1. Implementasi GCG pada PT. Jasa Marga (Persero), Tbk
Andreas Fabian Pramuditya
55117120153
Good Governance
Diampu oleh: Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Abstrak
Kita sering mendengar banyak perusahaan yang terpuruk karena tata
kelola perusahaan tersebut tidak baik sehingga banyak fraud atau praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) yang terjadi yang mengakibatkan terjadinya krisis
ekonomi dan krisis kepercayaan para investor. Hal tersebut mengakibatkan tidak
ada investor yang mau membeli saham perusahaan tersebut. Inti dari kebijakan
tata kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang berperan dalam
menjalankan perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan peran sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi pemegang
saham, dewan komisaris, komite, direksi, pimpinan unit dan karyawan.
Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) merupakan suatu
subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola
perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab/
mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan
perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama
lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola
perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain
yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang
pemangku kepentingan, yang menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih
terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau
lingkungan.
Melalui penelitian ini, penulis bermaksud untuk mendeskripsikan fenomena
dan kendala GCG yang terjadi di Indonesia. Penulis juga akan memberikan
gambaran implementasi Good Corporate Governance (GCG) dan profitabilitas
2. pada PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. yang merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) di bidang industri jalan tol. Penerapan GCG dapat mengoptimalkan nilai
dan mendorong pengelolaan BUMN sehingga maksud dan tujuan didirikannya
BUMN dapat tercapai.
Pendahuluan
Sejarah lahirnya GCG muncul atas reaksi para pemegang saham di
Amerika Serikat pada tahun 1980-an yang merasa kepentingannya terancam
(Budiati, 2012). Maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan –
perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika
Serikat, maka untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang
saham, muncul konsep pemberdayaan komisaris sebagai salah satu wacana
penegakan GCG.
Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal sejak krisis ekonomi tahun 1997
krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena tidak dikelolanya perusahaan-
perusahaan secara bertanggungjawab, serta mengabaikan regulasi dan sarat
dengan praktek (korupsi, kolusi, nepotisme) KKN (Budiati, 2012). Terkait definisi
GCG di Indonesi, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai
“pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata
pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar
janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya
secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan,
meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen.
Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa
Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan
bagi emiten yang tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris
independent dan membentuk komite audit pada tahun 1998, Corporate
Governance (CG) mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan publik di Indonesia.
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite
Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan
sebutan Cadburry Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG.
Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholderskhususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini
dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan
pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan
tertentu.Dari pendapat para pakar diatas dapat dikatakan bahwa Good Corporate
Governance (GCG) adalah seperangkat peraturan yang mengatur, mengelola dan
mengawasi hubungan antara para pengelola perusahaan dengan stakeholders
3. disuatu perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang
melakukan peningkatan pada kualitas GCG menunjukan peningkatan penilaian
pasar, sedangkan perusahaan yang mengalami penurunan kualitas GCG,
cenderung menunjukan penurunan pada penilaian pasar (Cheung, 2011).
Dalam rangka penerapan GCG yang efektif dan efisien untuk mewujudkan
konsep Good Corporate Governance (GCG), setidaknya terdapat 5 pilar GCG
yang ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang kita
biasa kita kenal dengan konsep TARIF (Transparency, Accountability,
Responsibility, Independency, and Fairness) (dalam anonymous, 2015:5). Konsep
inilah yang nantinya akan banyak dibahas dalam penerapan Good Corporate
Governance (GCG) dalam suatu organisasi atau perusahaan. Secara singkat,
TARIF dapat dijabarkan seperti berikut:
1) Transparency, konsep ini diperlukan dalam menjaga objektivitas suatu
organisasi atau perusahaan dalam menjalankan suatu bisnis dengan
memberikan informasi-informasi yang jelas, akurat, mudah diakses dan
dipahami serta dapat dipertanggung jawabkan oleh semua pemangku
kepentingan dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Dengan semakin
berkembangnya teknologi dewasa ini, tidak menjadi suatu alasan bagi
suatu organisasi atau perusahaan untuk tidak dapat melakukan inisiatif
untuk mengungkapkan berbagai informasi yang berkaitan dengan proses
pegambilan keputusan atau kebijakan yang sangat diperlukan oleh para
pemangku kepentingan.
2) Accountability, konsep ini diperlukan untuk melihat sejauhmana kinerja
yang telah dihasilkan oleh suatu organisasi dan perusahaan. Dalam hal ini
suatu kinerja haruslah dapat dikelola dengan tepat dan terukur untuk
melihat seberapa jauh kesinambungan antara proses perencanaan,
organisir, pelaksanaan serta evaluasi yang dilakukan dengan tujuan
organisasi atau perusahaan itu sendiri. Dalam konsep ini pula, organisasi
dan perusahaan harus mampu menjawab segala pertanyaan yang akan
diajukan oleh para pemangku kepentingan atas apa yang telah diperbuat
dan hasil yang dicapai oleh organisasi atau perusahaan itu sendiri.
3) Responsibility, konsep ini merefleksikan tanggung jawab setiap individu
maupun organisasi atau perusahaan dalam mematuhi segala tugas-tugas
dalam pekerjaan, aturan-aturan serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan kegiatan bisnis suatu organisasi atau perusahaan. Dalam
hal ini, bukan hanya terbatas pada tanggung jawab dalam melaksanakan
pekerjaan antara atasan dengan bawahan, namun tanggung jawab
organisasi atau perusahaan kepada para pemangku kepentingan hingga
masyarakat sekitar. Sehingga dalam konsep ini, organisasi atau
perusahaan harus mampu mempertanggung jawabkan segala hal yang
bekaitan dengan aturan, hukum dan peraturan yang berlaku sebagai
4. kontribusi hubungan hierarki internal perusahaan, pemangku kepentingan,
masyarakat serta stakeholders lainnya.
4) Independency, konsep ini dapat dijadikan sebagai aktualisasi diri untuk
organisasi dan perusahaan yang dapat berdiri sendiri dan memiliki daya
saing dengan lingkungan bisnisnya. Dalam hal ini, organisasi atau
perusahaan harus memiliki tata kelola yang efektif dan efisien dan mampu
melakukannya sendiri tanpa ada dominasi atau intervensi dari pihak lain,
serta mampu dalam menggunakan dan memanfaatkan nilai-nilai (values)
yang ada pada organisasi atau perusahaan itu sendiri untuk dapat
dijadikan diferensiasi diantara suatu organisasi dan perusahaan lainnya,
sehingga mampu bersaing dalam bidang bisnis yang serupa.
5) Fairness, konsep ini diperlukan untuk menjaga stabilitas perusahaan
dengan menjaga kewajaran dan kesetaraan bagi setiap anggota,
pemangku kepentingan dan stakeholders lainnya dalam suatu organisasi
atau perusahaan dengan porsinya masing-masing. Hakikatnya setiap
bagian dalam organisasi atau perusahaan memiliki kesempatan yang sama
untuk berkembang dan berkontribusi untuk organisasi atau perusahaan.
Sehingga, konsep ini menjadi sangat penting untuk mendapatkan
kepercayaan atau sebagai motivasi bagi setiap bagian dari organisasi atau
perusahaan, karena mereka akan memiliki rasa dan kesempatan yang
sama dalam memberikan kontribusi kepada organisasi atau perusahaan,
sehingga akan memacu setiap individu dalam berkompetisi untuk
memberikan yang terbaik kepada organisasi atau perusahaan tersebut.
Berdasarkan penjelasan dari kelima konsep di atas, konsep ini sangat diperlukan
bagi organisasi atau perusahaan dalam menerapkan konsep Good Corporate
Governance (GCG), yang mana konsep ini dapat dijadikan sebagai standar
pengukuran kesesuaian dan penyimpangan dalam pencapaian tujuan organisasi
atau perusahaan. Konsep ini juga dapat digunakan melihat sejauh mana
organisasi atau perusahaan dalam mengelola sumber daya-sumber daya yang
tersedia dan dapat diinformasikan, dipertanggung jawabkan dan dapat
dipertanyakan alokasinya kepada para pemangku kepentingan. Disamping itu,
melalui konsep ini pula, dapat dilihat pula sejauh mana organisasi atau
perusahaan mampu melakukan tata kelolanya sendiri dan tetap pada jalur yang
tepat dalam mencapai tujuan, dengan memperhatikan pemerataan kesempatan
yang diberikan kepada seluruh bagian organisasi atau perusahaan yang
disesuaikan pada porsi dan kemampuannya masing-masing.
Manfaat GCG
Menurut Tjager (2003), manfaat GCG sebagai berikut:
5. a) Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company
menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan
terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
b) Berdasarkan berbagai analisis, ditemukan adanya indikasi keterkaitan
antara terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan
lemahnya tata kelola perusahaan.
c) Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar
modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
d) Good Corporate Governance (GCG) dapat menjadi dasar bagi
berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan peta perjalanan
bisnis yang kini telah banyak berubah.
e) Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut
Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme
penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan
efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
A. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada
pihak manajemen.
B. Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
C. Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka
panjang.
D. Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan
perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi
dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
Pembahasan
Dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG), tidak terlepas dari
budaya organisasi yang berlaku di dalam organisasi itu sendiri. Budaya menurut
Schein (2010:5) adalah fenomena dinamis dalam kondisi “disini dan saat ini” dan
sebuah latar belakang sturktur paksaan yang berpengaruh pada kelompok melalui
beberapa cara. Budaya sendiri secara terus-menerus diterapkan dan tercipta oleh
interaksi yang dilakukan kelompok dengan terbentuk oleh perilaku kelompok itu
sendiri. Greertz (dalam Driskill & Brendton 2010: 8) berpendapat pada budaya
organisasi terdiri dari jaringan yang signifikan yang terus dipintal oleh organisasi
itu sendiri, serta dibangun melalui adanya interaksi.
Setiap organisasi memiliki cara-cara yang unik dari apa yang mereka
lakukan, sama halnya dengan budaya nasional maupun masyarakat, yang
memiliki hal-hal yang unik seperti Bahasa, benda-benda peninggalan sejarah,
6. nilai-nilai, perayaan-perayaan, pahlawan-pahlawan, sejarah dan norma-norma.
Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beragam jenis suku, ras, budaya dan
etnis yang beragam telah terbentuk menjadi satu dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Segala kebudayaan nasional, lokal maupun asing
sekalipun telah ada dan terbentuk bahkan sejak Indonesia belum merdeka pada
tahun 1945. Budaya yang telah terbentuk itu kemudian tercermin pada budaya-
budaya organisasi yang ada di Indonesia yang bertujuan untuk mencapai
kesinambungan dan ketahanan dalam jangka panjang, meningkatkan kinerja dan
pada akhirnya meningkatkan nilai tambah bagi organisasi untuk kepentingan
pihak-pihak di dalam organisasi itu sendiri.
Dengan dasar itu pula, maka dalam penerapan Good Corporate
Governance (GCG) yang sesuai dengan budaya Indonesia harus pula mencakup
5 pilar dasar dari GCG yang ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) (dalam anonymous 2015:5), yaitu TARIF (Transparency,
Accountability, Responsibility, Independency, and Fairness). Implementasi dan
kendalanya dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Transparency
Pada budaya yang berlaku di Indonesia, governance terdiri dari 3 pilar yang
memiliki kepentingan, yaitu pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.
Oleh karena itu, dalam penerapannya, setiap informasi yang berkaitan
dengan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat wajib untuk dipenuhi
secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan mudah di akses. Hal ini
dapat dilakukan dengan mudah berkat adanya teknologi informasi,
sehingga ketiga pilar governance tersebut dimudahkan dalam
mengungkapkan berbagai informasi yang berkaitan dengan proses
pengambilan keputusan atau kebijakan, baik oleh pemerintah, pelaku
usaha dan masyarakat yang sangat berpengaruh pada para pemangku
kepentingan yang disebabkan oleh keputusan atau kebijakan tersebut.
2) Accountability
Akuntabiltas merupakan bentuk pertanggung jawaban organisasi
kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan agar pengelolaan
organisasi dapat berjalan secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan organisasi tanpa mengesampingkan
kepentingan shareholder dan stakeholders tersebut. Selain itu,
perusahaan juga harus memastikan bahwa setiap pegawainya memiliki
kompetensi yang baik sesuai dengan tugas, tanggung jawab serta
perannya dalam organisasi dengan menerapkan sistem penghargaan dan
sanksi secara objektif untuk menguji akuntabilitasnya.
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep ini masih terkendala dalam
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) organisasi, terutama dalam
hal melakukan re-generasi. Pegawai-pegawai senior yang sudah berumur
7. digantikan oleh pegawai-pegawai baru yang masih muda, lebih berenergi
dan datang dengan ide-ide fresh mereka. Selain itu, penerapan
penghargaan dan sanksi juga belum jelas dan tepat dalam beberapa
organisasi. Untuk itu, sebagai upaya perbaikan, maka perlu dilakukan
pelatihan atau seminar bagi pegawai baik di internal maupun eksternal
perusahaan secara berkelanjutan dan disesuaikan dengan kebutuhan
bidang pekerjaan pegawai dan statusnya dalam organisasi sehingga
mencapai hasil yang diharapkan. Serta melakukan uji akuntabilitas dengan
memberikan penghargaan atau sanksi secara objektif kepada setiap
pegawai atas setiap prestasi atau pelanggaran yang mereka lakukan.
3) Responsibility
Responsibility berarti tanggung jawab. Dalam penerapannya di Indonesia,
konsep ini belum mampu diterapkan secara optimal oleh setiap organisasi
di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus penutupan bidang usaha yang
disebabkan tidak memiliki izin operasi, serta menyalahi aturan perundang-
undangan lainnya. Disamping itu, beberapa pelaku usaha belum memiliki
kesadaran dalam membayar pajak kepada negara sebagai kompensasi
atas kegiatan usaha yang mereka lakukan dan sumber daya yang mereka
manfaatkan dari tanah air Indonesia. Dalam hal ini, pelaku usaha harus
mampu bertanggung jawab untuk menunaikan kewajibannya sebagai
warga negara Indonesia yang baik.
Perbaikan yang dapat dilakukan agar menciptakan kesadaran setiap
organisasi atau pelaku usaha agar taat pajak adalah dengan memberikan
aturan dan implementasi yang ketat, namun harus dibarengi dengan
penyampaian informasi secara menyeluruh sesuai dengan konsep
transparasi melalui penggunaan teknologi tertentu. Sistem pembayaran
pajak yang saat ini sudah dijalankan pemerintah menurut saya sudah cukup
baik untuk mengatasi tax avoidance. Namun, alangkah baiknya jika
dilindungi oleh hukum berupa pemberian sanksi yang tegas yang
disesuaikan dengan konsep akuntabilitas secara objektif kepada para
pelaku usaha yang tidak dapat mengikuti aturan yang telah berlaku.
4) Independency
Implementasi Independency di Indonesia masih belum bisa dikatakan
optimal karena masih banyaknya dominasi dalam pengelolaan organisasi
di Indonesia. Hal ini juga dipengaruhi oleh pihak-pihak asing yang datang
dan yang sudah berkecimpung dalam organisasi-organisasi di Indonesia.
Dalam konsep kemandirian yang baik untuk organisasi di Indonesia, proses
pengambilan keputusan seharusnya didasarkan pada keputusan-
keputusan yang tegas oleh bangsa Indonesia itu sendiri, namun tetap
objektif untuk memenuhi kepentingan para shareholders dan stakeholders.
8. Perbaikan yang kerap dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu berdaya saing dan memiliki
pengaruh dalam menjalankan perannya dalam organisasi. Serta
menguatkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) milik bangsa Indonesia,
yang diharapkan mampu menjadi pilar atau fondasi ekonomi yang kokoh
untuk mencapai kemandirian bangsa Indonesia tanpa didominasi dan
dipengaruhi oleh bangsa asing lainnya lagi.
5) Fairness
Masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan pilar Fairness ini.
Fairness berarti kesetaraan. Konsep kesetaraan dan kewajaran ini harus
didukung oleh kemampuan dari segi pengetahuan, dan infrastruktur setiap
pihak yang baik dan menunjang untuk mengakses informasi atau
mengambil kesempatan untuk berkontribusi dalam sebuah organisasi.
Kondisi aktualnya di Indonesia, di beberapa wilayah belum memiliki fasilitas
dan infrastruktur yang sama dalam mengakses informasi-informasi terbaru.
Disamping itu, dalam hal penyerapan tenaga kerja masih terdapat
kesenjangan antara kesempatan kerja dengan kompetensi yang dimiliki
oleh masyarakat sehingga jumlah calon tenaga kerja yang ada di Indonesia
belum dapat terserap secara menyeluruh. Salah satu solusi untuk
fenomena ini adalah dengan memperkuat fondasi Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) agar memiliki daya saing dan kualitas untuk membuka
lebih banyak lagi lapangan pekerjaan di bidang-bidang tertentu untuk
meningkatkan kemampuan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang.
Kementerian UMKM sebagai pilar pemerintah diharapkan concern dan
peduli terhadap hal ini.
Perseroan menyadari bahwa implementasi Good Corporate
Governance secara konsisten sebagai budaya Perseroan merupakan salah satu
langkah yang dapat meningkatkan nilai dan tumbuh kembangnya bisnis Perseroan
secara berkesinambungan. Oleh karena itu perlu adanya penerapan pengelolaan
Perseroan secara baik dan benar.
Perseroan telah mempunyai Pedoman Perilaku Perseroan yang disusun
untuk melaksanakan pengelolaan perusahaan yang baik dan benar, serta
bertujuan untuk membentuk dan mengatur kesesuaian tingkah laku sehingga
mencapai penerapan GCG yang konsisten sebagai budaya Perseroan yang
memaksimalkan penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik
sehingga tercapainya Visi dan Misi Perseroan. Pedoman perilaku Perseroan
mengatur kebijakan nilai-nilai etis yang dinyatakan secara eksplisit sebagai suatu
standar perilaku yang harus dipedomani oleh seluruh Insan Jasa Marga. Pedoman
Perilaku Perseroan mengatur Etika Usaha dan Etika Kerja.
9. Profitabilitas berperan dalam menilai kemampuan BUMN memperoleh
keuntungan/laba yang merupakan tujuan didirikannya perusahaan. Profitabilitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah profit margin, ROA dan ROE.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan data
sekunder yang berupa laporan tahunan perusahaan tahun 2008-2012 sebagai
sumber data penelitian. Hasil penelitian menunjukkan PT. Jasa Marga
memperoleh skor penilaian GCG yang terus meningkat, kecuali pada tahun 2012
yang menggunakan indikator/parameter berbeda seperti tahun 2008-2011.
Selama tahun 2008-2009, PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. meraih predikat “baik”
dalam penerapan GCG dan pada tahun 2010-2012 meraih predikat “sangat baik”.
Nilai profit margin mengalami penurunan selama periode 2010-2012 yang
menunjukkan perusahaan tidak efisien dalam menekan biaya-biaya dengan
tingkat pendapatan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Nilai Return
On Assets (ROA) relatif stabil di setiap tahunnya. Penurunan nilai ROA
menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam memanfaatkan aset yang
setiap tahunnya mengalami peningkatan. Nilai Return On Equity (ROE)
mengalami peningkatan disetiap tahunnya yang menunjukkan efektifitas
pengelolaan sumber dana untuk memperoleh laba bersih. Tujuan dari penerapan
GCG yang dilakukan PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. untuk menjadikan
perusahaan lebih efektif dan efisien dalam beroperasi belum sepenuhnya tercapai.
Etika Usaha merupakan sistem nilai atau norma yang dijabarkan dari filosofi
pendirian Perseroan dan yang dianut oleh Perseroan sebagai acuan Perseroan
serta manajemennya untuk berhubungan dengan lingkungannya, baik internal
maupun eksternal (Stakeholder) Perseroan yaitu:
1) Terhadap Insan Jasa Marga.
2) Terhadap Pengguna Jalan Tol dan Pelanggan Lainnya.
3) Terhadap Pemegang Saham.
4) Terhadap Pemasok/Kontraktor.
5) Terhadap Kreditur.
6) Terhadap Mitra Usaha.
7) Terhadap Pesaing/Kompetitor.
8) Terhadap Pemerintah/Regulator.
9) Terhadap Media Massa.
10)Terhadap Anak Perusahaan.
11)Terhadap Masyarakat dan Lingkungan Sekitar.
Sementara itu, Etika Kerja merupakan sistem nilai atau norma yang dianut oleh
setiap Pimpinan dan Karyawan dalam melaksanakan tugasnya termasuk etika
hubungan antar karyawan Perseroan. Etika Kerja ini mengatur kebijakan perilaku
Insan Jasa Marga sebagai berikut:
1) Sebagai Atasan Terhadap Bawahan
2) Sebagai Bawahan Terhadap Atasan
3) Sebagai Rekan Kerja
10. Selain itu di dalam Pedoman Perilaku tersebut diatur pula komitmen Insan
Jasa Marga, dan Perilaku Profesional, Penerapan dan Penegakan Pedoman
Perilaku dan untuk memastikan bahwa Perseroan terus tumbuh dan berkembang
secara berkesinambungan, maka seluruh proses bisnis Perseroan harus
didasarkan pada prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance) serta Etika Bisnis yang baik. Untuk itu pada tahun 2011, Perseroan
telah membuat dan mensosialisasikan beberapa pedoman sebagai berikut:
Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance).
Pedoman Perilaku (Code of Conduct)
Pedoman Benturan Kepentingan (Conflict of Interest)
Pedoman Penanganan Gratifikasi
Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System)
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, saya berpendapat bahwa Good Corporate
Governance belum sepenuhnya diimplementasikan oleh perusahaan atau pelau
usaha di Indonesia. Alhasil, timbullah berbagai masalah skala kecil sampai skala
besar yang menghinggapi perusahaan dan para pelaku usaha akibat dari belum
dewasanya tata kelola suatu organisasi.
Konsep Good Corporate Governance (GCG) menyangkut struktur
perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris yang
menjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan
tanggung jawab yang harmonis, baik bagi internal maupun eksternal dengan
tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan
stakeholders.
Sudah saatnya organisasi-organisasi di Indonesia menerapkan Good
Corporate Governance (GCG) agar terjalin hubungan yang sinergis antara
pemegang saham, pemangku kepentingan, komisaris, direksi, manager, dan
karyawan seperti yang dilakukan oleh Jasa Marga.
Referensi:
https://diaryintan.wordpress.com/2010/11/15/good-corporate-governance-
gcg-2/
Anonymous, 2018.
http://www.jasamarga.com/public/id/infoperusahaan/GCG/EtikaUsaha.asp
x (diakses pada 17 Desember 2018, 14.30)
11. Frayogi, Muhammad, 2017.
https://medium.com/@muhammadfrayogi/penerapan-konsep-good-
corporate-governance-gcg-dalam-budaya-indonesia-d8cef61009df
(diakses pada 18 Desember 2018, 16.00)