1. i
MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
DOSEN PENGAMPU
(Ade Fauji, SE, MM )
OLEH:
Deni Syahru Romdoni
11150841
7C-MSDM
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN (SUMBER DAYA MANUSIA)
2018
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Serang, November 2018
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
BAB II................................................................................................................................2
PENGERTIAN FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM......................................................2
A. Pengertian Evaluasi Kinerja .......................................................................................2
B. Mengembangkan Sistem Evaluasi Kinerja...................................................................3
C. Tujuan Penilaian Evaluaisi Kinerja .............................................................................5
BAB III...............................................................................................................................7
HR SCORECARD..............................................................................................................7
A. THE HUMAN RESOURCES......................................................................................7
B. MEMBANGUN HR SCORECARD SEBAGAI MODAL STRATEJIK............................8
C. MENGGUNAKAN HR SCORECARD SEBAGAI “STRATEGIC BUSINESS ASSET”
11
D. Pengukuran Kinerja Menggunakan HR SCORECARD..............................................12
BAB IV.............................................................................................................................15
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA...........................................................................15
A. Pengertian Motivasi dan Kepuasan Kerja..................................................................15
B. Aspek – aspek Kepuasan Kerja.................................................................................16
C. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja..........................................................................18
D. Pengukuran Kepuasan Kerja ....................................................................................19
E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ..................................................20
F. Peran Motivasi Dalam Kinerja .................................................................................21
BAB V..............................................................................................................................23
MENGEOLA POTENSI KECERDASAN DAN TINGKAT EMOSIONAL SDM............23
A. Pengertian Teori Kecerdasan Emosi..........................................................................23
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi.....................................................26
Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional......................................................................27
Pengukuran Kompetensi Emosional.................................................................................27
4. iv
BAB VI.............................................................................................................................29
MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM ..........................................29
A. Pengertian Kapabilitas .............................................................................................29
B. Pengertian Kompetensi............................................................................................30
BAB VII ...........................................................................................................................32
KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA ........................32
A. Konsep Audit Kinerja ..............................................................................................32
B. Prosedur Pelaksanaan..............................................................................................33
C. Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja .........................................................................34
D. Pengujian Pengendalian Manajemen Pada tahapini harus dilakukan pengujian atas:..35
6. 2
BAB II
PENGERTIAN FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM
A. Pengertian Evaluasi Kinerja
evaluasi kinerja atau penilaian kinerja prestasi adalah suatu proses dimana
organisasi menilai prestasi kerja para karyawanya.Menurut beberapa ahli evaluasi
kerja adalah sebagai berikut:
1. leon C. Mengginsoon dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah ”
penilaian prestasi kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan
leon C. Mengginsoon dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah ”
penilaian prestasi kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan
melakukan pekejaanya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
2. Andrew E.. sikula yang dikutip A.A anwar Prabu Mangkunegara
mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis
dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dikembangkan.
3. Hadari Nawawi, penilaian kinerja sebagai kegiatan manajemen sumber daya
manusia adalah proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan
oleh seorang pekerja. Dari hasil observasi itu dilakukan pengukuran yang
dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai kkeberhasilan atau
kegagalannya dalam bekerja.
Dari pendapat beberapa ahli tersebutu dapat disimpulkan bahwa evaluasi kenirja itu
ialah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan
karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan
pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada
karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa
mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi
jabatan atau penentuan imbalan
.
7. 3
B. Mengembangkan Sistem Evaluasi Kinerja
a. Membentuk Tim
Pengembangan sistem evaluasi kinerja perlu dilakukan dengan hati-hati karena
akan menentukan kinerja pegawai dan kinerja organisasi. Langkah pertama
dalam mengembangkan evaluasi kinerja adalah menyusun tim pengembangan
evaluasi. Tim ini beranggotakan sebagai berikut.
profesional spesialis sumber daya manusia, yaitu pakar atau konsultan
manajemen SDM.
manajer sumber daya manusia. Keikutsertaan manajer SDM dalam tim
merupakan keharusan karena dialah yang akan memimpin pelaksanaan
evaluasi kinerja dalam organisasi.
supervisor atau first line manager. Keikutsertaan supervisor dalam tim
karena supervisor merupakan orang yang paling mengerti mengenai
pekerjaan yang dilakukan para karyawan yang dipimpinnya.
wakil dari karyawa. Di samping supervisor, para karyawanlah yang akan
mengetahui seluk-beluk pekerjaan yang mereka lakukan.
b. Analisis Pekerjaan.
Analisis pekerjaan adalah proses menghimpun dan mempelajari berbagai
informasi, yang berhubungan dengan pekerjaan secara operasional dan
tanggung jawabnya. Ketika direkrut oleh organisasi, seorang karyawan
mempunyai tugas tertentu. Ia harus melakukan pekerjaan tertentu, mempunyai
tanggung jawab tertentu, dan melaksanakan aktivitas tertentu. Ia harus
melaksanakan hal-hal itu dengan hasil berupa kinerja yang dapat diterima oleh
organisasi. Untuk mengetahui semua hal tersebut, dilakukan job analysis atau
analisis pekerjaan dari semua jenis pekerjaan yang diperlukan suatu organisasi.
c. Tujuan Penilaian Dalam Evaluasi Kerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
organisasi melalui peningkatkan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih
spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan agus sunyoto
dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah:
Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan
kinerja.
8. 4
Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap
pekerjaan yang diembannya sekarang.
Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui
rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
d. Dimensi Kinerja
Langkah selanjutnya dalam menyusun sistem evaluasi kinerja adalah
menentukan dimensi kinerja karyawan. Secara umum, dimensi kinerja dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu hasil kerja, prilaku kerja, dan sifat
pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan.
Hasil kerja. Hasil kerja adalah keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa
yang dapt dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya.
Prilaku kerja. Kertika berada di tempat kerjanya, seorang karyawan
mempunyai dua prilaku, yaitu: prilaku pribadi dan prilaku kerja. Prilaku
kerja diperlukan karena merupakan persyaratan dalam melaksanakan
pekerjaan. Dengan prilaku kerja tertentu, karyawan dapat melaksanakan
pekerjaanya dengan baik dan menghasilkan kinerja yang diharapkan oleh
organisasi. prilaku kerja dapat digolongkan menjadi prilaku kerja general
dan prilaku kerja khusus.
Sifat pribadi yang ada hubunganya dengan pekerjaan adalah sifat pribadi
karyawan yang diperlukan dalam melaksankan pekerjaanya.
e. Pendekatan Sistem Evaluaisi Kinerja
Dalam sejarah evaluasi kinerja, terdapat sejumlah pendekatan yang digunakan
oleh sistem evaluasi kinerja berbagai organisasi. Secara umum, pendekatan-
pendekatan yang berbeda tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat jenis,
yaitu:
9. 5
a) Pendekatan sifat pribadi. Evaluasi kinerja klasik menggunakan pendekatan
sifat pribadi atau trait approach. Mula-mula yang dinilai murni karakteristik
melekat pada pribadi karyawan dan tidak ada atau sedikit hubungannya
dengan pekerjaan karyawan. Perkembangan prinsip-prinsip manajemen
ilmiah mengubah pola pikir pemilik perusahaan dan para manajer. Sifat
pribadi yang dinilai hanya sifat pribadi yang ada hubunganya dengan
pekerjaan.
b) Pendekatan hasil kinerja. Dalam pendekatan ini, setiap pegawai mempunyai
tujuan dan objektif yang harus dicapainya. Kinerja pegawai dinilai
bedasarkan seberapa besar ia dapat mencapai tujuan tersebut.
c) Pendekatan prilaku kerja. Sejumlah organisasi seperti tentara, polisi, jaksa
dan hakim menggunakan pendekatan prilaku kerja. Dalam melaksanakna
tugasnya, mereka harus mengunakan prilaku dan prosedur tertentu. Dalam
melaksanakan tugasnya seorang hakim, jaksa dan polisi harus berpegang
teguh pada ode etik profesi yang mengatur prilaku mereka.
d) Pendekatan campuran. Pendekatan sistem kinerja evalusai campuran
merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai. Pendekatan ini
menggabungkan ketiga domensi kinerja dalam indikator kenerja karyawan.
C. Tujuan Penilaian Evaluaisi Kinerja
Ada pendekatan ganda terhadap tujuan penilaian prestasi kerja sebagai berikut:
1. Tujuan Evaluaisi
Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi
reguler terhadap prestasi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
Telaah Gaji. Keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup kenaikan
merit-pay, bonus dan kenaikan gaji lainnya merupakan salah satu tujuan
utama penilaian prestasi kerja.
Kesmpatan promosi.keputusan-keputusan penyusunan pegawai(staffing)
yang berkenaan dengan promosi,demosi,transfer dan pemberhentian
karyawan merupakan tujuan kedua dari penilaian prestasi kerja.
2. Tujuan pengembangan
10. 6
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi kerja dapat digunakan
untuk mengembangkan pribadi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
Mengukuhkan Dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi
kerja (performance feedback) merupakan kebutuhan pengembangan yang
utama karena hampir semua karyawan ingin mengetahui hasil penilaian yang
dilakukan.
Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk
memberikan pedoman kepada karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di
masa yang akan datang.
Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian prestasi kerja juga
akan memberikan informasi kepada karyawan yang dapat digunakan sebagai
dasar pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.
Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja
individu dapat memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber
analisis dan identifikasi kebutuhan pelatihan.
11. 7
BAB III
HR SCORECARD
A. THE HUMAN RESOURCES
a. STRATEGIC HUMAN RESOURCES MANAGEMENT
Becker & Gerhart (1996) dalam Kananlua (2001) mengatakan bahwa
sumberdaya manusia merupakan sarana strategis yang dapat memberikan
pengaruh ekonomi secara signifikan melalui perubahan focus menuju
pembentukan nilai. Manajemen sumberdaya manusia strategis saat ini telah
mulai muncul sebagai paradigma utama. Alasanya cukup beragam namun, ada
dua hal yang paling mencolok yaitu semakin kerasnya persaingan di tingkat
global dan adanya usaha-usaha untuk mencari atau menumbuhkan sejumlah
keungulan kompetitif. Dengan demikian popularitas yang semakin tinggi dari
strategic human resources management berkaitan erat dengan kemungkinan
dicapainya tingkat efektivitas organisasional yang lebih besar. Menurut Huselid
(1997 dalam Kananlua (2001) kinerja perusahaan dipengaruhi oleh serangkaian
praktek manajemen sumberdaya manusia yang dilaksanakan oleh perusahaan.
Dengan demikian perlu adanya pendekatan yang dapat mengukur praktek-prktek
manajemen sumberdaya manusia terutama kinerja sumberdaya manusia itu
sendiri dalam upaya mendukung pencapaian kinerja organisasi perusahaan
b. KONSEP HUMAN RESOURCES SCORECARD
Patience Mmetje Naves (2002), dalam disertasinya, menjelaskan bahwa
HR scorecard telah didesain secara khusus yang melekat pada sistem
sumberdaya manusia yang ada pada sebuah strategi organisasi secara
keseluruhan dan me-manage arsitektur sumberdaya manusia sebagai sebuah
strategic asset. Hal tersebut didasarkan pada model balancescorecard yang
menunjukan bagaimana hubungan sumberdaya manusia yang diukur seperti
profitability-nya dan shareholder value dari line manager. Becker et al
memperkenalkan pertama kalikonsep HR scorecard (2001), menunjukan
12. 8
sumberdaya manusia sebagai strategic asset dan menunjukan kontribusi
sumberdaya manusia terhadap keberhasilan keuangan organisasi. HR Scorecard
memiliki empat focus utamayaitu :
the key HR deliverables that will leverage HR’s role in the firm’s overall
strategy
the high performance work system
the extent to which that system is aligned to strategy
the efficiency with which the deliverables are generated
HR scorecard ketika digunakan secara efektif akan menghubunkan antara
strategi perusahaan dengan aktivitas sumberdayanya, sehingga HR scorecard
selalu diikuti oleh HR arsitektur untuk pengelolaan pengukuran kinerja yang
sistematik.
B. MEMBANGUN HR SCORECARD SEBAGAI MODAL STRATEJIK
Menurut Becker et al (2001) dikutip Surya dan Yuanita (2001), system
pengukuran kinerja sumberdaya manusia yang efektif mempunyai dua tujuan
penting yaitu:
1) Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam organisasi, dan
2) berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerjasumberdaya manusia.
Konsep yang dikembangkan dalam HR scorecard tersebut lebih ditujukan
kepada peran penting dari para profesi sumberdaya manusia dimasa datang.
Bila focus strategi perusahaan adalah menciptakan competitive advantage yang
berkelanjutan, maka focus strategi sumberdaya manusia harus disesuaikan. Hal
ini untuk memaksimalkan kontribusi sumberdaya manusia terhadap tujuan
organisasi, dan selanjutnya menciptakan nilai (value) bagi organisasi. Dasar dari
peran sumberdaya manusia yang stratejik terdiri dari tiga dimensi rantai
nilai(value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur sumberdaya manusia
perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan. Berikut ini
menggambarkan proses arsitektur strategi sumberdaya manusia (Becker et
al,2001), dimana sebuah perusahaan/organisai memiliki tiga komponen atau
dimensi dari arsitektur sumberdaya manusianya sebagai berikut:
13. 9
1. Fungsi sumberdaya manusia Dasar penciptaan nilai strategi sumberdaya
manusia adalah mengelola infrastruktur untuk memahami dan
mengimplementasikan strategi perusahaan.Biasanya profesi dalam fungsi
sumberdaya manusia diharapkan dapat mengarahkan usaha ini. Becker et al
(2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer sumberdaya manusia lebih
memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delivery) yang tradisional atau
kegiatan manajemen sumberdaya manajemen teknis, dan kurang
memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya manusia yang
stratejik. Kompetensi yang perludi kembangkan bagi manajer sumberdaya
manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen sumberdaya manusia
stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumberdaya manusia (the human resources system)Sistem
sumberdaya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam suberdaya
manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High performance
work system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada system
sumberdaya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas
human capital melalui organisasi. Untuk membangun dan memelihara
persediaan human capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal
sebagai berikut :
Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi
model kompetensi
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang
efektif untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi
organisasi
Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang
menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang
tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan
peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan
kinerja organisasi berkualitas. Agar sumberdaya manusia mampu
menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen
14. 10
dari sitemsumberdaya manusia dengan cara menekankan,mendukung dan
me-reinforce HPWS.
HPWS secara langsung menciptakan customer value atau nilai lainnya yang
berkaitan. Dalamhal ini proses kemitraan (Alignment) dimulai dari
pemahaman yang jelas terhadap rantai nilai perusahaan, suatu pemahaman
solid apa saja yang dijadikan nilai perusahaan dan bagaimana manfaat nilai
tersebut diciptakan. Kuncinya, bahwa karakteristik HPWS tidak hanya
mengadopsi kebijaksanaan dan praktek sumberdaya manusia yang tepat
tetapi juga bagaimana mengelola praktek sumberdaya manusia tersebut.
Dalam HPWS kebijaksanaan dan praktek sumberdaya manusia perusahaan
menunjukan aligment (kemitraan) yang kuat dengan sasaran operasional
danstrategi bersaing organisasi. Setiap HPWS akan berbeda diantara
organisasi,sehingga HPWS dapat disesuaikan dengan keunikan, kekuatan
dan kebutuhan masing-masing organisasi.
3. Perilaku karyawan yang stratejik (strategic employee behaviour)
Peran sumberdaya manusia yang stratejik akan memfokuskan pada
produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah
perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan
strategiorganisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti :
Perilaku inti (core behaviour)
adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi inti perilaku yang
didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk
keberhasilan organisasi.
Perilaku spesifik situasional yang essential sebagai key point dalam
organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Misalnya berupa
keterampilan cross-selling yang dibutuhkan oleh Bank Cabang.
Mengintegarsikan perhatian pada perilaku kedalam keseluruhan usaha
untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi sumberdaya manusia
terhadap organisasi merupakan suatu tantangan. Pertanyaannya, yang
mana yang penting?, Bagaimana mereka mengelolanya?. Pertama,
pentingnya perilaku akan didefinisikan oleh kepentingan unutk
implementasi strategi organisasi.Kedua, cukup penting untuk mengingat
15. 11
bahwa kita tidak mempengaruhi perilaku stratejik secara langsung,
tentang perilaku tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur
sumberdaya manusia secara luas.
C. MENGGUNAKAN HR SCORECARD SEBAGAI “STRATEGIC BUSINESS
ASSET”
Menurut Becker, Huselid dan Ulrich (2001) perlu diilustrasikasn bagaimana
sumberdaya manusia dapat menghubung-hubungkan fungsi-fungsi yang
dilaksanakannya kedalam proses implementasi stratejik organisasi perusahaan.
Clarify and articulate the business strategy.
Memfokuskan pada implementasi strategi dari pada hanya memfokuskan
pada isi strateginya sendiri sehingga pemimpin senior sumberdaya manusia
dapat memfasilitasi diskusi mengenai bagaimana mengkomunikasikan
sasaranperusahaan melalui organisasi.
Develop the business case for HR as a strategic asset
Didalam membuat kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk mendukung
rekomendasi perumusan kasus tersebut, hasil penelitian menunjukan bahwa
sukses atau tidaknya perusahaan ditentukan oleh bagaimana
mengimplentasikan strategi secara efektif, bukan isi dari stratregi itu sendiri.
Create a strategy map for the firm
Kejelasan strategi organisasi mentapkan langkah-langkah untuk pelaksanaan
strategi. Dikebanyakan organisasi, nilai pelanggan (customer value) tercakup
didalam produk dan jasa yang dihasilkan organisasi sebagai suatu hasil yang
kompleks dan proses kumulatif yang disebut Michael Porter (1985)
sebagai“Value Chain”. Semua organisasi memiliki value chain walaupun itu
belum diartikulasikan, dan system pengukuran kinerja organisasi harus
memperhatikan setiap hubungan didalam rantai itu.
Identify HR deiliverables within the strategy
Memaksimalkan value membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi yang
saling berhubungan. Bila manajer sumberdaya manusia tidak memahami
aspek bisnis, maka para manajer tidak akan menghargai bagian sumberdaya
manusia tersebut. Dalam hal ini menetapkan apa yang dapat mendukung
16. 12
kinerja perusahaan seperti yang ditentukan dalam peta strategi dan berusaha
focus pada tingkah laku stratejik yang memperluas fungsi kompetensi,
reward, dan tugas organisasi. Misalnya, perusahaan memutuskan bahwa
stabilitas karyawan atau rendahnya turn over (enables) dapat meningkatkan
perputaran waktu (life cycle) bagian R & D (high performance driver).
Align the HR Architecture with HR Deliverables
Adanya ketidak sejajaran anatara system sumberdaya manusia dengan
implentasi strategi dapat menghancurkan value yang telah ditetapkan.
Design the strategic measurement system
Dalam tahap ini dibutuhkan tidak hanya perspektif baru dalam pengukuran
kinerja sumberdaya manusia, tetapi juga resolusi dari beberapa hal teknis
yang belum banyak dikenal oleh professional sumberdaya manusia.
Execute management by measurement
Bila HR scorecard disejajarkan dengan pentingnya strategi perusahaan, maka
professional sumberdaya manusia akan menemukan insight baru tentang apa
yang harus dilakukan untuk mengelola sumberdaya manusia sebagai asset
stratejik. Dengan demikian untuk mengembangkan system pengukuran
kinerja kelas dunia tergantung pada pemahaman yang jelas apa strategi
bersaing dan sasaran operasional perusahaan, serta pernyataan definitive
tentang kompetensi karyawan dan tingkah laku yang dibutuhkan untuk
mencapai sasaran perusahaan
D. Pengukuran Kinerja Menggunakan HR SCORECARD
Mengukur efisiensi sumberdaya manusia mencerminkan fungsi sumberdaya
manusia yang secara umum membantu organisasi memperoleh penghasilan dan
laba. (Naves,2002). Fokus mereka adalah pada ”do-ables”memastikan bahwa
penyerahan jasa dilakukan dengan cara cost efective. Sumberdaya manusia harus
mempunyai akses dalam cakupan luas ke benchmarks dan standar biaya agar
efisiensinya dapat terukur. Keseluruhan gagasan HR Scorecard adalah untuk
memastikan bahwa ada suatu kesejajaran antara biaya sumberdaya manusia dan
penciptaan nilai sumberdaya manusianya.
17. 13
Kesejajaran antara pengendalian biaya dan pengukuran penciptaan nilai
membantu manajer sumberdaya manusia untuk menhindari kencederungan
usaha strategic sumberdaya manusia yang mengabaikan biaya dibanding
manfaat yangdidapat. Kesejajaran ini merupakan dasar interface antara balance
scorecard dengan HR scorecard.
Selanjutnya, terdapat beberapa tahapan dalam merancang system pengukuran
sumberdaya manusia melalui pendekatan HR Scorecard yaitu sebagaiberikut :
a) Mengidentifikasikan
HR Competency Kompetensi yang dimaksud adalah berupa pengetahuan,
keteram
pilan,kemampuan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara
langsung terhadap kinerhjanya. Pengelolaan kompetensi sumberdaya
manusiaperlu mengacu pada visi, misi, strategi dan sasaran perusahaan.
Dalampenelitiannya, McClleland (1973) menyimpulkan bahwa kompetensi
memilikidaya prediksi pada kinerja. Menurut beberapa pakar, kompetensi
tidak samadengan trait, tetapi fakta menunjukan bahwa beberapa trait tidak
biasdipisahkan dengan kompetensi, misalnya influence, flexibility,
innovation,team orientation,dan commitment (Cooper, 2000). Pada dasarnya,
modelkompetensi ini diperlukan untuk memperjelas ekspektasi suatu
jabatan,mengoptimalkan produktivitas, serta mendukung penyesuaian
terhadapperubahan.
b) Pengukuran.
high performance work system (HPWS) menempatkan dasar untuk
membangun sumberdaya manusia menjadi aset stratejik. HPWS
memaksimalkan kinerja karyawan. Setiap pengukuran sistem sumberdaya
manusia harus memasukan kumpulan indikasi yang merefleksikan pada
“focus pada kinerja” dari setiap elemen system sumberdaya manusia.
Pengukuran HPWS lebih pada bagaimana organisasi bekerja melalui setiap
fungsi sumberdaya manusia mulai dari tingkat makro dan menekankan pada
orientasi kinerja pada setiap aktivitas. Manajer sumber daya manusia
memerlukan suatu set pengukuran dari dimensikinerja mengenai aktivitas
sumberdaya manusia pada perhatian utamanya.Ukuran ini dapat
18. 14
direpresentasikan dalam scorecard sebagai simple toggles, dengan indicator
“tidak puas” atau“puas”.(Navez, 2002).
c) Mengukur
HR system alignment berarti menilai sejauh mana system sumberdaya
manusia memenuhi kebutuhan implemntasi strategi perusahaan atau disebut
kesejajaran eksternal (external aligment) sedangkan yang dimaksud dengan
kesejajaran internal (internal aligment) adalah bagaimana setiap elemen
dapat bekerja bersama dan tidak mengalami konflik. Dalam hal ini tidak
perlu dilakukan pengukuran kesejajaran internal, karena bila system
sumberdaya manusia sudah focus pada implementasi strategi (kesejajaran
external) atau dapat mengelola kesejajaran eksternal, maka ketidak sejajaran
internal cenderung tidak terjadi. Fokus pada kesejajaran internal lebih sesuai
bila pengukuran untuk suatu perusahaan tidak mengadopsi perspektif strategi
sumberdaya manusia. (Surya dan Yuanita,2001).
d) HR deliverable
Untuk mengintegrasikan sumberdaya manusia kedalam system pengukuran
kinerja bisnis, manajer harus mengidentifikasi hal yang menghubungkan
antara sumberdaya manusia dan rencana-rencana implementasi strate
giorganisasi. Hal tersebut dinamakan “strategi HR deliverable” yang
merupakan outcome dari arsitektur sumberdaya manusia yang akan
melaksanakan strategi perusahaan.
19. 15
BAB IV
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
A. Pengertian Motivasi dan Kepuasan Kerja
1. Motivasi
Pada dasarnya ada 3 karakteristik pokok motivasi, yaitu :
Usaha
Karakteristik utama dari motivasi, yaitu usaha, menunjuk kepada kekuatan
perilaku kerja seseorang atau jumlah yang ditunjukkan oleh seseorang dalam
pekerjaanya. Tegasnya, hal ini melibatkan berbagai macam kegiatan atau
upaya baik yang nyata maupun yang kasat mata.
Kemauan kuat
ok motivasi yang kedua menunjuk kepada kemauan keras yang ditunjukkan
oleh seseorang ketika menerapkan usahanya kepada tugas – tugas
pekerjaannya. Dengan kemauan yang keras, maka segala usaha akan
dilakukan. Kegagalan tidak akan membuatnya patah arang untuk terus
berusaha sampai tercapainya tujuan.
Arah atau Tujuan
Karakteristik motivasi yang ketiga berkaitan denga arah yang dituju oleh
usaha dan kemauan keras yang dimiliki oleh seseorang.
Dengan melihat ketiga karakteristik pokokmotivasi diatas maka motivasi dapat
didefinisikansebagai “Keadaan dimana usaha dan kemauan keras seseorang
diarahkan kepada pencapaian hasil – hasil atau tujuan tertentu.”
2. Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan Kerja menurut para ahli :
Lock ( 1995 )
Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif
atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan
atau pengalaman kerja.
Robbins ( 1996 )
20. 16
Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap
pekerjaannya.
Porter ( 1995 )
Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang
seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia
terima.
Mathis dan Jackson ( 2000 )
Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang
merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap
situasi dan kondisi kerja.
2. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas
(negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan
sebaliknya bila tidak aka berarti karyawan tidak puas.
3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut
membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil
kerjanya dengan apa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
4. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan.
B. Aspek – aspek Kepuasan Kerja
1. Kerja Yang Secara Mental Menantang.
Kebanyakan Karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka
dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik
mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu
banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan
kepuasan.
21. 17
2. Ganjaran Yang Pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka.
Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar
akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang
bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang
lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai
keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam
kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah
mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa
pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih
banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu
yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil
(fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan
mereka.
3. Kondisi Kerja Yang Mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan
bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan Kerja Yang Mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi
yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang
ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat.
Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
5. Kesesuaian Kepribadian Dengan Pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan
sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa
mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan
22. 18
dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai
kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam
kerja mereka.
C. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja
Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Discrepancy Theory
Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau
perbandingan antara harapan dengan kenyataan.
2. Equity Theory
Teori ini mengatakan bahwa karyawan atau individu akan merasa puas
terhadap aspek – aspek khusus dari pekerjaan mereka. Misalnya gaji/upah, rekan
kerja, dan supervisi.
3. Opponent Theory – Process Theory
Teori ini menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan
keseimbangan emosionalnya.
4. Teori Maslow
Menurut Maslow, kebutuhan manusia berjenjang atau bertingkat, mulai
dari tingkatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tingakatan –
tingakatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Kebutuhan akan rasa memiliki
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan akan aktualisasi diri
5. Teori ERG Alderfer
Alderfer membagi hierarki kebutuhan manusia menjadi 3 tingakatan, yaitu :
Eksistensi
Keterkaitan kebutuhan – kebutuhan akan adanya hubungan sosial dan
interpersonal yang baik
23. 19
Pertumbuhan
Teori dua faktor dari Herzberg
Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motibator intrinsik
dan bahwa kepuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor – faktor ekstrinsik.
6. Teori Mc Clelland
Mc Clelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari, yaitu
teori yang menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan
termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan
kebutuhannya. Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah:
Kebutuhan berprestasi
Kebutuhan berafiliasi
Kebutuhan akan kekuasaan
D. Pengukuran Kepuasan Kerja
Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, diantaranya akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengukuran Kepuasan Kerja Dengan Skala Job Description Index
Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan pada
karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab
oleh karyawan dengan jawaban Ya, Tidak, atau Ragu ragu. Dengan cara ini
dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
2. Pengukuran Kepuasan Kerja Dengan Minnesota Satisfaction Questionare
Skala ini berisin tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah
satu dari alternatif jawaban : Sangat tidak puas, Tidak puas, Netral, Puas, dan
Sangat puas terhadap pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban – jawaban
tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
3. Pengukuran Kepuasan Kerja Berdasarkan Ekspresi Wajah
Pada pengukuran metod ini responden diharuskan memilih salah satu gambar
wajah orang, mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut,
dan sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan
melihat pilihan gambar yang diambil responden.
24. 20
E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Kondisi Kerja
Artinya jika seluruh kebutuhan seseorang untuk bekerja terpenuhi baik itu dari
bahan yang dibutuhkan ataupun dari lingkungan yang menunjang maka
kepuasan kerja akan terjadi.
2. Peraturan
Budaya serta karakteristik yang ada dalam organisasi tersebut, yang jika
peraturan dalam menjalankan pekerjaannya dapat mendukung terhadap
pekerjaannya maka karyawan atau para pekerja akan merasakan kepuasan kerja.
3. Kompensasi dari pekerjaannya yang seimbang dengan pekerjaan yang telah ia
lakukan.
4. Efisiensi Kerja
Dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam pekerjaannya,
sehingga apabila kepuasan kerja itu ada salah satunya adalah dengan bekerja
sesuai dengan kemampuan masing-masing.
5. Peluang Promosi
Yaitu di mana adanya suatu peluang untuk mendapatkan penghargaan atas
prestasi kerja seseorang dimana diberikan jabatan dan tugas yang lebih tinggi
dan disertai dengan kenaikan gaji. Promosi ini sangat mempengaruhi kepuasan
kerja dapat dihargai dengan dinaikan posisinya disertai gaji yang akan
diterimanya.
6. Rekan Kerja Atau Partner Kerja
Kepuasan kerja akan muncul apabila dalam suatu organisasi terdapat hubungan
yang baik. Misalnya anggota kerja mempunyai cara atau sudut pandang atau
kebiasaan yang sama dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga dalam bekerja
juga tidak ada hambatan karena terjalin hubungan yang baik.
Sedangkan dalam pandangan Islam kepuasan kerja itu terjadi apabila suatu
pekerjaan yang dilakukan dapat membantu orang lain dalam meringankan
pekerjaannya, karena“sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi orang
lain”.
25. 21
F. Peran Motivasi Dalam Kinerja
Berbagai konsep ringkasan untuk menjelaskan pola perilaku yang
menghasilkan, mengarahkan dan memelihara usaha tertentu sering dikatakan
sebagai Motivasi.Dimana, hasil dari berbagai konsep tersebut akan terlihat dari
bagaimana seorang individu bersikap dalam kehidupannya sehari-hari. Besarnya
motivasi dari seseorang akan berdampak pada sikapnya dalam melaksanakan
pekerjaannya. Ketika seseorang melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan
benar, ia dapat dikatakan memiliki semangat dan motivasi yang tinggi terhadap
pekerjaan tersebut. Dan sebaliknya, ketika seseorang tidak melaksanakan
pekerjaannya dengan baik dan benar serta terlihat tidak serius dalam pekerjaan itu,
ia dapat dikatakan tidak memiliki motivasi terhadap pekerjaan itu.
Terkadang motivasi tidak dapat menjadi patokan seseorang itu melakukan
suatu pekerjaan dengan baik. Hal tersebut disebabkan adanya individu yang
memiliki kemampuan dasar dalam bidang tersebut sehingga ia tidak memerlukan
motivasi yang besar untuk dapat melakukan pekerjaan tersebut. Motivasi dapat
mempengaruhi cara kerja individu yang memiliki kemampuan yang terbatas
terhadap suatu pekerjaan, namun tidak semua individu tersebut dapat menerima dan
menerapkan motivasi tersebut.
Masalah praktis motivasi ini menarik minat psikolog I/O dengan sangat baik,
tetapi mereka mencari solusi dengan cara yang berbeda. Mereka percaya bahwa
memahami bagaimana menguasai masalah motivasi dimulai dengan memahami
kekuatan untuk menghasilkan, mengarahkan, dan memelihara usaha/upaya—yaitu
,dengan mengembangkan teori motivasi yang layak. Ada banyak teori yang ada.
Ada banyak cara untuk mengelompokkan, atau mengklasifikasikan teori-teori itu.
Pengelompokan yang digunakan di sini adalah sederhana dan sesuai dengan tujuan
lebih baik daripada alternatif, tetapi sampai sekarang tidak ada satu metode
klasifikasi yang telah memperoleh penerimaan umum.
Salah satu pendekatan yang paling tua dan paling abadi untuk mempelajari
motivasi didasarkan atas dasar pikiran bahwa perilaku dimotivasi oleh kebutuhan
dasar manusia.Hipotesis yang terkait adalah bahwa ciri-ciri kepribadian tertentu
adalah penentu penting usaha atau upaya kerja.Kedua kebutuhan dan karakteristik
kepribadian adalah variabel perbedaan individu yang tidak dapat diamati secara
26. 22
langsung; mereka disimpulkan dari perilaku yang diamati. Pegawai yang merasa
puas dalam bekerja, yaitu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Selalu datang tepat waktu, artinya pegawai tersebut menghargai pekerjaannya
dan bertanggung jawab atas tugas yang harus dikerjakannya.
Senang dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu pekerja dalam bekerja berusaha
menyukai pekerjaan yang dikerjakannya.
Tidak mengeluh terhadap tugas dan pekerjaan yaitu selalu dapat menerima
pekerjaan yang baru dan sulit dengan lapang dada.
Selalu semangat dalam bekerja yaitu pegawai dalam bekerja mempunyai suatu
energi yang penuh dalam bekerja.
Betah berada di tempat kerja yaitu karyawan merasa nyaman berada di tempat
kerja.
Mempunyai hubungan harmonis dengan pegawai lain dan atasannya.
27. 23
BAB V
MENGEOLA POTENSI KECERDASAN DAN TINGKAT EMOSIONAL SDM
A. Pengertian Teori Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris:
emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,
mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal
ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.
Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan
alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain
(Goleman,2001:512). Seseorang dengan kecerdasan emosional yang berkembang
dengan baik, kemungkinan besar akan berhasil dalam kehidupannya karena mampu
menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong produktivitas (Widagdo, 2001).
Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional yang dapat memperngaruhi
keberhasilan seseorang dalam bekerja ke dalam lima bagian utama yaitu kesadaran
diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training,
prime consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan
emosi, menerima dan membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan
pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan
intelektual. Salovey juga memberikan definisi dasar tentang kecerdasan emosi
dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan mengenali emosi diri, mengelola
emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang kain, dan kemampuan
membina hubungan dengan orang lain. Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman
(2000, p.8) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan emosi di
dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat
28. 24
memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi
baik yang positif maupun negatif. Purba (1999, p.64) berpendapat bahwa kecerdasan
emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan menghadapi frustasi,
kemampuan mengendalikan emosi, semamgat optimisme, dan kemampuan menjalin
hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut
para ahli (Mu’tadin, 2002), yaitu:
1. Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk
membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan
perasaan secara mendalam sehingga dapat membantu perkembangan emosi dan
intelektual.
2. Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang
manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kecerdasan emosi menuntut seseorang
untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta
menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih
lanjut dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati,
naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati,
kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan
lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
4. Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih
yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan
29. 25
jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan
emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima
wilayah utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina
hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan
dalam dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan
kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan
menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada
pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.
c) Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak
sangat efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain,
mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling
percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan
baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan
jaringan sosial secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan
ini untuk mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan,
serta bekerja sama dalam tim.
30. 26
f) Menurut Prati, et al. (2003)
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk membaca dan memahami orang
lain, dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan untuk mempengaruhi orang
lain melalui pengaturan dan penggunaan emosi. Jadi kecerdasan emosi dapat
diartikan tingkat kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk
merespon keadaan perasaan dari diri sendiri maupun dalam menghadapi
lingkungannya. Sementara itu menurut Bitsch (2008) indikator yang termasuk dalam
variabel kecerdasan emosional ada 7. Tujuh indikator tersebut diukur dengan ”The
Yong emotional intelligence Inventory (EQI)”, yakni kuesioner self-report yang
mengukur 7 indikator tersebut adalah:
a) Intrapersonal skills,
b) Interpesonal skills,
c) Assertive,
d) Contentment in life,
e) Reselience,
f) Self-esteem,
g) Self-actualization.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a) Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani
dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila
fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi
proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman,
perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b) Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi
berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi
khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang
melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
31. 27
Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1) Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus
dilakukan.
2) Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak
terjadi salah paham serta dapat menjaga hubungan baik.
3) Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
4) Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan diri
dan jangan takut ditolak.
5) Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau bisa
mengerti situasi yang dihadapi orang lain.
6) Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bias
ditunda.
7) Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental sebelumnya.
8) Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing
mengerti.
9) Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir rasional.
10) Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian. Jangan
memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan
Pengukuran Kompetensi Emosional
EI Kemampuan biasanya diukur menggunakan tes kinerja maksimum dan
memiliki hubungan yang kuat dengan kecerdasan tradisional, sedangkan EI sifat
32. 28
biasanya diukur dengan menggunakan kuesioner laporan diri dan memiliki
hubungan yang kuat dengan kepribadian.
Dua alat pengukuran didasarkan pada model Goleman:
1. Inventory Emotional Kompetensi (ECI), yang diciptakan pada tahun 1999, dan
Inventarisasi Kompetensi Emosional dan Sosial (ESCI), yang diciptakan pada
tahun 2007.
2. The Appraisal Kecerdasan Emosional, yang diciptakan pada tahun 2001 dan
yang dapat diambil sebagai laporan diri atau 360 derajat penilaian.
33. 29
BAB VI
MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
A. Pengertian Kapabilitas
Untuk mengetahui dengan jelas pengertian kapabilitas, berikut ini akan
dikemukakan penegertian kapabilitas yang diambil dari beberapa sumber.
Pengertian kapabilitas menurut kamus bahasa Indonesia (2014) adalah :
Kapabilitas, artinya juga sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan. Namun
pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja namun lebih
dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar benar menguasai
kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya.
Pengertian kapabilitas menurut Baker dan Sinkula (2005) adalah kapabilitas
adalah kumpulan keterampilan yang lebih spesifik, prosedur, dan proses yang dapat
memanfaatkan sumber daya ke keunggulan kompetitif. Berdasarkan pengertian
kapabilitas yang telah diungkapkan, maka dapat didefinisasikan sebagai sebuah
kemampuan yang memiliki lebih dari hanya keterampilan pada suatu hal yang
menjadi keunggulan bersaing dan menguasai kemampuan dari titik kelemahan.
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum
suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif
berkelanjutan sebagai berikut:
1. merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga (valuable),
terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk mengeksploitasi
kesempatan dan atau menetralisasi ancaman dari lingkungan perusahaan.
2. relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di lingkungan
kompetitif.
3. sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
4. tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara strategis
signifikan. masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan” berbagai strategi,
kebijakan dan praktik MSDM menjadi keunggulan kompetitif berkelanjutan.
34. 30
B. Pengertian Kompetensi
Kompetensi dalam arti sebuah konsep yang mengandung arti untuk
menggabungkan SPKJ yaitu penggabungan antara Skill (Ketrampilan), Personal`s
Atribut (Atribut Perseorangan), Knowledge ( ilmu pengetahuan) dan tercermin dari
Job Behaviour (Perilaku Kinerja) yang terukur, dapat diamati sehingga dapat
dievaluasi.
Boleh dibilang kompetensi sendiri adalah sebuah faktor yang dapat menentukan
keberhasilan kinerja seseorang. Jadi titik perhatian yang utama dari sebuah
kompetensi adalah sebuah perbuatan yang merupakan perpaduan dari ketrampilan,
atribut perseorangan dan ilmu pengetahuan.
Pemicu Utama – Pemicu utama timbulnya manajemen berbasis kompetensi
adalah karena adanya sebuah keinginan untuk menempatkan posisi seorang
karyawan pada tempat atau jabatan yang sesuai dengan kualitas kemampuan
karyawan tersebut istilah kerennya The Right Man on The Right Place.
Jadi penjabaran secara lebih detail dari sebuah Manajemen Sumber Daya
Berbasis Kompetensi adalah sebuah proses untuk merencanakan, mengorganisasi,
melaksanakan serta mengendalikan semua aktifitas seorang tenaga kerja yang
dimulai sejak proses rekruitmen, pengembangan diri, perencanaan karier, evaluasi
kerja, rencana suksesi, maupun sistem renumerasi hingga memasuki masa pensiun
tenaga kerja tersebut, dimana semua proses untuk mengambil sebuah keputusan
didasari pada sebuah informasi akan kebutuhan dari kompetensi sebuah jabatan,
serta kompetensi setiap individu guna menggapai tujuan perusahaan atau sebuah
organisasi.
Tujuan – Sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis Kompetensi bertujuan
untuk menghasilkan hasil akhir yang diselaraskan dengan tujuan serta sasaran
perusahaan/ organisasi dengan menerapkan standar kinerja yang sesuai denagn
ketentuan yang telah ditetapkan.
Jenis Kompetensi – Ada dua macam kompetensi, yaitu :
a. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan mengelola pegaewai, serta membangun
35. 31
hubungan dengan orang lain., seperti kemampuan untuk memecahkan masalah,
kemampuan memimpin, dan kemampuan untuk membangun komunikasi.
b. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang berkaitan
dengan keteknisan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakoni., seperti
kemampuan pemasaran/ marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi adalah selalu
fokus pada tujuan perusahaan/ organisasi, sehingga seluruh karyawan sebuah
perusahaan/ organisasi dapat mencapai hasil seperti yang sudah direncanakan dan
diharapkan di awal waktu, dengan mereferensikan karyawan yang memiliki etos
kerja yang berkualitas kepada karyawan yang lain sehingga tercipta persaingan yang
sehat.
Jika ada karyawan yang belum bisa mencapai seperti yang diharapkan , maka
karyawan tersebut harus mengikuti trainning peningkatan kemampuan, yang telah
direncanakan sehingga diharapkan melalui pelatihan ini akan membuat semua
karyawan dapat memiliki standar kerja dan kemampuan yang sepadan.
1. Area lingkup MSDMBK – Area lingkup sebuah pengelolaan Kompetensi
meliputi :
Organisasi/ perusahaan itu sendiri berikut semua orang yang menduduki jabatan
dalam perusahaan / organisasi itu.
2. Pengelolaan kompetensi dengan melibatkan kompetensi teknis yang
dikombinasikan dengan kompetensi manajerial.
3. Mengelola data semua jabatan, sehingga kebutuhan dari kompetensi setiap
jabatan, hingga menentukan tingkat kebutuhan kompetensi jabatan.
4. Mengelola data semua karyawan/ anggota maupun kompetensi perseorangan.
5. Mengeterapkan prinsip mengisi celah yang kosong dengan sebuah persaingan
kompoetensi yang sehat.
6. Mengaplikasikan sistem dalam merencanakan karier yang meliputi tata cara
pencapaian sebuah karir, rotasi jabatan, pengajuan promosi jabatan dan suksesi
kepemimpinan.
7. Menghaplikasikan sistem dari manajemen sebuah kinerja.
36. 32
BAB VII
KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
A. Konsep Audit Kinerja
Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan
mampu melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang baik
bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi
yang bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif.
Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan
tidak dapat diartikan secara terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya
input yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep
efisien memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya
yang tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa jasa yang
disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa
dnegan tepat.
Dalam Undang-undangan Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negera, Pasal 4 ayat (3) mendefinisikan
pemeriksaan kinerja sebagai pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas pemeriksaan asek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
efektivitas. Selanjutnya dalam penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa
pemeriksaan kinerja lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat
pengawasan intern pemerintah. Jadi, audit yang dilakukan dalam audit kinerja
meliputi audit ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi
disebut management audit atau operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut
program audit. Penekanan kegiatan audit pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas
suatu organisasi memberikan ciri khusus yang membedakan audit kinerja dengan
audit jenis lainnya.
Umumnya audit kinerja dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu perspektif
internal dan eksternal. Dalam perspektif internal, audit kinerja merupakan
perkembangan lebih lanjut dari audit intern (internal audit)lalau
37. 33
berubah/berkembang lagi menjadi audit operasional (operational audit) dan
selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit). Audit
manajemen ini berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit
manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit) yang
bertujuan untuk menilai efektivitas. Kombinasi antara audit manajemen dan audit
program inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).
Dari perspektif eksternal, audit kinerja merupakan manifestasi dari principal-
agent thoery. Masyarakat sebagai principal memercayakan dananya untuk dikelola
oleh pemerintah sebagai agent, dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, pemerintah harus
menunjukkan akuntabilitasnya kepada masyarakat. Akuntablitas kinerja pemerintah
ini harus dinilai oleh pihak yang independen, yaitu auditor eksternal. Di sisi lain,
audit kinerja juga didaulat sebagai pengganti mekanisme pasar.
Dari kedua perspektif diatas lah disadari bahwa audit kinerja dapat mendukung tata
kelola yang demokratis yaitu dengan:
Memperkuat kemampuan warganegara untuk mengatur dirinya sendiri;
Meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah; dan
Mendorong kejujuran dalam pemerintahan
B. Prosedur Pelaksanaan
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau yang disebut
Indikator Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
a. Perencanaan Audit Kinerja
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja, Perencanaan audit merupakan
langkah penting yang dilakukan untuk memenuhi standar audit. Dalam
38. 34
perencanaan audit perlu memperhatikan perkiraan waktu dan petugas audit,
selain itu juga mempertimbangkan perencanaan lainnya yang meliputi:
Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai auditan
Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
C. Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 703) adalah
tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas.
Menurut Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkah-langkah yang harus
dilaksanakan guna mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaan Audit Kinerja oleh
kantor akan berdasarkan prosedur yang terdiri dari tahapan Audit Kinerja yang
menguraikan tentang bagaimana langkah kerja Audit Kinerja itu dilakukan.
o Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan tahap awal dari
rangkaian Audit Kinerja sebagai dasar penyusunan Program Kerja Audit Tahap
berikutnya. Tahap ini meliputi:
Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan yang
diaudit
Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang
menunjukkan kelemahan dan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja.
Dalam pengumpulan informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja mencakup:
Organisasi
Peraturan perundangan yang berlaku
Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
Sistem dan prosedur
Data keuangan
Informasi lainnya yang relevan
Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan persiapan
Audit Kinerja selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara lain meliputi
mengenai kelemahan-kelemahan yang harus dikembangkan lebih lanjut dalam
39. 35
tahap audit berikutnya. Dari simpulan tersebut dibuat program audit tahap
pengujian pengendalian manajemen. (Deputi Bidang Akuntan Negara, 2001: 8-
15).
D. Pengujian Pengendalian Manajemen Pada tahap ini harus dilakukan
pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh manajemen auditan dan
jajarannya
3. Pengendalian manajemen adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan yang dirancang
untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga kelompok
tujuan utama yaitu:
4. Efektivitasdan efisiensi operasi
5. Keandalan pelaporan keuangan
6. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dalam Pengujian penerapan Good Cooperate Governance (GCG) oleh
manajemen, Auditor wajib melakukan pengujian penerapan prinsip-prinsip GCG
oleh manajemen dengan memperhatikan hal-hal berikut:
Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh manajemen auditan sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002
tanggal 1 Agustus 2002 adalah sebagai berikut:
a) Transparansi dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan
b) Kemandirian
c) Akuntabilitas
d) Pertanggungjawaban
e) Kewajaran