SlideShare a Scribd company logo
1 of 34
Hiperplasia Prostat Benigna
Anatomi Prostat
 Terdiri dari zona sentral, zona perifer, zona transisional, dan zona anterior non-glandular
 Hiperplasia sebagian besar terjadi pada zona transisional
 Karsinoma sebagian besar berasal dari zona perifer
Etiologi dan Patogenesis
1. Etiologi
a. Teori Dihidrotestosteron
Testosteron diubah menjadi dihidrotestosterone (DHT) oleh enzim 5-alfa reductase
sehingga merangsang proliferasi kelenjar
b. Ketidakseimbangan Estrogen-Testosteron
 Pada usia lanjut, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap
 Estrogen meningkatkan sensitivitas terhadap androgen, meningkatkan jumlah
reseptor androgen, dan menghambat apoptosis sel prostat
c. Interaksi Stroma-Epitel
DHT dan estrogen merangsang sintesis growth factor oleh sel stroma  Merangsang
proliferasi sel epitel dan stroma secara intrakrin dan autokrin
d. Penurunan Apoptosis
Apoptosis kemungkinan dihambat oleh androgen dan estrogen
e. Teori Stem Cell
Gangguan aktivitas stem cell sehingga terjadi hiperproliferasi sel epitel dan stroma
2. Patogenesis
 Gejala obstruksi disebabkan oleh pembesaran prostat yang menekan urethra
 Gejala iritasi disebabkan oleh peningkatan sensitivitas m. detrusor sehingga kandung
kemih sering berkontraksi
Gambaran Klinis
1. Anamnesis
a. Voiding Symptoms (Gejala Obstruksi)
 Hesitancy : Awal keluarnya urine menjadi lebih lama
 Intermittency : Miksi berhenti mendadak kemudian memancar lagi
 Straining : Miksi mengejan
 Terminal dribbling : Urine menetes pada akhir miksi
 Sensing incomplete : Rasa tidak lampias setelah miksi
 Weak urinary stream : Pancaran urine lemah,tidak jauh, dan kecil
 Prolonged micturition : Miksi membutuhkan waktu lama
 Retensi urine : Tidak dapat mengosongkan kandung kemih
 Inkontinensia paradoksal : Urine selalu menetes tanpa disadari
b. Storage Symptoms (Gejala Iritasi)
 Frequency : Frekuensi miksi > 8 kali sehari
 Urgency : Rasa sangat ingin miksi sehingga terasa nyeri
 Nocturia : Miksi lebih dari 1 kali pada malam hari diantara periode tidur
 Incontinence urgency : Tidak dapat menahan miksi
 Dysuria : Nyeri saat miksi
c. Gejala pada Saluran Kemih Bagian Atas
 Nyeri pinggang
 Benjolan di pinggang : Kemungkinan hidronefrosis
 Demam : Tanda infeksi atau urosepsis
d. Gejala di Luar Saluran Kemih
Hernia inguinalis atau hemorrhoid karena sering mengejan saat miksi
2. Pemeriksaan Fisik
 Massa kistik suprapubik karena retensi urine
 Rectal touche
- Tonus m. sphincter ani (TMSA) : Normal, meningkat, menurun
- Refleks bulbocavernosus (BCR) : Normal, meningkat, menurun
- Rectum : Lumen, ekstralumen, dinding mukosa
- Prostat : Sulcus medianus, pole atas, konsistensi, nodul, nyeri tekan, mobilitas
- Sarung tangan lendir darah (STLD)
Sulcus Medianus Pole Atas
Grade 1 Cekung Mudah teraba
Grade 2 Mendatar Mudah teraba
Grade 3 Cembung Sulit teraba
Grade 4 Cembung Tidak teraba
BPH Karsinoma Prostat
Konsistensi
Kenyal seperti meraba
ujung hidung
Keras
Lobus kanan-kiri Simetris Tidak simetris
Nodul Tidak ada Ada
3. Skor IPSS (International Prostate Symptoms Score)
 0 – 7 : Ringan
 8 – 19 : Sedang
 20 – 35 : Berat
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
 Mendeteksi leukosituria dan hematuria
 Jika terdapat hematuria,maka perlu dicari penyebabnya
 Jika terdapat leukosituria, maka dapat dipertimbangkan kultur urine
b. Tes Fungsi Ginjal
 Mendeteksi komplikasi pada ginjal
 Menentukan apakah perlu dilakukan pemeriksaan radiologi pada saluran kemih
bagian atas
c. Kadar PSA (Prostate Specific Antigen)
Dihasilkan oleh sel epitel prostat dan bersifat organ-specific tetapi bukan cancer-specific
 40 – 49 tahun : 0 – 2,5 ng/ml
 50 – 59 tahun : 0 – 3,5 ng/ml
 60 – 69 tahun : 0 – 4,5 ng/ml
 70 – 79 tahun : 0 – 6,5 ng/ml
Jika kadar PSA > 4 ng/ml, maka harus dilakukan biopsi
d. Uroflowmetri
Mencatat pancaran urine secara elektronik untuk menilai volume miksi, laju pancaran
maksimal (Qmaks), laju pancaran rata – rata (Qave),waktuyang dibutuhkan untuk
mencapai laju pancaran maksimal, dan durasi pancaran
Flow Rate Maksimal Bentuk Grafik
 > 15 ml/detik : Non obstruktif
 10 – 15 ml/detik : Borderline
 < 10 ml/detik : Obstruktif
 Parabolic : Normal
 Saw-tooth with prolonged
curve : Striktura uretra
 Prolonged curve with
lowered maximum : BPH
e. Pemeriksaan Residu Urine
 Mendeteksi sisa urine di kandung kemih setelah miksi
 Dilakukan dengan kateterisasi, USG, atau bladder scan post miksi
 Volume normal pada laki – laki adalah 12 ml
2. Pemeriksaan Radiologi
a. USG Transabdominal
Merupakan pemeriksaan awal untuk kasus pembesaran prostat
 Perkiraan ukuran atau volume prostat
 Indeks protrusi prostat diukur dari ujung protrusi prostat pada kandung kemih
sampai basis sirkumferensial kandung kemih
Berhubungan dengan derajatobstruksi bladder neck, residu urine post miksi,
volume prostat, dan risiko retensi urine akut
 Kelainan intravesica seperti massa, batu,atauvekuan darah
 Menghitung residu urine post miksi
 Hidronefrosis atau gangguan ginjal akibat obstruksi prostat
b. BNO dan IVP
Indikasi Hal yang Dinilai
 Hematuria
 Infeksi saluran kemih
 Gagal ginjal
 Residu urine banyak
 Riwayat batu saluran kemih
 Riwayat operasi saluran kemih
 Batu saluran kemih
 Hidroureter
 Hidronefrosis
c. Uretrosistografi
Mendeteksi striktura uretra dan indentasi prostat pada kandung kemih
d. Uretrosistoskopi
Riwayat hematuria, striktura uretra, urethritis, trauma uretra, instrumentasi uretra,
riwayat operasi uretra, atau curiga kanker kandung kemih
Terapi
1. Watchful Waiting (Skor IPSS 0 – 7)
 Jangan banyak minum dan mengonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
 Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang dapat menyebabkan iritasi kandung
kemih seperti kopi atau coklat
 Membatasi konsumsi obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
 Jangan menahan kencing terlalu lama
 Mengurangi konsumsi makanan pedas dan asin
2. Terapi Farmakologi (Skor IPSS 8 – 19)
Mekanisme Efek Samping
Alfa-1 blocker
 Prazosin
 Tamsulosin
 Terasozin
Menghambat kontraksi internal
urethral sphincter sehingga
memperlebar bladder neck
 Hipotensi postural
 Takikardia
 Pusing / nyeri kepala
 Kongesti hidung
 Flushing
 Impotensi
Inhibitor 5-alfa reductase
 Dutasterid
 Finasterid
Menghambat perubahan
testosteron menjadi DHT
 Penurunan libido
 Impotensi
 Gangguan ejakulasi
 Ginekomastia
Fitofarmaka
 Pygeum africanum
 Serenoa repens
 Hypoxis rooperi
 Radix urtica
 Anti estrogen, anti androgen
 Menurunkan kadar SHBG
 Menghambat FGF dan EGF
 Memperkecil volume prostat
3. Pembedahan (Skor IPSS 20 – 35)
a. Indikasi
 Tidak merespons terhadap terapi farmakologi
 Mengalami retensi urine
 Terdapat komplikasi : Infeksi saluran kemih berulang, batu saluran kemih,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal
 Terdapat penyulit : Gross hematuria, divertikulum, hernia, hemorrhoid
b. Jenis Pembedahan
 Volume prostat < 30 ml : TUIP (transurethral incision of the prostate)
 Volume prostat 30 – 80 ml : TURP (transurethral resection of the prostate)
 Volume prostat > 80 ml : Prostatektomi terbuka
4. Evaluasi Terapi
 Watchful waiting : 6 bulan kemudian setiap tahun
 Alfa-1 blocker : 6 minggu kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun
 Inhibitor 5-alfa reductase : 12 minggu kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun
 Pembedahan : 6 minggu kemudian 3 bulan kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun
Gangguan pada Testis dan Skrotum
Torsio Testis
1. Definisi
 Terpelintirnya funiculus spermaticus sehingga menghambataliran darah pada testis
 Obstruksi aliran darah  Testis mengalami ischemia, edema, dan nekrosis
 Merupakan kedaruratan urologi
2. Faktor Risiko
 Perubahan suhu yang mendadak
 Ketakutan
 Latihan yang berlebihan
 Memakai celana ketat
 Defekasi
 Saat tidur karena spasme m. cremasterica
 Trauma scrotum
3. Patogenesis
a. Intravaginal
 Sering terjadi pada remaja karena deformitas bell-clapper
 Tunica vaginalis mengelilingi semua bagian testis sehinga mencegah insersi
epididimis ke dinding scrotum  Testis dan epididimis dapat bergerak bebas
b. Ekstravaginal
 Sering terjadi pada janin dan neonatus
 Tunica vaginalis belum terfiksasi sempurna sehingga testis, epididimis, dan tunica
vaginalis mudah bergerak bebas
4. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
 Sudden onset of severe unilateral testicular pain
 Nyeri dapat menyebar sampai daerah inguinal dan perut bagian bawah
 Dapat disertai mual dan muntah
b. Pemeriksaan Fisik
 Skrotum tampak eritema, edema, dan nyeri tekan
 Derming sign : Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi
 Angle sign : Testis yang mengalami torsio tampak lebih horizontal
 Refleks cremaster negatif pada sisi ipsilateral
 Phren sign negatif : Nyeri tidak berkurang saat mengangkattestis
5. Pemeriksaan USG Doppler
 Torsio testis : Aliran darah berkurang atau tidak ada
 Orchitis : Aliran darah meningkat
6. Terapi
Golden period adalah 6 jam setelah onset
a. Detorsi Manual
 Hanya boleh dilakukan apabila terdapatUSG Doppler dan onset < 6 jam
 Memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio
 Torsio biasanya ke arah medial sehingga disarankan untuk memutar testis ke arah
lateral. Jika tidak terjadi perubahan, maka putar ke arah medial
 Operasi harus tetap dilakukan meskipun detorsi sudah berhasil
b. Operasi
 Berfungsi untuk reposisi testis dan menilai viabilitas
 Jika testis masih viable (onset < 6 jam), maka dilakukan orkidopeksi ke tunica dartos
dan orkidopeksi kontralateral
 Jika testis sudah necrosis (onset > 6 jam), maka dilakukan orkidektomi dan
orkidopeksi kontralateral. Jika testis yang sudah nekrosis dibiarkan di dalam
skrotum, maka akan terbentuk antibody antisperma sehingga dapat menurunkan
fertilitas di kemudian hari
Hidrokel
1. Definisi
 Cavum vaginalis testis berisi cairan yang berlebihan
 Sebagian besar terjadi pada neonatus dan bersifat kongenital, biasanya sembuh sendiri
pada umur > 1 tahun
2. Etiologi dan Patogenesis
a. Neonatus
 Processus vaginalis belum menutup sempurna sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke dalam processus vaginalis
 Sistem limfatik di daerah skrotum belum berkembang sempurna sehingga
menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan
b. Dewasa
 Primer idiopatik
 Sekunder: Tumor testis, epididimitis, orchitis, trauma testis, Filariasis
3. Manifestasi Klinis
 Benjolan pada skrotum yang tidak nyeri dengan konsistensi kistik
 Transiluminasi positif : Skrotum tembus cahaya dengan senter
4. Klasifikasi
a. Hidrokel Testis
 Kantong hidrokel mengelilingi testis sehingga testis tidak teraba
 Ukuran hidrokel tidak berubah sepanjang hari
b. Hidrokel Funiculus
 Kantong hidrokel terletak pada funiculus spermaticus di atas testis
 Testis dapat teraba karena terletak di luar kantong hidrokel
 Ukuran hidrokel tidak berubah sepanjang hari
c. Hidrokel Komunikans
 Processus vaginalis berhubungan dengan rongga peritoneum sehingga processus
vaginalis dapat terisi cairan
 Kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke cavum abdomen
 Ukuran hidrokel dapat berubah, membesar saatanak menangis
5. Terapi
 Hidrokel kongenital : Ditunggu sampai umur 1 tahun. Jika belum hilang sampai umur 1
tahun atau bertambah besar, maka dilakukan aspirasi cairan atau operasi
 Hidrokel primer : Operasi, kecuali pada usia lanjut atau kondisi umum buruk
 Hidrokel sekunder : Mengatasi penyakit yang mendasari
Varikokel
1. Definisi
Dilatasi abnormal dari pleksus venosus pampiniformis di funiculus spermaticus
2. Etiologi
a. Varikokel Primer
 Gangguan atau kelemahan katup vena pada v. spermatica interna
 Lebih sering terjadi pada funiculus spermaticus kiri karena
- V. spermatica interna sinistra bermuara ke v. renalis sinistra dengan posisi tegak
lurus sedangkan v. spermatica interna dekstra bermuara ke v. cava inferior
dengan posisi miring
- V. spermatica interna sinistra lebih panjang serta katupnya lebih sedikit dan
sering inkompeten
b. Varikokel Sekunder
 Disebabkan oleh tekanan dari luar, misalnya tumor ginjal atau tumor retroperitoneal
yang menekan v. cava inferior
 Jika terjadi pada sisi kanan atau bilateral, maka kemungkinan disebabkan oleh
proses sekunder yaitu kompresi atau obstruksi v. cava inferior
3. Patogenesis
 Darah pada v. spermatica interna tidak dapat mengalir ke v. renalis sehingga berbalik
turun ke arah testis
 Gaya gravitasi saat berdiri atau peningkatan tekanan intraabdominal saat mengejan
menyebabkan darah masuk mengisi pleksus venosus pampiniformis
 Dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis dan infertilitas karena
- Stasis aliran darah balik sehingga testis mengalami hipoksia
- Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal ke testis melalui v. spermatica interna
- Peningkatan suhu testis
- Anastomosis pada pleksus venosus pampiniformis kanan dan kiri menyebabkan
hasil metabolit mengalir dari testis kiri ke testis kanan
4. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
 Belum memiliki anak setelah beberapa tahun menikah
 Skrotum terasa nyeri, berat, atau tidak nyaman
b. Pemeriksaan Fisik
Skrotum membesar dan teraba seperti kantong cacing (bag of worm) pada posisi berdiri
 Derajat kecil : Teraba saat melakukan manuver Valsava
 Derajat sedang : Dapat teraba tanpa melakukan manuver Valsava
 Derajat besar : Dapat dilihat dengan jelas tanpa palpasi
5. Pemeriksaan Penunjang
 USG Doppler : Peningkatan aliran darah pada pleksus venosus pampiniformis
 Analisis sperma : Oligozoospermia, asthenozoospermia, teratozoospermia
6. Terapi
 Konservatif apabila tidak menimbulkan gejala
 Indikasi pembedahan : Simptomatik, menyebabkan infertilitas, mencegah perdarahan
Kriptorkidismus
1. Definisi
 Undecensus testiculorum (UDT) : Testis tidak terletak di dalam skrotum tetapi masih
dalam jalur yang normal
 Testis ektopik : Testis tidak terletak di dalam skrotum dan keluar dari jalur yang normal
 Anorchidismus : Salah satu atau kedua testis tidak terbentuk
 Testis retraktil (kriptorkidismus fisiologis) : Testis terletak di regio inguinal dan dapat
kembali ke dalam skrotum. Disebabkan oleh refleks cremaster yang terlalu kuat saat
cuaca dingin atau setelah aktivitas fisik
2. Etiologi
 Kelainan pada gubernaculum testis
 Kelainan intrinsik pada testis
3. Patogenesis
 Suhu abdomen 10C lebih tinggi daripada suhu skrotum sehingga testis di dalam
abdomen selalu terpapar oleh suhu tinggi  Kerusakan sel germinal  Atrofi testis
 Sel Leydig tidak rusak sehingga potensi seksual tidak terganggu
4. Manifestasi Klinis
 Testis tidak teraba di dalam skrotum
 Benjolan pada perut, pangkal penis, ataulipatan paha
 Skrotum tampak kosong dan mengerut
5. Pemeriksaan Penunjang
 Jika kedua testis tidak terletak di dalam skrotum, maka harus dibedakan dari
anorchidismus bilateral dengan tes HCG
 Periksa kadar testosteron awal  Injeksi HCG 20.000 IU/hari selama 4 hari  Ukur
kadar testosteron setelah injeksi
- Anorchidismus : Kadar testosteron tidak meningkat
- UDT atau testis ektopik : Kadar testosteron meningkat 10 kali daripada kadar awal
6. Terapi
Sebaiknya dilakukan pada umur 1 tahununtuk mencegah kerusakan testis yang bermakna
 HCG intranasal terutama pada kriptorkidismus bilateral
 Orkidopeksi dengan meletakkan testis ke dalam skrotum dan fiksasi ke tunica dartos
- Mempertahankan fertilitas
- Mencegah transformasi ganas
- Melakukan koreksi hernia
- Mengatasi rasa rendah diri karena tidak memiliki testis
Orchitis dan Epididimo-orchitis
1. Etiologi
a. Mikroorganisme Penyebab
 Dewasa muda (< 35 tahun) : Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae
 Anak – anak dan dewasa tua (≥ 35 tahun) : E. coli atau Ureaplasma urealyticum
 Lainnya : Mumps virus, Mycobacterium tuberculosis, Klebsiella, Pseudomonas
b. Port de Entry
 Ascending dari kandung kemih, prosat, atauuretra
 Refluks urine melalui duktus ejakulatorius
 Hematogen dan inokulasi langsung
2. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
 Lokal : Nyeri mendadak pada skrotum, biasanya unilateral
 Sistemik : Demam, mual, muntah, malaise
 Riwayat parotitis saat anak – anak
b. Pemeriksaan Fisik
 Skrotum tampak hiperemis, edema, dan nyeri tekan
 Phren sign positif : Nyeri berkurang saat mengangkattestis
 Refleks cremaster normal
3. Pemeriksaan Penunjang
 Urinalisis, pemeriksaan Gram, kultur urine
 USG Doppler : Peningkatan aliran darah pada testis dan/atau epididimis
4. Terapi
a. Terapi Kausatif
 C. trachomatis atau N. gonorrhoeae : Seftriakson atauazitromisin
 E. coli atau U. urealyticum : Fluorokuinolon atau kotrimoksazol
 Mumps virus : Terapi simptomatik
b. Terapi Suportif
 Bed rest, analgesik, anti-inflamasi
 Elevasi skrotum disertai cold packs
- Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di antara kedua kaki untuk
mengangkat skrotum kemudian letakkan ice packs pada testis yang terkena
- Lakukan 4 kali sehari selama 10 – 15 menit
Kanker Saluran Kemih
Kanker Kandung Kemih
1. Faktor Risiko
a. Pekerjaan
 Pabrik cat, pabrik korek api, pabrik testil, pabrik kulit, pabrik kaca, pabrik kertas
 Industri karet, industri mesin, industri bahan kimia, industri minyak bumi
 Pencukur rambut, petugas laundry, petugas laboratorium, pekerja listrik, pekerja
mesin, pekerja otomotif, petugas elektronik
b. Merokok
Rokok mengandung amin aromatik dan nitrosamin yang bersifat karsinogen
c. Infeksi dan Iritasi Saluran Kemih
 E. coli dan Proteus menghasilkan nitrosamin yang bersifat karsinogen
 Infeksi Schistosoma haematobium pada kandung kemih dapat menyebabkan
karsinoma sel squamosa
 Iritasi kronis oleh instrumentasi atau batu yang berukuran besar
d. Kopi, Pemanis Buatan,dan Obat
 Kopi, sakarin, siklamat
 Siklofosfamid, fenasetin, opium, isoniazid, radiasi pada pelvis
2. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
 Trias klasik : Hematuria yang tidak nyeri (painless), bersifat kambuhan
(intermittent), dan muncul pada semua proses miksi (total hematuria)
 Nyeri perut, nyeri punggung, nyeri pinggang, nyeri kepala, sesak napas
b. Pemeriksaan Fisik
 Tumor yang berukuran kecil biasanya tidak terdeteksi
 Palpasi bimanual dengan anestesi untuk relaksasi kandung kemih
- Jari telunjuk kanan dimasukkan ke dalam rektum sedangkan tangan kiri
melakukan palpasi suprapubic untuk memperkirakan ukuran tumor
- Dilakukan sebelum dan sesudah reseksi tumor transuretra
 Edema tungkai karena penekanan pembuluh limfe oleh massa
 Hepatomegali, limfadenopati supraclavicula
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungi hepar
 Urinalisis dan kultur urine untuk menyingkirkan kemungkinan ISK
 Sitologi urine yaitu pemeriksaan sel urotelium yang terlepas bersama urine
b. Pemeriksaan Radiologi
 USG kandung kemih, ginjal, dan abdomen untuk mendeteksi massa intravesica,
bekuan darah, obstruksi saluran kemih atas, batu saluran kemih, hidronefrosis
 IVP untuk mendeteksi struktur dan fungsi ginjal serta filling defect dan indentasi
pada kandung kemih
 CT scan abdomen dan pelvis dengan kontras untuk mengetahui derajatinvasi
tumor, limfadenopati regional, dan metastasis ke hepar
 Sistoskopi untuk mengetahui lokasi, ukuran, jumlah, dan bentuk tumor sekaligus
dilakukan biopsi dan reseksi
4. Terapi
Keterangan Terapi
Tis Karsinoma in situ TUR  BCG intravesica
Ta Tumor papilar non invasif TUR  Kemo atau imuno terapi intravesica
T1 Invasi submukosa
TUR  Kemo atau imunoterapi intravesica atau
sistektomi radikal
T2 Invasi otot superfisial
 Sistektomi radikal
 Kemoterapi neoadjuvan  Sistektomi radikal
 Sistektomi radikal  Kemoterapi adjuvan
 Kemoterapi + Radiasi
T3a Invasi otot profunda
T3b
Invasi jaringan lemak
perivesica
T4 Invasi ke organ sekitar
N1 – 3 Limfadenopati regional
Kemoterapi sistemik  Sistektomi atau radiasi
M1 Metastasis jauh
Kanker Prostat
1. Faktor Risiko
a. Faktor Genetik, Ras, dan Umur
 Riwayat kanker prostat pada ayah atau saudara laki – laki (risiko 5 kali lipat)
 Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, sindrom Lynch
 Biasanya pada umur > 40 tahun
 Ras Afrika-Amerika yang berkulit hitam
b. Faktor Diet
Diet tinggi lemak, susu hewan, daging merah,hati, sedikit sayur dan buah, rendah ikan,
rendah kedelai, dan tinggi kalsium
c. Pekerjaan
Merokok dan paparan cadmium pada alat listrik dan baterai
2. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
 Asimptomatik pada stadium awal
 Kesulitan miksi, dysuria, hematuria, retensi urine
 Nyeri punggung bawah, nyeri tulang, sesak napas, nyeri kepala
b. Pemeriksaan Fisik
 Rectal touche : Teraba nodul yang keras, asimetris, dan berbenjol – benjol
 Gangguan neurologi fokal karena kompresi medula spinalis
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hepar, tes fungsi ginjal
 Urinalisis dan kultur urine untuk menyingkirkan kemungkinan ISK
 Peningakatan kadar PSA > 4ng/ml
 Peningkatan kadar alkali fosfatase menunjukkan metastasis tulang jenis osteoblastik
b. Pemeriksaan Radiologi
 USG transrektal : Daerah hipoekoik pada prostat terutama di zona perifer
 Bone survey atau bone scan untuk mendeteksi metastasis tulang
 Foto thoraks untuk mendeteksi metastasis paru
 CT scan abdomen dan pelvis apabila skor Gleason > 7 atau kadar PSA tinggi
c. Pemeriksaan Histopatologi dan Skor Gleason
 Biopsi prostat dilakukan dengan bantuan USG transrektal
 Gambaran histopatologi dilaporkan dalamskor Gleason
- Tingkat diferensiasi diklasifikasikan menjadi 5 skala
- Skor Gleason : Tingkat diferensiasi primary pattern + secondary pattern
Skor Total Interpretasi
2 – 4 Well differentiated
5 – 7 Moderately differentiated
8 – 10 Poorly differentiated
Misalnya primary pattern grade 4 dan secondary pattern grade 3 berarti skor
Gleason adalah 4 + 3 = 7 (moderately differentiated)
- Primary pattern adalah gambaran pertama yang paling dominan,secondary
pattern adalah gambaran kedua yang dominan
4. Terapi
Trauma Urogenital
Ruptur Ginjal
1. Mekanisme Trauma
 Trauma tumpul : Kecelakaan,jatuh dari ketinggian, pukulan langsung pada pinggang
 Trauma tajam : Luka tusuk, luka tembak
Goncangan pada ginjal di ruang retroperitoneal  Regangan pedikel  Robekan tunica
intima a. renalis  Terbentuk bekuan darah dan trombosis a. renalis
2. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
 Riwayat trauma di daerah pinggang, punggung, dada bawah, atau perut atas
 Riwayat deselerasi mendadak, pukulan, atau penetrasi pada pinggang
 Hematuria yang tidak berbanding lurus dengan derajattrauma
 Nyeri dan jejas di daerah costovertebrae
b. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : Ekimosis pada regio lumbalis atau kuadran atas, abdomen distended
 Palpasi : Nyeri tekan dan nyeri ketok pada sudut costovertebrae, hematoma
retroperitoneal, fraktur costae XII
 Auskultasi : Bising usus menghilang
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap, screening hemostasis, tes fungsi ginjal
 Urinalisis : Gross atau microscopic hematuria, sedimen urine
b. Pemeriksaan Radiologi
CT scan abdomen dengan kontras + one shot IVP untuk menentukan grade trauma
ginjal dan menilai fungsi ginjal kontralateral
Indikasi
 Anak – anak dengan trauma tumpul dan hematuria
 Trauma tumpul atau penetrasi dengan hematuria
 Hematuria mikroskopis dengan hipotensi
 Multitrauma yang berhubungan dengan trauma ginjal
c. Grading menurut AAST
Keterangan
Grade I
 Kontusio
 Hematoma subcapsular tanpa laserasi
Grade II
 Hematoma perirenal kecil yang terbatas
pada retroperitoneal
 Laserasi < 1 cm pada korteks tanpa
ekstravasasi urine
Grade III
Laserasi > 1 cm sampai ke medulla tanpa
ekstravasasi urine
Grade IV
 Laserasi sampai ke calyces dan pelvis renalis
 Laserasi pada a/v renalis dengan hematoma
atau trombosis
Grade V
 Ren tampak hancur
 Avulsi hilum renalis dan devascularisasi ren
4. Terapi
Sebagian besar kasus tidak membutuhkan operasi
a. Terapi Konservatif : Grade I – IV dengan hemodinamik stabil
 Bed rest
 Monitoring tanda vital, flank mass, tanda perdarahan
 Pemeriksaan darah rutin dan urinalisis serial
 Antibiotik profilaksis
b. Operasi : Hemodinamik tidak stabil, grade V, expanding hematoma
 Eksplorasi ginjal
 Rekonstruksi ginjal apabila terdapat parenkim yang masih viable
 Nefrektomi untuk mengangkat parenkim yang non-viable
Ruptur Vesica Urinaria
1. Mekanisme Trauma
a. Non Iatrogenik
 Trauma tumpul dengan atau tanpa frakturpelvis
 Trauma tajam : Luka tembak atau luka tusuk
b. Iatrogenik
 Obstetri : Sectio cesarea, melahirkan dengan forceps
 Ginekologi : Histerektomi, laparoskopi
 Urologi : TURP, TURB, biopsi kandung kemih, sistoskopi
 Ortopedi : ORIF pada fraktur pelvis, artroplasti
2. Patofisiologi
a. Intraperitoneal
 Vesica urinaria penuh  Distensi sampai ke rongga perut
 Pukulan pada perut bagian bawah  Rupture facies superior  Urine masuk ke
rongga perut  Urosepsis dan peritonitis
b. Ekstraperitoneal
Vesica urinaria yang kosong terletak di dalam rongga pelvis  Terkena segmen tulang
pada fraktur pelvis  Rupture pada facies inferolateralis
3. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
 Riwayat trauma pada pelvis atau perut bagian bawah
 Nyeri suprapubic
 Gross hematuria
 Sulit atau tidak dapat miksi
b. Pemeriksaan Fisik
 Tanda peritonitis : Nyeri tekan, defans musculair, bising usus (-), distended
 Tanda ekstravasasi urine : Bengkak pada perineum, skrotum, paha, abdomen
 Rectal touche : Hematoma pelvis, evaluasi prostat
 Palpasi pelvis bilateral untuk mendeteksi fraktur
 Observasi tanda syok dan urosepsis
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal
b. Pemeriksaan Radiologi
Gold standard : Sistografi
Intraperitoneal Ekstraperitoneal
Ekstravasasi kontras di sekitar
usus yang menutupi bowel loops
Ekstravasasi kontras di spatium
perivesica
5. Terapi
 Intraperitoneal : Surgical repair karena dapat menyebabkan peritonitis dan urosepsis
 Ekstraperitoneal : Drainase dengan kateter selama 7 – 10 hari
Indikasi Operasi
- Melibatkan bladder neck
- Terdapat segmen tulang pada vesica urinaria
- Disertai trauma rektum atau bladder wall entrapment
 Trauma penetrasi : Laparotomi eksplorasi, debridement, bladder repair
Ruptur Uretra
1. Klasifikasi Anatomi
 Uretra posterior terletak di bagian proksimal diafragma urogenital
 Uretra anterior terletak di bagian distal diafragma urogenital
2. Ruptur Uretra Anterior
a. Mekanisme Trauma
 Paling sering : Straddle injury (cedera selangkangan)
 Kecelakaan kendaraan bermotor, pukulan pada perineum
 Fraktur penis
 Luka tusuk, luka tembak, gigitan anjing
b. Manifestasi Klinis
 Trias klasik : Darah pada OUE,tidak dapat miksi, vesica urinaria teraba penuh
 Fascia Buck intact : Hematoma pada penis
 Fascia Buck rupture : Hematoma pada skrotum, perut bagian bawah, dan perineum
yang berbentuk seperti kupu – kupu (butterfly hematoma)
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap, urinalisis, tes fungsi ginjal
 Uretrografi retrograde : Ekstravasasi kontras pada uretra pars bullosa
d. Terapi
 Tidak boleh dilakukan kateterisasi uretra karena dapat memperberat trauma
 Ruptur parsial : Sistostomi selama 2 minggu, dilepas apabila tidak terdapat
ekstravasasi kontras dan striktura uretra pada uretrografi
 Ruptur total dan luas : Debridement, insisi hematoma, uretroplasti
 Trauma tajam : Uretroplasti emergency
3. Ruptur Uretra Posterior
a. Mekanisme Trauma
 Fraktur pelvis
 Biasanya diikuti oleh trauma organ lainnya
b. Manifestasi Klinis
 Trias klasik : Darah pada OUE,tidak dapat miksi, vesica urinaria teraba penuh
 Nyeri suprapubic
 Hematoma pada cavum pelvis dan pie in the sky bladder
 Floating prostate karena rupture ligamentum puboprostaticum
 Tanda fraktur pelvis : Distraksi (+), kompresi (+)
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap, urinalisis, tes fungsi ginjal
 Uretrografi retrograde : Ekstravasasi kontras pada uretra pars membranacea
 USG FAST untuk mendeteksi pendarahan intra-abdomen
d. Terapi
 Trauma tumpul : Sistostomi kemudian uretroplasti setelah kondisi stabil
 Trauma tajam : Uretroplasti emergency
Batu Saluran Kemih
Etiologi dan Patogenesis
1. Faktor Risiko
a. Faktor Intrinsik
 Faktor genetik
 Umur 30 – 50 tahun
 Laki – laki lebih sering daripada perempuan
 Stasis aliran urine : Neurogenic bladder, kanker kandung kemih, sering menahan
kencing, obstruksi kronis saluran kemih
 Gangguan metabolik, infeksi saluran kemih
b. Faktor Ekstrinsik
 Letak geografis : Lebih sering pada daerah stone belt
 Daerah yang panas, gersang,dan kering : Pegunungan, padang pasir
 Iklim tropis : Suhu tinggi  Keluar keringat  Konsentrasi urine meningkat
 Kekurangan asupan cairan,dehidrasi
 Diet tinggi purine, oksalat, dan kalsium
 Banyak duduk dan sedentary lifestyle
 Sering menahan kencing menyebabkan stasis aliran urine
2. Proses Pembentukan Batu
 Ketidakseimbangan antara komponen pembentuk batu dengan inhibitor
 Supersaturasi komponen pembentuk batu  Presipitasi kristal membentuk inti batu
(nukleasi)  Menarik substansi lainnya (agregasi)  Kristal berukuran besar  Melekat
pada epitel saluran kemih  Obstruksi saluran kemih
 Prespitasi kristal dipengaruhi oleh suhu, pH urine, konsentrasi zat terlarut dalam urine,
kecepatan aliran urine, dan corpus alienum pada saluran kemih
3. Komposisi Batu
a. Batu Kalsium
b. Batu Struvit
c. Batu Asam Urat

More Related Content

What's hot (20)

Pemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada AnakPemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
 
Perdarahan Saluran Cerna
Perdarahan Saluran CernaPerdarahan Saluran Cerna
Perdarahan Saluran Cerna
 
Resusitasi cairan
Resusitasi cairanResusitasi cairan
Resusitasi cairan
 
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
 
8 Shock Manajemen
8 Shock Manajemen8 Shock Manajemen
8 Shock Manajemen
 
Tokyo guidline 13 (kolesistitis &amp; kolangitis)
Tokyo guidline 13 (kolesistitis &amp; kolangitis)Tokyo guidline 13 (kolesistitis &amp; kolangitis)
Tokyo guidline 13 (kolesistitis &amp; kolangitis)
 
St elevasi miokard infark
St elevasi miokard infarkSt elevasi miokard infark
St elevasi miokard infark
 
Aki
AkiAki
Aki
 
keseimbangan asam-basa dan gas darah
keseimbangan asam-basa dan gas darahkeseimbangan asam-basa dan gas darah
keseimbangan asam-basa dan gas darah
 
Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
Hidrokel nakal
Hidrokel nakalHidrokel nakal
Hidrokel nakal
 
Kardiotokografi
KardiotokografiKardiotokografi
Kardiotokografi
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
 
Wsd
WsdWsd
Wsd
 
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMIManagement of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
 
Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopati
 
Bagan MTBS
Bagan MTBSBagan MTBS
Bagan MTBS
 
Teknik Radiografi 3 Sistem Biliari
Teknik Radiografi 3 Sistem BiliariTeknik Radiografi 3 Sistem Biliari
Teknik Radiografi 3 Sistem Biliari
 
Kontusio paru
Kontusio paruKontusio paru
Kontusio paru
 
Terapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anakTerapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anak
 

Similar to Rangkuman Materi Urologi

Similar to Rangkuman Materi Urologi (20)

Askep Benigna Prostat Hiperplasia
Askep Benigna Prostat Hiperplasia Askep Benigna Prostat Hiperplasia
Askep Benigna Prostat Hiperplasia
 
PPT BPH KEL 4.pptx
PPT BPH KEL 4.pptxPPT BPH KEL 4.pptx
PPT BPH KEL 4.pptx
 
Askep Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).pptx
Askep Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).pptxAskep Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).pptx
Askep Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).pptx
 
Bph
BphBph
Bph
 
Bph 1 6
Bph 1 6Bph 1 6
Bph 1 6
 
Bph AKPER PEMKAB MUNA
Bph AKPER PEMKAB MUNA Bph AKPER PEMKAB MUNA
Bph AKPER PEMKAB MUNA
 
Bph AKPER PEMKAB MUNA
Bph AKPER PEMKAB MUNABph AKPER PEMKAB MUNA
Bph AKPER PEMKAB MUNA
 
1. PPT BPH.pptx
1. PPT BPH.pptx1. PPT BPH.pptx
1. PPT BPH.pptx
 
47476385 laporan-pendahuluan-bph
47476385 laporan-pendahuluan-bph47476385 laporan-pendahuluan-bph
47476385 laporan-pendahuluan-bph
 
GADAR dan KEKRITISAN KEMIH.ppt
GADAR dan KEKRITISAN KEMIH.pptGADAR dan KEKRITISAN KEMIH.ppt
GADAR dan KEKRITISAN KEMIH.ppt
 
BPHqwertyuiosdfghjklxcvbnmwertyuifgh.pptx
BPHqwertyuiosdfghjklxcvbnmwertyuifgh.pptxBPHqwertyuiosdfghjklxcvbnmwertyuifgh.pptx
BPHqwertyuiosdfghjklxcvbnmwertyuifgh.pptx
 
Case Reflection BPH.pptx
Case Reflection BPH.pptxCase Reflection BPH.pptx
Case Reflection BPH.pptx
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Penyakit urologi
Penyakit urologiPenyakit urologi
Penyakit urologi
 
Sistitis
SistitisSistitis
Sistitis
 
Askep bph
Askep bphAskep bph
Askep bph
 
tinjauan pustaka
tinjauan pustakatinjauan pustaka
tinjauan pustaka
 
BPH KELOMPOK 1.pptx
BPH KELOMPOK 1.pptxBPH KELOMPOK 1.pptx
BPH KELOMPOK 1.pptx
 
104250978 case-bph
104250978 case-bph104250978 case-bph
104250978 case-bph
 
Askep klien dengan gangguan sistem perkemihan kmb ii-indri
Askep klien dengan gangguan sistem perkemihan kmb ii-indriAskep klien dengan gangguan sistem perkemihan kmb ii-indri
Askep klien dengan gangguan sistem perkemihan kmb ii-indri
 

More from Evan Permana

Tumor Jinak Ovarium
Tumor Jinak OvariumTumor Jinak Ovarium
Tumor Jinak OvariumEvan Permana
 
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan ObstetriPemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan ObstetriEvan Permana
 
Pelayanan Antenatal
Pelayanan AntenatalPelayanan Antenatal
Pelayanan AntenatalEvan Permana
 
Diagnosis Kehamilan
Diagnosis KehamilanDiagnosis Kehamilan
Diagnosis KehamilanEvan Permana
 
Asuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan NormalAsuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan NormalEvan Permana
 
Anatomi Jalan Lahir
Anatomi Jalan LahirAnatomi Jalan Lahir
Anatomi Jalan LahirEvan Permana
 
Pendarahan pada Kehamilan Tua
Pendarahan pada Kehamilan TuaPendarahan pada Kehamilan Tua
Pendarahan pada Kehamilan TuaEvan Permana
 
Pendarahan pada Kehamilan Muda
Pendarahan pada Kehamilan MudaPendarahan pada Kehamilan Muda
Pendarahan pada Kehamilan MudaEvan Permana
 
HIV / AIDS pada Kehamilan
HIV / AIDS pada KehamilanHIV / AIDS pada Kehamilan
HIV / AIDS pada KehamilanEvan Permana
 
Hipertensi pada Kehamilan
Hipertensi pada KehamilanHipertensi pada Kehamilan
Hipertensi pada KehamilanEvan Permana
 
Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis GravidarumHiperemesis Gravidarum
Hiperemesis GravidarumEvan Permana
 
Persalinan Patologis
Persalinan PatologisPersalinan Patologis
Persalinan PatologisEvan Permana
 
Pendarahan Post Partum
Pendarahan Post PartumPendarahan Post Partum
Pendarahan Post PartumEvan Permana
 
Kelainan Janin dan Air Ketuban
Kelainan Janin dan Air KetubanKelainan Janin dan Air Ketuban
Kelainan Janin dan Air KetubanEvan Permana
 
Forensik : Asfiksia dan Tenggelam
Forensik : Asfiksia dan TenggelamForensik : Asfiksia dan Tenggelam
Forensik : Asfiksia dan TenggelamEvan Permana
 
Forensik - Traumatologi
Forensik - TraumatologiForensik - Traumatologi
Forensik - TraumatologiEvan Permana
 
Forensik - Thanatologi
Forensik - ThanatologiForensik - Thanatologi
Forensik - ThanatologiEvan Permana
 
Forensik - Pembunuhan Anak Sendiri
Forensik - Pembunuhan Anak SendiriForensik - Pembunuhan Anak Sendiri
Forensik - Pembunuhan Anak SendiriEvan Permana
 

More from Evan Permana (20)

Tumor Jinak Ovarium
Tumor Jinak OvariumTumor Jinak Ovarium
Tumor Jinak Ovarium
 
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan ObstetriPemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Obstetri
 
Pelayanan Antenatal
Pelayanan AntenatalPelayanan Antenatal
Pelayanan Antenatal
 
Faktor persalinan
Faktor persalinanFaktor persalinan
Faktor persalinan
 
Persalinan Normal
Persalinan NormalPersalinan Normal
Persalinan Normal
 
Diagnosis Kehamilan
Diagnosis KehamilanDiagnosis Kehamilan
Diagnosis Kehamilan
 
Asuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan NormalAsuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan Normal
 
Anatomi Jalan Lahir
Anatomi Jalan LahirAnatomi Jalan Lahir
Anatomi Jalan Lahir
 
Pendarahan pada Kehamilan Tua
Pendarahan pada Kehamilan TuaPendarahan pada Kehamilan Tua
Pendarahan pada Kehamilan Tua
 
Pendarahan pada Kehamilan Muda
Pendarahan pada Kehamilan MudaPendarahan pada Kehamilan Muda
Pendarahan pada Kehamilan Muda
 
HIV / AIDS pada Kehamilan
HIV / AIDS pada KehamilanHIV / AIDS pada Kehamilan
HIV / AIDS pada Kehamilan
 
Hipertensi pada Kehamilan
Hipertensi pada KehamilanHipertensi pada Kehamilan
Hipertensi pada Kehamilan
 
Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis GravidarumHiperemesis Gravidarum
Hiperemesis Gravidarum
 
Persalinan Patologis
Persalinan PatologisPersalinan Patologis
Persalinan Patologis
 
Pendarahan Post Partum
Pendarahan Post PartumPendarahan Post Partum
Pendarahan Post Partum
 
Kelainan Janin dan Air Ketuban
Kelainan Janin dan Air KetubanKelainan Janin dan Air Ketuban
Kelainan Janin dan Air Ketuban
 
Forensik : Asfiksia dan Tenggelam
Forensik : Asfiksia dan TenggelamForensik : Asfiksia dan Tenggelam
Forensik : Asfiksia dan Tenggelam
 
Forensik - Traumatologi
Forensik - TraumatologiForensik - Traumatologi
Forensik - Traumatologi
 
Forensik - Thanatologi
Forensik - ThanatologiForensik - Thanatologi
Forensik - Thanatologi
 
Forensik - Pembunuhan Anak Sendiri
Forensik - Pembunuhan Anak SendiriForensik - Pembunuhan Anak Sendiri
Forensik - Pembunuhan Anak Sendiri
 

Recently uploaded

MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfestidiyah35
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxNadiraShafa1
 
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfDiagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfAlanRahmat
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRJessieArini1
 
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMetode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatankebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docximplementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docxhurufd86
 
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...MAKSIPUASA1
 
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptssuser940815
 
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanKemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 

Recently uploaded (10)

MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
 
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfDiagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
 
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMetode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
 
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatankebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
 
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docximplementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
 
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
1. BHD PERKI.pptx, materi tentang bagaimana melakukan bhd pada korban dengan ...
 
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
 
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanKemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
 

Rangkuman Materi Urologi

  • 1. Hiperplasia Prostat Benigna Anatomi Prostat  Terdiri dari zona sentral, zona perifer, zona transisional, dan zona anterior non-glandular  Hiperplasia sebagian besar terjadi pada zona transisional  Karsinoma sebagian besar berasal dari zona perifer Etiologi dan Patogenesis 1. Etiologi a. Teori Dihidrotestosteron Testosteron diubah menjadi dihidrotestosterone (DHT) oleh enzim 5-alfa reductase sehingga merangsang proliferasi kelenjar b. Ketidakseimbangan Estrogen-Testosteron  Pada usia lanjut, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap  Estrogen meningkatkan sensitivitas terhadap androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menghambat apoptosis sel prostat c. Interaksi Stroma-Epitel DHT dan estrogen merangsang sintesis growth factor oleh sel stroma  Merangsang proliferasi sel epitel dan stroma secara intrakrin dan autokrin d. Penurunan Apoptosis Apoptosis kemungkinan dihambat oleh androgen dan estrogen e. Teori Stem Cell Gangguan aktivitas stem cell sehingga terjadi hiperproliferasi sel epitel dan stroma 2. Patogenesis  Gejala obstruksi disebabkan oleh pembesaran prostat yang menekan urethra
  • 2.  Gejala iritasi disebabkan oleh peningkatan sensitivitas m. detrusor sehingga kandung kemih sering berkontraksi Gambaran Klinis 1. Anamnesis a. Voiding Symptoms (Gejala Obstruksi)  Hesitancy : Awal keluarnya urine menjadi lebih lama  Intermittency : Miksi berhenti mendadak kemudian memancar lagi  Straining : Miksi mengejan  Terminal dribbling : Urine menetes pada akhir miksi  Sensing incomplete : Rasa tidak lampias setelah miksi  Weak urinary stream : Pancaran urine lemah,tidak jauh, dan kecil  Prolonged micturition : Miksi membutuhkan waktu lama  Retensi urine : Tidak dapat mengosongkan kandung kemih  Inkontinensia paradoksal : Urine selalu menetes tanpa disadari b. Storage Symptoms (Gejala Iritasi)  Frequency : Frekuensi miksi > 8 kali sehari  Urgency : Rasa sangat ingin miksi sehingga terasa nyeri  Nocturia : Miksi lebih dari 1 kali pada malam hari diantara periode tidur  Incontinence urgency : Tidak dapat menahan miksi  Dysuria : Nyeri saat miksi c. Gejala pada Saluran Kemih Bagian Atas  Nyeri pinggang  Benjolan di pinggang : Kemungkinan hidronefrosis  Demam : Tanda infeksi atau urosepsis d. Gejala di Luar Saluran Kemih Hernia inguinalis atau hemorrhoid karena sering mengejan saat miksi 2. Pemeriksaan Fisik  Massa kistik suprapubik karena retensi urine  Rectal touche - Tonus m. sphincter ani (TMSA) : Normal, meningkat, menurun - Refleks bulbocavernosus (BCR) : Normal, meningkat, menurun - Rectum : Lumen, ekstralumen, dinding mukosa - Prostat : Sulcus medianus, pole atas, konsistensi, nodul, nyeri tekan, mobilitas - Sarung tangan lendir darah (STLD) Sulcus Medianus Pole Atas Grade 1 Cekung Mudah teraba
  • 3. Grade 2 Mendatar Mudah teraba Grade 3 Cembung Sulit teraba Grade 4 Cembung Tidak teraba BPH Karsinoma Prostat Konsistensi Kenyal seperti meraba ujung hidung Keras Lobus kanan-kiri Simetris Tidak simetris Nodul Tidak ada Ada 3. Skor IPSS (International Prostate Symptoms Score)  0 – 7 : Ringan  8 – 19 : Sedang  20 – 35 : Berat
  • 4. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Urinalisis  Mendeteksi leukosituria dan hematuria  Jika terdapat hematuria,maka perlu dicari penyebabnya  Jika terdapat leukosituria, maka dapat dipertimbangkan kultur urine b. Tes Fungsi Ginjal  Mendeteksi komplikasi pada ginjal  Menentukan apakah perlu dilakukan pemeriksaan radiologi pada saluran kemih bagian atas c. Kadar PSA (Prostate Specific Antigen) Dihasilkan oleh sel epitel prostat dan bersifat organ-specific tetapi bukan cancer-specific  40 – 49 tahun : 0 – 2,5 ng/ml  50 – 59 tahun : 0 – 3,5 ng/ml  60 – 69 tahun : 0 – 4,5 ng/ml  70 – 79 tahun : 0 – 6,5 ng/ml Jika kadar PSA > 4 ng/ml, maka harus dilakukan biopsi d. Uroflowmetri Mencatat pancaran urine secara elektronik untuk menilai volume miksi, laju pancaran maksimal (Qmaks), laju pancaran rata – rata (Qave),waktuyang dibutuhkan untuk mencapai laju pancaran maksimal, dan durasi pancaran Flow Rate Maksimal Bentuk Grafik  > 15 ml/detik : Non obstruktif  10 – 15 ml/detik : Borderline  < 10 ml/detik : Obstruktif  Parabolic : Normal  Saw-tooth with prolonged curve : Striktura uretra  Prolonged curve with lowered maximum : BPH e. Pemeriksaan Residu Urine  Mendeteksi sisa urine di kandung kemih setelah miksi  Dilakukan dengan kateterisasi, USG, atau bladder scan post miksi  Volume normal pada laki – laki adalah 12 ml 2. Pemeriksaan Radiologi a. USG Transabdominal Merupakan pemeriksaan awal untuk kasus pembesaran prostat  Perkiraan ukuran atau volume prostat
  • 5.  Indeks protrusi prostat diukur dari ujung protrusi prostat pada kandung kemih sampai basis sirkumferensial kandung kemih Berhubungan dengan derajatobstruksi bladder neck, residu urine post miksi, volume prostat, dan risiko retensi urine akut  Kelainan intravesica seperti massa, batu,atauvekuan darah  Menghitung residu urine post miksi  Hidronefrosis atau gangguan ginjal akibat obstruksi prostat b. BNO dan IVP Indikasi Hal yang Dinilai  Hematuria  Infeksi saluran kemih  Gagal ginjal  Residu urine banyak  Riwayat batu saluran kemih  Riwayat operasi saluran kemih  Batu saluran kemih  Hidroureter  Hidronefrosis c. Uretrosistografi Mendeteksi striktura uretra dan indentasi prostat pada kandung kemih d. Uretrosistoskopi Riwayat hematuria, striktura uretra, urethritis, trauma uretra, instrumentasi uretra, riwayat operasi uretra, atau curiga kanker kandung kemih
  • 6. Terapi 1. Watchful Waiting (Skor IPSS 0 – 7)  Jangan banyak minum dan mengonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam  Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang dapat menyebabkan iritasi kandung kemih seperti kopi atau coklat  Membatasi konsumsi obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
  • 7.  Jangan menahan kencing terlalu lama  Mengurangi konsumsi makanan pedas dan asin 2. Terapi Farmakologi (Skor IPSS 8 – 19) Mekanisme Efek Samping Alfa-1 blocker  Prazosin  Tamsulosin  Terasozin Menghambat kontraksi internal urethral sphincter sehingga memperlebar bladder neck  Hipotensi postural  Takikardia  Pusing / nyeri kepala  Kongesti hidung  Flushing  Impotensi Inhibitor 5-alfa reductase  Dutasterid  Finasterid Menghambat perubahan testosteron menjadi DHT  Penurunan libido  Impotensi  Gangguan ejakulasi  Ginekomastia Fitofarmaka  Pygeum africanum  Serenoa repens  Hypoxis rooperi  Radix urtica  Anti estrogen, anti androgen  Menurunkan kadar SHBG  Menghambat FGF dan EGF  Memperkecil volume prostat 3. Pembedahan (Skor IPSS 20 – 35) a. Indikasi  Tidak merespons terhadap terapi farmakologi  Mengalami retensi urine  Terdapat komplikasi : Infeksi saluran kemih berulang, batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal  Terdapat penyulit : Gross hematuria, divertikulum, hernia, hemorrhoid b. Jenis Pembedahan  Volume prostat < 30 ml : TUIP (transurethral incision of the prostate)  Volume prostat 30 – 80 ml : TURP (transurethral resection of the prostate)  Volume prostat > 80 ml : Prostatektomi terbuka 4. Evaluasi Terapi  Watchful waiting : 6 bulan kemudian setiap tahun  Alfa-1 blocker : 6 minggu kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun  Inhibitor 5-alfa reductase : 12 minggu kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun  Pembedahan : 6 minggu kemudian 3 bulan kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun
  • 8. Gangguan pada Testis dan Skrotum Torsio Testis 1. Definisi  Terpelintirnya funiculus spermaticus sehingga menghambataliran darah pada testis  Obstruksi aliran darah  Testis mengalami ischemia, edema, dan nekrosis  Merupakan kedaruratan urologi 2. Faktor Risiko  Perubahan suhu yang mendadak  Ketakutan  Latihan yang berlebihan  Memakai celana ketat  Defekasi  Saat tidur karena spasme m. cremasterica  Trauma scrotum 3. Patogenesis a. Intravaginal  Sering terjadi pada remaja karena deformitas bell-clapper  Tunica vaginalis mengelilingi semua bagian testis sehinga mencegah insersi epididimis ke dinding scrotum  Testis dan epididimis dapat bergerak bebas b. Ekstravaginal
  • 9.  Sering terjadi pada janin dan neonatus  Tunica vaginalis belum terfiksasi sempurna sehingga testis, epididimis, dan tunica vaginalis mudah bergerak bebas 4. Manifestasi Klinis a. Anamnesis  Sudden onset of severe unilateral testicular pain  Nyeri dapat menyebar sampai daerah inguinal dan perut bagian bawah  Dapat disertai mual dan muntah b. Pemeriksaan Fisik  Skrotum tampak eritema, edema, dan nyeri tekan  Derming sign : Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi  Angle sign : Testis yang mengalami torsio tampak lebih horizontal  Refleks cremaster negatif pada sisi ipsilateral  Phren sign negatif : Nyeri tidak berkurang saat mengangkattestis 5. Pemeriksaan USG Doppler  Torsio testis : Aliran darah berkurang atau tidak ada  Orchitis : Aliran darah meningkat 6. Terapi Golden period adalah 6 jam setelah onset
  • 10. a. Detorsi Manual  Hanya boleh dilakukan apabila terdapatUSG Doppler dan onset < 6 jam  Memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio  Torsio biasanya ke arah medial sehingga disarankan untuk memutar testis ke arah lateral. Jika tidak terjadi perubahan, maka putar ke arah medial  Operasi harus tetap dilakukan meskipun detorsi sudah berhasil b. Operasi  Berfungsi untuk reposisi testis dan menilai viabilitas  Jika testis masih viable (onset < 6 jam), maka dilakukan orkidopeksi ke tunica dartos dan orkidopeksi kontralateral  Jika testis sudah necrosis (onset > 6 jam), maka dilakukan orkidektomi dan orkidopeksi kontralateral. Jika testis yang sudah nekrosis dibiarkan di dalam skrotum, maka akan terbentuk antibody antisperma sehingga dapat menurunkan fertilitas di kemudian hari Hidrokel 1. Definisi  Cavum vaginalis testis berisi cairan yang berlebihan  Sebagian besar terjadi pada neonatus dan bersifat kongenital, biasanya sembuh sendiri pada umur > 1 tahun 2. Etiologi dan Patogenesis a. Neonatus  Processus vaginalis belum menutup sempurna sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke dalam processus vaginalis  Sistem limfatik di daerah skrotum belum berkembang sempurna sehingga menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan b. Dewasa  Primer idiopatik  Sekunder: Tumor testis, epididimitis, orchitis, trauma testis, Filariasis 3. Manifestasi Klinis  Benjolan pada skrotum yang tidak nyeri dengan konsistensi kistik  Transiluminasi positif : Skrotum tembus cahaya dengan senter 4. Klasifikasi a. Hidrokel Testis  Kantong hidrokel mengelilingi testis sehingga testis tidak teraba  Ukuran hidrokel tidak berubah sepanjang hari
  • 11. b. Hidrokel Funiculus  Kantong hidrokel terletak pada funiculus spermaticus di atas testis  Testis dapat teraba karena terletak di luar kantong hidrokel  Ukuran hidrokel tidak berubah sepanjang hari c. Hidrokel Komunikans  Processus vaginalis berhubungan dengan rongga peritoneum sehingga processus vaginalis dapat terisi cairan  Kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke cavum abdomen  Ukuran hidrokel dapat berubah, membesar saatanak menangis 5. Terapi  Hidrokel kongenital : Ditunggu sampai umur 1 tahun. Jika belum hilang sampai umur 1 tahun atau bertambah besar, maka dilakukan aspirasi cairan atau operasi
  • 12.  Hidrokel primer : Operasi, kecuali pada usia lanjut atau kondisi umum buruk  Hidrokel sekunder : Mengatasi penyakit yang mendasari Varikokel 1. Definisi Dilatasi abnormal dari pleksus venosus pampiniformis di funiculus spermaticus 2. Etiologi a. Varikokel Primer  Gangguan atau kelemahan katup vena pada v. spermatica interna  Lebih sering terjadi pada funiculus spermaticus kiri karena - V. spermatica interna sinistra bermuara ke v. renalis sinistra dengan posisi tegak lurus sedangkan v. spermatica interna dekstra bermuara ke v. cava inferior dengan posisi miring - V. spermatica interna sinistra lebih panjang serta katupnya lebih sedikit dan sering inkompeten b. Varikokel Sekunder  Disebabkan oleh tekanan dari luar, misalnya tumor ginjal atau tumor retroperitoneal yang menekan v. cava inferior  Jika terjadi pada sisi kanan atau bilateral, maka kemungkinan disebabkan oleh proses sekunder yaitu kompresi atau obstruksi v. cava inferior 3. Patogenesis  Darah pada v. spermatica interna tidak dapat mengalir ke v. renalis sehingga berbalik turun ke arah testis  Gaya gravitasi saat berdiri atau peningkatan tekanan intraabdominal saat mengejan menyebabkan darah masuk mengisi pleksus venosus pampiniformis
  • 13.  Dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis dan infertilitas karena - Stasis aliran darah balik sehingga testis mengalami hipoksia - Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal ke testis melalui v. spermatica interna - Peningkatan suhu testis - Anastomosis pada pleksus venosus pampiniformis kanan dan kiri menyebabkan hasil metabolit mengalir dari testis kiri ke testis kanan 4. Manifestasi Klinis a. Anamnesis  Belum memiliki anak setelah beberapa tahun menikah  Skrotum terasa nyeri, berat, atau tidak nyaman b. Pemeriksaan Fisik Skrotum membesar dan teraba seperti kantong cacing (bag of worm) pada posisi berdiri  Derajat kecil : Teraba saat melakukan manuver Valsava  Derajat sedang : Dapat teraba tanpa melakukan manuver Valsava  Derajat besar : Dapat dilihat dengan jelas tanpa palpasi 5. Pemeriksaan Penunjang  USG Doppler : Peningkatan aliran darah pada pleksus venosus pampiniformis  Analisis sperma : Oligozoospermia, asthenozoospermia, teratozoospermia 6. Terapi  Konservatif apabila tidak menimbulkan gejala  Indikasi pembedahan : Simptomatik, menyebabkan infertilitas, mencegah perdarahan Kriptorkidismus 1. Definisi  Undecensus testiculorum (UDT) : Testis tidak terletak di dalam skrotum tetapi masih dalam jalur yang normal  Testis ektopik : Testis tidak terletak di dalam skrotum dan keluar dari jalur yang normal  Anorchidismus : Salah satu atau kedua testis tidak terbentuk  Testis retraktil (kriptorkidismus fisiologis) : Testis terletak di regio inguinal dan dapat kembali ke dalam skrotum. Disebabkan oleh refleks cremaster yang terlalu kuat saat cuaca dingin atau setelah aktivitas fisik 2. Etiologi  Kelainan pada gubernaculum testis  Kelainan intrinsik pada testis 3. Patogenesis  Suhu abdomen 10C lebih tinggi daripada suhu skrotum sehingga testis di dalam abdomen selalu terpapar oleh suhu tinggi  Kerusakan sel germinal  Atrofi testis
  • 14.  Sel Leydig tidak rusak sehingga potensi seksual tidak terganggu 4. Manifestasi Klinis  Testis tidak teraba di dalam skrotum  Benjolan pada perut, pangkal penis, ataulipatan paha  Skrotum tampak kosong dan mengerut 5. Pemeriksaan Penunjang  Jika kedua testis tidak terletak di dalam skrotum, maka harus dibedakan dari anorchidismus bilateral dengan tes HCG  Periksa kadar testosteron awal  Injeksi HCG 20.000 IU/hari selama 4 hari  Ukur kadar testosteron setelah injeksi - Anorchidismus : Kadar testosteron tidak meningkat - UDT atau testis ektopik : Kadar testosteron meningkat 10 kali daripada kadar awal 6. Terapi Sebaiknya dilakukan pada umur 1 tahununtuk mencegah kerusakan testis yang bermakna  HCG intranasal terutama pada kriptorkidismus bilateral  Orkidopeksi dengan meletakkan testis ke dalam skrotum dan fiksasi ke tunica dartos - Mempertahankan fertilitas - Mencegah transformasi ganas - Melakukan koreksi hernia - Mengatasi rasa rendah diri karena tidak memiliki testis Orchitis dan Epididimo-orchitis 1. Etiologi a. Mikroorganisme Penyebab  Dewasa muda (< 35 tahun) : Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae  Anak – anak dan dewasa tua (≥ 35 tahun) : E. coli atau Ureaplasma urealyticum  Lainnya : Mumps virus, Mycobacterium tuberculosis, Klebsiella, Pseudomonas b. Port de Entry  Ascending dari kandung kemih, prosat, atauuretra  Refluks urine melalui duktus ejakulatorius  Hematogen dan inokulasi langsung 2. Manifestasi Klinis a. Anamnesis  Lokal : Nyeri mendadak pada skrotum, biasanya unilateral  Sistemik : Demam, mual, muntah, malaise  Riwayat parotitis saat anak – anak b. Pemeriksaan Fisik
  • 15.  Skrotum tampak hiperemis, edema, dan nyeri tekan  Phren sign positif : Nyeri berkurang saat mengangkattestis  Refleks cremaster normal 3. Pemeriksaan Penunjang  Urinalisis, pemeriksaan Gram, kultur urine  USG Doppler : Peningkatan aliran darah pada testis dan/atau epididimis 4. Terapi a. Terapi Kausatif  C. trachomatis atau N. gonorrhoeae : Seftriakson atauazitromisin  E. coli atau U. urealyticum : Fluorokuinolon atau kotrimoksazol  Mumps virus : Terapi simptomatik b. Terapi Suportif  Bed rest, analgesik, anti-inflamasi  Elevasi skrotum disertai cold packs - Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di antara kedua kaki untuk mengangkat skrotum kemudian letakkan ice packs pada testis yang terkena - Lakukan 4 kali sehari selama 10 – 15 menit
  • 16. Kanker Saluran Kemih Kanker Kandung Kemih 1. Faktor Risiko a. Pekerjaan  Pabrik cat, pabrik korek api, pabrik testil, pabrik kulit, pabrik kaca, pabrik kertas  Industri karet, industri mesin, industri bahan kimia, industri minyak bumi  Pencukur rambut, petugas laundry, petugas laboratorium, pekerja listrik, pekerja mesin, pekerja otomotif, petugas elektronik b. Merokok Rokok mengandung amin aromatik dan nitrosamin yang bersifat karsinogen c. Infeksi dan Iritasi Saluran Kemih  E. coli dan Proteus menghasilkan nitrosamin yang bersifat karsinogen  Infeksi Schistosoma haematobium pada kandung kemih dapat menyebabkan karsinoma sel squamosa  Iritasi kronis oleh instrumentasi atau batu yang berukuran besar d. Kopi, Pemanis Buatan,dan Obat  Kopi, sakarin, siklamat  Siklofosfamid, fenasetin, opium, isoniazid, radiasi pada pelvis 2. Manifestasi Klinis a. Anamnesis  Trias klasik : Hematuria yang tidak nyeri (painless), bersifat kambuhan (intermittent), dan muncul pada semua proses miksi (total hematuria)  Nyeri perut, nyeri punggung, nyeri pinggang, nyeri kepala, sesak napas b. Pemeriksaan Fisik  Tumor yang berukuran kecil biasanya tidak terdeteksi  Palpasi bimanual dengan anestesi untuk relaksasi kandung kemih - Jari telunjuk kanan dimasukkan ke dalam rektum sedangkan tangan kiri melakukan palpasi suprapubic untuk memperkirakan ukuran tumor - Dilakukan sebelum dan sesudah reseksi tumor transuretra  Edema tungkai karena penekanan pembuluh limfe oleh massa  Hepatomegali, limfadenopati supraclavicula 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium  Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungi hepar  Urinalisis dan kultur urine untuk menyingkirkan kemungkinan ISK  Sitologi urine yaitu pemeriksaan sel urotelium yang terlepas bersama urine
  • 17. b. Pemeriksaan Radiologi  USG kandung kemih, ginjal, dan abdomen untuk mendeteksi massa intravesica, bekuan darah, obstruksi saluran kemih atas, batu saluran kemih, hidronefrosis  IVP untuk mendeteksi struktur dan fungsi ginjal serta filling defect dan indentasi pada kandung kemih  CT scan abdomen dan pelvis dengan kontras untuk mengetahui derajatinvasi tumor, limfadenopati regional, dan metastasis ke hepar  Sistoskopi untuk mengetahui lokasi, ukuran, jumlah, dan bentuk tumor sekaligus dilakukan biopsi dan reseksi 4. Terapi Keterangan Terapi Tis Karsinoma in situ TUR  BCG intravesica Ta Tumor papilar non invasif TUR  Kemo atau imuno terapi intravesica T1 Invasi submukosa TUR  Kemo atau imunoterapi intravesica atau sistektomi radikal T2 Invasi otot superfisial  Sistektomi radikal  Kemoterapi neoadjuvan  Sistektomi radikal  Sistektomi radikal  Kemoterapi adjuvan  Kemoterapi + Radiasi T3a Invasi otot profunda T3b Invasi jaringan lemak perivesica T4 Invasi ke organ sekitar N1 – 3 Limfadenopati regional Kemoterapi sistemik  Sistektomi atau radiasi M1 Metastasis jauh Kanker Prostat 1. Faktor Risiko a. Faktor Genetik, Ras, dan Umur  Riwayat kanker prostat pada ayah atau saudara laki – laki (risiko 5 kali lipat)
  • 18.  Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, sindrom Lynch  Biasanya pada umur > 40 tahun  Ras Afrika-Amerika yang berkulit hitam b. Faktor Diet Diet tinggi lemak, susu hewan, daging merah,hati, sedikit sayur dan buah, rendah ikan, rendah kedelai, dan tinggi kalsium c. Pekerjaan Merokok dan paparan cadmium pada alat listrik dan baterai 2. Manifestasi Klinis a. Anamnesis  Asimptomatik pada stadium awal  Kesulitan miksi, dysuria, hematuria, retensi urine  Nyeri punggung bawah, nyeri tulang, sesak napas, nyeri kepala b. Pemeriksaan Fisik  Rectal touche : Teraba nodul yang keras, asimetris, dan berbenjol – benjol  Gangguan neurologi fokal karena kompresi medula spinalis 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium  Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hepar, tes fungsi ginjal  Urinalisis dan kultur urine untuk menyingkirkan kemungkinan ISK  Peningakatan kadar PSA > 4ng/ml  Peningkatan kadar alkali fosfatase menunjukkan metastasis tulang jenis osteoblastik b. Pemeriksaan Radiologi  USG transrektal : Daerah hipoekoik pada prostat terutama di zona perifer  Bone survey atau bone scan untuk mendeteksi metastasis tulang  Foto thoraks untuk mendeteksi metastasis paru  CT scan abdomen dan pelvis apabila skor Gleason > 7 atau kadar PSA tinggi c. Pemeriksaan Histopatologi dan Skor Gleason
  • 19.  Biopsi prostat dilakukan dengan bantuan USG transrektal  Gambaran histopatologi dilaporkan dalamskor Gleason - Tingkat diferensiasi diklasifikasikan menjadi 5 skala - Skor Gleason : Tingkat diferensiasi primary pattern + secondary pattern Skor Total Interpretasi 2 – 4 Well differentiated 5 – 7 Moderately differentiated 8 – 10 Poorly differentiated Misalnya primary pattern grade 4 dan secondary pattern grade 3 berarti skor Gleason adalah 4 + 3 = 7 (moderately differentiated)
  • 20. - Primary pattern adalah gambaran pertama yang paling dominan,secondary pattern adalah gambaran kedua yang dominan 4. Terapi
  • 21. Trauma Urogenital Ruptur Ginjal 1. Mekanisme Trauma  Trauma tumpul : Kecelakaan,jatuh dari ketinggian, pukulan langsung pada pinggang  Trauma tajam : Luka tusuk, luka tembak Goncangan pada ginjal di ruang retroperitoneal  Regangan pedikel  Robekan tunica intima a. renalis  Terbentuk bekuan darah dan trombosis a. renalis 2. Manifestasi Klinis a. Anamnesis  Riwayat trauma di daerah pinggang, punggung, dada bawah, atau perut atas  Riwayat deselerasi mendadak, pukulan, atau penetrasi pada pinggang  Hematuria yang tidak berbanding lurus dengan derajattrauma  Nyeri dan jejas di daerah costovertebrae b. Pemeriksaan Fisik  Inspeksi : Ekimosis pada regio lumbalis atau kuadran atas, abdomen distended  Palpasi : Nyeri tekan dan nyeri ketok pada sudut costovertebrae, hematoma retroperitoneal, fraktur costae XII  Auskultasi : Bising usus menghilang 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium  Pemeriksaan darah lengkap, screening hemostasis, tes fungsi ginjal  Urinalisis : Gross atau microscopic hematuria, sedimen urine b. Pemeriksaan Radiologi CT scan abdomen dengan kontras + one shot IVP untuk menentukan grade trauma ginjal dan menilai fungsi ginjal kontralateral Indikasi  Anak – anak dengan trauma tumpul dan hematuria
  • 22.  Trauma tumpul atau penetrasi dengan hematuria  Hematuria mikroskopis dengan hipotensi  Multitrauma yang berhubungan dengan trauma ginjal c. Grading menurut AAST Keterangan Grade I  Kontusio  Hematoma subcapsular tanpa laserasi Grade II  Hematoma perirenal kecil yang terbatas pada retroperitoneal  Laserasi < 1 cm pada korteks tanpa ekstravasasi urine Grade III Laserasi > 1 cm sampai ke medulla tanpa ekstravasasi urine Grade IV  Laserasi sampai ke calyces dan pelvis renalis  Laserasi pada a/v renalis dengan hematoma atau trombosis Grade V  Ren tampak hancur  Avulsi hilum renalis dan devascularisasi ren 4. Terapi Sebagian besar kasus tidak membutuhkan operasi a. Terapi Konservatif : Grade I – IV dengan hemodinamik stabil
  • 23.  Bed rest  Monitoring tanda vital, flank mass, tanda perdarahan  Pemeriksaan darah rutin dan urinalisis serial  Antibiotik profilaksis b. Operasi : Hemodinamik tidak stabil, grade V, expanding hematoma  Eksplorasi ginjal  Rekonstruksi ginjal apabila terdapat parenkim yang masih viable  Nefrektomi untuk mengangkat parenkim yang non-viable
  • 24. Ruptur Vesica Urinaria 1. Mekanisme Trauma a. Non Iatrogenik  Trauma tumpul dengan atau tanpa frakturpelvis  Trauma tajam : Luka tembak atau luka tusuk b. Iatrogenik  Obstetri : Sectio cesarea, melahirkan dengan forceps  Ginekologi : Histerektomi, laparoskopi  Urologi : TURP, TURB, biopsi kandung kemih, sistoskopi  Ortopedi : ORIF pada fraktur pelvis, artroplasti 2. Patofisiologi a. Intraperitoneal  Vesica urinaria penuh  Distensi sampai ke rongga perut  Pukulan pada perut bagian bawah  Rupture facies superior  Urine masuk ke rongga perut  Urosepsis dan peritonitis
  • 25. b. Ekstraperitoneal Vesica urinaria yang kosong terletak di dalam rongga pelvis  Terkena segmen tulang pada fraktur pelvis  Rupture pada facies inferolateralis
  • 26. 3. Manifestasi Klinis a. Anamnesis  Riwayat trauma pada pelvis atau perut bagian bawah  Nyeri suprapubic  Gross hematuria  Sulit atau tidak dapat miksi b. Pemeriksaan Fisik  Tanda peritonitis : Nyeri tekan, defans musculair, bising usus (-), distended  Tanda ekstravasasi urine : Bengkak pada perineum, skrotum, paha, abdomen  Rectal touche : Hematoma pelvis, evaluasi prostat  Palpasi pelvis bilateral untuk mendeteksi fraktur  Observasi tanda syok dan urosepsis 4. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal b. Pemeriksaan Radiologi Gold standard : Sistografi
  • 27. Intraperitoneal Ekstraperitoneal Ekstravasasi kontras di sekitar usus yang menutupi bowel loops Ekstravasasi kontras di spatium perivesica 5. Terapi  Intraperitoneal : Surgical repair karena dapat menyebabkan peritonitis dan urosepsis  Ekstraperitoneal : Drainase dengan kateter selama 7 – 10 hari Indikasi Operasi - Melibatkan bladder neck - Terdapat segmen tulang pada vesica urinaria - Disertai trauma rektum atau bladder wall entrapment  Trauma penetrasi : Laparotomi eksplorasi, debridement, bladder repair Ruptur Uretra 1. Klasifikasi Anatomi  Uretra posterior terletak di bagian proksimal diafragma urogenital  Uretra anterior terletak di bagian distal diafragma urogenital
  • 28. 2. Ruptur Uretra Anterior a. Mekanisme Trauma  Paling sering : Straddle injury (cedera selangkangan)  Kecelakaan kendaraan bermotor, pukulan pada perineum  Fraktur penis  Luka tusuk, luka tembak, gigitan anjing b. Manifestasi Klinis  Trias klasik : Darah pada OUE,tidak dapat miksi, vesica urinaria teraba penuh  Fascia Buck intact : Hematoma pada penis  Fascia Buck rupture : Hematoma pada skrotum, perut bagian bawah, dan perineum yang berbentuk seperti kupu – kupu (butterfly hematoma) c. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap, urinalisis, tes fungsi ginjal
  • 29.  Uretrografi retrograde : Ekstravasasi kontras pada uretra pars bullosa d. Terapi  Tidak boleh dilakukan kateterisasi uretra karena dapat memperberat trauma  Ruptur parsial : Sistostomi selama 2 minggu, dilepas apabila tidak terdapat ekstravasasi kontras dan striktura uretra pada uretrografi  Ruptur total dan luas : Debridement, insisi hematoma, uretroplasti  Trauma tajam : Uretroplasti emergency
  • 30. 3. Ruptur Uretra Posterior a. Mekanisme Trauma  Fraktur pelvis  Biasanya diikuti oleh trauma organ lainnya b. Manifestasi Klinis  Trias klasik : Darah pada OUE,tidak dapat miksi, vesica urinaria teraba penuh  Nyeri suprapubic  Hematoma pada cavum pelvis dan pie in the sky bladder  Floating prostate karena rupture ligamentum puboprostaticum  Tanda fraktur pelvis : Distraksi (+), kompresi (+)
  • 31. c. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap, urinalisis, tes fungsi ginjal  Uretrografi retrograde : Ekstravasasi kontras pada uretra pars membranacea  USG FAST untuk mendeteksi pendarahan intra-abdomen d. Terapi  Trauma tumpul : Sistostomi kemudian uretroplasti setelah kondisi stabil  Trauma tajam : Uretroplasti emergency
  • 32.
  • 33. Batu Saluran Kemih Etiologi dan Patogenesis 1. Faktor Risiko a. Faktor Intrinsik  Faktor genetik  Umur 30 – 50 tahun  Laki – laki lebih sering daripada perempuan  Stasis aliran urine : Neurogenic bladder, kanker kandung kemih, sering menahan kencing, obstruksi kronis saluran kemih  Gangguan metabolik, infeksi saluran kemih b. Faktor Ekstrinsik  Letak geografis : Lebih sering pada daerah stone belt  Daerah yang panas, gersang,dan kering : Pegunungan, padang pasir  Iklim tropis : Suhu tinggi  Keluar keringat  Konsentrasi urine meningkat
  • 34.  Kekurangan asupan cairan,dehidrasi  Diet tinggi purine, oksalat, dan kalsium  Banyak duduk dan sedentary lifestyle  Sering menahan kencing menyebabkan stasis aliran urine 2. Proses Pembentukan Batu  Ketidakseimbangan antara komponen pembentuk batu dengan inhibitor  Supersaturasi komponen pembentuk batu  Presipitasi kristal membentuk inti batu (nukleasi)  Menarik substansi lainnya (agregasi)  Kristal berukuran besar  Melekat pada epitel saluran kemih  Obstruksi saluran kemih  Prespitasi kristal dipengaruhi oleh suhu, pH urine, konsentrasi zat terlarut dalam urine, kecepatan aliran urine, dan corpus alienum pada saluran kemih 3. Komposisi Batu a. Batu Kalsium b. Batu Struvit c. Batu Asam Urat