1. STRATEGIC MANAGEMENT
“BUSINESS ETHICS, CSR, RISK MANAGEMENT”
DISUSUN OLEH
NURUL IHSANI (55117120111)
DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. Hapzi, MM
Fakultas Pascasarjana
Program Studi Magister Manajemen
Universitas Mercu Buana
Jakarta
2018
2. 1. ETIKA BISNIS
Etika berasal dari kata Yunani ethos yang mengandung arti yang cukup luas
yaitu, adat, kebiasaan, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Etika
bisnis yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengetahuan dan pengelolaan
bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal
dan secara ekonomi/sosial, dan tujuan bisnis (muslich, 1998:4)
Prinsip –Prinsip Etika Bisnis
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan untuk
mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang
mencegah timbulnya ketimpangan dan mengandung etika normal sebagai standar kerja
atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika
bisnis sebagai berikut:
1.Prinsip otonomi
Prinsip otonomi mengandung bahwa perusahaan secar bebas memiliki
wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan
misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk
pengembangan visi dan misi perusahaan ynag berorientasi pada kemakmuran dan
kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2.Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal
maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh
perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan
tersebut
3.Kesatuan (Unity)
Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep yang memadukan
keseluruhan aspek aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik,sosial menjadi
keseluruhan yang homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan
yang menyeluruh.
4.Kehendak Bebas (Free Will)
3. Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis,tetapi kebebasan
itu tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
5.Prinsip keadilan / Keseimbangan (Equilibrium)
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem
bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan
yang sama kepada konsumen, dan lain-lain.
6.Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak
berniat jahat dan prinsip keadilan.
7.Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia
karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi
tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan
tindakannya. secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia
menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya
Tanggung jawab sosial
Dalam membuat dan memasarkan produk, sebuah perusahaan memiliki
tanggung jawab sosial, sebagai pengetahuan perusahaan mengenai bagaimana
keputusan bisnisnya dapat mempengaruhi masyarakat (Madura, 2006). Tanggung
jawab perusahaan meliputi:
1.Tanggung jawab kepada konsumen
Dalam hal tanggung jawb kepada konsumen, perusahaan harus memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut (madura, 2006):
a.Tanggung jawab dalam pelaksanaan produksi
Produk yang dibuat harus diberikan jaminan keselamatan kepada
konsumen. Produk yang dibuat harus menyertarkan label peringatan untuk
4. mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi akibat salah dalam penggunaan
produk.
b. Tanggung jawab dalam pelaksanaan penjualan
Sebuah perusahaan harus menyertakan petunjuk pelaksanaan bagi
karyawan bagian penjualannya, agar tidak terlalu agresif atau melakukan
promosi yang tidak benar.
c. Peranan konsumerisme
Konsumerisme adalah kumpulan permintaan oleh konsumen dimana
perusahaan memuaskan kebutuhannya. Sekumpulan orang yang peka dengan
hal inni telah memotivasi perusahaan untuk memenuhi tanggungjawabnya
terhadap konsumen.
d. Peranan pemerintah
Pemerintah juga bisa sangat peduli terhadap kepentingan konsumen untuk
memastikan bahwa perusahaan telah memenuhi tanggung jawab terhadap
konsumen. Aturan-aturanyang mungkin dikeluarkan pemerintah dalam hal ini
adalah:
Aturan pemerintah dalam keamanan produk
Sebagai contoh, BPOM dan FDA(USA)
Aturan pemerintah dalam hal periklanan
Aturan pemerintah dalam persaingan industry
Memonitor keluhan konsumen
Mendapatkan dan memanfaatkan feedback dari konsumen
e. Tanggung jawab terhadap karyawan Tanggung jawab perusahaan meliputi
keamanan karyawan, perlakuan yang baik dan manusiawi dari karyawan
yang lain, kesempatan yang sama dan tanggung jawab untuk memuaskan
karyawan.
f. Tanggung jawab terhadap pemegang saham
5. Perusahaan bertanggung jawab untuk memuaskan pemilik saham.
Perusahaan juga harus berusaha untuk menyakinkan para pemegang saham
bahwa dana yang mereka tanamkan telah digunakan secara tepat.
g. Tanggung jawab terhadap kreditor
Tanggung jawab perusahaan adalah memenuhi kewajiban keuangan
perusahaan terhadap kreditor. Selain itu perusahaan juga harus selalu
menginformasikan kondisi keuangan perusahaan kepada kreditornya.
h. Tanggung jawab terhadap lingkungan
Tanggung jawabnya adalah berupaya untuk tidak merusak lingkungan
dan menjaga kelestarian lingkungan baik udara, air maupun tanah.
i. Tanggung jawab terhadap masyarakat
Perusahaan selalu dituntut untuk selalu memberikan kontribusi yang positif
bagi masyarakat sekitar perusahaan. Misalnya memberikan beasiswa, merekrut
tenaga kerja dari masyarakat sekitar lokasi perusahaan dan lain-lain.
MANAJEMEN RISIKO
Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua
perusahaan. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat
menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam
masing-masing aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik
adalah identifikasi dan cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk menambah nilai
maksimum berkesinambungan (sustainable) organisasi.
Tujuan utama untuk memahami potensi upside dan downside dari semua faktor
yang dapat memberikan dampak bagi organisasi. Manajemen resiko meningkatkan
kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian dalam
memimpin keseluruhan sasaran organisasi.Manajemen resiko seharusnya bersifat
berkelanjutan dan mengembangkan proses yang bekerja dalam keseluruhan strategi
organisasi dan strategi dalam mengimplementasikan. Manajemen resiko seharusnya
ditujukan untuk menanggulangi suatu permasalahan sesuai dengan metode yang
6. digunakan dalam melaksanakan aktifitas dalam suatu organisasi di masa lalu, masa kini
dan masa depan.Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi
dengan kebijaksanaan yang efektif dan diprogram untuk dipimpin beberapa manajemen
senior.
Manajemen resiko harus diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis dan
sasaran operasional, pemberian tugas dan tanggung jawab serta kemampuan
merespon secara menyeluruh pada suatu organisasi, di mana setiap manajer dan
pekerja memandang manajemen resiko sebagai bagian dari deskripsi kerja.
Manajemen resiko mendukung akuntabilitas (keterbukaan), kinerja pengukuran dan
reward, mempromosikan efisiensi operasional dari semua tingkatan.
1. Risiko Operational.
Risiko operational merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah
internal perusahaan, dimana risiko tersebut terjadi disebabkan oleh lamanya sistem
kontrol manajemen (management controlsystem). Yang dilakukan oleh pihak internal
perusahaan. Misalnya risiko operational adalah risiko pada komputer karena telah
terserang virus, kerusakan maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan dalam
pencatatan pembelian barang dan tidak adanya kesepakatan bahwa barang yan dibeli
dapat ditukar kembali dan sebagainya.
Risiko operasonal dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung
maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh
keuntungan. Risiko ini merupakan risiko yang melekat (inherent) pada setiap aktivitas
fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi,
operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang,
teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen, dan pengelolaan sumber
daya manusia
2. Resiko Pengadaan
Dalam opini mendefinisikan barang dan jasa, kuantitas, kualitas, waktu, tempat
dan harga akan menentukan seberapa kompleks proses yang harus dilakukan
7. dalam mendapatkan barang dan jasa. Seperti yang diutarakan Samsul, mana
yang lebih kompleks mengukur benda atau tindakan? Jawabannya adalah lebih
mudah mengukur benda ketimbang mengukur tindakan. Karena benda
sifatnya tangible (berwujud) sedangkan tindakan sifatnya intangible (tidak
berwujud). Dengan kerangka pikir diatas tentu lebih sederhana mendapatkan
barang dibanding mendapatkan jasa. Kerangka berpikir ini juga akan membawa
kita pada rantai logika yang sama ketika dihadapkan pada kompleksitas
barang/jasa versus penyedia. Skala kompleksitas menilai barang/jasa tentu lebih
sederhana dibanding menilai penyedianya. Mengkompetisikan banyak penyedia
yang mampu menyediakan barang adalah cara yang paling tepat.
Barang/jasa Laverage mempunyai karakteristik resiko kecil tapi nilai
pembelian tinggi yang diutamakan adalah memaksimalkan penghematan.
Contoh: laptop berada pada pasar persaingan sempurna dimana jumlah
penyedia dan jumlah barang baik jenis maupun kuantitas tersedia di pasar
secara luas dan banyak sehingga faktor yang jadi pertimbangan hanyalah harga
yang terendah.
Barang/jasa Routine adalah barang resiko rendah dengan nilai pembelian
yang rendah yang diutamakan adalah meminimalkan waktu dan sumber daya.
Contoh: alat tulis kantor, pasti diperlukan setiap tahun dalam jumlah yang kecil
dan terpecah-pecah dalam item-item kemudian dari sisi barang dan penyedia
tersedia luas.
Barang/Jasa Bottleneck mempunyai karakteristik resiko tinggi tapi nilai
pembelian rendah fokus kepada jaminan pasokan agar tidak terhenti. Kontrak
jangka panjang dengan eskalasi terpantau dan dinegosiasikan secara berkala.
Contoh : obat-obatan, bersifat urgen dalam artian kalau tidak tersedia dalam
waktu yang dibutuhkan akan mengakibatkan hambatan pada organisasi,
spesifikasi khusus dan jumlah penyedia terbatas. Nilai pembelian terbatas dan
terbagi atas item-item kecil.
8. Barang/jasa Critical mempunyai karakteristik resiko tinggi dan dengan nilai
pembelian yang tinggi memperhitungkan semua biaya langsung maupun tidak
langsung dan maksimalisasi pencapaian Nilai Manfaat Uang (Value for Money).
Contoh: Mesin Pembangkit Tenaga Listrik dari sisi spesifikasi sangat khusus,
jumlah penyedia terbatas, bersifat urgen dan nilai pembelian tinggi.
IMPLEMENTASI PROGRAM CSR
Komitmen Perseroan
Sebagai perusahaan energi nasional, Pertamina berkomitmen untuk senantiasa
memprioritaskan keseimbangan dan kelestarian alam, lingkungan dan masyarakat.
Dengan menyejahterakan manusia, alam, dan lingkungan, maka Pertamina akan
mampu mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. Pertamina menetapkan
beberapa inisiatif strategis sebagai wujud komitmennya:
1. Pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan (melalui pendidikan perubahan
perilaku, pola pikir, serta pelatihan keterampilan dan kesehatan)
2. Berwawasan pelestarian lingkungan
3. Terkait strategi bisnis
4. Dilaksanakan secara tuntas (termasuk penyediaan prasarana, perubahan pola
pikir, perilaku, tata nilai, dan membekali dengan pengetahuan/keterampilan).
Pertamina mengelola kegiatan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) yang
mencakup program Corporate Social Responsibility (CSR), program Bina
Lingkungan (BL) dan Program Kemitraan (PK).
Pertamina mengelola kegiatan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) yang
mencakup program Corporate Social Responsibility (CSR), program Bina Lingkungan
(BL) dan Program Kemitraan (PK).
Program CSR
Tujuan strategis program CSR Pertamina adalah meningkatkan reputasi dan kredibilitas
Pertamina melalui kegiatan TJSL yang terintegrasi dengan strategi bisnis. Untuk
9. mewujudkan tujuan ini, Pertamina mengimplementasikan strategi-strategi besar,
seperti:
Saling memberi manfaat (fair shared value)
Berkelanjutan
Prioritas wilayah operasi dan daerah terkena dampak
Pengembangan energi hijau sebagai tanggung jawab terhadap dampak operasi
Sosialisasi dan publikasi yang efektif Pada 2016, Pertamina memfokuskan
pelaksanaan CSR guna mendukung pencapaian PROPER dengan
mengedepankan aspek lingkungan, baik alam dan masyarakat sesuai
persyaratan yang ditetapkan oleh Dewan PROPER (Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Indonesia).
Ruang Lingkup Kegiatan
Komitmen Pertamina dalam melaksanakan TJSL diwujudkan dalam berbagai kegiatan
CSR yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, infrastruktur,
pemberdayaan masyarakat, manajemen bencana, maupun bantuan khusus. Realisasi
kegiatan dilaksanakan oleh seluruhunit kerja fungsi CSR Pertamina, baik di kantor
pusat, unitoperasi, maupun anak perusahaan. Beberapa kegiatan khususnya di bidang
pendidikan dilakukan bersama dengan Pertamina Foundation. Di bawah payung tema
“Pertamina Sobat Bumi”, Pertamina mengimplementasikan program CSRuntuk tujuan
people, planet, and profit (3P). Tujuan ini menjadi fokus Pertamina dalam menjalankan
operasinya, di mana produk-produk yang dikembangkan dan jasa yang diberikan peduli
terhadap kelestarian lingkungan khususnya bumi untuk kepentingan dan masa depan
generasi yang akan datang. CSR Pertamina berfokus pada empat isu yang menjadi
pilarnya yaitu:
1. Pertamina Cerdas
2. Pertamina Sehati
3. Pertamina Hijau
4. Pertamina Berdikari
10. Strategi Penerapan Manajemen Risiko
Strategi Penerapan Manajemen Risiko merupakan langkah-langkah
implementasi dari Manajemen Risiko untuk mengendalikan Risiko, agar Profil Risiko
berada pada batas yang telah ditetapkan. Strategi Manajemen Risiko ditetapkan oleh
Komite Manajemen Risiko.
Strategi Penerapan Manajemen Risiko mencakup :
1. Penetapan Risk Appetite dan Risk Tolerance.
2. Penetapan rencana Penanganan Risiko (Risk Treatment plan).
3. Profil Risiko sebelum dan setelah dilakukan penanganan.
4. Pembuatan skala prioritas (Prioritas Risiko) dalam Penanganan Risiko.
5. Pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan dan kerangka Manajemen
Risiko.
6. Pelaporan pelaksanaan pengelolaan Risiko
Strategi Manajemen Risiko dapat dievaluasi secara berkala apabila dianggap tidak
sejalan atau bertentangan dengan kebijakan Perusahaan.
Kategori Risiko
Kategori Risiko yang dapat mempengaruhi strategi dan tujuan Perusahaan
antara lain:
1. Governance Risk, meliputi Corporate Governance dan Ethics.
2. Strategy and Planning Risk, meliputi Corporate Responsibility & Sustainability
(CR&S), External Factors, Planning, Project, dan Strategy.
3. Finance Risk, meliputi Accounting, Credit, Liquidity & Finance Intelligence,
Financial Market, Planning & Budgeting, dan Operational.
4. Operational/Infrastructure Risk, meliputi Corporate Assets, Human Resources,
Information Technology, External Events, Legal, Process Management, Product
Development, dan Sales, Marketing and Communications.
5. Compliance Risk
6. Reporting Risk
Toleransi Risiko (Risk Tolerance)
1. Sepanjang tidak ditetapkan oleh pemegang saham, Perusahaan harus menetapkan
Toleransi Risiko sebelum melakukan transaksi bisnis. Untuk itu
11. Perusahaan perlu memiliki sistem penetapan Toleransi Risiko sebagai
komponen penting dalam pengelolaan Risiko yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Penetapan Toleransi Risiko secara individual (unit bisnis) dan konsolidasi.
b. Pengintegrasian Toleransi Risiko maupun Eksposur Risiko dari seluruh
kegiatan Perusahaan.
c. Kemampuan modal Perusahaan untuk menyerap Eksposur Risiko atau
kerugian yang timbul.
2. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penetapan Toleransi Risiko sekurang-
kurangnya meliputi :
a. Kinerja di masa lalu.
b. Sistem pengukuran Risiko dan penilaian Eksposur.
c. Kualitas Pengendalian Internal.
d. Kemampuan sistem dalam penyelesaian transaksi bisnis.
3. Usulan Toleransi Risiko dilakukan oleh Fungsi Manajemen Risiko Perusahaan untuk
selanjutnya direkomendasikan kepada Komite Manajemen Risiko untuk mendapat
persetujuan.
4. Toleransi Risiko yang telah disetujui oleh Komite Manajemen Risiko selanjutnya
diterapkan pada Divisi terkait.
5. Setiap pelampauan Toleransi Risiko pada setiap Divisi harus dapat diidentifikasi
dengan segera oleh Person-In-Charge Risiko di masing-masing Divisi dan
ditindaklanjuti oleh manajemen di Divisi terkait. Pelampauan batasan ini hanya dapat
dilakukan apabila telah mendapat persetujuan dari pimpinan tertinggi Divisi dan
dilaporkan kepada Fungsi Manajemen Risiko Perusahaan.
6. Setiap pelampauan batasan Risiko Perusahaan harus dapat diidentifikasi dengan
segera oleh Fungsi Manajemen Risiko Perusahaan dan ditindaklanjuti oleh Direktur
terkait. Pelampauan batasan ini hanya dapat dilakukan apabila telah mendapat
persetujuan dari Komite Manajemen Risiko