Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang etika bisnis, Corporate Social Responsibility (CSR), dan manajemen risiko.
2) Etika bisnis dibahas dari pengertian, tahapan, teori-teori, dan prinsip-prinsipnya.
3) CSR dibahas dari pengertian, relevansi etika bisnis modern, dan definisi-definisi CSR menurut beberapa lembaga.
Be & gg, rame priyanto, hapzi ali, ethics of consumer protection, univers...
10, sm, rame priyanto, hapzi ali, business ethics, csr, and risk management, universitas mercu buana, 2018
1. RESUME KULIAH VI
STRATEGIG MANAGEMENT
BUSINESS ETHICS, CSR, AND RISK MANAGEMENT
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Strategic Management”
Dosen Pengampu:
Prof Dr. H. Hapzi Ali, M.M., CMA.
Oleh:
Rame Priyanto
NIM 55117120122
Program Studi Magister Manajemen
Universitas Mercu Buana
2018
2. BUSINESS ETHICS, CSR, RISK MANAGEMENT
Rame Priyanto
NIM 55117120122
A. Etika Bisnis
a. Pengertian Etika
Etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku jujur, benar dan adil. Etika
merupakan cabang ilmu filsafat, mempelajari perilaku moral dan immoral, membuat
pertimbangan matang yang patut dilakukan oleh seseorang kepada orang lain atau kelompok
tertentu. Etika dikategorikan sebagai filsafat moral atau etika normatif. Etika normatif
mengajarkan segala sesuatu yang sebenarnya benar menurut hukum dan moralitas. Etika
mengajarkan sesuatu yang salah adalah salah dan sesuatu yang benar adalah benar. Dua tujuan
etika antara lain menilai perilaku manusiawi berstandar moral, dan memberikan ketepatan
nasehat tentang bagaimana bertindak bermoral pada situasi tertentu.
b. Tahapan Etika Bisnis
Etika bisnis dapat dilaksanakan dalam tiga tahapan: tahap makro, tahap meso, dan tahap mikro.
Ketiga tahap ini membahas kegiatan ekonomi dan bisnis. Ditahap makro, etika bisnis
mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi secara total. Pada tahap meso
(menengah), etika bisnis mempelajari persoalan etika dalam organisasi. Organisasi di sini dapat
diasosiasikan sebagai organisasi perusahaan, serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan
profesi, dan lain-lain. Tahap mikro memusatkan perhatiannya pada persoalan individual
sehubungan dengan aktifitas ekonomi atau bisnis. Pada tahap ini dipelajari tanggung jawab etis
karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok, dan investor.
c. Teori – teori Etika Bisnis
3. 1) Teori Utilitarianisme
Teori utilitarianisme mengatakan bahwa suatu kegiatan bisnis adalah baik dilakukan jika
bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat. Teori
utilitarianisme sebagai teori etika kegunaan suatu tindakan ekonomis, sesuai dengan
prinsip prinsip ekonomis. Teori ini cukup jelas dengan dijelaskan melalui teori cost benefit
analysis yang dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat utilitarianisme mampu
menghitung keuntungan dan kerugian atau kredit dan debet dalam bisnis. Banyak penganut
utilitarianisme mengusahakan melaksanakan perhitungan etis ekonomis tersebut.
2) Teori Deontologi
“Deontologi‟ berasal dari kata Yunani “deon”, berarti kewajiban. Suatu tindakan itu baik
bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan
berdasarkan kewajiban bertindak baik kepada orang lain sebagaimana keinginan diri
sendiri selalu berlaku baik baik pada diri sendiri. Deontologi merupakan teori etika yang
menyatakan bahwa yang menjadi dasar bagi baik buruknya suatu perbuatan adalah
kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia. Merupakan teori etika
yang memberi jawaban atas pertanyaan “mengapa suatu perbuatan adalah baik dan
perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk”, deontologi menjawab: “karena perbuatan
pertama menjadi kewajiban seseorang untuk berbuat baik pada orang lain dan karena
perbuatan kedua dilarang untuk dilakukan”.
3) Teori Hak
Setiap insan ekonomis memiliki hak, sejalan dengan itu ia juga memiliki kewajiban secara
ekonomis. Secara moral evaluasi terhadap berbagai peristiwa ekonomis didasari oleh teori
hak. Teori hak ini merupakan pendekatan relatif banyak dipakai mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku seseorang atau sekelompok orang. Teori hak
merupakan aspek dari teori deontologi, karena hak berhubungan dengan kewajiban.
4) Teori Keutamaan
Keutamaan didefinisikan sebagai penggambaran watak mengenai perilaku seseorang dan
memungkinkanya bertingkah laku baik secara moral. Kebijaksanaan, merupakan suatu
keutamaan seseorang sehingga bermodal hal tersebut seseorang mampu mengambil
keputusan tepat dalam berbagai kondisi. Keadilan merupakan perwujudan nilai keutamaan
lainnya mendorong seseorang mampu memberikan kepada sesama segala sesuatu yang
menjadi haknya. Kerendahan hati adalah keutamaan dimana seseorang tidak ingin
menonjolkan diri, sekalipun situasi mengizinkan. Suka bekerja keras juga nilai keutamaan
yang menjamin seseorang untuk menghindari tindakan bermalas-malasan. Hidup yang
4. baik adalah virtuous life: hidup keutamaan, Life is precious, hidup adalah utama dan sangat
berharga maka gunakanlah setiap menit yang ada untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada
umat manusia.
5) Teori Relativisme
Bila selalu dalam kondisi perilaku normal, maka pada dasarnya setiap orang cenderung
bersedia berperilaku utama atau baik. Mereka yakin bahwa adat-istiadat, agama atau
kepercayaan yang dianutnya dari daerah di mana ia dibesarkan diyakini merupakan adat
istiadat terbaik dibandingkan yang lain.
d. Prinsip Etika
1) Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan tuntunan hati nuraninya, kesadarannya sendiri mengenai sesuatu kebaikan
untuk diberian kepada orang lain.
2) Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran dalam setiap tindakan atau perikatan bisnis merupakan keutamaan.
Kejujuran diperlukan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Dalam
perikatan perjanjian dan kontrak tertentu, semua pihak saling percaya satu sama lain,
bahwa masing-masing pihak tulus dan jujur membuat perjanjian dan kontrak, serius, tulus
dan jujur melaksanakan perjanjian. Kejujuran penting bagi kepentingan masing-masing
pihak, kejujuran sangat menentukan keberlanjutan relasi dan kelangsungan bisnis
selanjutnya.
3) Prinsip Keadilan
Tindakan memberikan keadilan terhadap keterlibatan semua pihak dalam bisnis
merupakan praktek keutamaan. Prinsip keadilan perlu dilakukan agar setiap orang dalam
kegiataan bisnis secara internal maupun eksternal perusahaan diperlakukan sesuai dengan
hak dan kewajiban masing-masing.
4) Prinsip Saling Menguntungkan
Kegiatan bisnis perlu memberikan keadaan saling menguntungkan kepada keterlibatan
setiap pihak dalam bisnis, hal tersebut merupakan cerminan prinsip keutamaan. Saling
menguntungkan merupakan cermin integritas moral internal pelaku bisnis atau perusahaan
agar nama baik pribadi atau nama baik perusahaan untuk berbisnis tetap terjaga, dipercaya
dan kompetitif.
5. e. Relevansi Etika Dalam Bisnis Modern
Banyak peristiwa bisnis yang menunjukkan penurunan kualitas berbisnis dan merugikan
kepentingan konsumen serta masyarakat luas, seperti tindakan monopoli, penipuan, kerusakan
lingkungan dan sebagainya. Perilaku pebisnis dunia semakin mengkhawatirkan keselamatan
dan kelestarian lingkungan. Keresahan masyarakat terhadap penurunan kualitas kehidupan
manusia semakin besar. Beberapa keadaan mendorong perubahan sistem bisnis antara lain tata
cara bisnis dari bertani berubah cepat menjadi industri menggunakan mekanis dalam
produksinya, sehingga mempercepat produksi dan mempercepat perubahan konstelasi alam
sekitar. Percepatan pembentukan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat industri. Industri
tersebut bisa digunakan untuk tujuan baik maupun buruk atau lebih cepat memusnahkan
lingkungan tergantung pada siapa pemakainya. Namun diyakini bahwa para ilmuwan pencipta
peralatan industry tersebut bercita cita luhur disaat mereka menciptakan peralatan industri
modern tersebut. Terbentuknya masyarakat industri, mengubah filsafat kehidupan kelompok
masyarakatnya. Bentuk bentuk filsafat ketradisionalan bisa saja bertahan bisa juga terhapus
tergantung pada sikap materialistis masyarakat yang terbentuk oleh kehadiran teknologi tinggi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh pada tata cara perilaku
masyarakat.
B. Corporate Social Responsibility (CSR)
1. Pengertian CSR
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu
konsep bahwa organisasi atau perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab
terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan,
pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang
mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat
dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam
melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan
dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus
menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk
jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang.
6. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap
tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak
negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya. Masalah
seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi
yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita
utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup
dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga
melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan.
CSR sebagai sebuah konsep yang semakin populer belakangan ini, belum memiliki definisi
yang tuggal, yang dapat diterapakan dalam sebuah perusahaan, namun ada beberpa definisi
yang dapat di jadikan acuan dalam pengungkapan CSR.
1. The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR
atau tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai: “Continuing commitment by business to
behave athically and contribute to economic development while improving the quality of life
of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.”
Dalam bahasa bebas kurang lebih maksudnya adalah, komitmen dunia usaha untuk terus
menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan
ekonomi, bersamaan dengan pengingkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya
sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas
(Wibisono 2007:7).
2. Menurut (Wibisono 2007:8) CSR dapat didefinisikan sebagai: Tanggung jawab perusahaan
kepada para pemamangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif yang mencangkup aspek ekonomi sosial dan lingkungan
(triple bottom line). Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
3. Kotler dan Lee (2005) dalam (Solihin 2009) memberika rumusan: “corporate social
responsibility is a commitment to improve community well being through discretionary
business practices and contribution of corporate resources” Dalam definisi tersebut, Kotler dan
Lee memberikan penekanan pada kata discretionary yang berarti 9 kegiatan CSR semata-mata
merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan
komunitas dan bukan meruapakan aktifitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan
perundangundangan seperti kewajiban untuk membayar pajak atau kepatuhan perusahaan
terhadap undang-undang ketenagakerjaan. Kata discretionary juga memberikan nuansa bahwa
7. perushaan yang melakukan aktivitas CSR haruslah perusahaan yang telah menaati hukum
dalam pelaksaaan bisnisnya. (solihin 2009:5).
4. Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 pasal 1 ayat 3. Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada
umumnya.
5. Menurut (Prastowo dan Huda 2011:17): CSR adalah mekanisme alami sebuah perusahaan
untuk ‘membersikan’ keuntungan-keuntungan besar yang diperoleh. Sebagaimana diketahui,
cara-cara perusahaan untuk memperolah keuntungan kadang-kadang merugikan orang lain,
baik itu yang tidak disengaja apalagi yang disengaja. Dikatakan sebagai mekanisme alamiah
karena CSR adalah konsekuensi dari dampak keputusankeputusan ataupun kegiatan-kegiatan
yang dibuat oleh perusahaan, maka kewajiban perusahaan tersebut adalah membalikkan
keadaan masyarakat yang mengalami dampak tersebut kepada keadaan yang lebih baik.
6. Definisi menurut ISO 26000 dalam (Prastowo dan Huda 2011) adalah: “Responsibility of
organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment,
through transparent and ethical behavior that contributes to sustainable development, including
health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in
compliance with applicable law and consistent with international norms of behavior; and is
integrated throughout the organization and practiced in its relationship.” Terjemahan bebasnya:
(Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan
kegiatan-kegiatanya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan termasuk kesehatan 10
dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan; sejalan
dengan hukum yang ditetapkan dengan normanorma perilaku internasional; serta terintegrasi
dengan organisasi secara menyeluruh) (Prastowo dan Huda 2011:101). Walaupun perumusan
ISO 26000 tidak berpretensi untuk menyediakan definisi tunggal, setidaknya kalangan
korporasi dan stakeholder yang berkepentingan tentang CSR dapat menghargai jerih paya
perumus ISO 26000 yang telah bekrja selama bertahun-tahun. Sehingga, definisi CSR pada
ISO 26000 ini setidaknya dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menerapkan CSR dengan
baik. Hal yang menarik, bahwa ISO 26000 menegaskan tanggung jawab sosial (social
responsibility/SR) tidak hanya berkaitan dengan perusahaan saja sebagaimana yang dikenal
CSR selama ini. Tetapi, setiap organisasi yang memiliki dampak atas kebijakan-kebijakannya
8. terutama terhadap lingkungan dan masyarakat, direkomendasikan untuk menjalankan CSR
(Prastowo dan Huda 2011:101).
Wacana CSR di Indonesia baru diperbincangkan sekitar tahun 2000 dengan adanya UU nomor
40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun demikian pemahaman tentang Corporate
Social Responsibility pun masih sangat beragam. Dalam Bab V Pasal 74 Undang Undang
Perseroan Terbatas No.40 Tanggal 16 Agustus 2007 disebutkan mengenai Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan sebagai berikut:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkai-tan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelak-sanaannya dilakukan dengan memper-hatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik"
(atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald
McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari
CSR. Perusahaan pada masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek
komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Dengan diterimanya konsep
CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan
berbagai kegiatan sosial di atas. CSR bukanlah sekadar kegiatan amal, melainkan CSR
mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-
sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat
keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan
kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Pada dasarnya CSR adalah bentuk tanggung jawab sebuah perusahaan terhadap stakeholder
atau pemangku kepentingan. Menurut para ahli, CSR memiliki 3 definisi, yakni:
9. 1) Melakukan tindakan sosial, termasuk di dalamnya adalah kepedulian terhadap lingkungan
hidup yang diharuskan dalam peraturan perundangan-undangan.
2) Komitmen usaha yang dilakukan secara etis, beroperasi secara resmi, serta dapat
berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi yang di iringi dengan peningkatan kualitas
hidup karyawan termasuk keluarganya, komunitas lokal, serta masyarakat luas.
3) Komitmen bisnis untuk turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan, komunitas lokal,
serta masyarakat luas dalam rangka untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.
Model Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000. Namun, kegiatan yang esensi dasarnya
sama telah berjalan sejak tahun 1970-an dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari
bentuk community outreach yang paling primitif adalah corporatephilanthropy. Merupakan
sebuah usaha yang sederhana dilakukan oleh perusahaan, atau seseorang, untuk memberikan
dana kepada individu atau kelompok masyarakat, misalnya dalam bentuk beasiswa, donasi
sampai pada bentuk yang komprehensif seperti membangun sekolah.
Menurut Kotler dan Lee, terdapat enam model CSR yang dapat diterapkan di perusahaan,
yaitu:
- Cause Promotion,
- Cause Related Marketing,
- Coporate Societal Marketing,
- Corporate Philanthropy,
- Community Volunteering, dan
- Socially Responsible Business Practice.
Ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan
yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika.
Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat
produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah
menjadi berita utama surat kabar.
Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan
sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas
10. kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa.
Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan
CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktik yang
dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).
2. Fungsi CSR
Berikut ini adalah beberapa penjelasan mengenai fungsi CSR sebagai bentuk tanggung jawab
kepada berbagai pihak yang terlibat:
1) Izin Sosial untuk Beroperasi,
2) Dapat Memperkecil Resiko Bisnis Perusahaan,
3) Dapat Melebarkan Akses Sumber Daya,
4) Memudahkan Akses Menuju Market,
5) Bisa Memperkecil Biaya Pengeluaran,
6) Dapat Memperbaiki Hubungan dengan Stakeholder,
7) Bisa Memperbaiki Hubungan dengan Regulator,
8) Meningkatkan Semangat dan Produktivitas Karyawan,
9) Memperbesar Peluang Mendapatkan Penghargaan.
3. Manfaat CSR
Ada beberapa manfaat jika sebuah perusahaan memiliki program CSR. Berikut ini adalah
ulasan lebih lengkapnya:
a. Manfaat CSR untuk Perusahaan:
Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan (sustainability report) merupakan
upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung
dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur
kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara
mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh
Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes yang menemukan suatu korelasi
11. positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan
perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social
performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang
menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur
belumlah lagi tercapai.
Hasil Survei "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics
International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader
Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam
membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap
karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan &
brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari
opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah
ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang
bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan
tersebut. Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu
ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini :
a. Sumberdaya manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan mempekerjakan masyarakat sekitar.
Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar
pekerjaan, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi
peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat
perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan
lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan
lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai nilai
progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di
antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang
mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya
"penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam
bekerja untuk masyarakat.
12. b. Manajemen risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi
yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui
insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup.
Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa,
pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan
sesuatu dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun
lingkungan yang semuanya merupakan komponen CSR pada perusahaan dapat mengurangi
risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.
c. Membedakan merek
CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika
perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat. Menurut Philip Kotler dan
Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan
terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM).
Kegiatan CSR akan menjamin keberlanjutan bisnis yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena
:
1. Menurunnya gangguan social yang sering terjadi akibat pencemaran lingkungan, bahkan
dapat menumbuh kembangkan dukungan atau pembelaan masyarakat setempat.
2. Terjaminnya pasokan bahan baku secara berkelanjutan untuk jangka panjang.
3. Tambahan keuntungan dari unit bisnis baru, yang semula merupakan kegiatan CSR yang
dirancang oleh
b. Manfaat CSR untuk Masyarakat:
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan meningkatkan kelestarian
lingkungan hidup sekitar.
- Adanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut.
- Meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum.
- Adanya pembangunan fasilitas masyarakat yang sifatnya sosial dan berguna untuk
masyarakat banyak khususnya untuk masyarakat yang berada di sekitar perusahaan
tersebut.
CSR yang Baik dan Sejati :
13. a. CSR seharusnya merupakan aktivitas yang melebihi kepatuhan terhadap undang-undang
dan undang-undang yang berlaku.
b. CSR seharusnya bisa menghasilkan dampak semi permanen bagi perusahaan dan
masyarakat.
c. CSR harus memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan pemangku
kepentingan di dalam dan di luar perusahaan.
d. CSR harus mengandung sistem govermance yang layak, bersamaan dengan transparansi
dan tanggung jawab.
e. CSR seharusnya mengikuti standard ISO 26000.
Pada saat sekarang ini konsep pemasaran sudah berada pada tahap dimana konsumen dalam
membeli produk suatu perusahaan tidak hanya sekedar memperhatikan suatu produk apakah
bisa memenuhi kebutuhan mereka secara lebih efisisen dari pada saingan tapi juga dengan kritis
melihat apakah keberadaan perusahaan telah berkontribusi positif terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan juga apakah keberadaan perusahaan tidak menjadi bencana di
tengah masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan investasi jangka panjang yang
berguna untuk meminimalisasi risiko sosial, serta berfungsi sebagai sarana meningkatkan citra
perusahaan di mata publik. Salah satu implementasi program CSR adalah dengan
pengembangan atau pemberdayaan masyarakat (Community Development). Program CSR
merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability)
perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai sarana
meraih keuntungan (profit centre). Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk
mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disisi lain
masyarakat mempertanyakan apakah perusahaan yang berorientasi pada usaha
memaksimalisasi keuntungan-keuntungan ekonomis memiliki komitmen moral untuk
mendistribusi keuntungan-keuntungannya membangun masyarakat lokal, karena seiring waktu
masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang
diperlukan, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab sosial.
Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola
perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Diperlukan tata kelola perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) agar perilaku pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa
dirujuk dengan mengatur hubungan seluruh kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders)
14. yang dapat dipenuhi secara proporsional, mencegah kesalahan-kesalahan signifikan dalam
strategi korporasi dan memastikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan
segera.
Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk mengembangkan
masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat didalam dan diluar perusahaan
baik secara langsung maupun tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi
sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi diharapkan mampu mengembangkan dan
membangun masyarakat dari berbagai bidang. Kegiatan CSR penting dalam upaya
membangun citra dan reputasi perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan baik
dari konsumen maupun mitra bisnis perusahaan tersebut.
Keputusan manajemen perusahaan untuk melaksanakan program-program CSR secara
berkelanjutan, pada dasarnya merupakan keputusan yang rasional. Sebab implementasi
program-program CSR akan menimbulkan efek lingkaran emas yang akan dinikmati oleh
perusahaan dan seluruh stakeholder-nya. Melalui CSR, kesejahteraan dan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat lokal maupun masyarakat luas akan lebih terjamin. Kondisi ini pada
gilirannya akan menjamin kelancaran seluruh proses atau aktivitas produksi perusahaan serta
pemasaran hasil-hasil produksi perusahaan. Sedangkan terjaganya kelestarian lingkungan dan
alam selain menjamin kelancaran proses produksi juga menjamin ketersediaan pasokan bahan
baku produksi yang diambil dari alam.
Dalam menjalankan tanggungjawab sosialnya, perusahaan memfokuskan perhatiannya kepada
tiga hal yaitu (profit), masyarakat (people), dan lingkungan (planet). Perusahaan harus
memiliki tingkat profitabilitas yang memadai sebab laba merupakan fondasi bagi perusahaan
untuk dapat berkembang dan mempertahankan eksistensinya Dengan perolehan laba yang
memadai, perusahaan dapat membagi deviden kepada pemegang saham, memberi imbalan
yang layak kepada karyawan, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh untuk
pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, membayar pajak kepada pemerintah,
dan memberikan multiplier effect yang diharapkan kepada masyarakat. Dengan memperhatikan
masyarakat, perusahaan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara perusahaan melakukan aktivitas-
aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan,
kualitas hidup dan kompetensi masyarakat diberbagai bidang. Dengan memperhatikan
lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan demi
terpeliharanya kualitas hidup umat manusia dalam jangka panjang. Keterlibatan perusahaan
15. dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi dalam usaha
mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh
kerusakan lingkungan. Dengan menjalankan tanggungjawab sosial, perusahaan diharapkan
C. Risk Management
a. Pengertian Manajemen Resiko
1. Menurut Smith (1990) Manajemen Resiko adalah suatu proses identifikasi, pengukuran,
dan kontrol keuangan dari suatu resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari
sebuah perusahaan atau suatu proyek yang bisa menimbulkan kerusakan ataupun
kerugian pada perusahaan tersebut.
2. Menurut Clough dan Sears, (1994), Manajemen risiko adalah suatu pendekatan yang
komprehensif untuk menangani semua kejadian yang dapat menimbulkan kerugian.
3. Menurut William, et.al., (1995,p.27) Manajemen risiko adalah suatu aplikasi dari
manajemen umum dengan mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan juga
menangani sebab akibat dari ketidakpastian suatu organisasi.
4. Menurut Dorfman, (1998, p. 9) Manajemen risiko adalah suatu proses yang masuk akal
dalam usaha untuk memahami eksposur dari suatu kerugian. Dari pendapat tersebut
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa resiko dapat mengakibatkan kinerja perusahaan
menjadi rendah, resiko tersebut dapat timbul dari dalam perusahaan ataupun pengaruh
dari luar perusahaan.Manajemen resiko menyangkut identifikasi atas kemungkinan
resiko yang akan dihadapi dan juga berusaha melakukan proteksi agar pengaruh dari
resiko tersebut dapat diminimalkan, bahkan ditiadakan sama sekali.
Jadi dapat disimpulkan manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi
dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas
manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi
risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Manajemen risiko
tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti
bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum.
2. Manfaat Manajemen Resiko
Manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko diantaranya:
a. Menurut Mok et al., (1996):
16. 1) Berguna dalam mengambil keputusan untuk menangani masalah-masalah yang sukar.
Memudahkan dalam estimasi biaya.
2) Memberikan pendapat dan juga intuisi dalam pengambilan keputusan yang dihasilkan
dengan cara yang benar.
3) Memungkinkan untuk para pembuat keputusan dalam menghadapi resiko dan
ketidakpastian pada keadaan yang nyata.
4) Memungkinkan untuk para pembuat keputusan dalam memutuskan berapa banyak
informasi dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.
5) Meningkatkan pendekatan yang sistematis dan masuk akal untuk membuat suatu
keputusan.
6) Menyediakan suatu pedoman untuk membantu perumusan masalah.
7) Memungkinkan analisa yang cermat dari suatu pilihan-pilihan alternative.
b. Menurut Darmawi, (2005, p. 11) manfaat dari manajemen risiko yang diberikan terhadap
perusahaan bisa dibagi dalam 5 (lima) kategori utama diantaranya:
1) Manajemen risiko kemungkinan dapat mencegah perusahaan dari suatu kegagalan.
2) Manajemen risiko dapat menunjang secara langsung peningkatan dari laba.
3) Manajemen risiko bisa memberikan laba secara tidak langsung.
4) Adanya ketenangan pikiran bagi para manajer disebabkan adanya suatu perlindungan
terhadap risiko murni, adalah harta non material untuk perusahaan tersebut.
5) Manajemen risiko dapat melindungi sutau perusahaan dari risiko murni, dan karena
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang mempunyai perlindungan,
secara tidak langsung dapat meningkatkan public image.
c. Manfaat manajemen risiko dalam suatu perusahaan sangat jelas, secara implisit
terkandung didalamnya satu ataupun lebih sasaran yang nantinya dicapai manajemen
risiko diantaranya sebagai berikut (Darmawi, 2005, p. 13):
- Survival
- Kedamaian dari pikiran
- Memperkecil biaya
- Menstabilkan suatu pendapatan perusahaan
- Memperkecil ataupun meniadakan gangguan operasi dari perusahaan
- Melanjutkan pertumbuhan dari perusahaan
- Merumuskan tanggung jawab social suatu perusahaan terhadap karyawan dan juga
masyarakat.
3. Tujuan Manajemen Risiko
17. Secara umum ada enam tujuan manajemen risiko dalam perusahaan atau badan usaha,
diantaranya adalah:
1) Melindungi Perusahaan Memberikan perlindungan terhadap perusahaan dari tingkat risiko
signifikan yang bisa menghambat proses pencapaian tujuan perusahaan.
2) Membantu Pembuatan Kerangka Kerja Membantu dalam proses pembuatan kerangka
kerja manajemen risiko yang konsisten atas ririko yang ada pada proses bisnis dan
fungsifungsi di dalam sebuah perusahaan.
3) Mendorong Manajemen Agar Proaktif Mendorong manajemen agar bertindak proaktif
dalam mengurangi potensi risiko, dan menjadikan manajemen risiko sebagai sumber
keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan.
4) Sebagai Peringatan untuk Berhati-Hati Mendorong semua individu dalam perusahaan agar
bertindak hati-hati dalam menghadapi risiko perusahaan demi tercapainya tujuan yang
diinginkan bersama.
5) Meningkatkan Kinerja Perusahaan Membantu meningkatkan kinerja perusahaan dengan
menyediakan informasi tingkat risiko yang disebutkan dalam peta risiko/ risk map. Hal ini
juga berguna dalam pengembangan strategi dan perbaikan proses manajemen risiko secara
berkesinambungan.
6) Sosialisasi Manajemen Risiko Membangun kemampuan individu maupun manajemen
untuk mensosialisasikan pemahaman tentang risiko dan pentingnya manajemen risiko.
4. Derajat Resiko
Derajat risiko adalah ukuran risiko baik lebih besar ataupun risiko lebih kecil. Suatu risiko
diartikan sebagai suatu ketidakpastian, maka risiko yang terbesar terjadi bila ada dua
kemungkinan hasil dimana masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk dapat
terjadi. Klasifikasi Risiko adalah sebagai berikut:
a. Risiko yang bisa diukur dan juga risiko yang tidak bisa diukur
b. Risiko financial dan juga risiko non financial
c. Risiko statis dan juga risiko dinamis
d. Risiko fundamental dan juga risiko khusus
e. Risiko murni dan juga risiko spekulatif
5. Klasifikasi Manajemen Resiko:
18. a. Risiko operasional, yaitu risiko yang muncul disebabkan tidak berfungsinya suatu sistem
internal yang berlaku, kesalahan dari manusia, atau kegagalan dari sistem. Sumber
terjadinya risiko operasional paling tinggi dibanding risiko lainnya yaitu selain bersumber
dari aktivitas yang disebutkan di atas, dapat juga bersumber dari kegiatan operasional dan
juga jasa, akuntansi, sistem teknologi dari informasi, sistem informasi dari manajemen
atau juga sistem pengelolaan dari sumber daya manusia.
b. Risiko eksternal yaitu resiko yang timbul dari faktor lingkungan eksternal, dimana
lingkungan eksternal dapat menimbulkan kondisi yang kondusif bagi bencana yang dapat
menimbulkan kerugian. Kerugian adalah suatu penyimpangan yang tidak diharapkan. Ada
beberapa tumpang tindih di antara kategori ini, tetapi sumber penyebab kerugian dan juga
risiko dapat diklasifikasikan sebagai suatu risiko sosial, risiko fisik, dan juga risiko
ekonomi. Menentukan sumber risiko adalah sangat penting karena akan mempengaruhi
cara penanganannya.
c. Risiko Finansial, yaitu suatu resiko yang dihadapi oleh investor akibat dari
ketidakmampuan emiten saham dan juga obligasi untuk memenuhi kewajiban pembayaran
baik deviden serta pokok pinjaman.
d. Risiko strategis adalah suatu risiko terjadinya keadaaan yang tidak terduga yang bisa
mengurangi kemampuan para manajer untuk dapat mengimplementasikan strateginya
dengan signifikan.
6. Proses Manajemen Resiko
Pemahaman manajemen resiko memungkinkan pihak manajemen untuk terlibat secara efektif
ketika menghadapi ketidakpastian dengan risiko dan peluang yang berhubungan dan juga
meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk dapat memberikan nilai tambah. Menurut
COSO, proses manajemen risiko dibagi ke dalam tahap:
1. Internal environment (Lingkungan internal)
Komponen ini berkaitan dengan adanya lingkungan dimana perusahaan berada dan juga
beroperasi. Cakupannya adalah kultur manajemen tentang risiko, integritas, perspektif
terhadap risiko, penerimaan terhadap risiko, nilai moral, struktur organisasi, dan juga
pendelegasian wewenang.
2. Objective setting (Penentuan tujuan)
Manajemen harus dapat menetapkan objectives (tujuan) dari organisasi agar bisa
mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola suatu risiko. Objective dapat diklasifikasikan
19. menjadi suatu strategic objective dan activity objective. Strategic objective di perusahaan
berhubungan juga dengan pencapaian dan peningkatan kinerja dari instansi dalam jangka
menengah ataupun panjang, dan merupakan suatu implementasi dari visi dan misi instansi
tersebut.
3. Event identification (Identifikasi risiko)
Komponen ini mengidentifikasi kejadian yang potensial, terjadi di lingkungan internal
maupun eksternal organisasi yang akan mempengaruhi strategi ataupun pencapaian tujuan
dari organisasi.
4. Risk assessment (Penilaian risiko)
Komponen ini memberikan penilaian sejauh mana akibat dari events (kejadian atau
keadaan) dapat mengganggu suatu pencapaian dari objectives. Besarnya akibat dapat
diketahui dari inherent dan juga residual risk, dapat dianalisis dalam dua perspektif,
diantaranya: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan impact/consequence (besaran
dari terealisirnya suatu risiko). Besarnya risiko setiap kegiatan organisasi merupakan
perkalian likelihood dan consequence. Penilaian risiko bisa menggunakan dua teknik,
yaitu:
(1) qualitative techniques; dan
(2) quantitative techniques.
Qualitative techniques dapat menggunakan tools seperti self-assessment (low, medium,
high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques
data merupakan angka yang diperoleh dari tools seperti probability based, nonprobabilistic
models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking. Penilaian risiko
untuk setiap aktivitas organisasi dapat menghasilkan informasi berupa peta dan angka
risiko. Aktivitas paling kecil risikonya ada pada aktivitas a dan e, dan aktivitas yang
mempunyai paling risiko paling tinggi dengan kemungkinan terjadi tinggi ada pada
aktivitas d. Aktivitas c, walaupun mempunyai dampak yang besar, tetapi memiliki risiko
terjadi yang rendah.Yang harus dicermati adalah events relationships yaitu hubungan antar
kejadian/keadaan. Events yang terpisah bisa jadi memiliki risiko kecil. Namun, bila
digabungkan dapat menjadi signifikan. Oleh karena itu, risiko yang mempengaruhi banyak
business units perlu untuk dikelompokkan dalam common event categories, dan dapat
dinilai secara aggregate.
5. Risk response (Sikap atas risiko)
Organisasi harus dapat menentukan sikap akan hasil penilaian suatu risiko. Risk response
dari organisasi dapat berupa:
20. a) avoidance, yaitu dihentikannya suatu aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan
risiko;
b) reduction, yaitu mengambil langkah untuk mengurangi likelihood atau impact dari
risiko;
c) sharing, yaitu mengalihkan ataupun menanggung bersama risiko atau sebagian dari
risiko dengan pihak lain;
d) acceptance, yaitu menerima suatu risiko yang terjadi (biasanya risiko yang kecil), dan
tidak ada upaya yang khusus dilakukan.
Dalam memilih sikap (response), perlu untuk dipertimbangkan faktor-faktor dari pengaruh tiap
response terhadap risk likelihood dan impact, response yang optimal sehingga dapat bersinergi
dengan pemenuhan risk appetite and tolerances, analis cost versus benefits, dan juga
kemungkinan peluang (opportunities) yang bisa timbul dari setiap risk response.
6. Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan (policies) dan prosedur untuk
menjamin risk response agar terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian
memerlukan suatu lingkungan pengendalian yang meliputi:
a) Integritas dan juga nilai etika;
b) kompetensi;
c) kebijakan dan juga praktik-praktik SDM;
d) budaya organisasi;
e) filosofi dan juga gaya kepemimpinan manajemen;
f) struktur organisasi; dan
g) wewenang serta tanggung jawab.
Dari pemahaman dari lingkungan pengendalian, dapat ditentukan jenis dan juga aktifitas
pengendalian. Ada beberapa jenis pengendalian, diantaranya adalah preventive, detective,
corrective, dan directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa:
1) pembuatan kebijakan dan prosedur;
2) pengamanan kekayaan organisasi;
3) delegasi wewenang dan pemisahan fungsi; dan
4) supervisi atasan.
21. Aktifitas pengendalian sebaiknya terintegrasi dengan manajemen risiko sehingga
pengalokasian dari sumber daya yang dimiliki organisasi bisa menjadi optimal
Daftar Pustaka
David, Fred R (2012). Strategic Management Concept and Cases. 14 th Edition. Prentice Hall.
New York.
Hapzi Ali, 2018. Modul Manajeen Strategic, UMB Jakarta
Hitt, M.A et, al. (H), Strategic Management; Competitiveness and Globalization, West
Publishing Company, St. Paul, 2009
Pearce, J. A & Robinson, R.B (PR), Strategic Management; Formulation, Implementation and
Control, Irwin Mc Graw-Hill Inc., Singapore, 2013
Thomas L. Wheelen & J.David Hunger, (2010) Strategy Management and Business Policy,
Twelfth Edition,
Thompson, A. A & Strickland, A.J (TS), Strategic Management; Concepts and Cases, 11th
edition, Irwin Mc Graw-Hill Inc., Singapore, 2008