Hiperplasia prostat benigna merupakan pembesaran prostat yang tidak kanker yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan jaringan prostat. Gejala yang muncul antara lain gangguan buang air kecil dan iritasi kandung kemih. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik rektal, skor IPSS, pemeriksaan laboratorium seperti PSA dan urinalisis, serta pemeriksaan gambar seperti USG. Terapi yang d
1. Hiperplasia Prostat Benigna
Anatomi Prostat
Terdiri dari zona sentral, zona perifer, zona transisional, dan zona anterior non-glandular
Hiperplasia sebagian besar terjadi pada zona transisional
Karsinoma sebagian besar berasal dari zona perifer
Etiologi dan Patogenesis
1. Etiologi
a. Teori Dihidrotestosteron
Testosteron diubah menjadi dihidrotestosterone (DHT) oleh enzim 5-alfa reductase
sehingga merangsang proliferasi kelenjar
b. Ketidakseimbangan Estrogen-Testosteron
Pada usia lanjut, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap
Estrogen meningkatkan sensitivitas terhadap androgen, meningkatkan jumlah
reseptor androgen, dan menghambat apoptosis sel prostat
c. Interaksi Stroma-Epitel
DHT dan estrogen merangsang sintesis growth factor oleh sel stroma Merangsang
proliferasi sel epitel dan stroma secara intrakrin dan autokrin
d. Penurunan Apoptosis
Apoptosis kemungkinan dihambat oleh androgen dan estrogen
e. Teori Stem Cell
Gangguan aktivitas stem cell sehingga terjadi hiperproliferasi sel epitel dan stroma
2. Patogenesis
Gejala obstruksi disebabkan oleh pembesaran prostat yang menekan urethra
2. Gejala iritasi disebabkan oleh peningkatan sensitivitas m. detrusor sehingga kandung
kemih sering berkontraksi
Gambaran Klinis
1. Anamnesis
a. Voiding Symptoms (Gejala Obstruksi)
Hesitancy : Awal keluarnya urine menjadi lebih lama
Intermittency : Miksi berhenti mendadak kemudian memancar lagi
Straining : Miksi mengejan
Terminal dribbling : Urine menetes pada akhir miksi
Sensing incomplete : Rasa tidak lampias setelah miksi
Weak urinary stream : Pancaran urine lemah,tidak jauh, dan kecil
Prolonged micturition : Miksi membutuhkan waktu lama
Retensi urine : Tidak dapat mengosongkan kandung kemih
Inkontinensia paradoksal : Urine selalu menetes tanpa disadari
b. Storage Symptoms (Gejala Iritasi)
Frequency : Frekuensi miksi > 8 kali sehari
Urgency : Rasa sangat ingin miksi sehingga terasa nyeri
Nocturia : Miksi lebih dari 1 kali pada malam hari diantara periode tidur
Incontinence urgency : Tidak dapat menahan miksi
Dysuria : Nyeri saat miksi
c. Gejala pada Saluran Kemih Bagian Atas
Nyeri pinggang
Benjolan di pinggang : Kemungkinan hidronefrosis
Demam : Tanda infeksi atau urosepsis
d. Gejala di Luar Saluran Kemih
Hernia inguinalis atau hemorrhoid karena sering mengejan saat miksi
2. Pemeriksaan Fisik
Massa kistik suprapubik karena retensi urine
Rectal touche
- Tonus m. sphincter ani (TMSA) : Normal, meningkat, menurun
- Refleks bulbocavernosus (BCR) : Normal, meningkat, menurun
- Rectum : Lumen, ekstralumen, dinding mukosa
- Prostat : Sulcus medianus, pole atas, konsistensi, nodul, nyeri tekan, mobilitas
- Sarung tangan lendir darah (STLD)
Sulcus Medianus Pole Atas
Grade 1 Cekung Mudah teraba
3. Grade 2 Mendatar Mudah teraba
Grade 3 Cembung Sulit teraba
Grade 4 Cembung Tidak teraba
BPH Karsinoma Prostat
Konsistensi
Kenyal seperti meraba
ujung hidung
Keras
Lobus kanan-kiri Simetris Tidak simetris
Nodul Tidak ada Ada
3. Skor IPSS (International Prostate Symptoms Score)
0 – 7 : Ringan
8 – 19 : Sedang
20 – 35 : Berat
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
Mendeteksi leukosituria dan hematuria
Jika terdapat hematuria,maka perlu dicari penyebabnya
Jika terdapat leukosituria, maka dapat dipertimbangkan kultur urine
b. Tes Fungsi Ginjal
Mendeteksi komplikasi pada ginjal
Menentukan apakah perlu dilakukan pemeriksaan radiologi pada saluran kemih
bagian atas
c. Kadar PSA (Prostate Specific Antigen)
Dihasilkan oleh sel epitel prostat dan bersifat organ-specific tetapi bukan cancer-specific
40 – 49 tahun : 0 – 2,5 ng/ml
50 – 59 tahun : 0 – 3,5 ng/ml
60 – 69 tahun : 0 – 4,5 ng/ml
70 – 79 tahun : 0 – 6,5 ng/ml
Jika kadar PSA > 4 ng/ml, maka harus dilakukan biopsi
d. Uroflowmetri
Mencatat pancaran urine secara elektronik untuk menilai volume miksi, laju pancaran
maksimal (Qmaks), laju pancaran rata – rata (Qave),waktuyang dibutuhkan untuk
mencapai laju pancaran maksimal, dan durasi pancaran
Flow Rate Maksimal Bentuk Grafik
> 15 ml/detik : Non obstruktif
10 – 15 ml/detik : Borderline
< 10 ml/detik : Obstruktif
Parabolic : Normal
Saw-tooth with prolonged
curve : Striktura uretra
Prolonged curve with
lowered maximum : BPH
e. Pemeriksaan Residu Urine
Mendeteksi sisa urine di kandung kemih setelah miksi
Dilakukan dengan kateterisasi, USG, atau bladder scan post miksi
Volume normal pada laki – laki adalah 12 ml
2. Pemeriksaan Radiologi
a. USG Transabdominal
Merupakan pemeriksaan awal untuk kasus pembesaran prostat
Perkiraan ukuran atau volume prostat
5. Indeks protrusi prostat diukur dari ujung protrusi prostat pada kandung kemih
sampai basis sirkumferensial kandung kemih
Berhubungan dengan derajatobstruksi bladder neck, residu urine post miksi,
volume prostat, dan risiko retensi urine akut
Kelainan intravesica seperti massa, batu,atauvekuan darah
Menghitung residu urine post miksi
Hidronefrosis atau gangguan ginjal akibat obstruksi prostat
b. BNO dan IVP
Indikasi Hal yang Dinilai
Hematuria
Infeksi saluran kemih
Gagal ginjal
Residu urine banyak
Riwayat batu saluran kemih
Riwayat operasi saluran kemih
Batu saluran kemih
Hidroureter
Hidronefrosis
c. Uretrosistografi
Mendeteksi striktura uretra dan indentasi prostat pada kandung kemih
d. Uretrosistoskopi
Riwayat hematuria, striktura uretra, urethritis, trauma uretra, instrumentasi uretra,
riwayat operasi uretra, atau curiga kanker kandung kemih
6. Terapi
1. Watchful Waiting (Skor IPSS 0 – 7)
Jangan banyak minum dan mengonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang dapat menyebabkan iritasi kandung
kemih seperti kopi atau coklat
Membatasi konsumsi obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
7. Jangan menahan kencing terlalu lama
Mengurangi konsumsi makanan pedas dan asin
2. Terapi Farmakologi (Skor IPSS 8 – 19)
Mekanisme Efek Samping
Alfa-1 blocker
Prazosin
Tamsulosin
Terasozin
Menghambat kontraksi internal
urethral sphincter sehingga
memperlebar bladder neck
Hipotensi postural
Takikardia
Pusing / nyeri kepala
Kongesti hidung
Flushing
Impotensi
Inhibitor 5-alfa reductase
Dutasterid
Finasterid
Menghambat perubahan
testosteron menjadi DHT
Penurunan libido
Impotensi
Gangguan ejakulasi
Ginekomastia
Fitofarmaka
Pygeum africanum
Serenoa repens
Hypoxis rooperi
Radix urtica
Anti estrogen, anti androgen
Menurunkan kadar SHBG
Menghambat FGF dan EGF
Memperkecil volume prostat
3. Pembedahan (Skor IPSS 20 – 35)
a. Indikasi
Tidak merespons terhadap terapi farmakologi
Mengalami retensi urine
Terdapat komplikasi : Infeksi saluran kemih berulang, batu saluran kemih,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal
Terdapat penyulit : Gross hematuria, divertikulum, hernia, hemorrhoid
b. Jenis Pembedahan
Volume prostat < 30 ml : TUIP (transurethral incision of the prostate)
Volume prostat 30 – 80 ml : TURP (transurethral resection of the prostate)
Volume prostat > 80 ml : Prostatektomi terbuka
4. Evaluasi Terapi
Watchful waiting : 6 bulan kemudian setiap tahun
Alfa-1 blocker : 6 minggu kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun
Inhibitor 5-alfa reductase : 12 minggu kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun
Pembedahan : 6 minggu kemudian 3 bulan kemudian 6 bulan kemudian setiap tahun
8. Gangguan pada Testis dan Skrotum
Torsio Testis
1. Definisi
Terpelintirnya funiculus spermaticus sehingga menghambataliran darah pada testis
Obstruksi aliran darah Testis mengalami ischemia, edema, dan nekrosis
Merupakan kedaruratan urologi
2. Faktor Risiko
Perubahan suhu yang mendadak
Ketakutan
Latihan yang berlebihan
Memakai celana ketat
Defekasi
Saat tidur karena spasme m. cremasterica
Trauma scrotum
3. Patogenesis
a. Intravaginal
Sering terjadi pada remaja karena deformitas bell-clapper
Tunica vaginalis mengelilingi semua bagian testis sehinga mencegah insersi
epididimis ke dinding scrotum Testis dan epididimis dapat bergerak bebas
b. Ekstravaginal
9. Sering terjadi pada janin dan neonatus
Tunica vaginalis belum terfiksasi sempurna sehingga testis, epididimis, dan tunica
vaginalis mudah bergerak bebas
4. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
Sudden onset of severe unilateral testicular pain
Nyeri dapat menyebar sampai daerah inguinal dan perut bagian bawah
Dapat disertai mual dan muntah
b. Pemeriksaan Fisik
Skrotum tampak eritema, edema, dan nyeri tekan
Derming sign : Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi
Angle sign : Testis yang mengalami torsio tampak lebih horizontal
Refleks cremaster negatif pada sisi ipsilateral
Phren sign negatif : Nyeri tidak berkurang saat mengangkattestis
5. Pemeriksaan USG Doppler
Torsio testis : Aliran darah berkurang atau tidak ada
Orchitis : Aliran darah meningkat
6. Terapi
Golden period adalah 6 jam setelah onset
10. a. Detorsi Manual
Hanya boleh dilakukan apabila terdapatUSG Doppler dan onset < 6 jam
Memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio
Torsio biasanya ke arah medial sehingga disarankan untuk memutar testis ke arah
lateral. Jika tidak terjadi perubahan, maka putar ke arah medial
Operasi harus tetap dilakukan meskipun detorsi sudah berhasil
b. Operasi
Berfungsi untuk reposisi testis dan menilai viabilitas
Jika testis masih viable (onset < 6 jam), maka dilakukan orkidopeksi ke tunica dartos
dan orkidopeksi kontralateral
Jika testis sudah necrosis (onset > 6 jam), maka dilakukan orkidektomi dan
orkidopeksi kontralateral. Jika testis yang sudah nekrosis dibiarkan di dalam
skrotum, maka akan terbentuk antibody antisperma sehingga dapat menurunkan
fertilitas di kemudian hari
Hidrokel
1. Definisi
Cavum vaginalis testis berisi cairan yang berlebihan
Sebagian besar terjadi pada neonatus dan bersifat kongenital, biasanya sembuh sendiri
pada umur > 1 tahun
2. Etiologi dan Patogenesis
a. Neonatus
Processus vaginalis belum menutup sempurna sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke dalam processus vaginalis
Sistem limfatik di daerah skrotum belum berkembang sempurna sehingga
menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan
b. Dewasa
Primer idiopatik
Sekunder: Tumor testis, epididimitis, orchitis, trauma testis, Filariasis
3. Manifestasi Klinis
Benjolan pada skrotum yang tidak nyeri dengan konsistensi kistik
Transiluminasi positif : Skrotum tembus cahaya dengan senter
4. Klasifikasi
a. Hidrokel Testis
Kantong hidrokel mengelilingi testis sehingga testis tidak teraba
Ukuran hidrokel tidak berubah sepanjang hari
11. b. Hidrokel Funiculus
Kantong hidrokel terletak pada funiculus spermaticus di atas testis
Testis dapat teraba karena terletak di luar kantong hidrokel
Ukuran hidrokel tidak berubah sepanjang hari
c. Hidrokel Komunikans
Processus vaginalis berhubungan dengan rongga peritoneum sehingga processus
vaginalis dapat terisi cairan
Kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke cavum abdomen
Ukuran hidrokel dapat berubah, membesar saatanak menangis
5. Terapi
Hidrokel kongenital : Ditunggu sampai umur 1 tahun. Jika belum hilang sampai umur 1
tahun atau bertambah besar, maka dilakukan aspirasi cairan atau operasi
12. Hidrokel primer : Operasi, kecuali pada usia lanjut atau kondisi umum buruk
Hidrokel sekunder : Mengatasi penyakit yang mendasari
Varikokel
1. Definisi
Dilatasi abnormal dari pleksus venosus pampiniformis di funiculus spermaticus
2. Etiologi
a. Varikokel Primer
Gangguan atau kelemahan katup vena pada v. spermatica interna
Lebih sering terjadi pada funiculus spermaticus kiri karena
- V. spermatica interna sinistra bermuara ke v. renalis sinistra dengan posisi tegak
lurus sedangkan v. spermatica interna dekstra bermuara ke v. cava inferior
dengan posisi miring
- V. spermatica interna sinistra lebih panjang serta katupnya lebih sedikit dan
sering inkompeten
b. Varikokel Sekunder
Disebabkan oleh tekanan dari luar, misalnya tumor ginjal atau tumor retroperitoneal
yang menekan v. cava inferior
Jika terjadi pada sisi kanan atau bilateral, maka kemungkinan disebabkan oleh
proses sekunder yaitu kompresi atau obstruksi v. cava inferior
3. Patogenesis
Darah pada v. spermatica interna tidak dapat mengalir ke v. renalis sehingga berbalik
turun ke arah testis
Gaya gravitasi saat berdiri atau peningkatan tekanan intraabdominal saat mengejan
menyebabkan darah masuk mengisi pleksus venosus pampiniformis
13. Dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis dan infertilitas karena
- Stasis aliran darah balik sehingga testis mengalami hipoksia
- Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal ke testis melalui v. spermatica interna
- Peningkatan suhu testis
- Anastomosis pada pleksus venosus pampiniformis kanan dan kiri menyebabkan
hasil metabolit mengalir dari testis kiri ke testis kanan
4. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
Belum memiliki anak setelah beberapa tahun menikah
Skrotum terasa nyeri, berat, atau tidak nyaman
b. Pemeriksaan Fisik
Skrotum membesar dan teraba seperti kantong cacing (bag of worm) pada posisi berdiri
Derajat kecil : Teraba saat melakukan manuver Valsava
Derajat sedang : Dapat teraba tanpa melakukan manuver Valsava
Derajat besar : Dapat dilihat dengan jelas tanpa palpasi
5. Pemeriksaan Penunjang
USG Doppler : Peningkatan aliran darah pada pleksus venosus pampiniformis
Analisis sperma : Oligozoospermia, asthenozoospermia, teratozoospermia
6. Terapi
Konservatif apabila tidak menimbulkan gejala
Indikasi pembedahan : Simptomatik, menyebabkan infertilitas, mencegah perdarahan
Kriptorkidismus
1. Definisi
Undecensus testiculorum (UDT) : Testis tidak terletak di dalam skrotum tetapi masih
dalam jalur yang normal
Testis ektopik : Testis tidak terletak di dalam skrotum dan keluar dari jalur yang normal
Anorchidismus : Salah satu atau kedua testis tidak terbentuk
Testis retraktil (kriptorkidismus fisiologis) : Testis terletak di regio inguinal dan dapat
kembali ke dalam skrotum. Disebabkan oleh refleks cremaster yang terlalu kuat saat
cuaca dingin atau setelah aktivitas fisik
2. Etiologi
Kelainan pada gubernaculum testis
Kelainan intrinsik pada testis
3. Patogenesis
Suhu abdomen 10C lebih tinggi daripada suhu skrotum sehingga testis di dalam
abdomen selalu terpapar oleh suhu tinggi Kerusakan sel germinal Atrofi testis
14. Sel Leydig tidak rusak sehingga potensi seksual tidak terganggu
4. Manifestasi Klinis
Testis tidak teraba di dalam skrotum
Benjolan pada perut, pangkal penis, ataulipatan paha
Skrotum tampak kosong dan mengerut
5. Pemeriksaan Penunjang
Jika kedua testis tidak terletak di dalam skrotum, maka harus dibedakan dari
anorchidismus bilateral dengan tes HCG
Periksa kadar testosteron awal Injeksi HCG 20.000 IU/hari selama 4 hari Ukur
kadar testosteron setelah injeksi
- Anorchidismus : Kadar testosteron tidak meningkat
- UDT atau testis ektopik : Kadar testosteron meningkat 10 kali daripada kadar awal
6. Terapi
Sebaiknya dilakukan pada umur 1 tahununtuk mencegah kerusakan testis yang bermakna
HCG intranasal terutama pada kriptorkidismus bilateral
Orkidopeksi dengan meletakkan testis ke dalam skrotum dan fiksasi ke tunica dartos
- Mempertahankan fertilitas
- Mencegah transformasi ganas
- Melakukan koreksi hernia
- Mengatasi rasa rendah diri karena tidak memiliki testis
Orchitis dan Epididimo-orchitis
1. Etiologi
a. Mikroorganisme Penyebab
Dewasa muda (< 35 tahun) : Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae
Anak – anak dan dewasa tua (≥ 35 tahun) : E. coli atau Ureaplasma urealyticum
Lainnya : Mumps virus, Mycobacterium tuberculosis, Klebsiella, Pseudomonas
b. Port de Entry
Ascending dari kandung kemih, prosat, atauuretra
Refluks urine melalui duktus ejakulatorius
Hematogen dan inokulasi langsung
2. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
Lokal : Nyeri mendadak pada skrotum, biasanya unilateral
Sistemik : Demam, mual, muntah, malaise
Riwayat parotitis saat anak – anak
b. Pemeriksaan Fisik
15. Skrotum tampak hiperemis, edema, dan nyeri tekan
Phren sign positif : Nyeri berkurang saat mengangkattestis
Refleks cremaster normal
3. Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis, pemeriksaan Gram, kultur urine
USG Doppler : Peningkatan aliran darah pada testis dan/atau epididimis
4. Terapi
a. Terapi Kausatif
C. trachomatis atau N. gonorrhoeae : Seftriakson atauazitromisin
E. coli atau U. urealyticum : Fluorokuinolon atau kotrimoksazol
Mumps virus : Terapi simptomatik
b. Terapi Suportif
Bed rest, analgesik, anti-inflamasi
Elevasi skrotum disertai cold packs
- Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di antara kedua kaki untuk
mengangkat skrotum kemudian letakkan ice packs pada testis yang terkena
- Lakukan 4 kali sehari selama 10 – 15 menit
16. Kanker Saluran Kemih
Kanker Kandung Kemih
1. Faktor Risiko
a. Pekerjaan
Pabrik cat, pabrik korek api, pabrik testil, pabrik kulit, pabrik kaca, pabrik kertas
Industri karet, industri mesin, industri bahan kimia, industri minyak bumi
Pencukur rambut, petugas laundry, petugas laboratorium, pekerja listrik, pekerja
mesin, pekerja otomotif, petugas elektronik
b. Merokok
Rokok mengandung amin aromatik dan nitrosamin yang bersifat karsinogen
c. Infeksi dan Iritasi Saluran Kemih
E. coli dan Proteus menghasilkan nitrosamin yang bersifat karsinogen
Infeksi Schistosoma haematobium pada kandung kemih dapat menyebabkan
karsinoma sel squamosa
Iritasi kronis oleh instrumentasi atau batu yang berukuran besar
d. Kopi, Pemanis Buatan,dan Obat
Kopi, sakarin, siklamat
Siklofosfamid, fenasetin, opium, isoniazid, radiasi pada pelvis
2. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
Trias klasik : Hematuria yang tidak nyeri (painless), bersifat kambuhan
(intermittent), dan muncul pada semua proses miksi (total hematuria)
Nyeri perut, nyeri punggung, nyeri pinggang, nyeri kepala, sesak napas
b. Pemeriksaan Fisik
Tumor yang berukuran kecil biasanya tidak terdeteksi
Palpasi bimanual dengan anestesi untuk relaksasi kandung kemih
- Jari telunjuk kanan dimasukkan ke dalam rektum sedangkan tangan kiri
melakukan palpasi suprapubic untuk memperkirakan ukuran tumor
- Dilakukan sebelum dan sesudah reseksi tumor transuretra
Edema tungkai karena penekanan pembuluh limfe oleh massa
Hepatomegali, limfadenopati supraclavicula
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungi hepar
Urinalisis dan kultur urine untuk menyingkirkan kemungkinan ISK
Sitologi urine yaitu pemeriksaan sel urotelium yang terlepas bersama urine
17. b. Pemeriksaan Radiologi
USG kandung kemih, ginjal, dan abdomen untuk mendeteksi massa intravesica,
bekuan darah, obstruksi saluran kemih atas, batu saluran kemih, hidronefrosis
IVP untuk mendeteksi struktur dan fungsi ginjal serta filling defect dan indentasi
pada kandung kemih
CT scan abdomen dan pelvis dengan kontras untuk mengetahui derajatinvasi
tumor, limfadenopati regional, dan metastasis ke hepar
Sistoskopi untuk mengetahui lokasi, ukuran, jumlah, dan bentuk tumor sekaligus
dilakukan biopsi dan reseksi
4. Terapi
Keterangan Terapi
Tis Karsinoma in situ TUR BCG intravesica
Ta Tumor papilar non invasif TUR Kemo atau imuno terapi intravesica
T1 Invasi submukosa
TUR Kemo atau imunoterapi intravesica atau
sistektomi radikal
T2 Invasi otot superfisial
Sistektomi radikal
Kemoterapi neoadjuvan Sistektomi radikal
Sistektomi radikal Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi + Radiasi
T3a Invasi otot profunda
T3b
Invasi jaringan lemak
perivesica
T4 Invasi ke organ sekitar
N1 – 3 Limfadenopati regional
Kemoterapi sistemik Sistektomi atau radiasi
M1 Metastasis jauh
Kanker Prostat
1. Faktor Risiko
a. Faktor Genetik, Ras, dan Umur
Riwayat kanker prostat pada ayah atau saudara laki – laki (risiko 5 kali lipat)
18. Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, sindrom Lynch
Biasanya pada umur > 40 tahun
Ras Afrika-Amerika yang berkulit hitam
b. Faktor Diet
Diet tinggi lemak, susu hewan, daging merah,hati, sedikit sayur dan buah, rendah ikan,
rendah kedelai, dan tinggi kalsium
c. Pekerjaan
Merokok dan paparan cadmium pada alat listrik dan baterai
2. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
Asimptomatik pada stadium awal
Kesulitan miksi, dysuria, hematuria, retensi urine
Nyeri punggung bawah, nyeri tulang, sesak napas, nyeri kepala
b. Pemeriksaan Fisik
Rectal touche : Teraba nodul yang keras, asimetris, dan berbenjol – benjol
Gangguan neurologi fokal karena kompresi medula spinalis
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hepar, tes fungsi ginjal
Urinalisis dan kultur urine untuk menyingkirkan kemungkinan ISK
Peningakatan kadar PSA > 4ng/ml
Peningkatan kadar alkali fosfatase menunjukkan metastasis tulang jenis osteoblastik
b. Pemeriksaan Radiologi
USG transrektal : Daerah hipoekoik pada prostat terutama di zona perifer
Bone survey atau bone scan untuk mendeteksi metastasis tulang
Foto thoraks untuk mendeteksi metastasis paru
CT scan abdomen dan pelvis apabila skor Gleason > 7 atau kadar PSA tinggi
c. Pemeriksaan Histopatologi dan Skor Gleason
19. Biopsi prostat dilakukan dengan bantuan USG transrektal
Gambaran histopatologi dilaporkan dalamskor Gleason
- Tingkat diferensiasi diklasifikasikan menjadi 5 skala
- Skor Gleason : Tingkat diferensiasi primary pattern + secondary pattern
Skor Total Interpretasi
2 – 4 Well differentiated
5 – 7 Moderately differentiated
8 – 10 Poorly differentiated
Misalnya primary pattern grade 4 dan secondary pattern grade 3 berarti skor
Gleason adalah 4 + 3 = 7 (moderately differentiated)
20. - Primary pattern adalah gambaran pertama yang paling dominan,secondary
pattern adalah gambaran kedua yang dominan
4. Terapi
21. Trauma Urogenital
Ruptur Ginjal
1. Mekanisme Trauma
Trauma tumpul : Kecelakaan,jatuh dari ketinggian, pukulan langsung pada pinggang
Trauma tajam : Luka tusuk, luka tembak
Goncangan pada ginjal di ruang retroperitoneal Regangan pedikel Robekan tunica
intima a. renalis Terbentuk bekuan darah dan trombosis a. renalis
2. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
Riwayat trauma di daerah pinggang, punggung, dada bawah, atau perut atas
Riwayat deselerasi mendadak, pukulan, atau penetrasi pada pinggang
Hematuria yang tidak berbanding lurus dengan derajattrauma
Nyeri dan jejas di daerah costovertebrae
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Ekimosis pada regio lumbalis atau kuadran atas, abdomen distended
Palpasi : Nyeri tekan dan nyeri ketok pada sudut costovertebrae, hematoma
retroperitoneal, fraktur costae XII
Auskultasi : Bising usus menghilang
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, screening hemostasis, tes fungsi ginjal
Urinalisis : Gross atau microscopic hematuria, sedimen urine
b. Pemeriksaan Radiologi
CT scan abdomen dengan kontras + one shot IVP untuk menentukan grade trauma
ginjal dan menilai fungsi ginjal kontralateral
Indikasi
Anak – anak dengan trauma tumpul dan hematuria
22. Trauma tumpul atau penetrasi dengan hematuria
Hematuria mikroskopis dengan hipotensi
Multitrauma yang berhubungan dengan trauma ginjal
c. Grading menurut AAST
Keterangan
Grade I
Kontusio
Hematoma subcapsular tanpa laserasi
Grade II
Hematoma perirenal kecil yang terbatas
pada retroperitoneal
Laserasi < 1 cm pada korteks tanpa
ekstravasasi urine
Grade III
Laserasi > 1 cm sampai ke medulla tanpa
ekstravasasi urine
Grade IV
Laserasi sampai ke calyces dan pelvis renalis
Laserasi pada a/v renalis dengan hematoma
atau trombosis
Grade V
Ren tampak hancur
Avulsi hilum renalis dan devascularisasi ren
4. Terapi
Sebagian besar kasus tidak membutuhkan operasi
a. Terapi Konservatif : Grade I – IV dengan hemodinamik stabil
23. Bed rest
Monitoring tanda vital, flank mass, tanda perdarahan
Pemeriksaan darah rutin dan urinalisis serial
Antibiotik profilaksis
b. Operasi : Hemodinamik tidak stabil, grade V, expanding hematoma
Eksplorasi ginjal
Rekonstruksi ginjal apabila terdapat parenkim yang masih viable
Nefrektomi untuk mengangkat parenkim yang non-viable
24. Ruptur Vesica Urinaria
1. Mekanisme Trauma
a. Non Iatrogenik
Trauma tumpul dengan atau tanpa frakturpelvis
Trauma tajam : Luka tembak atau luka tusuk
b. Iatrogenik
Obstetri : Sectio cesarea, melahirkan dengan forceps
Ginekologi : Histerektomi, laparoskopi
Urologi : TURP, TURB, biopsi kandung kemih, sistoskopi
Ortopedi : ORIF pada fraktur pelvis, artroplasti
2. Patofisiologi
a. Intraperitoneal
Vesica urinaria penuh Distensi sampai ke rongga perut
Pukulan pada perut bagian bawah Rupture facies superior Urine masuk ke
rongga perut Urosepsis dan peritonitis
25. b. Ekstraperitoneal
Vesica urinaria yang kosong terletak di dalam rongga pelvis Terkena segmen tulang
pada fraktur pelvis Rupture pada facies inferolateralis
26. 3. Manifestasi Klinis
a. Anamnesis
Riwayat trauma pada pelvis atau perut bagian bawah
Nyeri suprapubic
Gross hematuria
Sulit atau tidak dapat miksi
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda peritonitis : Nyeri tekan, defans musculair, bising usus (-), distended
Tanda ekstravasasi urine : Bengkak pada perineum, skrotum, paha, abdomen
Rectal touche : Hematoma pelvis, evaluasi prostat
Palpasi pelvis bilateral untuk mendeteksi fraktur
Observasi tanda syok dan urosepsis
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal
b. Pemeriksaan Radiologi
Gold standard : Sistografi
27. Intraperitoneal Ekstraperitoneal
Ekstravasasi kontras di sekitar
usus yang menutupi bowel loops
Ekstravasasi kontras di spatium
perivesica
5. Terapi
Intraperitoneal : Surgical repair karena dapat menyebabkan peritonitis dan urosepsis
Ekstraperitoneal : Drainase dengan kateter selama 7 – 10 hari
Indikasi Operasi
- Melibatkan bladder neck
- Terdapat segmen tulang pada vesica urinaria
- Disertai trauma rektum atau bladder wall entrapment
Trauma penetrasi : Laparotomi eksplorasi, debridement, bladder repair
Ruptur Uretra
1. Klasifikasi Anatomi
Uretra posterior terletak di bagian proksimal diafragma urogenital
Uretra anterior terletak di bagian distal diafragma urogenital
28. 2. Ruptur Uretra Anterior
a. Mekanisme Trauma
Paling sering : Straddle injury (cedera selangkangan)
Kecelakaan kendaraan bermotor, pukulan pada perineum
Fraktur penis
Luka tusuk, luka tembak, gigitan anjing
b. Manifestasi Klinis
Trias klasik : Darah pada OUE,tidak dapat miksi, vesica urinaria teraba penuh
Fascia Buck intact : Hematoma pada penis
Fascia Buck rupture : Hematoma pada skrotum, perut bagian bawah, dan perineum
yang berbentuk seperti kupu – kupu (butterfly hematoma)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap, urinalisis, tes fungsi ginjal
29. Uretrografi retrograde : Ekstravasasi kontras pada uretra pars bullosa
d. Terapi
Tidak boleh dilakukan kateterisasi uretra karena dapat memperberat trauma
Ruptur parsial : Sistostomi selama 2 minggu, dilepas apabila tidak terdapat
ekstravasasi kontras dan striktura uretra pada uretrografi
Ruptur total dan luas : Debridement, insisi hematoma, uretroplasti
Trauma tajam : Uretroplasti emergency
30. 3. Ruptur Uretra Posterior
a. Mekanisme Trauma
Fraktur pelvis
Biasanya diikuti oleh trauma organ lainnya
b. Manifestasi Klinis
Trias klasik : Darah pada OUE,tidak dapat miksi, vesica urinaria teraba penuh
Nyeri suprapubic
Hematoma pada cavum pelvis dan pie in the sky bladder
Floating prostate karena rupture ligamentum puboprostaticum
Tanda fraktur pelvis : Distraksi (+), kompresi (+)
31. c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap, urinalisis, tes fungsi ginjal
Uretrografi retrograde : Ekstravasasi kontras pada uretra pars membranacea
USG FAST untuk mendeteksi pendarahan intra-abdomen
d. Terapi
Trauma tumpul : Sistostomi kemudian uretroplasti setelah kondisi stabil
Trauma tajam : Uretroplasti emergency
32.
33. Batu Saluran Kemih
Etiologi dan Patogenesis
1. Faktor Risiko
a. Faktor Intrinsik
Faktor genetik
Umur 30 – 50 tahun
Laki – laki lebih sering daripada perempuan
Stasis aliran urine : Neurogenic bladder, kanker kandung kemih, sering menahan
kencing, obstruksi kronis saluran kemih
Gangguan metabolik, infeksi saluran kemih
b. Faktor Ekstrinsik
Letak geografis : Lebih sering pada daerah stone belt
Daerah yang panas, gersang,dan kering : Pegunungan, padang pasir
Iklim tropis : Suhu tinggi Keluar keringat Konsentrasi urine meningkat
34. Kekurangan asupan cairan,dehidrasi
Diet tinggi purine, oksalat, dan kalsium
Banyak duduk dan sedentary lifestyle
Sering menahan kencing menyebabkan stasis aliran urine
2. Proses Pembentukan Batu
Ketidakseimbangan antara komponen pembentuk batu dengan inhibitor
Supersaturasi komponen pembentuk batu Presipitasi kristal membentuk inti batu
(nukleasi) Menarik substansi lainnya (agregasi) Kristal berukuran besar Melekat
pada epitel saluran kemih Obstruksi saluran kemih
Prespitasi kristal dipengaruhi oleh suhu, pH urine, konsentrasi zat terlarut dalam urine,
kecepatan aliran urine, dan corpus alienum pada saluran kemih
3. Komposisi Batu
a. Batu Kalsium
b. Batu Struvit
c. Batu Asam Urat