakan ketrampilan dan
kemampuan yang dimiliki, yang mampu menawarkan satu varietas
tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baiknya mereka
dalam melakukan hal tersebut. Karakteristik tersebut membuat
pekerjaan menjadi lebih menantang secara mental. Studi-studi
mengenai karakteristik pekerjaan, diketahui bahwa sifat dari pekerjaan
itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Lima dimensi
inti dari materi pekerjaan yang meliputi ragam ketrampilan (skill
variety), identitas pekerjaan (task identity), keberartian pekerjaan (task
significance), otonomi (autonomy) dan umpan balik (feed back). Dari
setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup sejumlah aspek materi
pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang.
Adapun kaitan masing-masing dimensi tersebut dengan semakin
22. 18
besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan, seseorang
akan merasa pekerjaanya semakin berarti.
b. Mutu Pengawasan Supervisi
Kegiatan pengawasan merupakan suatu proses dimana seorang
manajer dapat memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh
karyawannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.
Proses pengawasan mencatat perkembangan pekerjaan yang telah
dilakukan oleh karyawan sehingga memungkinkan manajer untuk
dapat mendeteksi adanya penyimpangan dari apa yang telah
direncanakan dengan hasil saat ini, dan kemudian dapat dilakukan
tindakan pembetulan untuk mengatasinya. Perilaku pengawas
merupakan hal penting yang menentukan selain dari kepuasan kerja itu
sendiri. Sebagian besar dari studi yang telah dilakukan menunjukkan
hasil bahwa karyawan akan lebih puas dengan pemimpin yang lebih
bijaksana, memperhatikan kemajuan, perkembangan dan prestasi kerja
dari karyawannya.
c. Gaji atau Upah
Karyawan selalu menginginkan sistem penggajian yang sesuai
dengan harapan mereka. Apabila pembayaran tersebut tampak adil
berdasarkan pada permintaan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu,
dan standar pembayaran masyarakat pada umumnya, maka kepuasan
yang dihasilkan akan juga tinggi. Upah sebagai jumlah keseluruhan
pengganti jasa yang telah dilakukan oleh tenaga kerja yang meliputi
upah pokok dan tunjangan sosial lainnya. Gaji merupakan salah satu
karakteristik pekerjaan yang menjadi ukuran ada tidaknya kepuasan
kerja, dalam artian ada atau tidaknya keadilan dalam pemberian gaji
tersebut. Gaji atau upah yang diberikan kepada karyawan merupakan
suatu indikator terhadap keyakinan seseorang pada besarnya upah yang
harus diterima.
23. 19
d. Kesempatan Promosi
Promosi merupakan perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan
yang lain dimana jabatan tersebut memiliki status dan tanggung jawab
yang lebih tinggi. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi karyawan,
karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah
dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk
pertumbuhan pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan
meningkatkan status sosial. Oleh karena itu salah satu kepuasan
terhadap pekerjaan dapat dirasakan melalui ketetapan dan kesempatan
promosi yang diberikan oleh perusahaan.
e. Rekan Kerja
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi
dengan orang lain, begitu juga dengan karyawan di dalam melakukan
pekerjaannya membutuhkan interaksi dengan orang lain baik rekan
kerja maupun atasan mereka. Pekerjaan seringkali juga memberikan
kepuasan kebutuhan sosial, dimana tidak hanya dalam arti
persahabatan saja tetapi dari sisi lain seperti kebutuhan untuk
dihormati, berprestasi, dan berafiliasi. Rekan kerja juga merupakan
bagian dari perwujudan salah satu teori motivasi menurut Alderfer
yaitu kebutuhan akan hubungan (Relatedness Needs), dimana
penekanan ada pada pentingnya hubungan antar-individu
(interpersonal relationship) dan bermasyarakat (social relationship).
Pada dasarnya seorang karyawan juga menginginkan adanya perhatian
dari rekan kerjanya, sehingga pekerjaan juga mengisi kebutuhan
karyawan akan interaksi sosial, sehingga pada saat seorang karyawan
memiliki rekan kerja yang saling mendukung dan bersahabat, maka
akan meningkatkan kepuasan kerja mereka.
24. 20
2.4 Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
Konsep inteligensi atau kecerdasan bukanlah konsep yang statis. Mulai
dikembangkan oleh Sir Farncis Galton pada tahun1869 dengan dasar
pandangan bahwa kecerdasan pada dasarnya adalah kecerdasan intelektual
atau kemudian dikenal dengan istilah IQ. Konsep ini kemudian terus
berkembang menjadi EQ (emotional quotient) atau kecerdasan emosional, SQ
(social quiotient) atau kecerdasan social, ESQ (emotional social quotient) atau
kecerdasan social dan emosional, AQ (adversity quotient) atau kecerdasan
adversity, dan yang paling mutakhir kecerdasan kenabian (prophetic
intelligence). Sampai saat ini ada beberapa konsep inteligensi atau kecerdasan
yang sudah berkembang, antara lain:
a. Kecerdasan intelektual (intellectual intelligence / IQ)
b. Kecerdasan emosional (emotional intelligence / EQ)
c. Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence / SQ)
d. Kecerdasan emosional spiritual (emotional spiritual intelligence /ESQ)
e. Kecerdasan adversity (adversity intelligence / AQ)
f. Kecerdasan kenabian (prophetic intelligence)
1. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau hati (Emotional Quotient, EQ) :
Kemampuan untuk mengenal diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial,
empati dan kemampauan untuk berkomunikasi secara baik dengan orang
lain. Termasuk kepekaan mengenai waktu yang tepat, kepatutan secara
sosial, keberanian mengakui kelemahan, serta menyatakan dan
menghormati perbedaan.
Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan merasakan,
memahami, dan secara efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi
(Cooper dan Sawaf, dalam Armansyah, 2002). Peter Salovey dan Jack
25. 21
Mayer (dalam Armansyah, 2002) mendefenisikan kecerdasan emosional
sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan
membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan
dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga
membantu perkembangan emosi dan intelektual.Goleman (Armansyah,
2002) mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada
aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek
kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang
konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan
emosional dan mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola
perasaan, yakni kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindak sesuai
dengan persepsi tersebut, kemampuan untuk berempati, dan lain-lain. Jika
kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak
akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ)
secara efektif. Penelitian tentang EQ dengan menggunakan instrumen
BarOn EQ-i membagi EQ ke dalam lima skala: Skala intrapersonal:
penghargaan diri, emosional kesadaran diri, ketegasan, kebebasan,
aktualisasi diri; Skala interpersonal: empati, pertanggungjawaban sosial,
hubungan interpersonal; Skala kemampuan penyesuaian diri: tes
kenyataan, flexibilitas, pemecahan masalah; Skala manajemen stress: daya
tahan stress, kontrol impuls (gerak hati); Skala suasana hati umum:
optimisme, kebahagiaan (Stein dan Book, dalam Armansyah, 2002).
Spiritual Quotient (SQ) adalah aspek konteks nilai sebagai suatu bagian
dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna Zohar dan
Marshal, dalam Armansyah, 2002). Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual
ini dalam pandangan Danah Zohar dan Ian Marshal meliputi kemampuan
untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri,
fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang sesuatu secara holistik,
serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas
situasi-situasi hidupnya, dan lain-lain.Bagi Danah Zohar dan Ian Marshal
spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan
26. 22
aspek ketuhanan, sebab menurutnya seorang humanis ataupun atheis pun
dapat memiliki spiritualitas tinggi. Hal ini berbeda dengan pandangan Ary
Ginanjar Agustian (2001) bahwa penemuan tentang SQ ini justru telah
membuktikan kebenaran agama Islam tentang konsep fitrah sebagai pusat
spiritualitas. Dalam kajian Zohar dan Marshal, pusat spiritualitas secara
neuro-biologis disebut God Spot yang terletak pada bagian kanan depan
otak. God Spot ini akan bersinar saat terjadi aktivitas spiritual. Dalam
konsep Islam, God Spot itu diasosiakan dengan nurani, mata hati atau
fitrah. Fitrah adalah pusat pengendali kebenaran yang secara built-in ada
pada diri manusia yang dihunjamkan oleh Allah SWT pada jiwa manusia
pada saat perjanjian primordial (QS. al-A’raf : 179).
Pada tahun 1995an, berdasar berbagai hasil penelitian para pakar
Psikologi dan Neurologi, Daniel Goleman mempopulerkan konsep
Kecerdasan Emosional atau populer dengan singkatan EQ. Konsep ini
menyatakan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan
kecerdasan rasional atau intelektual; bahkan dalam kehidupan sosial EQ
bisa lebih berperan dibanding IQ
2. Kecerdasan Spiritual
Spiritual adalah keyakinan yang berhubungan dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, contohnya seseorang yang percaya kepada
Allah sebagai pencipta atau Penguasa (Achir Yani S.Hamid 1999).
Spiritual adalah keyakinan atau hubungan dengan suatu kekuatan
yang paling tinggi, kekuatan kreatif, makhluk yang berketuhanan, atau
sumber keterbatasan enegi (Ozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan dengan suatu kekuatan untuk
mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi
kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan,
27. 23
mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson,
1089).
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengna dunia luar, berjuang untuk menjawab atau
mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional,
penyakit fisik, atau kematian. Kekuatan yang timbul diluar kekuatan
manusia. (Kozie, Eerb.Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zentner,
1993).
Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berkaitan dengan
kemampuan seseorang untuk menarik makna dari setiap kejadian yang
dialaminya.
Disaat EQ masih hangat dalam pembicaraan para ahli atau praktisi,
pada awal tahun 2000-an, Danah Zohar dan Ian Marshal mengungkapkan
ada kecerdasan lain yang lebih paripurna yaitu Spiritual Quotient (SQ).
Mereka merangkum berbagai penelitian sekaligus menyajikan model SQ
sebagai kecerdasan paripurna (Ultimate Intellegence).
Akan tetapi, SQ yang dikenalkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal
belum menyentuh aspek ketuhanan dalam kaitannya dengan nilai-nilai
agama. Aktivitas spiritual tersebut dapat juga dilakukan oleh seorang
Atheis dalam bentuk kontemplasi atau perenungan tentang makna hidup
atau sering juga disebut meditasi. Pada tahun 2001, Ary Ginanjar Agustian
memberikan sentuhan spiritualitas Islam pada IQ, EQ, dan SQ dalam
bukunya, “Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual
berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam”. Ary Ginanjar Agustian
menyatakan bahwa IQ baru sebagai syarat perlu tetapi tidak cukup untuk
meraih kesuksesan. Sementara EQ yang dipahami hanya sebatas hubungan
antar manusia. Sementara SQ sering dipahami sebagai sikap menghindar
dari kehidupan dunia.
28. 24
Hal ini mengakibatkan lahirnya manusia yang berorientasi pada dunia
dan di sisi lain ada manusia yang lari dari permasalahan dunia untuk
menemukan kehidupan yang damai. Dalam Islam kehidupan dunia dan
akhirat harus terintegrasi dalam pikiran, sikap dan perilaku seorang
muslim.
3. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan pikiran atau mental (Intelligence Quotient (IQ) :
Kemampuan manusia untuk menganalisis, berpikir, dan menentukan
hubungan sebab-akibat, berpikir secara abstrak, menggunakan bahasa,
memvisualisasikan sesuatu dan memahami sesuatu.
Kecerdasan intelektual atau sering disebut dengan istilah IQ
(intelligence quotient) sempat dimitoskan sebagai satu-satunya kriteria
kecerdasan manusia. Adalah Sir Francis Galton ilmuwan yang memelopori
studi IQ dengan mengembangkan tes sensori (1883). Galton berpendapat
bahwa makin bagus sensori seseorang makin cerdas dia. Dalam bukunya
Heredity Genius (1869) yang kemudian disempurnakan oleh Alfred Binet
dan Simon. Dengan kecerdasan intelektual atau rasional kita mampu
memahami, menganalisa, membandingkan, dan mengambil hikmah dari
setiap masalah, peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada masa lalu, saat
ini, dan masa yang akan datang. Dalam kehidupan sehari-hari, pada
umumnya kita menggunakan cara berpikir seperti ini. Bahkan konon,
perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat sebagian besar terjadi
karena berfungsinya secara optimal cara berpikir rasional. IQ pada
umumnya mengukur kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan
praktis, daya ingat (memory), daya nalar (reasoning), perbendaharaan kata,
dan pemecahan masalah. Mitos ini dipatahkan oleh Daniel Goleman yang
memperkenalkan kecerdasan emosional atau disingkat EQ (emotional
quotient) dalam bukunya Working with Emotional Intelligence (1990)
dengan menunjukkan bukti empirik dari hasil penelitiannya yang
29. 25
menunjukkan bahwa orang-orang yang IQnya tinggi tidak terjamin
hidupnya akan sukses. Sebaliknya orang yang memiliki EQ tinggi, banyak
yang menempati posisi kunci di dunia eksekutif. Asumsi ini diperkuat oleh
Danah Zohar, sarjana fisika dan filsafat di MIT (Massachussetts Institute
of Technology) yang memelopori munculnya kecerdasan spiritual atau
disingkat SQ (spiritual quotient) dalam bukunya Spiritual Intelligence –
The Ultimate Intelligence (2000).
2.5 Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM
Modal manusia dalam organisasi sangat berharga karena kemampuan
yang dimiliki dari manusia Sebagai bagian dari peran strategis, manajer SDM
sering dipandang bertanggung jawab untuk memperluas kemampuan sumber
daya manusia dalam sebuah organisasi. Dewasa ini penekanan tersebut
difokuskan pada kompetensi karyawan dalam organisasi demi kebutuhan
organisasi untuk tumbuh di masa depan.
Manajemen SDM harus memimpin dalam mengembangkan kompetensi
yang dimiliki karyawan dalam beberapa cara. Pertama, kemampuan yang
diperlukan harus diidentifikasi dan dikaitkan dengan kerja dalam organisasi.
identifikasi ini sering memerlukan kerjasama aktif antara profesional HR dan
manajer operasional. Selanjutnya, penilaian terhadap kemampuan setiap
karyawan. Pendekatan ini mensyaratkan bahwa perlunya identifikasi
pemahaman kompetensi secara mendalam. Misalnya, dalam perusahaan
dengan 100 karyawan, direktur HR mengembangkan rencana karir dan grafik
suksesi untuk menentukan apakah perusahaan memiliki sumber daya manusia
yang cukup untuk mengoperasikan dan mengelola pertumbuhan serta
mengharapkan peningkatan sebesar 70% selama empat tahun mendatang.
Setelah perbandingan kesenjangan "antara kemampuan yang diperlukan
dalam organisasi dan kompentensi karyawan diidentifikasi, kemudian langkah
selanjutnya adalah membangun dan merancang pelatihan dan kegiatan . Fokus
30. 26
dalam memberikan bimbingan kepada seluruh karyawan dan menciptakan
kesadaran tentang kemungkinan pertumbuhan karir dalam organisasi. Kepada
seluruh pegawai diharapkan, terus meningkatkan kemampuan mereka dan
mengetahui bahwa ada peluang pertumbuhan dalam organisasi yang dapat
mengakibatkan kepuasan kerja yang lebih besar dan lebih lama kerja dengan
organisasi tersebut.
2.6 Konsep Audit Kinerja
1. Pengertian Audit Kinerja
Secara etimologi, audit kinerja terdiri atas dua kata, yaitu
“audit” dan “kinerja”. Audit menurut Arens adalah kegiatan
mengumpulkan dan mengevaluasi terhadap bukti-bukti yang dilakukan
oleh yang kompeten dan independen untuk menentukan dan melaporkan
tingkat kesesuaian antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang
ditetapkan.
Sedangkan menurut Stephen P Robbins, kinerja merupakan hasil
evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan
kriteria yang telah ditetapkan bersama. Di pihak lain. Ayuha menjelaskan,
“Perfomance is the way of job or task is done by an individual, a group of
organization”.
Dari kedua definisi tersebut, terlihat bahwa istilah kinerja mengarah
pada dua hal yaitu proses dan hasil yang dicapai.
Definisi yang cukup komprehensif diberikan oleh Malan, Fountain,
Arrowsmith, dan Lockridge (1984), sebagai berikut :
31. 27
“Perfomance auditing is a systematic process of objectively obtaining
dan evaluating evidence regarding the performance of an
organization, program, function, or activity. Evaluation is made in
terms of its economy and efficiency of operations, effectiveness in
achieving of desire results, and compliance with relevan policies, law,
and regulations, for the purposes of ascertaining the degree of
correspondence between performance and established criteria and
communicating the results to interest the users. The performance audit
function provides an independent, third-party review of management’s
performance and the degree to which the perfomanced of audited entity
meets pre-stated expectation”.
“Audit kinerja merupakan suatu proses sistematis dalam
mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang secara objektif atas suatu
kinerja organisasi, program, fungsi, atau kegiatan. Evaluasi dilakukan
bedasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam
mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan,
hukum, dan kebijakan yang terkait. Tujuan dari evaluasi adalah untuk
mengetahui tingkat keterkaitan antara kinerja dan kriteria yang ditetapkan
serta mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Fungsi dari audit kinerja ialah memberikan review dari
pihak ketiga atas kinerja manajemen dan menilai apakah kinerja
organisasi dapat memenuhi harapan.”
Selanjutnya, Pasal 4 ayat (3) UU No 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
mendefinisikan audit kinerja sebagai audit atas pengelolaan keuangan
negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta
pemeriksaan aspek efektivitas.
Kemudian, bedasarkan PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP
mendefinisikan audit kinerja sebagai audit atas pengelolaan keuangan
32. 28
negara dan pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah yang
terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan efektivitas.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa audit
kinerja adalah audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis
terhadap berbagai bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam
hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
2. Konsep Audit Kinerja
a. Value For Money (VFM) Audit, Penilaian apakah manfaat yang
dihasilkan oleh suatu program lebih besar dari biaya yang dikeluarkan
(spending well) atau masih mungkinkah melakukan suatu
pengeluaran/belanja dengan lebih baik/bijak.
b. Performance Audit, Ini adalah istilah baku secara Internasional.
c. Audit Manajemen, Audit Operasional Atau Audit Ekonomi dan
Efisiensi. Menilai aspek ekonomi dan efisiensi dari pengelolaan
organisasi.
d. Audit Program atau Audit Efektivitas. Menilai manfaat atau
pencapaian suatu program. Perbedaan Audit Kinerja dan Audit
Keuangan karakteristik
a) Audit kinerja berusaha mencari jawaban atas dua pertanyaan dasar
berikut :
Apakah sesuatu yang benar telah dilakukan (doing the right
things)?
Apakah sesuatu telah dilakukan dengan cara yang benar (doing
the things right)
b) Proses audit kinerja dapat dihentikan apabila pengujian terinci
dinilai tidak akan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi
33. 29
perbaikan manajemen atau kondisi internal lembaga audit dinilai
tidak mampu untuk melaksanakan pengujian terinci.
3. Manfaat Audit Kinerja
A. Peningkatan Kinerja
a) Mengidentifikasi Masalah dan Alternatif Penyelesaiannya
Auditor sebagai pihak independen dapat memberi
pandangan kepada manajemen untuk melihat permasalahan
secara lebih detail dari sisi operasional. Sehubungan dengan
itu, auditor dapat melakukan diskusi dengan orang-orang yang
bergelut dalam operasional dan menginformasikan hal tersebut
kepada manajemen
b) Mengidentifikasi Sebab-sebab Aktual dari Suatu Masalah
Yang Dapat Dihadapi oleh Kebijaksanaan Manajemen atau
Tindakan Lainnya
Auditor harus dapat menetapkan masalah yang aktual dan
solusi untuk mengatasinya. Auditor sebaiknya tidak memberi
rekomendasi atau usulan bila ia tidak dapat membantu
proses rekomendasi tersebut.
c) Mengidentifikasi Peluang dan Kemungkinan untuk
Mengatasi Keborosan dan Ketidakefisienan
Pengurangan biaya merupakan hal yang penting dalam
audit kinerja. Namun, penghematan biaya dapat menjadi suatu
hal yang besar dalam jangka waktu yang panjang. Biaya harus
berada pada tingkat yang tepat dan jika perlu melakukan
pemotongan. Keputusan mengurangi biaya haruslah
mempertimbangankan dampaknya bagi kegiatan operasional.
d) Mengidentifikasi Kriteria untuk Menilai Pencapaian Tujuan
Organisasi
34. 30
Pada situasi tertentu, kriteria tidak ada. Oleh sebab itu,
auditor dapat membantu manajemen dalam membangun
kriteria itu.
e) Melakukan Evaluasi atas Sistem Pengendalian Internal
Auditor harus menentukan apakah mekanisme telah
menyediakan informasi tentang efektivan operasional, yaitu:
(1). Apakah ada perbedaan tingkat kedalaman atau detail
laporan; (2). Apakah ada informasi yang belum disajikan
dalam laporan; (3). Apakah indikator kerja telah
dipertimbangkan dalam penyusunan laporan.
f) Menyediakan Jalur Komunikasi antara Tataran Operasional dan
Manajemen
Audit kerja dapat menjadi sarana untuk menyampaikan
permasalahan yang tidak dapat tersalurkan melalui struktur
komunikasi yang telah disususun organisasi tersebut.
g) Melaporkan Ketidakberesan
Audit kerja dapat menjadi sarana untuk menyampaikan
kepada manajemen setiap penyimpangan yang terjadi
sehingga kerugian dan dampak yang lebih besar dapat diatasi.
B. Peningkatan Akuntabilitas Publik
Pada sektor publik, audit kinerja dilakukan untuk
meningkatkan akuntabilitas berupa perbaikan pertanggungjawaban
manajemen kepada lembaga perwakilan, pengembangan bentuk-
bentuk laporan akuntabilitas; perbaikan indikator kinerja,
perbaikan perbandingan pekerja antara organisasi sejenis yang
diperiksa, serta penyajian informasi yang jelas dan informatif.
Perubahan dan perbaikan dapat terjadi karena temuan atau
rekomendasi audit. Umumnya, rekomendasi dapat menjadi kunci
atas perubahan dan perbaikan. Oleh sebab itu, penyusunan
rekomendasi yang baik perlu diperhatikan.
35. 31
4. Tujuan Audit Kinerja
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan
bahwa audit kinerja mencakup tujuan yang luas dan bervariasi,
termasuk tujuan yang berkaitan dengan penilaian hasil dan
efektivitas program, ekonomi dan efisiensi, pengendalian internal,
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,
serta bagaimana cara untuk meningkatkan efektivitas.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan dasar dari audit kinerja ialah
menilai suatu kinerja suatu organisasi, program, atau kegiatan yang
meliputi audit atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Audit
kinerja (performance audit) merupakan perluasan atas audit laporan
keuangan atas prosedur dan tujuan.
5. Jenis Audit Kinerja
Audit yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi,
audit efisiensi dan audit efektivitas. Audit ekonomi dan audit
efisiensi disebut management audit atau operational audit, sedangkan
audit efektivitas disebut program audit.
a. Audit Ekonomi
Konsep yang pertama dalam pengelolaan organisasi sektor
publik ialah ekonomi, yang berarti pemerolehan input dengan
kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi
merupakan perbandingan antara input dan input value yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh
mana organisasi sector publik dapat meminimalisir input
resource yang digunakan, yaitu dengan menghindari pengeluaran
yang boros dan tidak produktif.
b. Audit Efisiensi
Konsep kedua dalam manajemen organisasi sector publik ialah
efisiensi, yaitu pencapaian output yang maksimal dengan input
36. 32
tertentu atau dengan penggunaan input yang terendah untuk
mencapai output tertentu. Efisiensi merupkan perbandingan
input/output yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang
telah ditetapkan.
Dapat disimpulkan bahwa ekonomi memiliki arti biaya
terendah, sedangkan efisiensi mengacu pada rasio terbaik antara
output dan biaya (input). Ini dikarenakan keduanya diukur dalam
unit yang berbeda, maka efisiensi dapat terwujud ketika dengan
sumber daya yang ada dapat dicapai output yang maksimal atau
output tertentu dapat dicapai dengan sumber daya yang sekecil-
kecilnya.
Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan suatu
entitas telah memperoleh, melindungi, menggunakan sumber
dayanya secara ekonomis, dan efisien. Selain itu, juga bertujuan
untuk menentukan dan mengidentifikasi penyebab terjadinya
praktik-praktik yang tidak ekonomis dan efisien, termasuk
ketidakmampuan organisasi untuk mengelola sistem informasi,
administrasi, dan struktur organisasi.
2.7 Pelaksanaan Audit Kinerja
Pelaksanaan audit kinerja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia terus
mengalami pasang surut. Sebagai gambaran pada Netherland Court of Audit
(BPK Belanda), perkembangan audit dimulai dengan pemberian mandat
untuk melakukan audit kinerja pada tahun 1976. Pada awalnya, audit kinerja
berfokus pada efisiensi. Kemudian, mereka mulai menyusun dan
menyempurnakan manual audit kinerja yang ada. Pada perkembangannya,
mereka mengintegrasi teknologi informasi dan komunikasi dalam audit
kinerja (antara lain untuk menganalisis data) serta menggunakan pendekatan
strategis dalam menyusun tema audit. Pada BPK Belanda, tema audit yang
berfokus pada mutu dan akuntabilitas kebijakan pemerintah merupakan
perluasan dari audit keuangan yang berfokus pada penganggaran.
37. 33
Di Australian National Audit Office (BPK Australia), audit kinerja
dimulai pada tahun 1970-an. Audit kinerja mulai berkembang di Australia
karena ketertarikan pemerintah, parlemen, dan masyarakat terhadap
efektivitas program dan efisiensi administrasi pemerintah. Pada saat itu,
departemen pemerintah banyak diberikan kebebasan untuk mengelola operasi
mereka, dengan sedikit kendali dari pusat. Pada awalnya, pemeriksaan
kinerja hanya divisi kecil dari ANAO. Antara tahun 1980-1983, ANAO
hanya membuat tujuh laporan audit kinerja. Saat ini, ANAO membuat hampir
50 laporan audit kinerja setiap tahunnya.
Di Indonesia, audit kinerja mulai diperkenalkan pada tahun 1976
yang dimulai dengan management audit course di Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK) dengan bekerja sama dengan US-GAO. Serupa dengan
negara lain, audit kinerja di Indonesia juga mengalami pasang surut. Sejak
tahun 2004-2007, BPK telah melaksanakan 99 audit kinerja, dengan rincian
37 audit di kantor pusat dan 62 audit di kantor perwakilan daerah.
38. 34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang
berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.
Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human
Resources yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai
sesuatu yang selama ini dianggap intangible untuk diukur perannya terhadap
pencapaian misi, visi dan strategi perusahaan.“What Gets Measured, Get
Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari konsep HR Scorecard.
Motivasi dapat diartikan sebagai kondisi fisiologis dan psikologis yang
terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan
dengan cara yang terararah untuk mencapai tujuan tertentu. Kepuasan kerja
merupakan refleksi dari seorang karyawan terhadap pekerjaannya yang timbul
bukan hanya sebagai hasil interaksi antara karyawan dengan pekerjaannya,
tetapi juga dengan lingkungan kerja, situasi dan kondisi kerja serta rekan kerja
karyawan.
Sampai saat ini ada beberapa konsep inteligensi atau kecerdasan yang sudah
berkembang, antara lain:
a) Kecerdasan intelektual (intellectual intelligence / IQ)
b) Kecerdasan emosional (emotional intelligence / EQ)
c) Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence / SQ)
d) Kecerdasan emosional spiritual (emotional spiritual intelligence /ESQ)
e) Kecerdasan adversity (adversity intelligence / AQ)
f) Kecerdasan kenabian (prophetic intelligence)
39. 35
Secara etimologi, audit kinerja terdiri atas dua kata, yaitu “audit”
dan “kinerja”. Audit menurut Arens adalah kegiatan mengumpulkan dan
mengevaluasi terhadap bukti-bukti yang dilakukan oleh yang kompeten dan
independen untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan.
40. 36
DAFTAR PUSTAKA
http://inoysupertramp.blogspot.co.id/2017/01/makalah-kinerja-karyawan.html,
diakses pada tanggal 10 November 2017.
http://mgt-sdm.blogspot.co.id/2010/11/human-resource-scorecard-dalam.html,
diakses pada tanggal 10 November 2017.
https://widiastutidyah.wordpress.com/2011/01/20/makalah-efektivitas-
kecerdasan-terhadap-kinerja/, diakses pada tanggal 10 November 2017.
http://setyabhaktiarumbudi.blogspot.co.id/2010/07/mengembangkan-kapabilitas-
sumber-daya.html, diakses pada tanggal 11 November 2017.
https://prezi.com/zue_bzaq0g1g/konsep-audit-kinerja/, diakses pada tanggal 11
November 2017.
https://candlesinmyheart.files.wordpress.com/2013/01/makalah.pdf, diakses pada
tanggal 12 November 2017.