Dokumen tersebut membahas tentang etika bisnis dan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) pada perbankan, khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dibahas pula definisi, fungsi, kegiatan, manajemen, dan tujuan pendirian BPR. Etika bisnis dipandang penting untuk mencapai tujuan perusahaan dan GCG agar BPR dapat berkinerja lebih baik.
Be & gg, Febi Nofita Sari, Prof Hapzi Ali, etika bisnis perbankan, universitas mercu buana, 2017
1. BUSSINESS ETHIC & GOOD GOVERNANCE
Etika Bisnis (Nilai Etika) Pada Perusahaan Perbankan
Nama : Febi Nofita Sari
NIM : 55117110128
Dosen : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Program Studi Magister Manajemen
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA
2017
2. ABSTRAK
Etika bisnis sangatlah diperlukan dalam proses untuk terciptanya good
corporate governance, dan merupakan cara yang baik serta efektif dalam mengatur,
mengkoordinir, menyamakan persepsi dalam proses aktivitas bisnis agar tercapainya
tujuan yang diharapkan. Melaksanakan Etika Bisnis dimulai dari pembentukan visi dan
misi perusahaan,dimana akan menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjang
perusahaan dalam mencapai keselarasan tujuan yang diharapkan, oleh sebab itu, agar
tercapai tujuan dari perusahaan tersebut maka haruslah perusahaan merumuskan dan
menerapkan nilai- nilai Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku perusahaan kedalam etika
bisnis sesuai dengan prinsip GCG dan budaya kerja perusahaan agar dapat
mempengaruhi, membentuk dan menetapkan standar tingkah laku baik bagi Pengurus
maupun pegawai dalam menjalankan segenap aktifitas bisnis agar lebih terukur dan
terarah. PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu bank swasta dimana
bank yang sahamnya dimiliki oleh perorangan dan dalam proses kegiatan bisnisnya
menjadi tantangan karena besarnya persaingan dalam dunia bisnis yang ada saat ini dan
etika berbisnis haruslah dikedepankan.
I. Pendahuluan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperketat bisnis Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) dengan penerapan good corporate governance (GCG) dan manajemen
risiko demi menghasilkan kinerja yang lebih baik.
Penerapan tata kelola yang baik atau GCG untuk BPR rencananya diterapkan
pada 2017 dan aturan Manajemen Risiko (MR) pada 2021. Hal ini tertuang dalam
Peraturan OJK (POJK) No 4/2015 tentang Penerapan Tata Kelola yang Baik bagi BPR
dan POJK No 13 /2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi BPR.
Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) antara pihak yang memiliki dana dengan pihak yang memerlukan dana
serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar aliran lalu lintas pembayaran, juga
mempunyai peran sebagai pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas
sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang berkinerja baik, transparan dan
dapat dipertanggung jawabkan.
Kebutuhan implementasi Good Corporate Governance (GCG) merupakan
keharusan dan harus mengarah kepada implementasi yang terukur.Oleh karena itu,
Bank merumuskan dan menerapkan nilai-nilai perusahaan ke dalam perilaku dan etika
bisnis sesuai dengan prinsip-prinsip GCG dan budaya kerja perusahaan (corporate
culture) ke dalam Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku Bank. Pedoman Etika Bisnis dan
Perilaku Bank ini merupakan kodifikasi atau kompilasi kebijakan, peraturan pegawai,
dan kesepakatan yang telah dibangun bersama antara Bank dengan pegawai yang akan
mempengaruhi, membentuk, dan menetapkan standar tingkah laku, baik bagi Pengurus
maupun pegawai dalam menjalankan segenap aktifitas bisnis.
Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku Bank juga dipandang sebagai acuan yang
akan mengarahkan seluruh Pengurus dan Pegawai Bank untuk mengatur diri sendiri
3. atas dasar kepentingan bersama antara pegawai Bank dengan semua stakeholders dan
memastikan bahwa produk, jasa serta aktivitas yang dilakukan oleh Bank telah
memenuhi pedoman perilaku dan etika bisnis yang telah ditetapkan. Selain itu,
Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku Bank juga berfungsi untuk mengembangkan
hubungan yang baik antara Komisaris, Direksi dan pegawainya dengan pihak-pihak
luar yang terkait dengan usaha Bank berlandaskan prinsip-prinsip GCG dan penerapan
perilaku dan etika bisnis sesuai budaya kerja Bank.
Implementasi Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku Bank, baik kepatuhan ataupun
ketidakpatuhannya menjadi salah satu aspek penilaian kinerja pegawai. Oleh karena itu,
Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku Bank ini akan selalu dijadikan pedoman dalam
penyusunan kebijakan, manual/prosedur maupun praktek-praktek manajemen yang ada
pada Bank. Penerapan Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku Bankyang konsisten akan
menunjukan bahwa BPR adalah Bank yang menjunjung tinggi nilai-nilai bisnis yang
luhur dan etika dalam menjalankan usaha, sekaligus dalam rangka menegakan prinsip-
prinsip GCG. Sebagai pedoman perilaku dan etika bisnis Bank, Pedoman Etika Bisnis
dan Perilaku Bank sangat sejalan dengan visi dan misi yang ingin dicapai oleh Bank
dan didukung oleh nilai-nilai yang dijunjung tinggi sehingga dapat menunjang
terciptanya budaya kerja yang kuat (strong corporate culture). Namun demikian, etika
selalu menjadi bagian dalam hidup masyarakat secara lebih luas.Etis tidaknya suatu
prilaku sangat tergantung dari standar persepsi masyarakat sekitarnya.
Dengan demikian masalah etika sangat erat hubungannya dengan persepsi
sosial dari kondisi dimana perilaku tersebut dilakukan. Dengan ungkapan lain dapat
dikatakan bahwa suatu perilaku bisa dipersepsikan secara berbeda bila dilakukan pada
situasi (konteks kejadian) yang berbeda. Kerjasama umumnya terjalin dan berkembang
bila kedua belah pihak memiliki kesamaan atau kesesuaian nilai-nilai yang
dianut.Untuk menjunjung tercapainya kesamaan dan kesesuaian nilai-nilai yang dianut
pegawai Bank, maka penting untuk memahami filosofi dalam merumuskan Pedoman
Etika Bisnis dan Perilaku Bank tersebut.
Menurut (Mustika, 2010) etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang
sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-
creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.Biasanya dimulai dari
perencanaan strategis organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung
oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen.
Seperti yang diungkapkan Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin
sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1.Produk yang baik
2.Manajemen yang baik
3.Memiliki Etika
Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk
masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi,
finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka
4. kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan
tersebut.
Pembicaraan mengenai etika dalam bisnis menjadi muncul kembali dapat
disebabkan oleh pertama, adanya pihak-pihak yang dirugikanoleh karena perilaku
pihak lain. Kedua, para pengamat melihat bahwa, perkembangan praktek
bisnis/perbankan yang ada sekarang ini cenderung akan berakibat yang tidak
diinginkan. Etika dalam bisnis dan perbankan ini terkait dengan moralitas, perbuatan
moral yang diartikan sebagagi perbuatan baik dan perbuatan buruk dalam kegiatan
bisnis/perbankan. Dalam hubungan itu etika menyentuh aspek individu dan perturan
sosial.
Hubungan antar manusia adalah sangat peka karena sering dipengaruhi oleh
emosi yang kadangkala kurang rasional. Dalam hubungan itulah, timbul peraturan-
peraturan yang kita sebut norma atau kaidah yang dapat menumbuhkan adanya suatu
jaringan peraturan-peraturan, norma atu kaidah yang sangat erat bahkan berhubungan
satu dengan yang lain.
II. Tinjauan Literatur
Pengertian BPR
Menurut Undang-Undang Perbankan No.14 tahun 1967, pengertian bank adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang. Selanjutnya berdasarkan penjelasan tentang
Undang-Undang Perbankan yang baru yaitu Undang-Undang Perbankan No.7 tahun
1992 maka dilakukan langkah-langkah penyempurnaan tata perbankan di Indonesia
diantaranya adalah langkah-langkah penyederhanaan jenis bank menjadi bank umum
dan bank perkreditan rakyat (BPR) serta memperluas ruang lingkup dan batas kegiatan
yang dapat diselenggarakannya. Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 tahun 1992,
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. (Kasmir,2004)
Sehubungan dengan penyederhanaan jenis bank yang terdapat di Indonesia
sesuai dengan Undang-Undang Perbankan No.7 tahun 1992 yang disempurnakan lagi
menjadi Undang-Undang Perbankan No.10 tahun 1998 maka jenis bank yang terdapat
di Indonesia adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR).
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa :
a. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
b. BPR adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak yang
5. melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Jenis dan Bentuk Hukum BPR
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No 10tahun 1998, BPR diklasifikasikan
menjadi : (Irmayanto,dkk,2004)
1. BPR Badan Kredit Desa, terdiri dari :
a. Bank Desa
b. Lumbung Desa
2. BPR Bukan Badan Kredit Desa, terdiri dari :
a. BPR eks LDKP
b. Bank Pasar
c. BKPD (Bank Karya Produksi Desa)
d. Bank Pegawai
3. LDKP (Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan)
Adapun bentuk hukum BPR adalah :
a. Perusahaan Daerah
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas
d. Bentuk Lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Fungsi dan Kegiatan BPR
Adapun fungsi BPR adalah sebagai berikut : (Manurung dan Rahardja,2004)
1.Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak memiliki
akses
ke bank umum
2.Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar
ekselarasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih dipercepat
3.Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan
4.Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga
keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan rentenir
Kegiatan usaha yang diperkenankan bagi BPR secara umum adalah sebagai berikut :
1.Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka,
6. tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
2. Memberikan kredit
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
4. Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito,
dan atau tabungan pada bentuk lain
Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 tahun 1992, kegiatan atau usaha yang
dilarang bagi BPR adalah :
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
3. Melakukan usaha perasuransian
4. Melakukan penyertaan modal
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan yang ditetapkan di atas
Tujuan Pendirian BPR
Pendirian BPR memiliki tujuan, yaitu : (Irmayanto,dkk,2004)
1. Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi
masyarakat pedesaan
2. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan sehingga para
petani, nelayan dan para pedagang kecil di desa dapat terhindar dari lintah darat,
pengijon dan pelepas uang
3. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan
sesederhana mungkin sebab yang dilayani adalah orang-orang relatif rendah
pendidikannya
4. Ikut serta memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut
membantu rakyat dalam berhemat dan menabung dengan menyediakan tempat
yang dekat, aman, dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil
Manajemen BPR
Manajemen BPR terdiri dari dua yaitu : (Pandia,dkk,2005)
1. Manajemen Umum
Diarahkan untuk melihat kualitas manajemen organisasi suatu bank yang meliputi :
a. Strategi/sasaran
Kebijaksanaan umum yang tercermin dalam rencana kerja satu tahun dan strategi
pencapaiannya. Rencana tersebut harus mencerminkan kondisi ekonomi suatu daerah
di mana bank berlokasi, sasaran dan strategi untuk merealisasikan kelancaran
pelaksanaan tugas.
7. b. Struktur
Pembagian fungsi dan tugas yang mencerminkan seluruh kegiatan BPR. Termasuk
dalam unsur ini adalah batas tugas dan wewenang yang menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas.
c. Sistem
Keseluruhan sistem operasional yang digunakan dalam pelaksanaan tugas masing-
masing satuan kerja operasional seperti sistem akuntansi, sistem penghimpunan dan
penanaman dana, serta sistem pengamanan terhadap dokumen-dokumen penting
maupun sistem pengawasan yang berkaitan.
d. Kepemimpinan
Gaya dan semangat kepemimpinan yang dominan dalam pengelolaan BPR. Termasuk
didalamnya adalah kemampuan manajerial direksi dalam mengelola sumber daya
(human, capital, techno logy) yang dimiliki o leh BPR.
2. Manajemen Resiko
Diarahkan untuk meminimumkan resiko yang dihadapi oleh BPR dengan
memperhatikan prinsip kehati-hatian yang meliputi :
a. Resiko Likuiditas
Meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan resiko yang
dihadapi BPR dalam menyediakan alat -alat likuid untuk dapat memenuhi kewajiban-
kewajibannya serta kemampuan memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa
terjadi penangguhan.
b. Resiko Kredit
Meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan resiko
keuangan yang mungkin timbul karena debitur cidera janji atau gagal memenuhi
kewajibannya kepada BPR.
c. Resiko Operasional
Meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan resiko yang
timbul akibat BPR tidak konsisten mengikuti aturan-aturan yang berlaku.
d. Resiko Hukum
Meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan resiko yang
timbul akibat BPR kurang memperhatikan persyaratan-persyaratan hukum yang
memadai dalam penyelenggaraan kegiatan BPR.
e. Resiko Pemilik dan Pengurus
Meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan resiko yang
timbul bagi BPR karena sikap, karakter atau pandangan pemilik pengurus yang selalu
berupaya mencari peluang untuk memanfaatkan BPR untuk kepentingan pribadi
8. Tinjauan Perusahaan
Latar belakang didirikannya PT. BPR Central Artha Rezeki yang bertempat di Bumi
Serpong Damai Sektor 1.1 Blok D.10 Tangerang, Banten 15318 Berdiri pada tanggal
09 Februari 2004.
Visi PT. BPR Central Artha Rezeki adalah:
Menjadi BPR yang Besar dan Sehat
Misi BPR Central Artha Rezeki :
1. Membantu Masyarakat UMKM agar dapat tumbuh berkembang
2. Mengelola BPR Dengan Profesional
3. Meningkatkan Brand Image BPR kepada Masyarakat
Pengertian Etika Bisnis
Etika berasal dari kata Yunani ethos bentuk jamaknya ta etha berarti adat
istiadat. Etika berhubungan dengan kebaikan hidup, kebiasaan ataukarakter baik
terhadap seseorang, masyarakat atau terhadap kelompok masyarakat.Etika adalah
sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku jujur, benar dan adil. Etika
merupakan cabang ilmu filsafat, mempelajari perilaku moral dan inmoral, membuat
pertimbangan matang yang patutdilakukan oleh seseorang kepada orang lain atau
kelompok tertentu.Etika dikategorikan sebagai filsafat moral atau etika normatif
(perilaku normatif). Etika normatif mengajarkan segala sesuatu yang sebenarnya
benar menurut hukum dan moralitas.
Pengertian etika menurut A. Sony Keraf dapat disarikan bahwa , pertama etika
itu berarti adat istiadat atau kebiasaan ini berarti etika persis sama dengan moralitas
yang juga berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini etika dan moralitas
sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai
manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian
terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama
sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan.
Menurut Velasquez, dalam Agus Arijanto bahwa etika bisnis merupakan studi
yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah . Studi itu berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana ditetapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis
(2011 :6) Ada juga yang menyebutkan bahwa etika bisnis adalah prinsip dan standar
moral yang dijadikan pedoman bagi perilaku dalam dunia bisnis.
Prinsip umum etika bisnis adalah prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan
bisnis yang baik yang sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai
manusia dan sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing
9. masyarakat misalnya bisnis Jepang dipengaruhi oleh nilai masyarakat Jepang, bisnis
Amerika dipengaruhi oleh nilai masyarakat Amerika, bisnis Indonesia dipengaruhi oleh
nilai masyarakat Indonesia.
Prinsip yang berlaku dalam bisnis adalah penerapan prinsip etika, umumnya
antara lain :
Prinsip Otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan, unsur-unsurnya adalah, kebebasan,
tanggungjawab, jujur.
Prinsip Kejujuran
o Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan
kontrak.
o Kejujuran relevan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan
harga yang sebanding.
Prinsip Keadilan
o keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama : sesuai
dengan aturan yang adil & sesuai kriteria yang rasional obyektif dan
dapat dipertanggujawabkan.
Prinsip saling menguntungkan. Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan
sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
Intergritas Moral. Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam
diri pelaku bisnis atau perusahaan agar perlu menjalankan bisnis dengan
menjaga nama baik atau nama baik perusahaan.
Dalam etika bisnis antara lain dibahas mengenai bagaimana pebisnis harus :
o Memperhatikan konsumen dan keselamatannya dalam membuat
produk.
o Memperhatikan lingkungan sekitar sebagai wujud corporate social
responsibility.
o Membuat iklan yang tidak menyesatkan konsumen.
o Memperhatikan pegawainya.
o Hal-hal lain yang berkaitan dengan bisnisnya.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni
bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis
dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan
menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya.
Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara
yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara
yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
10. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku
tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi
benturan dengan hak orang lain.
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama,
dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara
perseorangan ataupun secara kelompok.
Perilaku bisnis pada umumnya didasarkan pada rangkaian keputusan yang
dibuat oleh perusahaan. Dilihat dari kekuatan dan tekanan eksternal yang memaksakan
perilaku perusahaan, maka keputusan yang diambil tersebut dipandu oleh hal-hal
berikut ini:
1. Tujuan yang akan dicapai
2. Pedoman-pedoman yang harus dipatuhi dan berasl dari luar perusahaan, seperti
yang diamanatkan oleh hokum yang berlaku.
3. Pedoman-pedoman yang dibuat bersama dengan pihak lain, dalam bentuk
perjanjian.
4. Pedoman-pedoman yang patut dipatuhi, yang merupakan kebiasaan, falsfah
perusahaan, budaya perusahaan dan etika bisnis.
Proses pengambilan keputusan itu, secara konseptual akan mengambil jalan
rsaional, yang selanjutnya dengan pertimbangan suatu nilai yang dipercayai sebagai
sesuatu yang patut dipertimbangkan akan membuahkan keputusan akhir yang akan
dijalankan oleh perusahaan. Proses ini berjalan simultansampai suatu keputusan yang
dianggap tepat tercapai. Langkah-langkah dalam proses ini adalah:
1. Merumuskan persoalan
2. Mendapatkan informasi yang relevan
3. Mendapatkan alternative pemecahan
4. Memilih salah satu alternatif atas dasar suatu kriteria tertentu.
Etika Perbankan ialah suatu kesepakatan para bankir yang merupakan suatu
norma sopan santun dalam menjalankan usahanya, dan merupakan prinsip-prinsip
moral atau nilai-nilai (Values) mengenai hal-hal yang dianggap baik, serta tugas dan
tanggung jawab unsur-unsur untuk mewujudkan hal yang baik dan mencegah hal yang
tidak baik. Kode etik dapat dikatakan sebagai suatu aturan atau ketentuan yang
mengatur baik atau buruk suatu sikap yang harus dijalankan atau ditinggalkan oleh
anggota suatu organisasi profesi misalnya : IDI, IBI, IAI
Kode Etik Perbankan ialah suatu aturan permainan sebagai norma para bankir
yang merupakan sopan santun dalam menjalankan usahanya. Merupakan suatu etika
atau kebiasaan baik dalam menjalankan kegiatan usaha perbankan yang diterima,
dipatuhi, dan ditaati oleh para bankir. Etika tersebut mengandung norma dan prinsip-
prinsip moral bankir dalam menjalankan usahanya.
Perbankan sebagai lembaga keuangan yang mengelola uang masyarakat,
mempunyai tanggung jawab besar yang harus disertai kejujuran dan dedikasi yang
merupakan unsur penting dalam kepercayaan. Bisnis Perbankan dilandasi oleh
11. kepercayaan dari masyarakat kepada bank. Masyarakat percaya bahwa simpanannya
aman di tangan bankir professional.
Kepercayaan masyarakat ini sangat erat hubungannya dengan perilaku dan
kehidupan para pengurus dan karyawan bank. Hal ini berarti dari bankir dituntut
memiliki moral dan penghayatan akan kode etik perbankan sebaik mungkin.
Penghayatan ini akan dapat dilaksanakan dan diterapkan, jika ada unsur pemaksa akan
kepatuhan bankir kepada peraturan yang telah dituangkan dalam suatu ketentuan yang
disepakati bersama.
Kita mengenal adanya asosiasi profesi, yaitu suatu wadah profesi yang berperan
sebagai sumber kemajuan keahlian, bagi perumus dan pengawas etika profesi, wadah
ini merupakan lembaga yang dalam melaksanakan perannya tersebut dapat melakukan
kendali dan kerjasama dengan para anggota asosiasi atau perhimpunan, sehingga dapat
diberikan penghargaan atau mengeluarkan sanksi terhadap seseorang yang
menjalankan profesi.
III. Metode
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif
kualitatif dengan studi literature yang berkaitan dengan etika bisnis, Informasi
didapatkan dari artikel, modul dan internet . Disamping itu berdasarkan pengalaman
empiris serta pengamatan langsung pada objek penelitian pada Bank Perkreditan
Rakyat .
Sugiyono mengatakan bahwa metode deskriptif adalah metode yang digunakan
untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan
untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Teknik pengumpulan data dengan cara ini
dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak
yang memiliki kompetensi dan relevan dengan penelitian, sedangkan sumber data
sekunder didapatkan dari literatur berupa buku-buku, artikel maupun jurnal-jurnal yang
mempunyai hubungan dengan masalah dan objek penelitian.
IV. Hasil & Diskusi
Seperti kita ketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan
peraturan nomor 4/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank
Perkerditan Rakyat (BPR) pada tanggal 31 Maret 2015. Peraturan OJK ini berlaku
sejak diundangkan, yaitu pada tanggal 1 April 2015.
Dengan demikian sektor industri BPR harus segera mengimplementasikan
peraturan tersebut dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang
organisasi. BPR perlu menyesuaikan struktur organisasinya dan menyiapkan
perangkat-perangkatnya mengingat ada kewajiban penyampaian laporan pelaksanaan
tata kelola setiap tahun yang harus disampaikan kepada OJK.
12. Penerapan tata kelola yang baik pada sektor perbankan, khususnya Bank
Perkreditan Rakyat semakin dibutuhkan seiring dengan semakin meningkatnya volume
usaha dan semakin meningkat pula risikonya. Oleh karena itu penerapan tata kelola
dimaksudkan untuk:
Melindungi pemangku kepentingan (stake holders)
Meningkatkan kinerja bank
Meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Penerapan tata kelola juga mencakup nilai-nilai etika yang berlaku umum pada
perbankan, sehingga diharapkan industri perbankan, khususnya BPR semakin
dipercaya oleh masyarakat.
Prinsip-Prinsip Tata Kelola
Tata Kelola yang dimaksud pada POJK nomor 4/POJK.03/2015 adalah tata kelola BPR
yang menerapkan prinsip-prinsip:
Keterbukaan (transparency)
Akuntabilitas (accountability)
Pertanggungjawaban (responsibility)
Independensi (independency)
Kewajaran (fairness)
Penerapan Tata Kelola BPR
Penerapan Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada POJK tersebut paling sedikit harus
diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
1. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
2. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
3. kelengkapan dan pelaksanaan tugas atau fungsi komite;
4. penanganan benturan kepentingan;
5. penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit ekstern;
6. penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern;
7. batas maksimum pemberian kredit;
8. rencana bisnis BPR;
9. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan.
Secara garis besar, penerapan tata kelola pada BPR dibedakan berdasarkan
besar kecilnya BPR yang diukur dengan modal inti, yaitu modal inti paling sedikit Rp.
50 miliar dan modal inti kurang dari Rp. 50 miliar. Pada BPR yang memiliki modal inti
paling sedikit Rp. 50 miliar wajib memiliki Direksi minimal 3(tiga) orang, dimana salah
satunya adalah Direktur Kepatuhan, sementara BPR yang memiliki modal inti kurang
dari Rp. 50 miliar boleh hanya memiliki 2(dua) Direksi, dengan syarat salah satu
Direksinya wajib menjalankan fungsi kepatuhan.
13. Pada BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp. 50 miliar juga diwajibkan
membentuk:
Satuan Kerja Audit Intern
Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko
Satuan Kerja Kepatuhan
sementara itu, BPR dengan modal inti kurang dari Rp. 50 miliar wajib menunjuk
Pejabat Eksekutif yang melaksanakan:
Fungsi Audit Intern
Fungsi Manajemen Risiko
Fungsi Kepatuhan
PE fungsi Audit Intern bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama
PE fungsi Kepatuhan bertanggung jawab kepada Direksi yang membawahkan Fungsi
Kepatuhan. PE fungsi Kepatuhan harus independen terhadap operasional BPR (dalam
hal ini penyaluran kredit dan penghimpunan dana). Seorang PE Kepatuhan dapat
merangkap pekerjaan bidang SDM, Manajemen Risiko dan APU-PPT.
Perangkat-perangkat yang wajib disiapkan adalah Pedoman dan tata tertib kerja yang
paling sedikit harus memuat:
Etika kerja
Waktu kerja
Peraturan rapat
baik bagi Direksi, Dewan Komisaris maupun Komite-Komite yang dibentuk.
Persaingan kerap melahirkan pelanggaran etika bisnis. Padahal, etika bisnis
harus menjadi way of life, bukan sekadar way of thinking. Bank yang peduli terhadap
lingkungan pasti memberikan value yang lebih positif dibandingkan dengan yang tidak
peduli.
Sebuah bisnis apabila dijalankan dengan etika bisnis yang baik akan
memberikan kebaikan kepada pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya. Begitu
kata Thales, seorang filsuf pertama dalam sejarah intelektual Barat yang hidup pada
abad 620 SM-540 SM. Bukan rahasia lagi bahwa integritas dan kejujuran akan
membuahkan sebuah kepercayaan. Dengan kepercayaan bisnis bisa berjalan secara
berkesinambungan dalam jangka panjang. Namun, dalam praktiknya, masalah
kepercayaan bagaikan dua sisi mata uang yang berkaitan dengan sebuah pilihan antara
mempraktikkannya atau sebaliknya. Dari sudut pandang lain sering makna kepercayaan
diartikan sebagai upaya menjaga kerahasiaan.
14. Dalam konteks menjaga kepercayaan ada kalanya diterjemahkan secara negatif,
misalnya ketika mendapatkan sesuatu karena memberikan bisnis justru dikategorikan
sebagai kepercayaan. Kadang menjadi diabaikan, sekalipun praktik tersebut
berseberangan dengan etika termasuk di dalamnya kejujuran dan integritas.
Hal tersebut terjadi karena adanya pembenaran yang sejatinya tidak benar. Dalam
praktis bisnis berlaku jargon bahwa kalau kita tidak mengikuti “permainan bisnis” yang
berlaku, maka sangat kecil untuk mendapatkan bisnis. Sekadar ilustrasi, sering
dijumpai bahwa dalam “permainan” bisnis sulit diartikan secara benar makna beterima
kasih. Bermula dari sekadar memberikan cendera mata sampai akhirnya bicara soal
berapa besar bagian saya kalau bisnis itu didapatkan. Ironisnya banyak kasus yang
paling besar “memberikan” adalah yang mendapatkan bisnis.
Fenomena itu akhirnya dianggap lazim sehingga jarang sekali dikatakan bahwa
hal tersebut termasuk melanggar etika bisnis. Sepanjang tidak ketahuan dan diproses
secara hukum, maka proyek tahu sama tahu jarang dikaitkan dengan pelanggaran etika
bisnis. Hal lain yang juga lazim terjadi dalam bisnis adalah perlunya banyak teman
untuk memudahkan pendekatan melalui hubungan informal, yaitu melalui lobi. Lobi
tidak haram dan dilarang karena itu merupakan bagian dari implementasi
strategi pemasaran. Karena kemasannya adalah pemasaran, aktivitas lobi menjadi
sebuah “profesi” yang tentunya memerlukan imbalan.
Dengan alasan seperti itu, maka biaya lobi dan/atau tanda terima kasih dalam
bentuk apa pun menjadi legal dan sah, baik secara akuntansi maupun secara prosedur.
Tidak ada yang dilanggar karena memang dianggarkan. Tidak ada yang salah karena
secara peraturan keberadaan biaya pemasaran diakui secara formal.
Dengan memerhatikan praktik yang terjadi dalam bisnis keseharian, maka pertanyaan
yang menggelitik bukan bagaimana etika bisnis dipahami dan dipraktikkan, melainkan
lebih pada dalam konteks apa etika bisnis akan memperoleh tempat yang terhormat
sehingga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Dalam bentuk pertanyaan lain,
persyaratan apa saja yang diperlukan agar etika bisnis selalu dapat dilaksanakan secara
konsisten dengan komitmen yang tinggi.
Prinsip etika perbankan sendiri ada 8 yaitu :
1. Prinsip kepatuhan
Pada prinsipnya semua orang dimanapun mempunyai peraturan yang harus
mereka patuhi, begitu juga para bankir yang diharuskan mematuhi peraturan
perbankan, undang-undang, kebijakan pemerintah, peraturan ketenaga kerjaan
yang menyangkut masyarakat, nasabah, pemerintah, pemilik dan karyawan.
2. Prinsip Kerahasiaan
Para bankir dituntut agar dapat menjaga kerahasiaan terutama dengan nasabah
serta kerahasiaan kejabatannya.
15. 3. Prinsip Kebenaran Pencatatan
Setiap petugas bank wajib memelihara arsip atau dokumen dan mencatat semua
transaksi dengan benar serta menjaga kerahasiaannya
4. Prinsip Kesehatan bersaing
Persaingan ini dapat bersifat intern yaitu, antar bagian dalam bank itu sendiri
dan bersifat ekstern yaitu persaingan antar sesama bank. Dalam hal lebih kepada
untuk memberikan pelayanan serta promosi atas jasa-jasa apa saja yang
diberikan oleh bank tersebut, tapi setiap bank harus tetap menjaga agar tercipta
iklim persaingan yang sehat.
5. Prinsip Kejujuran Wewenang
Kepercayaan dan wewenang yang telah diberikan oleh para pihak terkait dalam
hal ini pemerintah, nasabah, pemilik, masyarakat dam karyawan hendaknya
tetap dinomor satukan dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan di luar etika
yang telah disepakati bersama.
6. Prinsip Keterbatasan Keterangan
Meskipun petugas bank dan bankir diminta untuk bersikap informative terhadap
pihak luar, namun sifatnya terbatas.
7. Prinsip Kehormatan Profesi
Setiap petugas bank ataupun bankir diharuskan taat manjaga kehormatan
profesi dengan cara menghindarkan diri dari hal-hal semacam kolusi, pemberian
hadiah, upeti, dan fasilitas dari pihak lain yang menginginkan kemudahan dalam
hal prosedur bank.
8. Prinsip Pertanggungjawaban Sosial
Pertanggungjawaban ini lebih di arahkan pada pemerintah, nasabah, pemilik
ataupun masyarakat dalam hal melaksanakan operasional perbankan.
Praktik di Perbankan
Bisnis perbankan sering diartikan sebagai bisnis kepercayaan atas dasar
kepercayaan. Pemikiran ini berasal dari logika dan konsekuensi fungsi bank sebagai
lembaga intermediasi. Secarta akademis, sering diartikan bahwa bank mengelola dana
yang berasal dari surplus unit dan diproduktifkan dananya pada deficit unit. Dari sisi
aktiva bank menggunakan dana pihak lain untuk dipinjamkan, sedangkan dari sisi
pasiva bank menerima uang dari pihak lain. Dengan peran seperti itu, jelas bahwa
16. kepercayaan adalah segala-galanya. Karena kepercayan merupakan salah satu
pembentuk etika, maka etika bisnis harus dan mutlak mendapatkan tempat utama
sekaligus terhormat dalam mengelola bisnis perbankan. Namun, seperti juga dunia
bisnis lainnya, lingkungan bisnis perbankan tidak steril dari gangguan yang dikaitkan
dengan pelaksanaan etika bisnis. Gangguan implementasi etika bisnis tersebut dapat
terjadi baik di kalangan internal bank maupun eksternal karena hasil interaksi
antarkedua belah pihak.
Dari berbagai kasus yang dapat dikatagorikan sebagai pelanggaran etika bisnis
pada umumnya adalah dalam bidang kredit. Kasus mark up kredit, kredit fiktif, dan
penyalahgunaan kredit dan sejenisnya dapat dikatagorikan sebagai bagian dari
pelanggaran etika bisnis. Dari sisi dana bisa berupa penyalahgunaan pengelolaan dana.
Contoh lain masalah fraud di bidang operasional dan pengelolaan pengeluaran biaya.
Fenomena tersebut terjadi tentunya disebabkan oleh hal yang sama. Untuk
kasus perbankan nasional, maka hasil akhirnya dapat dikatakan sebagai karya
fenomenal dalam sepanjang sejarah perbankan nasional ketika kita mengalami krisis
keuangan dan perbankan pada 1999. Hanya, sekadar untuk menyehatkan kembali
sektor perbankan nasional, diperlukan biaya rekapitalisasi yang mencapai lebih kurang
Rp450 triliun atau setara dengan lebih kurang 58% dari gross domestic product (GDP)
Indonesia pada waktu itu. Biaya tersebut merupakan biaya krisis tertinggi di seluruh
negara yang mengalami krisis.
Berbagai studi mengenai krisis perbankan banyak dilakukan. Namun, ada
kesimpulan umum yang mengatakan bahwa prinsip kehati-hatian mengelola perbankan
(prudential banking) banyak diabaikan oleh “oknum bankir”, apakah pengurus dan/atau
pemilik, sehingga kualitas kreditnya jelek. Karena menyangkut “oknum” dan
merupakan unsur manusianya, patut diduga bahwa masalah etika bisnis juga diabaikan.
Hasil akhirnya adalah betapa mahalnya biaya rekapitalisasi perbankan nasional hanya
karena diabaikannya etika bisnis.
Belajar dari krisis, perbankan nasional memasuki suasana baru dalam
pengelolaan perbankan nasional, baik karena arus reformasi maupun karena andil Bank
Dunia dan IMF. Khusus sektor perbankan diawali dengan rekapitalisasi sehingga tata
kelola bisnis perbankan perlu berubah dan diubah. Perubahan yang dilakukan mulai
dari sisi perundangan, peraturan, sampai dengan tata kelola perusahaan. Masalah tata
kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG), kepatuhan, dan
manajemen risiko adalah tiga pilar utama yang wajib dilaksanakan pemangku jabatan
di perbankan nasional. Namun, 10 tahun restrukturisasi dan reformasi ternyata masih
tidak mampu juga mengurangi pelanggaran etika bisnis. Sekalipun Bank Indonesia (BI)
selaku regulator sangat agresif melakukan reformasi dalam peraturan itu masih belum
bisa menyembuhkan secara total godaan untuk tidak melaksanakan etika bisnis dengan
baik di kalangan internal dan/atau eksternal perbankan.
Berbagai regulasi dari BI seperti pelaksanaan prudential banking sudah sangat
ketat. Begitu pula penerapan tiga pilar (GCG, kepatuhan, dan manajemen risiko) makin
hari makin disempurnakan dan terus-menerus disesuaikan. Rasa-rasanya hanya sektor
perbankan yang padat regulasi dan bahkan ada kecenderungan sangat ketat.
17. Sekalipun sudah diatur sedemikian ketatnya, masih saja bermunculan berbagai kasus.
Kendati demikian, ketidakseriusan sekelompok pelaku bisnis terhadap penegakan etika
bisnis tidak serta-merta secara sah kita simpulkan bahwa etika bisnis sudah banyak
diabaikan.
Secara statistik dapat dikatakan bahwa masih lebih banyak pihak (baca: bankir
profesional) yang melaksanalan etika bisnis secara konsisten dan berhasil. Harus
diakui, tantangannya memang lebih berat karena pengaruh lingkungan bisnis, sosial,
dan politik masih tetap berlangsung dan bahkan ada yang mengatakan jauh lebih buruk
dibandingkan dengan sebelum masa reformasi.
Andil Etika Bisnis
Kesadaran menjaga dan mempraktikkan etika bisnis secara baik sangat pasti
bermanfaat bagi kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Tidak usah diragukan
lagi. Dengan etika bisnis, perusahaan selalu berpikiran untuk terus melakukan
pengembangan bisnis. Pengembangan bisnis yang berkelanjutan memungkinkan
perusahaan mempunyai sumber dana dan manusia yang memadai, baik untuk
pengembangan bisnis maupun lingkungan dalam arti luas. Perusahaan pada akhirnya
akan sadar bahwa kemajuan bisnisnya juga harus memberikan manfaat bagi pemangku
kepentingan (stakeholder) dalam arti luas.
Dalam kaitan tersebut, kewajiban perusahaan untuk melaksanakan apa yang
disebut dengan istilah corporate social responsibility (CSR) dapat menjadi kepanjangan
tangan perusahaan dalam hal kepedulian. Bentuk kepedulian apa yang dapat dilakukan
oleh kalangan perbankan nasional tentunya banyak. Hanya saja dalam konteks
pertumbuhan yang berkesinambungan, kepedulian terhadap daya sumber alam yang
dapat diperbarui harus diprioritaskan. Sebab, sumber daya alam seperti itulah yang
memungkinkan bisnis terus ada dan berkembang.
Peduli lingkungan, misalnya, jelas merupakan bagian dari rancang bangun
kontinuitas bisnis. Kalau sebuah pabrik yang dibiayai oleh kredit bank peduli kepada
lingkungan sangat pasti akan memberikan nilai (value) lebih secara positif
dibandingkan dengan yang tidak peduli. Bahkan, mulai banyak kalangan perbankan
nasional dalam kebijakan pembiayaan kreditnya selalu dikaitkan dengan bentuk
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Sebagai misal analisis dampak lingkungan
banyak menjadi persyaratan kredit di bank.
Berdasarkan pengalaman pribadi yang menekuni profesi menjadi bankir—yang
mungkin belum valid—sebenarnya etika bisnis harus menjadi way of life, bukannya
hanya sekadar way of thinking. Yang diperlukan bukan ikon-ikon atau jargonnya,
melainkan bagaimana mempraktikkannya. Karena dipraktikkan terus-menerus,
diharapkan akan menjadi way of life sehingga tanpa diawasi ataupun diatur, baik secara
formal maupun informal, akan tetap berjalan terus. Kalau etika bisnis diposisikan
sebagai way of life, sebenarnya secara mudah dapat disimpulkan bahwa etika bisnis itu
tidak lain adalah soal niat baik saja.
18. Gangguan niat baik dan berbuat baik pada umumnya karena adanya kreativitas
dalam rangka persaingan. Semua pihak bersaing sehingga tanpa sadar dan/atau secara
sadar melakukan pelanggaran terhadap etika bisnis. Mengapa masih sulit menghindari
gangguan karena pebisnis pada hakikatnya mempunyai naluri untuk terus berkembang
secara cepat dan mudah.
Kode Etik Dalam Bisnis
Kode etik dalam bisnis mengupayakan untuk mencegah terjadinya benturan-
benturan kepentingan ynag akan merugikan beberapa pihak, walaupun masih dalam
bentuk himbauan. Sebab berbeda sekali dengan kaidah hukum yang dengan tegas akan
memberi sanksi nyata bagi para pelanggarnya secara hukum, sedangkan pelanggaran
kode etik belum mempunyai sanksi yang dapat dilaksanakan. Hanya dengan kesadaran
para pelaku bisnis, kode etik akabn ditaati bersama sehingga hal tersebut justru akan
dapat melindungi bisnis yang dikelolanya.
Sikap jujur dan patuh terhadap standar etika bisnis akan dapat menumbuhkan
rasa saling percaya, saling menghormati diantara para pelaku bisnis, yang ada
gilirannya nanti akan berdampakpada adanya efisiensi dalam berusaha serta
menciptakaniklim persaingan yang sehat didunia bisnis sehingga kepentingan semua
pihak yang terkait, termasuk para pelanggan akan dapat dilayani dengan memuaskan
tanpa ada bentura-benturan.
Hal itu sejalan dengan adanya falsafah pancasila yang terdapat di Negara kita
yang intinya adalah sikap pengendalian diri. Misalkan saja, semua bisnis tentu
berorientasi pada keuntungan, tetapi bagaimanakah kita dapat mencapai keuntungan
tersebut tanpa bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan martabat kemanusiaan.
Keuntungan merupakan hak, tetapi kita juga harus mengingat kepentingan pelanggan
atau masyarakat. Jadi, bagaimana kita harus mencapai keuntungan secara wajar
sehingga sikap solidaritas sosial dari bisnis terhadap masyarakat tetap terjaga.
Dasar-dasar Etika Perbankan
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa, bank merupakan lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran. Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya
menarik uang dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Jadi tugas utama bank sebagai lembaga keuangan ialah, operasi perkreditan
aktif ( penciptaan atau pemberian kredit yang dilakukan oleh bank ) dan pasif (
menerima simpanan berbentuk giro, deposit, tabungan ataupun bentuk titipan lainnya
yang dipercayakan oleh masyarakat ) serta sebagai perantara dibidang perkreditan,
contohnya memberikan jasa-jasa yang lainnya misalnya, inkaso, transfer, informasi dan
lain-lain.
19. Dengan adanya beberapa tugas utama bank seperti diatas, maka factor
kepercayaan dari pihak lain dan nasabah merupakan penunjang utama bagi lancarnya
operasional bank. Selain itu hal ini juga merupakan etika perbankan dalam
hubungannya dengan pihak lain. Dalam ini hal bankir yang mempunyai peran dalam
hal memiliki akhlak, moral dan keahlian dibidang perbankan / keuangan. Karna, para
bankir ini mempunyai misi untuk memberikan nasihat yang objektif bagi nasabahnya
dan harus mampu mendidk nasabahnya dalama arti dapay memberikan penjelasan
dibidang administrasi, pembukuan, pemasaran dan lain-lain.
Nasihat yang objektif adalah seorang bankir harus dapat bersikap objektif, tidak
memihak, jujur terhadap nasabah dan dapat memilih produk atau jasa yang paling tepat
bagi nasabahnya, artinya tidak memaksakan nasabah untuk membeli apa saja yang
ditawarkan oleh bankir tanpa mempertimbangkan kondisi dan status nasabah.
Bankir juga harus menjaga agar mekanisme arus surat-surat berharga ( flow of
documents ) dapat berjalan lancar dan menindak jika,terjadi permainan yang curang
dalam pengelolaan arus dokumen berharga tersebut di dalam bank.
Dalam hal demikian, pimpinan bank berkewajiban dan bertanggung jawab :
1. Mengembalikan seluruh atau sebagian simpanan pada waktu diminta oleh nasabah
secara pribadi maupun dengan surat kuasa.
2. Menjaga kerahasiaan keuangan bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan.
3. Memberi informasi yang akurat dan obyek jika diminta oleh nasabah.
4. Turut menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
5. Menjaga dan memlihara organisasi, tata kerja dan administrasi dengan baik.
6.Menyalurkan kredit secara lebih selektif kepada calon debitur.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa disini pimpinan bank harus lebih
mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan bank atau pribadi.
Para pemegang saham pun harus mengetahui bahwa semua keputusan rapat
pemegang saham harus sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Dan
apabila ada kebijakan-kebijakan yang menyimpang dari anggaran dasar maka harus
disetujui secara bersama. Selain itu para pemegang saham juga harus menyadari bahwa
bisnis perbankan bukan bisnis untuk memperoleh atau mencari keuntungan semata, tapi
bisnis perbankan lebih mengutamakan kepentingan social ekonomi masyarakat banyak.
Bisnis perbankan adalah bisnis yang terikat dalam suatu system moneter dalam
Negara tertentu dan tinggi tingkat keterikatannya dengan lembaga perbankan atau
lembaga keuangan secara keseluruhan maupun dengan kehidupan perekonomian
Negara tersebut. Dengan demikian, bila salah satu bisnis perbankan tidak patuh
20. terhadap standar etika perbankan, maka seluruh lembaga perbankan atau lembaga
keuangan lainnya juga terkena dampaknya.
Etika dan kewajibannya sehubungan dengan tugas di lingkungan perbankan
untuk setiap petugas bank, bankir maupun pimpinan sebagai berikut :
1. Bank wajib memberikan laporan pada Bank Indonesia untuk mengetahui posisi
perbankan dan moneter serta kegiatan perekonomian dan pemerintah dapat
menentukan kebijakn ekonomi dan moneter.
2. Setiap bank wajib mengumumkan Neraca dan Laporan rugi-laba yang sebenarnya
tiap tahun dengan diterbitkan pada surat kabar, agar masyarakat dapat
mengetahuinya.
3. Bank wajib menjaga kerahasian keuangan para nasabah dari siapapun, kecuali jika
ada syrat resmi dari Mentri Keuangan secara tertulis untuk keperluan perpajakan dan
peradilan.
4. Petugas bank mempunyai kewajiban untuk tidak membicarakan tentang keuangan
nasabahnya di luar kepentingan dinas dan berkewajiban untuk menjaga dan
memelihara arsi atau surat-surat antara bank dengan nasabahnya.
5. Dalam hal pembayaran pajak, para bankir harus melaksanakan pemotongan pajak
pendapatan atas gaji, upah atau honorarium para karyawannya dan berkewajiban
membayar pajak perusahaan.
6. Bank harus mengupayakan untuk selalu dapat memenuhi janji atau persetujuan yang
telah disepakati dengan para nasabahnya.
7. Bank juga harus memberikan nasihat yang obyektif, tidak memihak dan tidak
mengikat bagi para nasabahnya. Sebab, nasabah yang dating ke bank adakalanya
penuh suasana serba tidak pasti, jenis jasa apa yang sebaiknya akan dipilihnya. Oleh
karenanya, bank harus dapat menampilkan beberapa pilihan produk / jasa bank bagi
para nasabahnya.
Salah satu hal yang harus dihindari antara bankir dan nasabah adalah
menghindari adanya hubungan pribadi sehingga dapat menjurus ke arah hubungan
hubungan yang kurang sehat misalkan, bankir memberikan kemudahan-kemudahan bagi
seseorang nasabah dikarenakan adanya upeti atau gift dan sejenisnya. Karena hal ini
akan merugikan nasabah lain yang berperilaku wajar dalam hubungan kerjanya dengan
bank.
Prinsip Dasar Etika Perbankan
Para bankir dalam prinsip pengelolaan bank harus mengupayakan
terselenggaranya iklim usaha perbankan yang sehat yaitu dengan menjaga :
1. Likuiditas Bank atau kelancaran operasional bank
2. Solvabilitas Bank atau terpeliharanya kekayaan bank agar kokoh dan mampu
memenuhi seluruh kewajiban finansialnya
3. Rentabilitas atau tingkat keuntungan yang dapat dicapai bank dan
4. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank (bonafiditas)
21. Sedangkan kewajiban bank terhadap beberapa pihak (Stakeholders) adalah
pertanggung jawaban bank terhadap pihak-pihak
1. Masyarakat
Mereka menghendaki adanya pelayanan yang baik, perlakuan yang sama.
2. Nasabah
Berkepentingan atas dalam hal keamanan uang mereka yang mereka simpan di bank,
layanan yang baik seta bunga yang wajar.
3. Pemerintah
Berharap bahwa bank dapat memberikan lapangan kerja serta penigkatan taraf hidup
yang layak dan dapat menjaga stabilitas ekonomi dan politik.
4. Pemilik atau Investor
Menghendaki adanya kepastian hukum dalam perbankan dan memperoleh
keuntungan yang wajar.
5. Karyawan
Bertindak sebagai pelaku dan penggerak organisasi bank yang mengharapkan
jaminan materi dan non materi seperti, kesinambungan bekerja, keadilan, jaminan
pension dan sebagainya.
Etika Bankir
Bankir yang professional adalah bankir yang memiliki integritas pribadi,
keahlian dan tanggungjawab social yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu
melaksanakan pla manajemen bank yang professional pula. Bankir yang professional
memang dituntut melaksanakan 2 hal penting yaitu, dapat menciptakan laba dan
menciptakan iklim bisnis perbankan yang sehat. Namun dalam penciptaan laba tersebut,
bankir harus tetap terkendali ( prudent ).
Menjadi bankir yang professional memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya:
1. Memiliki skill (keterampilan) dan knowledge (pengetahuan)
2. Mampu menerima tekanan dari pihak manapun tanpa mengurangi kinerjanya
3. Memiliki inisiatif dan aktif dalam pencapaian tujuan serta tidak bersikap menunggu
4. Memiliki job motivation yang tinggi
5. Memiliki jiwa kepemimpinan (leadership ability)
6. Mempunyai sales ability
22. 7. Memiliki kemampuan untuk : menyusun rencana, mengorganisasikan, menetapkan
prosedur kerja dan mengendalikan tugas pekerjaan agar menuju kea rah pencapaian
tujuan bank.
Setiap bankir di Indonesia wajib mengelola bank secara sehat dan menghormati
norma-norma perbankan yang berlaku, menaati semua tata nilai sebagai pedoman dasar
dalam menentukan sikap dan tindakannya. Norma-norma perbankan yang diakui,
diterima dan ditaati tersebut tertuang dalam Kode Etik Bankir di Indonesia yang isinya
sebagai berikut :
1. Seorang bankir patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku.
2. Melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang bertalian
dengan kegiatan banknya.
3. Menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.
4. Tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi.
5. Menghindarkan diri dari keterlibatan pengambilan keputusan dalam hal terdapat
pertentangan kepentingan.
6. Menjaga kerahasian nasabah dan banknya.
7. Dapat memperhitungkan dampak yang merugikandari setiap kebijakan yang
ditetapkan banknya terhadap ekonomi, social dan lingkungannya.
8. Tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi maupun
keluarga.
9. Tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya.
Di Indonesia BPR sudahlah tidak asing lagi. BPR ini selalu bersaing dalam hal
perebutan dana murah alias tabungan. Tidak heran, penawaran berbagai marketing
produk tabungan di panggung iklan bak jamur pada musim hujan, baik di media cetak
ataupun di media elektronik dan papan-papan reklame. Ini semua dilakukan bank untuk
menjaring nasabah dan juga untuk menjaga brand awareness akan produk tabungan.
Yang dilakukan bank-bank untuk nasabahnya tidak berhenti sampai disitu.
Begitu calon nasabah menjadi nasabah, bankpun melancarkan strategi dengan
memanjakan nasabah melalui program loyalitas. Mulai dari layanan yang paling dasar,
seperti selalu menunjukan sikap ramah, sopan dan cepat tanggap dalam menangani
keluhan-keluhan para staf bank kepada nasabahnya hingga kemudahan yang dikemas
dan berbau teknologi informasi agar nasabah dapat melakukan transaksi serba cepat,
ringkas nyaman dan yang paling utama adalah aman.
Dan hasilnya, para nasabah setidaknya selalu melakukan transaksi secara rutin
atau akan menggunakan produk-produk lain dari bank yang sama. Dan yang paling
penting para nasabah tersebut tidak akan pindah ke tabungan bank lain meski ditawari
fitur dan fasilitas yang lebih baik, bahkan para nasabah akam merekomendasikan
tabungannnya pada rekan, saudara atau orang lain. Artinya, bila perilaku nasabah sudah
seperti ini, giliran bank tersebut yang menjadi raja tabungan diantara bank-bank lain.
Dan ini adalah hasil secara kualitatif.
23. Dari penjelasan diatas telah tergambar berbagai persaingan yang terjadi didunia
perbankan di Indonesia. Tapi persaingan antara BPR di Indonesia sangatlah sesuai
dengan etika bank. Karena,mereka mempromosikan produk dan jasa bank mereka
dengan cara mengiklankan keunggulan produk mereka dan bukan saling menjatuhkan.
Inilah yang paling terpenting.
V. Kesimpulan & Saran
Etika adalah kebiasaan yang baik yang ada dalam masyarakat yang diturunkan
dari generasi ke generasi, agak berbeda dengan estetika yang bercerita tentang indah
dan kurang indah, logika yang bercerita tentang benar dan salah, etika bercerita tentang
baik buruk. Etika menjadi sandaran budaya, budaya adalah cara bagaimana kita
melakukan sesuatu, tentu saja cara itu adalah cara yang baik karena bersandar pada
etika. Etika bisnis yaitu salah satu etika terapan yang merupakan standar moral yang
dijadikan pedoman dalam berperilaku dalam bisnis. Budaya perusahaan merupakan
bagian dari etika bisnis. Budaya perusahaan merupakan kebiasaan yang baik yang
dilakukan oleh perusahaan, ini merupakan pembeda antara perusahaan yang satu
dengan perusahaan lain.
Di BPR sudah ada budaya namun belum terhimpun dengan baik sebagai
pedoman berperilaku baik bagi manajemen maupun pegawai contohnya saja di BPR
telah terpampang banner budaya malu seperti malu untuk datang terlambat, malu untuk
makan gaji buta, malu untuk menerima uang dari nasabah, malu menyelesaikan tugas
tidak tepat waktu, malu melakukan korupsi waktu dan uang, malu menuntut hak tetapi
tidak menyelesaikan kewajiban, malu sering tidak masuk kerja, malu tidak melayani
nasabah dengan baik. Ini bila diresapi dan dilaksanakan dengan baik oleh pemangku
kepentingan internal (manajemen dan pegawai) tentu saja akan menjadi awal yang
sangat baik bagi kelangsungan usaha BPR.
Jadi, menurut peneliti tetap saja faktor utamanya kembali pada persoalan niat
berbisnis dan/atau bekerja dalam menjalankan bisnis. Maaf, seperti kata Demokritos
bahwa pelaku bisnis cenderung serakah dan tidak menghormati lingkungannya.
24. Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/doc/56255904/Etika-Bisnis-Dalam-Perbankan (diakses pada
09 oktober 2017 pukul 14.32)
http://annamariabrigita.blogspot.co.id/2013/01/etika-dalam-perbankan.html (diakses
pada 09 oktober 2017 pukul 14.32)
http://infobanknews.com/pentingnya-penerapan-gcg-dan-manajemen-risiko-bagi-bpr/
(diakses pada 10 oktober 2017 pukul 10:20)
http://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/POJK-tentang-Penerapan-Tata-
Kelola-bagi-Bank-Perkreditan-
Rakyat/POJK%204.%20Penerapan%20Tata%20Kelola%20Bagi%20BPR.pdf
(dikases pada 10 oktober 2017 pukul 10.20)
Zinsari,2016.https://zinsari.wordpress.com/2016/02/10/menuju-tat-kelola-bpr-yang-
baik/ (dikases pada 10 oktober 2017 pukul 10.30)
Sumber: http://www.infobanknews.com/2011/12/way-of-life-dalam-bisnis-perbankan
(diakses pada 10 oktober 2017 pukul 10:15)