Dokumen tersebut membahas konsep dasar medis tentang benigna prostat hiperplasia (BPH). Secara ringkas, BPH adalah pembesaran progresif kelenjar prostat yang disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponennya. Dokumen ini juga menjelaskan anatomi, fisiologi, etiologi, insiden, patofisiologi, dan manifestasi klinis dari BPH.
1. 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat,
(Yuliana elin, 2011: 91).
Benign Prostatic Hyperplasia( BPH) adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau
semua komponen uretra pars prostatika. (Arif Muttaqin, 2011: 257)
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu penyakit pembesaran
atau hipertrofi dari prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali menimbulkan
kontroversi di kalangan klinik karena sering dengan hyperplasia.
Hipertropi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel,
namun tidak diikuti jumlah (kuantitas). Namun, hyperplasia merupakan
pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel
(kuantitas). BPH seringkali menyebabkan gangguan dalam eliminasi urine
karena pembesaran prostat yang cenderung kearah depan/menekan vesika
urinaria. (Eka Prabowo, 2014: 130)
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau Benign
Prostatic Hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu
terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.
2. 9
2. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi System Perkemihan pada Pria
Sumber: https://wisuda.unud.ac.id
a. Ginjal (ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada
kedua sisi Vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3
Bentuk ginjal Seperti Biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dari ginjal kiri, karena adanya Lobus hepatis dextra yang besar.
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, danmengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
vesika urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm.
3. 10
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi
terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam
kandung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
c. Vesica urinaria
Sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter,
untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh
melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di
lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti
rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-
pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang
terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan
sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian
posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan
suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua
ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
4. 11
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh vesicalis superior dan inferior.
Namun pada perempuan, vesicalis inferior digantikan oleh,vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan
simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus
minor, nervus splanchnicusimus, dan.splanchnicus lumbalis L1-L2.
Adapun persarafan parasimpatis melalui nervus splanchnicus pelvicus
S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
d. Kelenjar prostat
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih.
Kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus
ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen. Kelenjar
ini berbentuk seperti buah kenari. Normal beratnya ±20 gram,
didalamnya berjalan uretra posterior ±2,5 cm. pada bagian anterior
difikasi oleh ligamentum pubroprostatikum dan sebelah inferior oleh
diafragma urogenital. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus
ejakulatorius yang berjalan miring dan berakhir pada verumontarum
pada dasar uretraprostatika tepat proksimal dan sfingter uretra
eksterna. Secara embriologi, prostat berasal dari lima evaginasi epitel
uretra posterior. Suplai darah prostat diperdarahi oleh arteri vesikalis
inferior dan masuk pada sisi postero lateralis leher vesika, drainase
vena.
5. 12
Prostat bersifat difus dan bermuara kedalam pleksus santorini.
Persarafan prostat terutama berasal dari simpatis pleksus hipogastrikus
dan serabut yang berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat
melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi
obturatoria, iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam
mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat.
Fungsi prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan
seminalis yang berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap
Kelenjar Bulbo Uretralis yang memiliki panjang 2-5 cm. fungsi
hamper sama dengan kelenjar prostat. Kelenjar ini menghasilkan
sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan fisiologis
sesuai kebutuhan spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat
mengeluarkan cairan encer seperti susu yang mengandung berbagai
enzim dan ion ke dalam duktus ejakulatorius. Cairan ini menambah
volume cairan vesikula seminalis dan sperma. Cairan prostat bersifat
basa (alkalis). Sewaktu mengendap dicairan vagina wanita, bersama
dengan ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas
sperma akan berkurang dalam lingkungan dalam pH rendah.
e. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya
kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
6. 13
1) Uretra pars prostatika
2) Uretra pars membranosa
3) Uretra pars spongiosa.
3. Etiologi
Penyebab pastinya belum di ketahui secara pasti dari hyperplasia
prostat, namun factor usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya
BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat sangat
erat kaitannya dengan:
a. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hyperplasia
b. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degenaratif. Pada
proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan
penurunan hormone testosteronn. Hal ini yang memicu terjadinya
hyperplasia stroma pada prostat.
c. Interaksi antar sel stoma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hyperplasia stoma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
7. 14
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama
hidup stoma dann epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akann mengakibatkan proliferasi sel
transit dan memicu terjadinya benigna prostat hyperplasia.
4. Insiden
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki,
insidennya berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH
meningkat tdari 20% pada laki berusia 41-50 tahun ,50% pada laki usia
51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki berusia diatas 80 tahun.
Meskipun bukti klinis belum muncul, namun keluhan obstruksi juga
berhubungan ndengan usia. Pada usia 55 tahun + 25% laki-laki mengeluh
gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah, meningkat hingga usia
75 tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau
aliran pada saat berkemih.
Faktor-fakto resiko terjadinya BPH masih belum jelas, beberapa
penelitian mengarah pada predisposisi genetik atau perbedaan ras. Kira-
kira 50% laki-laki berusia dibawah 60 tahun yang menjalani operasi BPH
memiliki faktor keturunan yang kemungkinan besar bersifat autosomal
dominan ,dimana penderita yang memiliki orang tua menderita BPH
memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal.
8. 15
5. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hyperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas bladder. Prostat
sebagai kelenjar ejakulasi memiliki hubungan fisiologis yang erat dengan
dehidrotestosteron (DHT). Hormone ini merupakan hormone yang
memecu partumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulat yang nantinya akan
mengoptimalkan fungsinya. Hormone ini di sintesis dalam kelenjar prostat
dari hormone testosterone dalam darah. Proses sintesis ini dibantu oleh
enzim 5a-reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai precursor, estrogen
juga memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring
dengan penambahan usia maka prostat akan lebih sensitive dengan
stimulasi androgen, sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi
terhadap BPH. Dengan pembesaran yang sudah melebihi normal, maka
akan terjadi desakann pada fraktus urinarius. Pada tahap awal, obstruksi
traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan, karena dengan dorongan
mengejan dan kontraksi yang kuat dari m. destrutor mampu mengeluarkan
urine secara sponta. Namun obstruksi yang sudah kronis membuat
dekompensasi dari m.destrutor untuk berkontraksi yang akhirnya
menimbulkan obstruksi saluran kemih.
Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi ini adalah dorongan
mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urine lemah/menetes,, disuria
(saat kencing terasa terbakar), palpasi rectal toucher menggambarkan
hipertropi prostat, distensi vesika. Hipertrofi fibromuskuler yang terjadi
9. 16
pada klien BPH menimbulkan penekanan pada prostat dan jaringan
sekitar, sehingga menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritabilitas
inilah nantinya akan menyebabkan keluhan frekuensi, urgensi,
inkontinensia urgensi, dan nokturia. Obstruksi yang berkelanjutan akan
menimbulkan komplikasi yang lebih besar, misalnya hidronefrosis, gagal
ginjal dan lain sebagainya. Oleh karena itu, katerisasi untuk tahap awal
sangat efektif untuk mengurangi distensi vesika urinaria.
Pembesaran pada BPH (hyperplasia prostat) terjadi secara bertahap
mulai dari zona periuretral dan transisional. Hyperplasia ini terjadi secara
nodular dan sering diiringi oleh proliferasi fibromoskuler untuk lepas dari
jaringan epitel. Oleh karena itu, hyperplasia zona transisional ditandai oleh
banyaknya jaringan kelenjar yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari
pada duktus. Sebenarnya proliferasi zona transisional dan zona sentral
pada prostat berasal dari turunan duktus wolffii dan proliferasi zona perifer
berasal dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang
embriologis inilah bias diketahui mengapa BPH terjadi pada zona
transisional dan sentral, sedangkan Ca prostat terjadi pada zona perifer.
6. Manifestasi klinis
Pasien BPH menunjukkan berbagai macam tanda dan gejalah. Gejalah
BPH berganti-ganti dari waktu kewaktu dan mungkin dapat semakin
parah, menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan.
Berbagai tanda dan gejalah dapat dibagi dalam kategori obstruktif
(terjadi ketika factor dinamika dan/atau factor statistic mengurangi
10. 17
pengosongan kandung kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah
berjalan lama pada leher kandung kemih). (Yuliana elin ,2011: 91)
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan benigna
prostat hypertofi:
a. Retensi urin
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
c. Miksi yang tidak puas
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari(nocturia)
e. Pada malam hari miksi harus mengejam
f. Terasa panas atau nyeri sekitar waktu miksi (disuria)
g. Massa pada abdomen bagian bawah(hematuria)
h. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin)
i. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
j. Berat badan turun
k. Anemia kadang-kadang tampa sebab yang diketahui pasien sama
sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih maka mudah sekali
terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
Sedangkan Derajat Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) terbagi dalam 4
derajat sesuai dengan gangguan klinisnya:
a. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat1-2 cm,
sisa urine kurang 50cc, pancaran lemah,necturia, berat ± 20 gram.
11. 18
b. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, dysuria, nocturia
bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah
pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urin 50-
100cc dan beratnya ±20-40 gram
c. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak
teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3-4 cm, dan beratnya
40 gram.
d. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada
penyulit ke ginjal seperti gagal ginjal, hydronefrosis
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan colok dubur (recta toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah
diberi pelincin kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur
dinilai:
1) Tonus sfingter ani dan reflex bulbo-kavernosus (BCR)
2) Mencari kemungkinan adanya masa didalam lumen rectum
3) Menilai keadaan prostate
b. Laboratorium
1) Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
2) Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
c. Pengukuran derajat berat obstruksi
12. 19
1) Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan
(normal sisa urin kosong dan batas intervensi sisa urine lebih dari
100cc)
2) Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat: jumlah urin dalam vesika s/d 150 ml. angka normal rata-
rata 10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
d. Pemeriksaan lain
1) BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder.
2) USG dengan transurethral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk
menentukan volume prostat.
3) Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang
menonjol ke buli-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan
derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.
4) Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertopi prostat adalah:
a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal
b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi
c. Hernia/hemoroid
d. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya
batu.
13. 20
e. Hematuria.
f. Sistitis dan pielonefritis.
9. Penatalaksanaan
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat
yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alcohol supaya tidak selalu sering miksi. Setiap
3 bulan dilakukan control keluhan, sisa kencing dan pemeriksaan colok
dubur.
b. Terapi Medikamentosa
Tujuan terrapin medikamentosa adalah berusaha untuk:
1) Mengurangi volume prostate sebagai komponen static dengan cara
menurunkan kadar hormone testosterone atau dihidrotestosteron
(DHT) melalui penghambat 5 α-reduktase.
2) Penghambat enzim
Obat yang dipakai adalah Finasteride dengan dosis 1x5 mg/hari,
obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehate
sehingga prostat dapat membesar akan mengecil. Tetapi obat ini
bekerja lebih lambat daripada golongan bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek
samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastio, dan
dapat menurunkan nilai PSA.
14. 21
c. Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia yaitu Eviprostat. Efeknya
diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan
d. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung beratnya dan
gejala komplikasi, indikasi untuk terapi bedah yaitu retensio urine
berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran
kemih berulang, ada batu saluran kemih. Karena pembedahan tidak
mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.
e. Terapi Invasive Minimal
1) Trans Uretral Microlowafe Termoterapi (TUMT)
Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan dibeberapa rumah sakit
besar. Dilakukan pemanasan prostate dengan gelombang micro
yang disalurkan ke kelenjar prostate melalui suatu trans duser yang
diletakkan di uretra pars prostatika.
2) High Intensity Focused Ultrasound (HIFU)
Energy panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada
prostate berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser
piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10 MHz. Energy
yang dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan
difokuskan kekelenjar prostate. Teknik ini memerlukan anastesi
umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50-
15. 22
60% dan Qmax rata-rata meningkat 40-50%. Efek lebih lanjut dari
tindakan belum diketahui, dan sementara tercatat bahwa kegagalan
terapi sebanyak 10 % setiap tahun. Meskipun sudah banyak
modalitas yang telah ditemukan untuk mengobati pembesaran
prostate, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling
memuaskan adalah TUR prostate.
3) Transurethral Needle Ablation Of The Prostate (TUNA)
Ablasi jarum trans suretra memakai energy dari frekuensi radio
yang menimbulkan panas sampai 100 °c sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostate.sistem ini terdiri atas kateter tuna yang
dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energy
pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter di masukkan kedalam uretra
melalui sistoskopi dengan pemberian anastesi topical xylocaine
sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada
kelenjar prostate.
4) Stent prostat
Sten prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intralumninal
diantara leher buli-buli dan disebelah proksimal verumontanum
sehingga uri dapat leluasa melewati lumen uretra prostastika. Stent
dapat dipasang secara temporal atau permanen. Pemasangan alat
ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani
operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.
16. 23
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Biografi
Meliputi:
1) Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat,tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, catatan kedatangan.
2) Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan sumber informasi,
beserta nomor telepon.
b. Riwayat kesehatan atau perawatan
Meliputi:
1) Keluhan utama/alasan masuk rumah sakit. Biasanya klien
mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga mengeluh sering
BAK berulang-ulang, terbangun untuk miksi pada malam hari,
perasaan ingin miksi yang sangat mendesak, kalau mau miksi
harus menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-putus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu
lama, dan harus mengedan.
b) Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual
c) Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa
d) Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang
17. 24
e) Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam
hari.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah
pasien pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin di antara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien sekarang
c. Pola fungsi kesehatan
Meliputi:
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan
metabolisme, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat
dan tidur, pola koknitif dan persepsi, persepsi diri dan konsep diri,
pola peran hubungan, pola seksual dan reproduksi, pola koping dan
toleransi stress, keyakinan dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan fisik
Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien mengalami
tanda-tanda penurunan mental seperti neuropati perifer, pada waktu
palpasi adanya nyeri tekan pada kandung kemih.
Data dasar pengkajian pasien.
1) Sirkulasi
2) Tanda : peninggian tekanan darah (efek pembesaran Ginjal )
3) Eliminasi
18. 25
Gejala:
a) Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan
b) Keragu-raguan pada berkemih awal.
c) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
dengan lengkap, dorongan dan frekwensi berkemih.
d) Nokturia, dysuria, haematuria.
e) Duduk untuk berkemih.
f) Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria).
g) Konstivasi (protrusi prostat kedalam rectum).
Tanda:
a) Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekanan kandung kemih.
b) Hernia inguinalis, hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan
tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung
kemih mengatasi tahanan).
4) Makanan/cairan
Gejala:
a) Anoreksia, mual, muntah.
b) Penurunan berat badan.
5) Nyeri
Gejala:
19. 26
a) Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada
prostates akut).
b) Nyeri punggung bawah.
6) Kenyamanan
Gejala: Demam
7) Seksualitas
Gejala:
a) Masalah tentang efek kondisi/penyakit kemampuan sexual.
b) Takut inkontinentia/menetes selama hubungan intim.
c) Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.
8) Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
9) Penggunaan antihiperseneitif atau antidefresan, antibiotic urinaria
atau gen antibiotik, obat yang dijual bebas, batuk, flu/alergi obat
mengandung simpatomimetik.
10) Aktifitas/istirahat
a) Lamanya istirahat.
b) Aktifitas sehari-hari.
c) Pengaruh penyakit terhadap aktifitas.
d) Pengaruh penyakit terhadap istirahat.
11) Hygiene
a) Penampilan umum
b) Aktifitas sehari-hari
c) Kebersihan tubuh
20. 27
d) Frekwensi mandi
12) Integritas ego
a) Pengaruh penyakit terhadap stress
b) Gaya hidup
c) Masalah financial
13) Neurosensori
a) Apakah ada sakit kepala
b) Status mental
c) Ketajaman penglihatan
14) Pernapasan
a) Apakah ada sesak napas
b) Riwayat merokok
c) Frekwensi pernapasan
d) Bentuk dada
e) Auskultasi
15) Interaksi social
a) Status perkawinan
b) Hubungan dalam masyarakat
c) Pola interkasi keluarga
d) Komunikasi verbal/nonverbal
22. 29
3. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang biasanya muncul pada kasus Bnigna
Prostat Hiperplasia: (Doengoes, Marilynn E, 1999: 671)
a. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
b. Perubahan pola eliminasi (BAK) berhubungan dengan obstruksi pada
uretra
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan statis urin
d. Retensi urin berhubungan dengan dekompensasi otot destrusor
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan
aktivitas/pemasangan kateter
4. Intervensi keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang muncul yaitu:
a. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
Tujuan: nyeri berkurang atau hilang
Criteria hasil:
1) Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
2) Ekspresi wajah klien tenang
3) Klien akan menunjukkan keterampilan relaksasi
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal
23. 30
Table 2.1 Intervensi Keperawatan Dx 1
Intervensi Rasional
1 2
1. Kaji nyeri, perhatikan
lokasi, intensitas (skala 0-
10) lamanya.
2. Pertahankan tirah baring
bila diindikasikan.
3. Plester selang drainase
pada paha dan kateter pada
abdomen.
4. Berikan tindakan
kenyamanan, contoh
pijatan punggung
membantu pasien
mendapatkan posisi yang
nyaman.
5. Berikan obat sesuai
indikasi.
1. Memberikan informasi untuk
membantu dalam
menentukan
pilihan/keefektifan
intervensi.
2. Tirah baring mungkin
diperlukan pada awal selama
fase retensi akut. Namun
ambulasi dini dapat
memperbaiki pola berkemih
normal dan menghilangkan
nyeri kolik.
3. Mencegah penarikan
kandung kemih dan erosi
pertemuan penis-sekrotal.
4. Meningkatkan relaksasi,
memfokuskan kembali
perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan
koping.
5. Diberikan untuk
menghilangkan kergesti atau
inflamasi dan nyeri berat,
memberikan relaksasi mental
dan fisik.
b. Perubahan pola eliminasi (BAK) berhubungan dengan obstruksi pada
uretra
Tujuan : Klien berkemih dalam jumlah normal
Kriteria hasil: Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control
kandung kemih/urinaria
24. 31
Table 2.2 Intervensi Keperawatan Dx 2
Intervensi Rasional
1 2
1. Kaji tekanan urine dan
system kateter,
khususnya selama irigasi
kandung kemih
2. Ukur input dan output
3. Perhatikan waktu, jumlah
berkemih, dan ukuran
aliran setelah kateter di
lepas. Perhatikan keluhan
rasa penuh kandung
kemih: ketidakmampuan
berkemih, urgensi
4. Bantu pasien memilih
posisi normal untuk
berkemih
5. Intruksikan pasien untuk
latihan perineal, contoh
mengencangkan bokong,
menghentikan dan
memulai aliran urine
1. Retensi dapat terjadi karena
edema area bedah, bekuan
darah dan spasme kandung
kemih
2. Input dan output dapat terlihat
kebutuhan cairan klien
3. Kateter biasanya dilepas 2-5
hari setelah bedah, tetapi
berkemih dapat berlanjut
menjadi masalah untuk
beberapa waktu karena edema
uretral dan kehilangan tonus.
4. Mendorong pasase urine dan
meningkatkan rasa normalitas
5. Membantu meningkatkan
control kandung kemih
(sfingter) urine, meminimalkan
inkontinensia
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan statis urin
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Criteria hasil:
1) Tidak mengalami tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor,
fungsio laesa)
2) Mencapai waktu penyembuhan optimal
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal
25. 32
Table 2.3 Intervensi Keperawatan Dx 3
Intervensi Rasional
1 2
1. Pertahankan system
kateter steril, berikan
perawatan kateter
regular dengan sabun
dan air, berikan salep
dan antibiotic disekitar
sisi kateter
2. Ambulansi dengan
kantung drainase
dependent
3. Awasi tanda vital,
perhatikan demam
ringan, menggigil, nadi
dan pernapasan cepat,
gelisah, peka
disorientasi.
4. Ganti balutan dengan
sering, pembersihan dan
pengeringan kulit
sepanjang waktu
5. Kolaborasi pemberian
antibiotic sesuai indikasi
1. Mencegah pemasukan bakteri
dan infeksi/ sepsis lanjut
2. Menghindari reflek balik
urine, yang dapat
memasukkan bakteri kedalam
kandung kemih
3. Pasien yang mengalami
sistoskopi dan/ atau TUR
prosta beresiko untuk
syok/bedah
4. Balutan basah menyebabkan
kulit iritasi dan memberikan
media untuk pertumbuhan
bakteri, peningkatan resiko
infeksi luka
5. Mungkin diberikan secara
profilaktik sehubungan
dengan dengan peningkatan
resiko infeksi pada
prostatektomi
d. Retensi urin berhubungan dengan dekompensasi otot destrusor
Tujuan: retensi urine hilang/berkurang
Kriteria hasil:
1) Berkemih dengan jumlah yang cukup dan tak teraba distensi
kandung kemih
2) Mampu mengosongkan kandung kemih dengan lengkap
26. 33
3) Inkontinesia/menetes tidak terjadi lagi
Table 2.4 Intervensi Keperawatan Dx 4
Intervensi Rasional
1 2
1. Dorong pasien untuk
berkemih 2-4 jam
dan bila tiba-tiba
dirasakan
2. Tanyakan pasien
tentang
inkontinensia stress
3. Observasi aliran
urin, perhatikan
ukuran dan kekuatan
4. Awasi dan catat
waktu dan jumlah
tiap berkemih.
Perhatikan
penurunan haluran
urine dan perubahan
berat jenis
5. Perkusi/palpasi area
supra pubik
6. Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi:
antispasmodic,
contoh : oksibutinin
klorida (ditopran)
1. Meminimalkan retensi
urine distensi berlebihan
pada kandung kemih
2. Tekanan uretral tinggi
menghambat pengosongan
kandung kemih
3. Berguna untuk
mengevaluasi obstruksi
dan pilihan intervensi
4. Retensi urine
meningkatkan tekanan
dalam saluran perkemihan
atas, yang dapat
mempengaruhi fungsi
ginjal
5. Distensi kandung kemih
dapat dirasakan diarea
supra pubik.
6. Menghilangkan spasme
kandung kemih
sehubungan dengan iritasi
oleh kateter
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan aktivitas/
pemasangan kateter
Tujuan: Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Kriteria hasil: Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang
diinginkan yang dapat dilakukan
27. 34
Table 2.5 Intervensi Keperawatan DX 5
Intervensi Rasional
1 2
1. Kaji respon klien
terhadap aktivitas,
perhatikan frekuensi
nadi
2. Anjurkan klien
beraktivitas sesuai yang
dapat ditoleransi klien
3. Berikan dorongan untuk
melakukan
aktivitas/perawatan diri
bertahap jika dapat
ditoleransi
1. Menyebutkan parameter
membantu dalam mengkaji
respon fisiologi terhadap stress
aktivitas dan berkaitan dengan
tingkat aktivitas
2. Membantu melatih otot klien
agar tidak terjadi kaku
3. Kemajuan aktivitas mencegah
peningkatan kerja jantung tiba-
tiba
5. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan kegiatan dari tahap proses kepetawatan,
implementasi mencapai 4 aspek yaitu, observasi, Tindakan Mandiri,
Health Education (HE), dan kolaborasi. Pelaksanaan tindakan
keperawatan pada klien Tn “S” dengan Benigna Prostat Hiperplasia
disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
6. Evaluasi
Tahap evaluasi yang menentukan kemajuan klien terhadap pencapaian
hasil yang diinginkan dan respon klien terhadap keefektifan intervensi
keperawatan, kemudian mengganti rencana jika diperlukan. Evaluasi
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.