Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Business, Universitas Mercubuana.2017.PDF
1. Nama Mahasiswa : Muh. Agus Priyetno
NIM : 55117110052
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
FORUM 2 BE & GG
IMPLEMENTASI “PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS” DI INDONESIA
Filosofi etika bisnis dalam tinjauan di indonesia bisa kita refleksikan pada kondisi
krisis ekonomi sekarang ini. Semakin berlarutnya penanganan krisis membuktikan bahwa
filosofi etika bisnis yang terbentuk di indonesia masih buruk baik itu di kalangan swasta
dalam hal ini pengusaha, pemerintah baik dari pusat maupun daerah di segala tingkatan.
Adanya krisis ekonomi di indonesia disebabkan oleh kebijakan ekonomi pemerintah yang
tidak transparan, akuntabel, tidak memperdulikan kepentingan rakyat dan yang lebih utama
adalah maraknya praktek KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).
Kita melihat bahwa Indonesia selama 30 tahun sebelum adanya krisis dipandang
sebagai negara yang berhasil dan dipuji Bank Dunia sebagai negara yang pembangunannya
telah berhasil dan dimasukkan sebagai bagian dari keajaiban Asia Timur.Tapi setelah adanya
krisis kita dihadapkan pada kenyataan bahwa kita terbelenggu oleh utang yang tidak akan
habis sampai dengan sepuluh keturunan anak cucu kita.Di jaman Soeharto utang dianggap
sebagai pendapatan pembangunan, dikatakan utang khususnya luar negeri dalam
kondisi sustainable jika tidak mencapai 20 % dari total GDP. Kondisi ini tentunya akan
sangat memberatkan pemerintah di kemudian harinya. Karena utang adalah indikator dalam
menentukan soliditas keuangan.
Rendahnya etika bisnis yang merupakan bagian dari filosofi etika bisnis yang terlihat
dari kebijakan pemerintah yang tidak masuk akal tercermin juga pada hal lain, yaitu
kerusakan yang disebabkan oleh praktek KKN (korupsi, kolusi, Nepotisme). Menurut Kwik
Kian Gie KKN adalah sumber dari permasalahan krisis yang terjadi di indonesia. KKN
adalah the roots of all evils. Setiap proyek baik proyek yang didanai oleh pihak luar negeri
atau pemerintah selalu digerogoti oleh para koruptor. Yang terjadi kemudian adalah otak kita
telah dipenuhi oleh otak proyek. Karena dengan adanya proyek tersebut dampaknya adalah
pada pemasukan ke kantong-kantong pribadi yang ujung-ujungnya korupsi.
Contoh kecil lainnya yang mencerminkan filosofi etika bisnis yang berkembang di
indonesia tidak sesuai dengan semestinya yaitu banyaknya di lapangan, misalnya kasus bakso
yang komposisinya terdapat daging babi, boraks, dan bahan-bahan kimia yang dapat merusak
tubuh, dan masih banyak lagi contoh bisnis di sektor kuliner yang menyalahi etika bisnis.
Contoh dibidang jasa yakni permasalah di sektor perfilman, sofware, dsb. Untuk perfilman
sendiri banyak pelaku pembajak yang mengabaikan peraturan-peraturan tentang hak siar,
pendistribusian dan peng-copian film. Mereka (pembajak) hanya memikirkan keuntungan
secara sepihak tanpa melihat pihak yang dirugikan dan parahnya lagi pembajak-pembajak
terebut di dukung oleh masyarakat indonesianya sendiri, alasan mereka(masyarakat
indonesia) memilih barang bajakan karena lebih murah dari harga semestinya.
Selain itu dalam perkembangan filosofi etika dan bisnis terdapat beberapa teori etika yang
harus kita ketahui untuk menilai perilaku manusiawi berstandar moral, dan memberikan
ketepatan nasehat tentang bagaimana bertindak bermoral pada situasi tertentu.
2. 1. Utilitarianisme
Teori utilitarianisme mengatakan bahwa suatu kegiatan bisnis adalah baik dilakukan
jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat.
Teori utilitarianisme sebagai teori etika kegunaan suatu tindakan ekonomis, sesuai
sekali dengan prinsip prinsip ekonomis.
2. Deontologi
Deontologi‟ berasal dari kata Yunani “deon”, berarti kewajiban. Suatu tindakan itu
baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan atau tujuan baik dari tindakan itu,
melainkan berdasarkan kewajiban bertindak baik kepada orang lain sebagaimana
keinginan diri sendiri selalu berlaku baik baik pada diri sendiri.
3. Teori Hak
Setiap insan ekonomis memiliki hak, sejalan dengan itu ia juga memiliki kewajiban
secara ekonomis. Secara moral evaluasi terhadap berbagai peristiwa ekonomis didasari
oleh teori hak. Teori hak ini merupakan pendekatan relatif banyak dipakai
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku seseorang atau sekelompok
orang.
4. Teori Keutamaan
Keutamaan didefinisikan sebagai penggambaran watak menganai perilaku seseorang
dan memungkinkan nya bertingkah laku baik secara moral. Kebijaksanaan, merupakan
suatu keutamaan seseorang sehingga bermodal hal tersebut seseorang mampu
mengambil keputusan tepat dalam berbagai kondisi.
5. Relativisme
Bila selalu dalam kondisi perilaku normal, maka pada dasarnya setiap orang
cenderung bersedia berperilaku utama atau baik. Mereka yakin bahwa adat-istiadat,
agama atau kepercayaan yang dianutnya dari daerah di mana ia dibesarkan diyakini
merupakan adat istiadat terbaik di banding lain-lainnya.
HUBUNGAN PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS DENGAN BUSINESS
ETHICS AND GOOD GOVERNANCE
Dalam kaitannya dengan penerapan etika bisnis dan good governance di Indonesia,
jelas bahwa berbagai praktik seperti penggelembungan nilai proyek untuk memperoleh
pembiayaan bank, memperoleh izin usaha tanpa harus melalui prosedur standar, tingkat
pencemaran lingkungan yang di luar ambang batas toleransi, jelas merupakan praktik yang
salah. Dalam masalah ini problematika paling umum biasanya terjadi melalui pertentangan
antara “kepentingan pribadi dan kelompok atau keluarga” disatu sisi dengan “kepentingan
masyarakat luas/publik” di sisi lainnya. Tanpa dasar moralitas dan etika yang baik serta
tingginya sifat opportunistik yang dimiliki individu, menyebabkan kalangan pemilik
perusahaan bersikap menjadi ethnocentric. Dengan dasar demikian mereka akan
mendahulukan kepentingan pribadi dan/atau kelompok di atas kepentingan orang banyak,
walaupun tindakan yang dilakukan adalah salah. Tindakan ini semakin membahayakan jika
penegakan hukum dan aturan perundangan lainnya yang ditujukan sebagai mekanisme kontrol
perilaku pebisnis, tidak dapat ditegakkan.
Kondisi inilah yang pada akhirnya menyebabkan rapuhnya sendi-sendi perekonomian,
melemahnya institusi, mandulnya sistem hukum, yang pada gilirannya akan merusak sistem
perekonomian nasional secara keseluruhan. “Secara umum dapat disimpulkan bahwa,
disamping berbagai masalah operasional yang berkaitan dengan berbagai infrastruktur yang
diperlukan untuk mendukung terlaksananya GG secara baik, kendala paling utama justru
3. berada pada sisi “manusianya” atau individu yang berada dalam sistem tersebut. Argumen
ini didasarkan pada kenyataan bahwa seberapa canggihpun perangkat sistem yang dimiliki
tidak akan mampu memberikan hasil optimal, jika tidak diiringi oleh kemauan para individu/
pebisnis untuk patuh atau taat asas terhadap aturan main yang telah digariskan. Lebih lanjut,
karena penekanan sistem GG berdasarkan pada prinsip“keseimbangan”, maka kekuatan
pengendali untuk melakukan checks and balances terhadap berbagai aktivitas bisnis mutlak
diperlukan. Melalui mekanisme GG yang dirancang sesuai dengan karakteristik suatu
masyarakat, kekuatan ini hanya akan berfungsi optimal jika semua individu yang terkait
dengan berbagai elemen dalam sistem tersebut berpedoman pada aspek moralitas atau etika
yang terkandung di dalam filosofi bisnis dalam melaksanakan fungsi dan tanggungjawabnya
masing-masing. Untuk itu, diperlukan adanya suatu pedoman filosofi etika bisnis yang jelas
dan terinci agar setiap pelanggaran moral bisa dipertanggung jawabkan di hadapan hukum
formal”.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Kurniawan. 2013. Etika Bisnis di Indonesia. 1 Oktober 2013
Diambil dari : http://komang4d1.blogspot.co.id/2013/09/etika-bisnis-di-indonesia.html
Niki Lukviarman.2004. Etika Bisnis Tak Berjalan di Indonesia: Ada Apa Dengan Corporate
Governance?. Padang. JSB No. 9.Vol 2:139-156.
Modul Perkuliahan Universitas Mercubuana. Business Ethics and Good Governance :
Philosophical Ethics and Buciness. Prof Dr Ir H Hapzi Ali Pre-Msc MM CMA.
4. QUIZ 2 BE & GG
RESUME
“PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS”
Muh. Agus Priyetno
55117110052
Etika berasal dari kata Yunani „Ethos‟ (jamak – ta etha), berarti norma-norma, nilai-
nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, atau adat
istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun
pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan
hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang
yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.
Filosofi adalah studi mengenai kebijaksanaan, dasar- dasar pengetahuan, dan proses
yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu
kenyataan, kehidupan, pengetahuan, nilai, alasan, pikiran dan bahasa (Teichman, 1999).
Etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia
disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu,
etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik
dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan. Etika terbagi menjadi tiga bagian
utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika
terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai
pegangan siap pakai. Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai :
a. Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai
manusia.
b. Masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral
yang umum diterima.
Adapun teori-teori etika yang terdapat dalam filsafat etika bisnis sebagai berikut:
1. Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “ bermanfaat”. Menurut teori
ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang saja melainkan masyarakat keseluruhan. Dalam
rangka pemikiran Utilitarisme, criteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
adalah the greatest happiness of the greatest number “ kebahagian terbesar dari jumlah
orang terbesar”. Contoh dalam kasus, kenapa melestarikan lingkungan hidup merupakan
tanggung jawab moral kita? Utilitarisme menjawab: karena hal ini membawa manfaat
paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan, termasuk juga pada generasi
sesudahnya.
Teori Utilitarisme cocok sekali dengan pemikiran ekonomis, yaitu cost-benefit
analysis yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Sedangkan dalam konteks bisnis
dengan melihat untung dan rugi atau kredit dan debet.
5. Utilitarisme disebut juga sebagai teori teleologis ( dalam yunani telos= tujuan),
karena menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan
perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa,
menurut Utilitarisme tidak pantas disebut baik. Salah satu contoh: menepati janji, berkata
benar, atau menghormati hak orang lain adalah baik karena hasil baik yang dicapai
dengannya, bukan karena suatu sifat internal dari perbuatan-perbuatan tersebut.
Sedangkan mengingkari janji, berbohong dan mencuri adalah perbuatan buruk karena
akibat buruk yang dibawakannya, bukan karena sifat buruk dari perbuatan itu. Dari
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut paham utilitarianisme, bisnis adalah
etis apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan sebesar besarnya manfaat
pada konsumen dan masyarakat. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik
adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya
menimbulkan kerugian. beberapa Utilitaris mengusulkan untuk membedakan dua macam
Utilitarisme yaitu:
a. Utilitarisme perbuatan (act Utilitarisnism)
Disini, prinsip dasar Utilitarisnisme (manfaat terbesar bagi sejumlah orang banyak)
diterapkan pada perbuatan. Dipakai untuk menilai kualitas moral suatu perbuatan
b. Utilitarisme aturan ( rule Utilitarisnism)
Prinsip dasar dari Utilitarisnisme tidak harus diterapkan atas perbuatan yang kita
lakukan, melainkan atas aturan moral yang kita terima bersama dalam masyarakat
sebagai pegangan bagi perilaku kita.
2. Deontologi
Istilah “deontology” berasal dari kata yunani deon yang berarti kewajiban. Yang
menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Konsekuensi perbuatan
dalam hal ini tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan tidak pernah menjadi baik
karena hasilnya baik, melainkan hanya karena wajib dilakukan. Jika kita lihat orang
beragama berpegang pada pendirian deontology ini. Untuk pertanyaan mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan lain adalah buruk, orang beragama menjawab: karena
diperintahkan atau dilarang oleh tuhan.
3. Teori Hak
Teori hak paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan
atau perilaku. Teori hak merupakan suatu aspek dari teori deantologi, karena hak
berkaitan dengan kewajiban. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak dan kewajiban
bagaikan dua sisi mata uang logam yang sama. Teori hak sangat cocok dengan pemikiran
demokratis, yaitu hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat manusia itu sama.
Entah seseorang itu kaya atau miskin, atau dalam keadaan ekonomis yang sedang, dari
segi martabatnya tidak ada perbedaan dan akibatnya ia tidak boleh diperlakukan dengan
cara berbeda.
4. Teori Keutamaan
Menurut teori sebelumnya, baik buruknya perilaku manusia berdasarkan suatu
prinsip atau norma, kalau sesuai dengan norma, maka perbuatan tersebut adalah baik, dan
kalau tidak sesuai, perbuatan adalah buruk. Dalam konteks utilitarisme, suatu perbuatan
adalah baik, jika membawa kesenangan sebesar-besarnya bagi jumlah orang banyak.
Dalam konsep deontology, suatu perbuatan adalah baik, jika sesuai dengan prinsip.
Namun menurut teori hak, perbuatan adalah baik jika sesuai dengan hak manusia. Dan
kesemua teori ini didasarkan atas prinsip (rule based). Teori terakhir adalah teori
keutamaan (virtue), yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan:
6. apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur atau murah hati, melainkan apakah orang
tersebut bersikap adil, jujur, murah hati dan sebagainya. Keutamaan yang harus menandai
pebisnis perorangan diantaranya: kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan.
a. Keutamaan pertama: kejujuran. Orang yang mempunyai keutamaan kejujuran tidak
akan berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Salah satu contohnya: pedagang
mobil bekas tidak jujur, bila ia mengatakan bahwa mesin mobil baru direvisi,
padahal revisi itu tidak pernah terjadi atau bila ia mempermainkan penghitung
kilometer.
b. Keutamaan kedua, fairness atau “keadilan”. Fairness adalah kesediaan untuk
memberikan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan
“wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam
suatu transaksi. Insider trading adalah contoh cara berbisnis yang tidak fair. Yaitu
menjual saham atau membeli saham berdasarkan informasi dari dalam yang tidak
tersedia bagi umum.
c. Keutamaan ketiga, kepercayaan. Pebisnis yang memiliki keutamaan ini, bersedia
untuk menerima mitranya sebagai orang yang bisa diandalkan. Ada beberapa cara
untuk mengamankan kepercayaan, salah satunya adalah memberikan garansi dan
jaminan. Bila perdagangan mobil bekas adalah salah satu sector yang dicurigai,
bisnis ini bisa memberi garansi satu tahun untuk setiap mobil yang dijualnya, guna
menciptakan kepercayaan.
d. Keutamaan keempat adalah keuletan. Keuletan dalam bisnis cukup dekat dengan
keutamaan lebih umum yang disebut “ keberanian moral”.
DALAM HAL KAITANNYA DENGAN PENERAPAN “PHILOSOPHICAL ETHICS
AND BUSINESS” DI INDONESIA
Dalam hal kaitannya dengan BUMN yang ada di Indonesia, filosofi etika bisnis sudah
tercantum dalam pedoman pelaksanaan penyusunan Pedoman GCG yang spesifik untuk
masing-masing BUMN. Pedoman tersebut mencakup berbagai kebijakan yang sekurang-
kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut
a. Visi, misl dan nilai-nilai perusahaan,
b. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, Komite-Komite
Penunjang Dewan . Komisaris, dan Pengawasan Internal,
c. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya efektifitas fungsi masing-masing
organ perusahaan,
d. Kebijakan· untuk memastikan akuntabilitas dan efektifitas pengendalian internal
dan laporan keuangan,
e. Pedoman perilaku (code of conduct) yang didasarkan pada etika bisnis yang
disepakati,
f. Sarana pengungkapan informasi untuk pemangku kepentingan (public disclosure),
g. Kebijakan penyempumaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka memenuhi
prinsip GCG
Untuk menerapkan GCG dengan lebih baik, Kementrian BUMN juga melaksanakan
fit and proper test, terhadap calon direksi BUMN. Diharapkan agar BUMN tidak hanya
menjadikan GCG sebagai slogan semata, namun menjadikannya sebagai nilai budaya yang
diterapkan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Selanjutnya Kementerian BUMN terus
memonitor dan menilai, antara lain melalui assesment terhadap 28 BUMN dan review
7. terhadap pelaksanaan GCG yang dilakukan terhadap 16 BUMN. Dalam rangka meningkatkan
efektivitas penilaian terhadap praktik-praktik GCG BUMN dilakukan penyempumaan
indikator dan parameter dalam rangka assessment dan review GCG yang dilaksanakan
bersama BPKP yaitu: indikator semula 86 item menjadi 50 item; dan parameter semula 253
item menjadi 160 item.
Hal lain yang terkait dalam pemantapan pelaksanaan GCG adalah penyempumaan
Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 dengan melibatkan unit internal
terkait dan bekerjasama dengan BPKP, National Committee Corporate Governance serta
Antara Harapan dan Kenyataan pejabat BUMN dan keglatan workshop yang diadakan untuk
mengumpulkan masukan-masukan yang diperlukan. Proses tersebut menghasilkan
penyempurnaan peraturan berupa Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-
06IMBUI2007 tanggal 31 Juli 2007 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara.
Namun, apakah hal terse but sudah memadai dan bagaimana substansi yang telah
dicapai? BPKP menllai saat inl penerapan GCG oleh BUMN masih merupakan sebagai
keharusan karena merupakan perintah dari atasan. GCG belum bisa berakar, sebagai pola
yang ber/aku di perusahaan. Meneg BUMN melalul Surat Edaran No 117/MMBUI2002,
memang mengharuskan BUMN untuk menerapkan prinslp-prinsip GCG. Alat uji yang
dilakukan o/eh BPKP adalah Surat Keputusan Meneg BUMN No. 117 tahun 2002. Yang
mewajibkan perusahaan untuk menerapkan prinsip dan praktik GCG. Sebagai landasan
operasional perusahaan, GCG dapat dijadikan sebagai ruh dalam konteks manajemen yang
luas, sebagai soft control bagi kegiatan operasional seharihari. Diyakini penerapan GCG akan
mampu meningkatkan nilai perusahaan.
Namun pencapalan yang diharapkan maslh belum memuaskan, karena GCG masih
berwujud slogan dan program yang harus dilaksanakan karena adanya tuntutan atau perintah
dari atasan. Berdasarkan pengujian oleh BPKP BPKP saat ini kebanyakan BUMN dalam
menerapkan GCG masih berslfat mandatory, sehingga kesadaran ber-GCG harus terus
ditingkatkan.
Kemudian penyimpangan-penyimpangan dan praktek KKN di tubuh BUMN belum
sepenuhnya dapat dibersihkan. Berbagai kasus yang mel/batkan para petinggi BUMN masih
sering terdengar. Hasil survey Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menemukan indikasi
korupsi sekitar Rp10,484 triliun di sejumlah BUMN selama periode 2004-2006 merupakan
Informasi tentang masih lemahnya penerapan GCG dan etika bisnis pada BUMN kita.
GCG pada BUMN sebalknya menjadi ruh dalam konteks manajemen yang luas,
sebagai soft control bagi kegiatan operasional sehari-hari. Etika bisnis bukan hanya sebatas
buku saku "code of conduct" melainkan dijalankan dan menjadi corporate culture di BUMN.
Jadi proses intemalisasi code of conduct tersebut bukan hanya secara formal, melainkan lebih
mengutamakan subtsansinya. Diyakini penerapan GCG akan mampu meningkatkan nilai
perusahaan. Adanya intervensi dari berbagai pihak seperti pemerintah, legislative ikut
memperlemah kinerja pencapaian GCG, karena BUMN menjadi rentan terhadap conflict of
interest dari masing-maslng stakeholder terse but.
Sebuah korporasi akan maju dengan baik manakala dalam pengambilan keputusan tidak ada
afiliasi yang mengintervensi dirinya. Sebaiknya BUMN terbebas dari Intervensl pihak-pihak
yang selama ini cenderung mengutamakan kepenti~an golongan dan keuntungan sesaat.
Bila manajemen BUMN dapat mengelola asetnya sesuai dengan prinsip-prinsip GCG
diharapakn dapat diperoleh 5 (manfaat).
1. BUMN memperoleh nilai perusahaan (corporate value) secara maksimal.
2. BUMN memiliki daya saing yang sangat kuat, baik secara nasional maupun
internasional.
3. Kontribusi BUMN kepada pemerintah berupa deviden dan pajak lebih meningkat.
8. 4. Pengelolaan BUMN lebih transparan, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada public
5. Kinerja BUMN akan lebih bagus karena ROA lebih baik.
KESIMPULAN
Semua pelaku bisnis harus menyadari tanggung jawabnya terhadap para pemangku
kepentingan perusahaan dan membuat keputusan yang mencerminkan tanggung jawab ini.
Pemangku kepentingan perusahaan terdiri dari pelanggan, karyawan, pemegang saham dan
kreditor. Etika bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang
sama, yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang
memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi atau
sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Hal ini terjadi karena adanya beberapa teori etika yaitu , etika teleologi, deontologi, teori hak
dan teori keutamaan (Virtue Theory).
HAL – HAL YANG DIREKOMENDASIKAN
1. Perlu adanya upaya perbaikan menyeluruh yang mencakup pembenahan seluruh
komponen pemerintahan, swasta dan masyarakat serta sistem GG guna mendukung
terlaksananya penerapan mekanisme kontrol untuk menjamin berjalannya sistem ini
secara seimbang dan berkesinambungan sehingga etika bisnis yang akan tumbuh dan
berkembang sebagai dasar dari filosofi etika bisnis.
2. Harus diadakan penegakan hukum dan lembaga pendukungnya secara penuh di dalam
menjaga berjalannya sistem secara benar, sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan
terhadap hal-hal yang melanggar atau menganggu jalannya GG dan Etika Bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Modul Perkuliahan Universitas Mercubuana. Business Ethics and Good Governance
Philosophical Ethics and Business. Prof Dr.Ir.H.Hapzi Ali pre-Msc MM CMA.
Dedy Djefris.2008.Implementasi Good Corporate Governancedan Etika Bisnis pada Badan
Usaha Milik Negara (bumn): Antara Harapan dan Kenyataan. Padang. Jurnal Akuntansi &
Manajemen Vol 3. No. 1: 45-57.