Dokumen tersebut membahas tentang perlindungan konsumen dan tanggung jawab hukum pelaku usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dokumen tersebut menjelaskan hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha, prinsip-prinsip tanggung jawab hukum, dan kasus sengketa antara Mustolih dengan PT Sumber Alfaria Trijaya mengenai informasi penggunaan donasi yang dikumpulkan melalui
9, hbl, digna adya, hapzi ali, perlindungan konsumen & tanggung jawab hukum, universitas mercu buana, 2019
1. HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Digna Adya Pratiwi (Mahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta)
Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, CMA, MM, MPM (Dosen Pengampu)
Perlindungan Konsumen & Tanggungjawab Hukum
Perlindungan Konsumen & Tanggungjawab Hukum
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen. Dengan ditetapkannya Undang Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) pada tanggal 20 April 1999, artinya hak-hak konsumen Indonesia mendapat perlindungan
hukum. Undang Undang Perlindungan konsumen mengatur tentang hak – hak dan kewajiban
konssumen dan produsen.
Konsumen mempunyai hak yang dapat dituntut dari produsen atau pelaku usaha, produsen dan
pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi yang tertuang dalam pasal 6
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Tim Penyusun Naskah Akademik RUU tentang Perlindungan Konsumen merumuskan hak-hak
konsumen sebagai:
(I) hak atas keamanan;
(2) hak untuk memilih;
(3) hak atas informasi;
(4) hak untuk didengar;
(5) hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya; dan
(6) hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut. (Agus Brotosusilo, 1992)
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan pelaku usaha adalah setiap
orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah :
- hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan;
- hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
- hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
2. - hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan jasa yang diperdagangkan;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah :
- beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan
jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan mencoba barang dan jasa
tertentu serta memberi jaminan dan garansi atas barang yang dibuat dan yang
diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan penggantian apabila barang dan jasa yang dterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Tanggung jawab dalam kamus Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkirakan, dan
sebagainya). Tanggung jawab hukum itu terjadi karena adanya kewajiban yang tidak dipenuhi oleh
salah satu pihak yang melakukan perjanjian, hal tersebut juga membuat pihak yang lain mengalami
kerugian akibat haknya tidak dipenuhi oleh salah satu pihak tersebut.
Tanggung jawab hukum memiliki beberapa arti. Menurut Wahyu Sasongko, tanggung jawab hukum
adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku dan di sini ada
norma atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Ketika, ada perbuatan yang
melanggar norma hukum itu, maka pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan
norma hukum yang dilanggar.
Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari
pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan.
Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau
berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.
Prinsip tanggung jawab dalam hukum secara umum dibedakan sebagai berikut:
- Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault).
- Prinsip praduga untuk bertanggung jawab (presumption of liability).
- Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non liability).
- Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability).
- Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability).
3. Implementasi Perlindungan Konsumen & Tanggung Jawab Hukum pada kasus Perlidungan
Konsumen: Kasus Kembalian Uang Alfamart dalam Perspektif UU Perlindungan
Konsumen.
Sengketa antara Mustolih dan PT Sumber Alfaria Trijaya (PT SAT) yang awalnya
diselesaikan di Komisi Informasi Pusat dan kemudian berlanjut di Pengadilan Negeri
Tangerang, pada dasarnya adalah sengketa yang terkait dengan perlindungan konsumen.
Mustolih adalah seorang konsumen yang berbelanja di Alfamart, sebuah toko yang dikelola
PT SAT. Sedangkan PT SAT adalah pelaku usaha di bidang ritel. Baik Mustolih maupun PT
SAT, keduanya tunduk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Sebagai konsumen, Mustolih memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa. Dalam kasus sengketa dengan PT SAT,
Mustolih ingin menggunakan haknya untuk mengetahui informasi mengenai penggunaan
uang kembalian yang didonasikan melalui Alfamart kepada beberapa yayasan sosial. Dalam
pasal 1 butir 5 UU Nomor 8 Tahun 1999, jasa didefinisikan sebagai layanan yang berbentuk
pekerjaan atau prestasi yang disediakan untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Peran yang
dijalankan PT SAT sebagai media pengumpulan sumbangan sukarela adalah bentuk
pelayanan yang disediakan oleh PT SAT kepada konsumen, di samping PT SAT juga menjual
barang kebutuhan sehari-hari pada konsumen.
Sebagai pelaku usaha, berdasarkan pasal 7 butir b UU Nomor 8 Tahun 1999, PT SAT
berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan . Oleh karena itu, hasil dari jasa pengumpulan donasi yang dilakukan oleh PT
SAT melalui kasir Alfamart wajib dilaporkan penggunaannya secara benar, jelas, dan jujur.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang maksud benar, jelas, dan jujur dalam UU Nomor 8
Tahun 1999.
PT SAT harus melaporkan hasil pengumpulan donasi dengan cara yang benar,
misalnya melaporkan secara langsung di gerai Alfamart atau melalui situs resmi
perusahaan. Isi laporannya juga harus jelas sehingga dapat diketahui siapa yang memberi
donasi, kapan donasi diberikan, dan bagaimana donasi itu dipergunakan oleh yayasan-
yayasan sosial yang bekerja sama dengan PT SAT. Selain benar dan jelas, isi laporannya juga
harus jujur dan tidak mengada-ada sehingga laporan harus diaudit oleh akuntan publik,
mengingat jumlah donasi yang terkumpul sangat besar. Hingga 30 September 2016, donasi
yang terkumpul mencapai Rp21,1 miliar.
Pada Pengadilan Negeri Tangerang, Harapan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk atau lebih
dikenal dengan Alfamart sebagai penggugat kandas di meja hijau. Gugatan yang diajukan
Alfamart oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang ini dinyatakan tidak dapat
diterima. Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat merujuk UU No. 14 Tahun
4. 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan Peraturan Mahkamah Agung
(PERMA) No. 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di
Pengadilan dinilai telah menyebut secara limitatif para pihak dalam sengketa informasi
publik. Dengan begitu, eksepsi Komisi Informasi Publik (KIP) sebagai tergugat I diterima,
sebaliknya gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Bagi Komisi Informasi Pusat, putusan PN Tangerang adalah sebuah langkah maju bagi
proses penyelesaian sengketa karena majelis hakim menerima eksepsi Komisi itu. "Ini
merupakan langkah maju bagi proses penyelesaian sengketa informasi dan telah
menempatkan Komisi Informasi sesuai dengan ketentuan UU KIP dan Peraturan Mahkamah
Agung No. 2 Tahun 2011,"kata komisioner Komisi Informasi Pusat, Yhannu Setiawan.
Daftar Pustaka :
Irlangga Bayu, 2018. http://irlanggabayu18.blogspot.com/2018/04/perlindungan-konsumen-dan-
contoh-kasus.html?view=classic, (22 Mei 2019, jam 22.35)
Anonim1, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt590bc3b0a9f6c/belajar-memahami-
sengketa-informasi-dari-kasus-alfamart, (22 Mei 2019, jam 22.45)
Brotosusilo, Agus, Hak Produsen Dalam hukum Perlindungan Konsumen, Hukum dan Pembangunan
No. 5 Tahun ke XXII, Oktober, Jakarta, 1992.
Hapzi Ali, Modul 9 HBL, Perlindungan Konsumen & Tanggungjawab Hukum
Anonim1, http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_8_99.htm, (22 mei 2019, jam 21.55)