1. MODUL PERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
PERLINDUNGN KONSUMEN DAN
TANGGUNGJAWAB HUKUM
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
Kode MK Disusun Oleh
Dosen
Pengampu
Ekonomi dan
Bisnis
Akuntansi
09
Febry Dian Utami S
43217010076
Prof. Dr.
Hapzi Ali,
CMA
Abstract Kompetensi
Memahami aspek Perlindungan
Konsumen dan Tanggungjawab
Hukum
.
Dapat mejelaskan tentang Perlindungan
Konsumen dan Tanggungjawab Hukum
2. 2
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
PENGERTIAN
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan perlindungan konsumen adalah perangkat
hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Dalam
bukunya,Pengantar Hukum Bisnis, Munir Fuady mengemukakan bahwa konsumen adalah
pengguna akhir (end user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan/atau jasa
yang terrsedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan
asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam
hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa
konsumen. Sedangkan menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dan yang
dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.
DASAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Di Indonesia dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:
a. UUD 1945 pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), pasal 27, dan pasal 33.
b. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara RI Tahun
1999 No. 42 Tambahan Lembaran Negara RI No. 3821).
c. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
d. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
e. PP No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
f. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 tentang
Penanganan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota.
3. 3
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
g. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.
795/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
JENIS-JENIS KONSUMEN
Konsumen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan komersial (intermediate
consumer, intermediate buyer, derived buyer, consumer of industrial market).
b. Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan diri sendiri/keluarga/non
komersial (Ultimate consumer, Ultimate buyer, end user, final consumer, consumer
of the consumer market).
ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
a. Asas Manfaat. Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan. Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memberikan haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas Keseimbangan. Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen. Dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas Kepastian Hukum. Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sedangkan tujuan dari perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
4. 4
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan
konsumen.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Hukum, khususnya hukum ekonomi mempunyai tugas untuk menciptakan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pengusaha, masyarakat, dan pemerintah.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) secara tegas
menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi nasional pada era globalisasi harus mampu
menghasilkan aneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat
menjadi sarana penting kesejahteraan rakyat, dan sekaligus mendapatkan kepastian atas
barang dan jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian
konsumen. Selanjutnya, upaya menjaga harkat dan martabat konsumen perlu didukung
peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang
bertanggung jawab.
Dalam Pasal 4 UUPK mengatur hak-hak dari konsumen. Hak-hak konsumen
tersebut adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
5. 5
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak
sebagaimana mestinya
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lain.
Selanjutnya pasal 5 UUPK mengatur kewajiban konsumen, yaitu:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
HUKUM TERTULIS YANG BERKAITAN DENGAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Sejak zaman penjajahan Hindia Belanda sudah ada beberapa peraturan yang berkaitan
dengan perlindungan konsumen, misalnya sebagai berikut:
a. Vuurwerk Ordonnantie (Ordonasi Petasan), S. 1932-143.
b. Sterkwerkannde Geneesmiddelen Orgonnantie (Ordonasi Obat Keras), S. 1937-641.
c. Gevaarlijke Stoffen Ordonnantie (Ordonasi Bahan-Bahan Berbahaya), S. 1949-377.
d. Tin Ordonnantie (Ordonasi Timah Putih), S. 1931-509.
e. Verpakkings Ordonnantie (Ordonasi Kemasan), S. 1935 No. 161.
6. 6
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
Setelah kemerdekaan, walaupun Undang-Undang yang membahas secara khusus tentang
perlindungan konsumen belum ada, tetapi dalam peraturan perundang-undangan telah
dijelaskan secara parsial yang berhubungan dengannya, misalnya:
a. Undang-Undang Pokok Kesehatan, UU No. 9 Tahun 1960.
b. Undang-Undang Barang, UU No. 10 Tahun 1961.
c. Undang-Undang Narkotika, UU No. 9 Tahun 1976.
d. Undang-Undang Lingkungan Hidup, UU No. 4 Tahun 1982.
e. Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan, UU No. 3 Tahun 1982.
Selain itu juga disebutkan mengenai perlindungan konsumen dalam peraturan
perundang-undangan terutama dalam UUD 1945 pasal 33 dan 27, serta dalam Pancasila
sila 2 dan sila 5.
POSISI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERDAGANGAN
BEBAS
Situasi akhir-akhir ini yang mendesak pemerintah dan pelaku usaha untuk segera
memulihkan kegiatan bisnis dan perekonomian sering kali dihadapkan pada persoalan
perlindungan konsumen. Pasokan barang dan jasa melalui kegiatan promosi yang gencar
tidak selamanya dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat, dan bahkan seringkali
mengakibatkan masyarakat menjadi korban. Sifat berfikir objektif sering dikalahkan oleh
kegiatan promosi yang dikemas sedemikian rupa sehingga mengubur sikap rasional
konsumen. Situasi dan kodisi yang mengharuskan Indonesia terlibat secara aktif dalam
pasar bebas dan globalisasi semakin membuat masalah yang dihadapi konsumen semakin
kompleks. Melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994, Negara kita telah meratifikasi
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization
(WTO).
Dalam aturan-aturan yang ditetapkan WTO, sebenarnya perlindungan konsumen
lebih mendapat perhatian dan perlindungan hukum, misalnya perlindungan hak kekayaan
intelektual, standar-standart barang dan jasa yang diperdagangkan, serta sanksi bagi
negara-negara yang memproduksi barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan
hukum. Dalam TRIPs (Trade Related Intelectual Properties) antara lain disebutkan bahwa
negara anggota wajib melaksanakan ketentuan tentang penggunaan merek sebagai upaya
untuk melindungi konsumen sebagai korban peniruan merek. Selain itu, pada peraturan
7. 7
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
yang tercantum dalam GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) mengisyaratkan
pencantuman indikator atas asal barang impor sebagai upaya untuk melindungi konsumen.
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Di Indonesia gema dari perlindungan konsumen baru mulai didengungkan pada
tahun 1970-an, terutama setelah berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) bulan Mei
1973. Organisasi ini bertindak atas dasar pengabdian kepada kehidupan manusiawi, dengan
Nyonya Lasmidjah Hardi sebagai pimpinannya. Historis dari lahirnya YLK ditandai oleh rasa
mawas diri terhadap gemuruhnya kancah promosi, yakni promosi untuk memperlancar
perdagangan barang-barang dalam negeri.
Nyonya Lasmidjah Hardi sebelumnya adalah ketua ‘Pekan Swa Karya’, yaitu suatu
kegiatan berupa aksi promosi terhadap berbagai barang dalam negeri. Kegiatan dari ‘Pekan
Swa Karya’ ini menimbulkan munculnya ssuara-suara dari masyarakat, terutama dari pihak
pers untuk mengimbangi usaha-usaha promosi tersebut dengan langkah-langkah
pengawasan agar kualitasnya tetap terjamin dan masyarakat konsumen tidak dirugikan.
Dengan adanya tanggapan dari pihak pers dan masyarakat tersebut, maka kegiatan
‘Pekan Swa Karya’ mulai memikirkan usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk melindungi
konsumen. Sejumlah tokoh-tokoh masyarakat kemudian mulai bergerak untuk
merealisasikan dan mencari bentuk terhadap masalah perlindungan konsumen. Tokoh-
tokoh tersebut mengadakan temu bicara dengan beberapa kedutaan asing, dengan
Departemen Perindustrian, dengan DPR, dan beberapa tokoh masyarakt lainnya. Hasil dari
kegiatan tersebut akhirnya melahirkan suatu perkumpulan konsumen di Indonesia yang
diberi nama ‘Yayasan Lembaga Konsumen’. Landasan dan arah Perjuangan YLK sendiri
pada dasarnya adalah melindungi konsumen, menjaga martabat produsen, dan membantu
pemerintah.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi non-
pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1973. Tujuan
berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan
tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan kegemaran
konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengkonsumsi produk luar negeri. Terdorong
oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia
8. 8
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil
industri dalam negeri.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut
LPKSM adalah Lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang
mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Tugas LPKSM meliputi kegiatan:
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa.
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan.
c. Melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen.
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan
atau pengaduan konsumen.
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
SENGKETA DAN PERANAN PENGADILAN
Perbedaan kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha mengakibatkan
kemungkinan terjadinya sengketa konsumen cukup besar. Jika ada keluhan terhadap
produknya, pelaku usaha akan mengupayakan penyelesaian tertutup, sedangkan konsumen
berkepentingan agar penyelesaian dilakukan lewat saluran umum supaya tuntas. Cara
penyelesaian sengketa konsumen secara khusus sesuai UUPK memberikan berbagai
manfaat bagi konsumen maupun juga bagi pelaku usaha, bahkan juga pemerintah, yaitu:
a. Mendapat ganti rugi atas kerugian yang diderita.
b. Melindungi konsumen lain agar tidak mengalami kerugian yang sama, karena
dengan satu orang mengadu sesuai prosedur, sejumlah orang lainnya akan dapat
tertolong.
c. Menunjukkan sikap kepada masyarakat pelaku usaha supaya lebih memperhatikan
kepentingan konsumen.
d. Pengaduan dapat dijadikan tolok ukur dan titik tolak untuk perbaikan mutu produk
dan memperbaiki kekurangan lain yang ada.
e. Dapat dijadikan informasi dari adanya kemungkinan produk tiruan.
9. 9
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
Berdasarkan pasal 46 ayat (1) UUPK dinyatakan bahwa setiap gugatan atas
pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan.
b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat.
d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang
tidak sedikit.
Jika pelaku usaha pabrikan dan/atau pelaku usaha distributor menolak dan/atau
tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen,
maka diberikan hak untuk menggugat pelaku usaha dan menyelesaikan perselisihan yang
timbul melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau dengan cara
mengajukan gugatan kepada badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Oleh karena
itu jelaskalah bahwa untuk menyelesaikan sengketa dapat dilakukan melalui badan di luar
sistem peradilan yang disebut BPSK atau melalui pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan konsumen.
Penyelesaian Sengketa melalui BPSK
a. Tugas dan Wewenang BPSK
Berdasarkan UUPK Pasal 52 menyebutkan bahwa tugas dan wewenang
BPSKmeliputi:
1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.
2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.
3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku.
4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-
undang ini.
5. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen.
7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen.
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini.
10. 10
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap
orang sebagaimana dimaksud pada angka (7) dan (8), yang tidak bersedia memenuhi
panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen.
10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen.
12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen.
13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-
undang ini.
b. Prosedur Penyelesaian Sengketa melalui BPSK
Untuk menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis dengan jumlah
anggota berjumlah ganjil yang terdiri dari sedikitnya tiga orang yang mewakili semua unsur,
dan dibantu seorang panitera. Dalam hal ini BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan
sengketa konsumen dalam jangka waktu 21 hari terhitung sejak gugatan diterima oleh BPS.
Penyelesaian sengketa melalui BPSK ini dikhususkan bagi konsumen perorangan yang
memiliki perselisihan dengan pelaku usaha dengan sifat penyelesaian yang cepat dan
murah.
Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan
a. Prosedur
Di pengadilan, penyelesaian perkara dimulai dengan mengajukan gugatan ke pengadilan yang
berwenang. Penyelesaian sengketa hukum melalui pengadilan ini dilakukan dengan 3 tahap.
Tahap permulaan dengan mengajukan gugatan sampai dengan jawab jinawab. Tahap
penentuan dimulai dari pembuktian sampai dengan putusan, dan tahap pelaksanaan adalah
pelaksanaan putusan. Setiap tahap tersebut memerlukan waktu relatif lama, mahal dan
prosedur yang cukup rumit.
b. Upaya hukum di pengadilan
Walaupun putusan yang dijatuhkan majelis BPSK bersifat final dan mengikat, para pihak
yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri
untuk diputus dalam waktu 21 hari dengan waktu 14 hari untuk mengajukan kebertan ke
pengadilan negeri. Terhadap putusan pengadilan negeri ini dapat diajukan upaya hukum
11. 11
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
kasasi ke Mahkamah Agung RI yang akan diputus dalam waktu 30 hari, dengan waktu 14
hari untuk mengajukan kasasi
Contoh kasus :
Implementasi Perlindungan Konsumen
Ribuan Pangan Impor yang Dijual Online Ternyata Ilegal
Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meletakkan barang bukti obat dan makanan
ilegal ke dalam tong saat akan dimusnahkan di halaman kantor BPOM, Jakarta (26/5). Tempo/Dian
Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyita pangan impor ilegal atau
tanpa izin edar sebanyak 7.762 kemasan. Makanan itu sebagian dijual secara online. Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringa mengatakan barang-barang ilegal itu ditemukan di
gudang yang beralamat di Kompleks Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk, Jakarta
Utara. "Kami sita kemarin malam pukul 23.00," ujar Roy saat ditemui di kantornya, Kamis, 18 Juni
2015.
Makanan-makanan tersebut, kata Roy, merupakan produk pangan olahan untuk bayi berupa
biskuit,cereal, dan camilan dengan merek Gerber asal Amerika. BPOM juga menemukan 96 kemasan
kosmetik ilegal yang terdiri atas sampo dan sabun bayi asal Cina dengan nilai lebih dari Rp. 500 juta.
“Kedua produk tersebut dijual secara online”.
Ihwal palsu atau tidaknya produk-produk tersebut, menurut Roy, BPOM masih melakukan
penelitian. Temuan tersebut menjadi persoalan yang mesti disikapi dengan serius karena telah
melanggar aturan yang berlaku. “Tetap saja berisiko untuk dikonsumsi. Apalagi bayi ini merupakan
kelompok yang rentan”.
Roy menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika
terkait dengan temuan ini. Sebab, banyak produk impor ilegal yang dijual secara online.
Roy mengimbau masyarakat agar selalu teliti dan waspada dalam membeli produk online. Konsumen
mesti teliti dalam melihat kemasan, izin edar, dan kedaluwarsa. "Selama bulan Ramadan ini akan
sangat banyak muncul produk-produk yang tidak berizin dan berbahaya," katanya.
12. 12
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
Dari hasil pengawasan pangan dan kosmetik yang dilakukan sejak 25 Mei hingga 18 Juni 2015, BPOM
telah menemukan 36.207 kemasan pangan tidak memenuhi ketentuan, yang terdiri atas pangan
ilegal 18.701 kemasan, 15.707 kemasan pangan kedaluwarsa, dan 1.799 kemasan pangan rusak.
"Dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 1,5 miliar," tutur Roy. Selain itu, ditemukan 12.770
kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 257
juta.
Analisis :
Dapat kita lihat dalam kasus ini terjadi dimana penjual makanan olahan untuk bayi, sampo dan
sabun bayi yang diedarkan secara online maupun langsung kepada konsumen tidak memiliki izin jual.
Produk makanan olahan bayi ini berasal dari Amerika dan dijual luas di indonesia. Barang tersebut
disimpan oleh penjual di Kompleks Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Walaupun belum terbukti barang tersebut mengandung bahan berbahaya tetap akan diambil
tindakan oleh kepolisian setempat. Dilihat dalam kasus tersebut BPOM menemukan kemasan
pangan kadaluarsa, rusak dan tidak memiliki izin. Dan kita harus ketahui bahwa hak konsumen
adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Tetapi di dalam indonesia pengawan akan makanan, barang-barang, ataupun jasa belum mencukupi
atau untuk memberantas barang-barang berbahaya tersebut. Seharusnya kita sebagai rakyat
indonesia membantu memberantas barang-barang ilegal tersebut dengan cara melaporkan kepada
pihak kepolisian pada saat melihat hal yang mencurigakan yang terjadi disekitar lingkungan kita.
Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa banyak pelanggaran yang dikenakan oleh
penjual tersebut antara lain :
· Pasal 8 ayat 1 (g) menyatakan : tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka
waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
· Pasal 8 ayat 2 menyatakan : Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang
rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud.
· Pasal 8 ayat 4 menyatakan : Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1)
dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
13. 13
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
Para penjual atau supplier akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran dalam pasal
diatas yaitu:
Pasal 62
1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan
Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
tambahan berupa:
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
14. 14
Hukum Bisnis & Lingkungan
Febry Dian Utami Saragih
(43217010076)
DAFTAR PUSTAKA
http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.co.id/2011/02/perlindungan-
konsumen.html
http://dwiindriani-21.blogspot.co.id/2016/05/contoh-kasus-perlindungan-
konsumen.html
http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/06/18/090676171/ribuan-pangan-impor-yang-
dijual-online-ternyata-ilegal
www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-8-1999.pdf