Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang etika profesi akuntansi dan prinsip-prinsipnya seperti tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kerahasiaan.
2) Dokumen tersebut juga membahas tentang kode etik akuntan Indonesia dan penerapannya.
3) Penerapan kode etik yang benar penting untuk menjadikan profesi akuntansi
1. Nama Mahasiswa : Muh. Agus Priyetno
NIM : 55117110052
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CM
ETIKA PROFESI AKUNTANSI
FORUM
Etika Profesi Akuntansi adalah Merupakan suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan
baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai
Akuntan.
Menurut Billy, Perkembangan Profesi Akuntan terbagi menjadi empat fase yaitu,
1. Pra Revolusi Industri
2. Masa Revolusi Industri tahun 1900
3. Tahun 1900 – 1930
4. Tahun 1930 – sekarang
Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya
dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang
mengembangkan profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam
menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang
harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk (1(994) menyatakan bahwa
etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan
pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik
yang merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika professional (Agnes,
1996). Pihak-pihak yang berkepentingan dalam etika profesi adalah akuntan publik, penyedia
informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam
kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan
masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik
ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan
oleh kelalaian baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua,
kode etik bertujuan melindungi keseluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk
orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor
dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat.
Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota,
baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).
2. Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan
dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan.
Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tanggung Jawab profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota
mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota
mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota
juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif
semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan
tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di
masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak
lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung
jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai
kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan
jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan
utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika
yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota
mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi
mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan
merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur
dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi
tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas, Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
3. obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda
dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen.
Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan,
melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan
manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan
melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya,
anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa
profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan
pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak
menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat
pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan
jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi
kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau
menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota
bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah
pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung
jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan, Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut
bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa
terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai
berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional
dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional, Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa,
pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis, Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan
4. dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants,
badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
RUU dan KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Untuk mengawasi akuntan publik, khususnya kode etik, Departemen Keuangan (DepKeu)
mempunyai aturan sendiri yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17 Tahun 2008 yang
mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP (Standar
Profesi Akuntan Publik) dan kode etik. SPAP dan kode etik diterapkan oleh asosiasi profesi
berdasarkan standar Internasional. Misalkan dalam auditing, SPAP berstandar kepada
International Auditing Standart.
Laporan keuangan mempunyai fungsi yang sangat vital, sehingga harus disajikan dengan
penuh tanggung jawab. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun rancangan Undang-
undang tentang Akuntan Publik dan RUU Laporan Keuangan. RUU tentang Akuntan Publik
didasari pertimbangan untuk profesionalisme dan integritas profesi akuntan publik. RUU
Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab dan 60 Pasal , dengan pokok-pokok mencakup lingkungan
jasa akuntan publik, perijinan akuntan publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana.
Sedangkan kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of
Accountants (IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru
kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC. Jadi tidak ada
perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan IFAC.
Adopsi etika oleh Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak
jago kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi
adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar
harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk
kepentingan publik.
Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat
dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami
perbedaaan aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau
perundang-undangan.
APLIKASI KODE ETIK
Meski sampai saat ini belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa pemberhentian
praktek audit oleh dewan kehormatan akibat melanggar kode etik dan standar profesi
akuntan, tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya. Setiap orang yang
memegang gelar akuntan, wajib menaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para
akuntan publik yang sering bersentuhan dengan masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Etika yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh
dari skandal.
Menurut Kataka Puradireja (2008), kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para
pelakunya, yaitu di dalam hati nuraninya. Jika para akuntan itu mempunyai integritas tinggi,
dengan sendirinya dia akan menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan. Dalam kode
5. etik dan standar akuntan dalam memenuhi standar profesionalnya yang meliputi prinsip
profesi akuntan, aturan profesi akuntan dan interprestasi aturan etika akuntan. Dan kode etik
dirumuskan oleh badan yang khusus dibentuk untuk tujuan tersebut oleh Dewan Pengurus
Nasional (DPN).
Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggungjawab dalam
bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan profesional
bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi bertindak
untuk kepentingan publik yang harus menaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik.
Akuntan tidak independen apabila selama periode Audit dan periode Penugasan
Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP
memberikan jasa-jasa non-audit kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang
berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi keuangan, aktuaria dan
audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan.
CONFLICT OF INTEREST PADA PROFESI AKUNTAN
Laporan keuangan yang pada umumnya terdiri dari neraca, perhitungan rugi laba dan laporan
perubahan posisi keuangan merupakan salah satu data yang penting dalam proses
pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga laporan keuangan
tersebut harus mencerminkan posisi keuangan perusahaan secara wajar, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang diterima umum (di Indonesia : Prinsip Akuntansi Indonesia /PAI) agar tidak
menimbulkan penafsiran yang salah atas sumber daya ekonomi perusahaan.
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan seperti pemilik perusahaan,
manajemen (sebagai pengelola usaha), investor dan kreditur (sebagai penyedia dana) dan
lain-lain mempunyai kepentingan yang berbeda atas laporan keuangan.
Perbedaan kepentingan (conflict of interest) ini menimbulkan adanya kemungkinan penyajian
posisi keuangan yang menyimpang dari prinsip akuntansi yang diterima umum, demi
membela kepentingan pihak-pihak tertentu. Hal ini menyebabkan laporan keuangan yang
dihasilkan oleh manajemen perlu diperiksa / diaudit oleh akuntan publik yang independent,
untuk mendapat kepercayaan atas laporan keuangan tersebut.
Adanya jasa pemeriksaan (audit) diharapkan dapat menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda tersebut, dengan memberikan pendapatnya terhadap laporan keuangan
manajemen.
Kwalitas (mutu) pekerjaan akuntan publik diukur dari kepatuhannya terhadap norma
pemeriksaan akuntan dan kode etik.
Fungsi auditor dalam kasus ini adalah sebagai pihak yang memberikan kepastian terhadap
integritas angka-angka akuntansi yang dihasilkan oleh tehnologi akuntansi auditee dan
kemudian angka-angka ini digunakan sebagai dasar untuk pembuatan kontrak antara agen
dan prinsipal (DeFond 1992; Francis dan Wilson 1988; Palmrose 1984).
Jika akuntansi merupakan bagian penting dari proses kontrak dan kos agensi serta bervariasi
sesuai dengan jenis kontrak yang berbeda-beda, maka prosedur akuntansi berpengaruh
terhadap nilai perusahaan dan kompensasi manajer. Berdasarkan teori agensi yang
6. mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self-interest maka kehadiran pihak ketiga yang
independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen, dalam hal ini adalah
auditor independen. Teori keagenan menyatakan bahwa konflik kepentingan antara agen dan
prinsipal membutuhkan adanya kehadiran pihak ketiga yang independen untuk menengahi
konflik diantara kedua pihak tersebut.
Berdasarkan pandangan teori keagenan tampak jelas peran auditor dalam memberikan jasa
atestasi atas laporan keuangan yang dibuat oleh pihak agen dan dijadikan dasar pembuatan
kontrak. Auditor diharapkan memberikan pandangan yang independen tentang kesahihan
angka-angka yang disajikan. Auditor dapat melakukan fungsinya dengan benar jika memiliki
kompetensi yang memadai dan sikap independen.
Faktor Yang Memperngaruhi Integritas, Objektivitas dan Independensi Seorang
Akuntan
Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak
dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak
hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak
lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik.
Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam
penampilan (in appearance). Terdapat empat hal yang menggangu independensi akuntan
publik, yaitu:
1. akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien
2. mengaudit pekerjaan akuntan publik sendiri
3. berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan
4. bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien.
Akuntan publik akan terganggu independensi jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan
manajemen atau karyawan dengan kliennya. Mutual interest terjadi jika akuntan publik
berhubungan dengan audit committee yang ada di perusahaan, sedangkan conflict intetrest
jika akuntan publik berhubungan dengan manajemen.
Cara Mengatasi Conflict Of Interest dalam Etika Profesi Akuntansi
Dari pemaparan di atas, jelas sekali bahwa profesi seorang akuntan akan sangat rentan
dengan gangguan moral dari pihak agen (management) atau dari pihak principal (pemilik
perusahaan). Sehingga seorang akuntan memang sudah sepatutnya untuk menjalankan
tugasnya secara professional mengikuti Prinsip-Prinsip Kode Etik Akuntan yang telah
disepakai dalam Kongres Akutansi. Prinsip Kode Etik Akuntan yang paling cocok dengan
masalah Conflict of Interest adalah prinsip yang keempat yaitu Obyektivitas.
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan pejabat.
Prinsip obyektivitas mengharuskan bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah
7. pengaruh pihak lain. Sudah sangat jelas bahwa setiap akuntan harus memiliki prinsip
obyektivitas yang tinggi dalam menjaankan profesinya sebagai akuntan.
Dengan mematuhi Prinsip Kode Etik Akuntan, seorang akuntan akan terhindar dari Conflict
of Interest yang kemungkinan akan terjadi selama menjalankan tugasnya sebagai
auditor. Laporan-laporan yang dihasilkannyapun akan bersifat independen dan memberikan
opini yang sesuai dengan facta yang ada dan temuan-temuan yang ada, tidak memberikan
opini palsu atas laporan keuangan yang hanya mementingkan kepentingan atau keuntungan
pribadi atau golongan tertentu.
Menurut Don A. Moore dalam jurnalnya yang berjudul ”Conflict Of Interest And The Case of
Auditor Independence : Moral Seduaction and Strategic Issue Cycling” (tahun 2005),
mengatakan bahwa setidaknya ada 5 langkah yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya Conflict Of Interest dalam Profesi Akuntan, yaitu :
1. Auditor harus melakukan audit dan bukan melakukan layanan yang lain.
2. Sebuah perusahaan audit harus disewa untuk suatu periode tertentu, mungkin tiga/lima
tahun, hal ini untuk mengurangi auditor insentif yang bersifat menyenangkan klien
dengan pendapat/opini yang positif
3. Semua pihak terlibat dalam audit baik level eksekutif ataupun staf dilarang untuk
menerima pekerjaan atau bukan bagian dari perusahaan yang sedang diaudit.
4. Auditor harus membuat satu set penilaian independen, bukan sekadar meratifikasi
akuntansi dari perusahaan klien.
5. Auditor seharusnya tidak dipilih oleh manajemen perusahaan tetapi oleh komite audit
dewan direksi.
Referensi :
http://nelo-neloli.blogspot.com/2011/10/etika-profesi-akuntansi.html
http://sefianoarni.blogspot.com/2011/11/tulisan-etika-profesi-akuntansi_9627.html
https://liahibatha.wordpress.com/2010/12/27/conflict-of-interest/
Abdullah, Syukry dan Abdul Halim. 2002. Pengintegrasian Etika dalam Pendidikan dan Riset
Akuntansi . Kompak, STIE YO.
Sukrisno Agoes. 1996. Penegakkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Makalah dalam Konvensi
Nasional Akuntansi III. IAI.
8. QUIZ
1. Jelaskan norma-norma ethics dan kaitannya dengan tugas sebagai staf di
perusahaan/kantor saudara.
Dalam menjalankan usahanya BPJS Ketenagakerjaan telah menerapkan etika bisnis/usaha
dan etika kerja. yang merupakan norma-norma ethics:
1. Etika bisnis menjadi acuan bagi BPJS Ketenagakerjaan dalam melaksanakan
kegiatan usaha termasuk berinteraksi dengan pemangku kepentingan.
2. Etika kerja merupakan sistem yang dianut oleh setiap pimpinan dan pekerja dalam
melaksanakan tugasnya termasuk etika hubungan antar-pekerja dan BPJS
Ketenagakerjaan.
Sebagai badan hukum publik, BPJS Ketenagakerjaan memiliki Visi, Misi, Tata Nilai dan
Etos kerja yang merupakan bagian dari Kode Etik. BPJS Ketenagakerjaan memahami Kode
Etik sebagi sekumpulan norma atau nilai tertulis yang diyakini sebagai standar perilaku
berlandaskan peraturan perundangundangan dan etika kerja. Kode Etik berfungsi sebagai
panduan bagi seluruh karyawan maupun dan pejabat tata kelola tanpa terkecuali, termasuk
Direksi dan Dewan Pengawas. Penerapan Kode Etik tidak hanya dalam perilaku dan
pelaksanaan tugas secara internal, akan tetapi juga dalam membina hubungan dengan
eksternal.
KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN BERISI TENTANG
1. Patuh dan taat pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2. Melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang bertalian dengan
kegiatan keuangan.
3. Menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.
4. Tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi.
5. Menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam hal
terdapat pertentangan kepentingan.
6. Memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang ditetapkan
terhadap keadaan ekonomi, sosial dan lingkungan.
7. Tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi maupun
keluarga.
8. Tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra BPJS
Ketenagakerjaan.
Upaya Penegakan Kode Etik Seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan, termasuk Dewan
Pengawas dan Direksi telah menandatangani pakta integritas yang berisikan tentang:
1. Kepatuhan atas kode etik BPJS Ketenagakerjaan
2. Tindakan pencegahan korupsi, gratifikasi, suap dan kecurangan.
3. Menghindari tindakan yang berpotensi terhadap terjadinya benturan kepentingan.
4. Pelaporan penerimaan gratifikasi.
5. Penyampaian LHKPN bagi pejabat wajib lapor.
9. 6. Menjaga kerahasiaan informasi BPJS Ketenagakerjaan serta melaporkan setiap
pelanggaran melalui saluran pelaporan pelanggaran.
7. Melaporkan setiap pelanggaran melalui saluran pelaporan pelanggaran.
Sosialisasi Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan terus melakukan sosialisasi Kode Etik kepada
karywan dan pejabat tata kelola. Beberapa bentuk sosialisasi yang telah dilakukan sepanjang
tahun 2015-2016:
1. Penyusunan modul E-Learning Good Governance tentang
2. Pelaksanaan Pedoman Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan; Pelaksanaan Pedoman
Benturan Kepentingan;
3. Pelaksanaan Pedoman Perilaku (Code of Conduct);
4. Pedoman Pengendalian Gratifikasi;
5. Pedoman Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL);
6. Pedoman Pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN);
7. Pedoman Pelaksanaan Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System);
8. Sistem Pengendalian Kecurangan (Fraud Control System).
Melalui modul ini karyawan bisa secara mandiri belajar tentang Tata Kelola yang Baik.
Pelaksanaan sosialisasi dan edukasi yang dilakukan di tahun 2015 tidak hanya terbatas
kepada 11 Kantor Wilayah, 121 Kantor Cabang dan 203 Kantor Cabang Perintis. Menjadikan
Good Governance sebagai materi dalam pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk karyawan,
khususnya orientasi persiapan kerja bagi calon-calon karyawan juga menjadi fokus lembaga
dalam rangka internalisasi good governance.
Selain itu dalam proses penerapan etika bisnis BPJS Ketenagakerjaan juga mempunyai
etos kerja dan pedoman prilaku seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan yaitu
· Pedoman prilaku
1. Iman
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, Selalu berpikiran positif | Always Positive
Thinking Memberikan pelayanan tulus ikhlas, Senantiasa mensyukuri anugerah dan karunia
Tuhan, Bersikap amanah, Bekerja bagian dari ibadah kepada Tuhan YME, Memiliki
kesabaran dalam bekerja dan berkarir.
2. Profesional
Selalu mengupayakan hal yang terbaik dalam bekerja, Kompeten dan bertanggung jawab,
Proaktif, tangguh dan pantang menyerah, mengasah diri agar siap menghadapi perubahan
3. Teladan
Harus menjaga perilaku dan menjadi panutan yang baik, Menghormati sesama serta saling
memberi bantuan, dukungan dan bimbingan, Satunya kata dan perbuatan
4. Integritas
Harus dapat dipercaya, Memiliki komitmen dan menjunjung tinggi kode etik profesi, Berani
mengemukakan pendapat untuk kebaikan institusi, Tidak mudah tergoda atau melakukan hal-
hal yang melanggar moralitas dan integritas
5. Kerjsama
10. Mengutamakan keberhasilan organisasi , Selalu menjaga kebersamaan dan kekompakan,
Membangun komunikasi dan kolaborasi untuk tercapainya sinergi , Menghargai perbedaan
pendapat dan selalu berupaya membangun konsesus.
· Etos Kerja (TOPAS)
1. Team Work
Memiliki kemampuan dalam membangun kerjasama dengan orang lain atau dengan
kelompok untuk mencapai tujuan BPJS Ketenagakerjaan.
2. Open Mind
Memiliki kemampuan untuk membuka pikiran dan menerima gagasan-gagasan baru yang
lebih baik.
3. Passion
Bersemangat dan antusias dalam melaksanakan pekerjaan.
4. Action
Segera melaksanakan rencana/ pekerjaan/tugas yang telah disepakati dan ditetapkan bersama
5. Sense
Rasa memiliki, kepedulian, ikut bertanggungjawab dan memiliki inisiatif yang tinggi untuk
memecahkan masalah BPJS Ketenagakerjaan.
Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan maka BPJS Ketenagakerjaan
menjadikan prinsip-prinsip good governance sebagai pedoman/acuan dalam pengelolaan
BPJS Ketenagakerjaan. Prinsip-prinsip good governance itu adalah sebagai berikut:
PRINSIP – PRINSIP GOOD GOVERNANCE BPJS
KETENAGAKERJAAN
Transparancy • Terjaminnya keterbukaan dalam pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam pengungkapan informasi mengenai
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undagan
yang berlaku
Accountability • Terselenggaranya kegiatan usaha BPJS Ketenagakerjaan
yang menjelaskan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung-
jawaban dari setiap pihk yang terkait dengan organ BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan praktif yang berlaku umum.
Responsibility • Terselenggaranya program jaminan sosial oleh BPJS
Ketenagakerjaan yang dapat menjelaskan peranan dan status
dari setiap pihak yang terkait dengan BPJS Ketenagakerjaan
untuk setiap proses pembuatan dan penerapan kebijakan di
11. BPJS Ketenagakerjaan.
Independency • Pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan secara profesional
yang bebas dari benturan kepentingan atau tekanan dan atau
pengaruh dari setiap pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Fairness • Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
setiap pihak yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Predictability • Penerapan hukum, kebijakan dan peraturan secara
konsisten. dalam pelaksanaan program jaminan sosial, hak dan
kewajiban peserta serta penerima manfaat harus ditetapkan,
dilindungi dan diterapkan secara konsisten. untuk menjaga
kesinambungan program yang dijalankan ketika ada perubahan
atas peraturan perundang-undangan, program dan manfaat.
Participation • Memberikan edukasi secara aktif dan kesempatan
keterlibatan pemangu kepentingan secara efektif dengan cara
memberi kemudahan mengakses informasi lembaga dan
kemampuan mereka untuk memahami dan bertindak terkait
informasi tersebut.
Dynamism • Inonasi dalam tata kelola lembaga atau perubahan yang
positif, efeknya adalah untuk menciptakan efisiensi dan
meningkatkan performance lembaga.
2. Apa yang saudara ketahui tentang Conflict Interest dan bagaimana cara mengatasi hal
ini kalau terjadi perusahaan saudara
Konflik kepentingan adalah pertentangan antara loyalitas sebagai seorang profesional dan
kepentingan yang ada di luar itu, yang dapat mengurangi kredibilitas dari agen moral.
Konflik pada umumnya terjadi akibat peran yang kita mainkan dalam kehidupan
bermasyarakat, dan alasan itu melibatkan tugas yang khusus melebihi kewajiban sosial yang
ada. Kesetiaan yang terbagi tidak melibatkan prinsip dasar nilai moral. Orangtua kita selalu
mengajarkan kita untuk tidak berbohong, curang, ataupun mencuri. Mereka tidak mengatakan
apapun mengenai konflik kepentingan. Faktanya di masa sekarang ini konflik kepentingan
muncul sebagai pertanyaan dasar yang menyangkut kejujuran dan kebenaran, dua nilai
prinsip dasar yang penting.
12. Secara umum, konflik kepentingan dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana seorang
individu atau perusahaan (baik swasta maupun pemerintah) berada dalam posisi untuk
mengeksploitasi kapasitas profesional atau pejabat dalam beberapa cara untuk kepentingan
pribadi atau perusahaan. Tergantung pada hukum atau aturan yang terkait dengan sebuah
organisasi tertentu, adanya konflik kepentingan tidak mungkin dalam dan dari dirinya sendiri.
Bahkan, untuk professional sekalipun, maka hampir tidak mungkin untuk menghindari
konflik kepentingan dari waktu ke waktu.
Suatu konflik kepentingan, bagaimanapun bisa menjadi masalah hukum misalnya ketika
individu mencoba (dan / atau berhasil dalam) yang mempengaruhi hasil keputusan, untuk
kepentingan pribadi. Seorang direktur atau eksekutif akan dikenakan kewajiban hukum jika
melakukan koflik. Ada sering kebingungan diantara dua situasi. Sebagai contoh: dalam
bidang bisnis dan kontrol, menurut Institute of Internal Auditor, konflik kepentingan adalah
suatu situasi di mana auditor internal yang dipercaya, memiliki kepentingan profesional atau
pribadi yang bersaing. kepentingan yang bersaing tersebut dapat mempersulit untuk tidak
memihak.Suatu konflik kepentingan dapat mengganggu kemampuan individu untuk
melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara objektif. Cara terbaik untuk menangani
konflik kepentingan adalah untuk menghindari konflik sepenuhnya. Kode etik membantu
mengurangi masalah dengan konflik kepentingan karena mereka dapat menguraikan sejauh
mana konflik tersebut harus dihindari, dan apa yang kedua belah pihak harus lakukan di mana
konflik tersebut diperbolehkan oleh kode etik (pengungkapan, pengingkaran, dll).
Pengertian conflict interest menurut BPJS Ketenagakerjaan
Situasi dimana direksi dan karyawan BPJS Ketenagakerjaan mendahulukan kepentingan
pribadi, keluarga, kelompok maupun pihak lainnya di atas kepentingan BPJS
Ketenagakerjaan yang berpotensi atau menimbulkan kerugian.
1. Memiliki hubungan keluarga s/d derajat ke-3 antar anggota direksi, anggota direksi
dengan dewas
2. Memiliki bisnis yang berkaitan dengan program jaminan sosial
3. Membuta keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan
4. Mendirikan atau memiliki badan usaha yang terkait dengan program jaminan sosial
5. Menyalahgunakan dan mengelapkan aset BPJS Ketenagakerjaan atau dana jaminan
sosial
6. Merangkap jabatan sebagai anggota parpol, pengurus LSM, Pejabat struktural
lembaga pemerintahan dan pejabat di badan usaha dan badan hukum lainnya.
Cara mengatasi conflict Interest BPJS Ketenagakerjaan
Dalam mengatasi conflict Interest BPJS Ketenagakerjaan memegang prinsip-prinsip Good
Governance BPJS Ketenagakerjaan. Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan yang telah
ditetapkan maka BPJS Ketenagakerjaan menjadikan prinsip-prinsip good governance sebagai
pedoman/acuan dalam pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan. Prinsip-prinsip good governance
itu adalah sebagai berikut:
PRINSIP – PRINSIP GOOD GOVERNANCE BPJS KETENAGAKERJAAN
Transparancy • Terjaminnya keterbukaan dalam pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan
13. informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan
perundang-undagan yang berlaku
Accountability • Terselenggaranya kegiatan usaha BPJS
Ketenagakerjaan yang menjelaskan fungsi, pelaksanaan
dan pertanggung-jawaban dari setiap pihk yang terkait
dengan organ BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan praktif
yang berlaku umum.
Responsibility • Terselenggaranya program jaminan sosial oleh BPJS
Ketenagakerjaan yang dapat menjelaskan peranan dan
status dari setiap pihak yang terkait dengan BPJS
Ketenagakerjaan untuk setiap proses pembuatan dan
penerapan kebijakan di BPJS Ketenagakerjaan.
Independency • Pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan secara
profesional yang bebas dari benturan kepentingan atau
tekanan dan atau pengaruh dari setiap pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Fairness • Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
setiap pihak yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Predictability • Penerapan hukum, kebijakan dan peraturan secara
konsisten. dalam pelaksanaan program jaminan sosial, hak
dan kewajiban peserta serta penerima manfaat harus
ditetapkan, dilindungi dan diterapkan secara konsisten.
untuk menjaga kesinambungan program yang dijalankan
ketika ada perubahan atas peraturan perundang-
undangan, program dan manfaat.
Participation • Memberikan edukasi secara aktif dan kesempatan
keterlibatan pemangu kepentingan secara efektif dengan
cara memberi kemudahan mengakses informasi lembaga
dan kemampuan mereka untuk memahami dan bertindak
terkait informasi tersebut.
Dynamism • Inonasi dalam tata kelola lembaga atau perubahan
yang positif, efeknya adalah untuk menciptakan efisiensi
dan meningkatkan performance lembaga.
14. Selain itu Menurut Don A. Moore dalam jurnalnya yang berjudul ”Conflict Of Interest And
The Case of Auditor Independence : Moral Seduaction and Strategic Issue Cycling” (tahun
2005), mengatakan bahwa setidaknya ada 5 langkah yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya Conflict Of Interest dalam Profesi Akuntan, yaitu :
1. Auditor harus melakukan audit dan bukan melakukan layanan yang lain.
2. Sebuah perusahaan audit harus disewa untuk suatu periode tertentu, mungkin tiga/lima
tahun, hal ini untuk mengurangi auditor insentif yang bersifat menyenangkan klien
dengan pendapat/opini yang positif
3. Semua pihak terlibat dalam audit baik level eksekutif ataupun staf dilarang untuk
menerima pekerjaan atau bukan bagian dari perusahaan yang sedang diaudit.
4. Auditor harus membuat satu set penilaian independen, bukan sekadar meratifikasi
akuntansi dari perusahaan klien.
5. Auditor seharusnya tidak dipilih oleh manajemen perusahaan tetapi oleh komite audit
dewan direksi.