Modul ini membahas tentang perlindungan konsumen dan tanggung jawab hukum pelaku usaha. Modul ini menjelaskan pengertian perlindungan konsumen, tujuan perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha, serta sanksi bagi pelaku usaha yang merugikan konsumen."
1. MODUL PERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Perlindungan Konsumen dan Tanggung
Jawab Hukum
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi &
Bisnis
Akuntansi
09
…. Novi Siti Sholekah
(43217010079)
Abstract : Kompetensi
Perlindungan Konsumen dan
Tanggung Jawab Hukum
Mahasiswa mampu menjelaskan
Perlindungan Konsumen dan
Tanggung Jawab Hukum
2. 2 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Isi
1. Pengertian Perlindungan Konsumen
Pada tahun 1999 telah lahir Undang-Undang perlindungan konsumen, yaitu
Undang-Undang nomor 8 tahun tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang
bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada konsumen. dalam undang
undang ini juga di jelaskan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang tentunya hal
ini di atur untuk memberikan kepastian hukum serta melindungi hak para konsumen
tersebut. Hal demikian memang perlu di atur karena untuk menghindari sikap negatif
pelaku usaha terhadap konsumen.
Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh
para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen atau
pelaku usaha. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak
tirikan oleh para produsen atau pelaku usaha tersebut. Undang undang tentang
perlindungan konsumen ini memang telah di terbitkan namun dalam proses
pelaksanaan atau aplikasi dari undang undang itu sendiri belum maksimal atau dengan
kata lain peraturan yang ada dalam undang undang tidak sesuai dengan kenyataan.
Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan
para konsumen yang tentunya berkaitan dengan tanggung jawab produsen (pelaku
usaha) dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari
para konsumen. contohnya adalah, Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar
berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena
berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.
Peristiwa peristiwa seperti itu tentunya sangat merugikan konsumen, maka
seharusnya pelaku usaha bertanggung jawab dengan kejadian tersebut sebagai
implementasi dari undang undang nomor 8 tahun 1999. Untuk memperjelas masalah
akan tanggung jawab pelaku usaha maka makalah ini akan membahas mengenai
masalah tanggung jawab pelaku usaha tersebut.
2. Tujuan Perlindungan Konsumen
Tujuan perlindungan konsumen meliputi:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri
3. 3 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari
ekses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha
6. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
3. Hak dan kewajiban bagi Konsumen dan Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban
konsumen antara lain:
a) Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak konsumen
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/ atau jasa
2) Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan
atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa
yang digunakan
5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya,
miskin, dan status sosialnya
4. 4 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
8) Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila
barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya
Kewajiban konsumen
1) Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau
pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut
b) Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 6 dan 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban
pelaku usaha, sebagai berikut.
Hak pelaku usaha
1) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang
diperdagangkan
2) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik
3) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen
4) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang
diperdagangkan
5) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya
Kewajiban pelaku usaha
1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
2) Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan
5. 5 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif, pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam
memberikan pelayanan, pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu
pelayanan kepada konsumen
4) Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar nutu barang atau jasa yang berlaku
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba
barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi atas barang
yang dibuat maupun yang diperdagangkan
6) Memberi kompensasi, ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan
7) Memberi kompensasi ganti rugi apabila barang atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian.
4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Segala kesalahan atau kelalaian pelaku usaha yang dapat menimbulkan kerugian
kepada konsumen khususnya,atau kepada masyarakat umumnya haruslah
bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkannya. Tanggungjawab pelaku usaha
ini tidak hanya berlaku untuk kerugian barang konsumsi yang diperdagangkan, tapi
juga bertanggungjawab iklan-iklan barang dan jasa termasuk barang import yang
diiklankan.
Dalam pasal 19 undang-undang perlindungan konsumen ditentukan, bahwa pelaku
usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan atau pemberian santunan yang harus dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
hari setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan kecuali
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen. Kemudian terhadap periklanan dan importir ditentukan sebagai
berikut :
6. 6 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
1) Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
2) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor
apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan
produsen luar negeri.
3) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan
jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa
asing.
4) Pelaku usaha yang menjual barang dan jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila:
Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan
apapun atas barang atau jasa tersebut.
Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang atau jasa yang di lakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
5) Pelaku usaha yang tidak memproduksi barang yang manfaatnya berkelanjutan
dalam waktu sekurang-kurangnya 1 tahun wajib menyediakan suku cadang atau
fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan
yang diperjanjikan :
Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
tersebut.
Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan fasilitas
perbaikan.
6) Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan garansi
yang disepakati atau yang diperjanjikan.
7) Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas
kerugian yang diderita konsumen, apabila:
Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak
dimaksudkan untuk diedarkan.
Cacat barang timbul pada kemudian hari.
Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
7. 7 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau
lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
5. Sanksi bagi Pelaku Usaha yang Merugikan Konsumen
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku
usaha diantaranya sebagai berikut :
1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap :
pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak
sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan,
kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan
barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang
mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen
dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b )
2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku
usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi /
menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum
melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan
yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku
usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi
mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar
oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan
oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk
menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota
pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis
dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar
8. 8 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana,
selama 5 (lima) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada
gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa
klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak
dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan
klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya.
Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar
adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah,
padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal
tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999
dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara
dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu
atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu
banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan
Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan
konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis
dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan
Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau
diproses oleh pihak Kepolisian( Oktober 2004 )
1. Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
a. Pengembalian uang atau
b. Penggantian barang atau
c. Perawatan kesehatan, dan/atau
d. Pemberian santunan
e. Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
9. 9 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Sanksi Administrasi :
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal
19 ayat (2) dan (3), 20, 25
2. Sanksi Pidana :
Kurungan :
a. Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9,
10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
b. Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11,
12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
c. Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian
Hukuman tambahan , antara lain :
a. Pengumuman keputusan Hakim
b. Pencabuttan izin usaha;
c. Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
d. Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
e. Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat
6. Peran Lembaga Perlindungan Konsumen
Pasal 29 Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
1) Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan
pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau
menteri teknis terkait.
3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan perlindungan konsumen.
4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk :
10. 10 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara
pelaku usaha dan konsumen
berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat
meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya
kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30 Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta
penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan
oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat.
2) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
3) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar
di pasar.
4) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil
tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada
masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.
11. 11 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Implementasi Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Hukum
“ANALISIS KASUS SUSU FORMULA DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN”
Di Indonesia, nasib perlindungan konsumen masih berjalan tertatih-tatih. Hal-hal ini
menyangkut kepentingan konsumen memang masih sangat miskin perhatian. Setelah
setahun menunggu, Kementerian Kesehatan akhirnya mengumumkan hasil survei 47 merk
susu formula bayi untuk usia 0-6 bulan. Hasil survei menyimpulkan, tidak ditemukan bakteri
Enterobacter Sakazakii. Hasil ini berbeda dengan temuan penelitian Institut Pertanian
Bogor, yang menyebutkan, 22,73% susu formula (dari 22 sampel), dan 40% makanan bayi
(dari 15 sampel) yang dipasarkan April hingga Juni 2006 terkontaminasi E. Sakazakii. Apa
pun perbedaan yang tersaji dari kedua survei tersebut, yang jelas kasus susu formula ini
telah menguak fakta laten dan manifes menyangkut perlindungan konsumen. Ini
membuktikan bahwa hal-hal menyangkut kepentingan (hukum) konsumen rupanya
memang masih miskin perhatian dalam tata hukum kita, apalagi peran konsumen dalam
pembangunan ekonomi.
Tanggung Jawab Produk
Dalam perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang disebut strict
product liability, yakni tanggung jawab produk yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Ini dapat kita lihat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur bahwa pembuktian
terhadap ada tidaknya unsur kesalahan menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
Doktrin tersebut selaras dengan doktrin perbuatan melawan hukum (pasal 1365
KUHPerdata) yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian,
mengganti kerugian tersebut.”
Doktrin tersebut selayaknya dapat diintroduksi dalam doktrin perbuatan melawan
hukum (tort) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Seorang konsumen, apabila dirugikan dalam mengkonsumsi barang atau jasa, dapat
menggugat pihak yang menimbulkan kerugian. Pihak di sini bisa berarti produsen/pabrik,
supplier, pedagang besar, pedagang eceran/penjual ataupun pihak yang memasarkan
produk. Ini tergantung dari siapa yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang
menimbulkan kerugian bagi konsumen. Selama ini, kualifikasi gugatan yang masih digunakan
di Indonesia adalah wanprestasi (default). Apabila ada hubungan kontraktual antara
12. 12 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
konsumen dan pengusaha, kualifikasi gugatannya adalah wanprestasi. Jika gugatan
konsumen menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum (tort), hubungan
kontraktual tidaklah diisyaratkan. Bila tidak, konsumen sebagai penggugat harus
membuktikan unsur-unsur seperti adanya perbuatan melawan hukum. Jadi, konsumen
dihadapkan pada beban pembuktian berat, karena harus membuktikan unsur melawan
hukum. Hal inilah yang dirasakan tidak adil oleh konsumen, karena yang tahu proses
produksinya adalah pelaku usahanya. Pelaku usahalah yang harus membuktikan bahwa ia
tidak lalai dalam proses produksinya. Untuk membuktikan unsur "tidak lalai" perlu ada
kriteria berdasarkan ketentuan hukum administrasi negara tentang "Tata Cara Produksi
Yang Baik" yang dikeluarkan instansi atau departemen yang berwenang.
Kedigdayaan Produsen
Berdasarkan prinsip kesejajaran kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen, hal
itu mestinya tidak dengan sendirinya membawa konsekuensi konsumen harus membuktikan
semua unsur perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, terhadap doktrin perbuatan
melawan hukum dalam perkara konsumen, seyogiannya dilakukan "deregulasi" dengan
menerapkan doktrin strict product liability ke dalam donktrin perbuatan melawan hukum.
Hal ini dapat dijumpai landasan.
hukumnya dalam pasal 1504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menegaskan bahwa penjual bertanggung jawab adanya "cacat tersembunyi" pada produk
yang dijual. Menurut doktrin strict product liability, tergugat dianggap telah bersalah
(presumption of quality), kecuali apabila ia mampu membuktikan bahwa ia tidak melakukan
kelalaian/kesalahan. Seandainya ia gagal membuktikan ketidaklalaiannya, maka ia harus
memikul risiko kerugian yang dialami pihak lain karena mengkonsumsi produknya. Doktrin
tersebut memang masih merupakan hal baru bagi Indonesia.
Kecuali Jepang, semua negara di Asia masih memegang teguh prinsip konsumen
harus membuktikan kelalaian pengusaha. Sekalipun doktrin strict product liability belum
dianut dalam tata hukum kita, apabila perasaan hukum dan keadilan masyarakat
menghendaki lain, kiranya berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No 14 Tahun 1970,
hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di
masyarakat (living law) Walhasil, berkait kasus susu formula ada hal yang patut ditarik
pelajaran. Ternyata, selama ini yang masih terpampang adalah “kedigdayaan” produsen
atau pelaku usaha termasuk pengambil kebijakan. Terlihat, pihak-pihak terkait bersikap
13. 13 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
defensif dengan seolah menantang konsumen yang merasa dirugikan untuk membuktikan
unsur “ada/tidaknya kelalaian/ kesalahan” terhadap sebuah produk. Padahal, pihak-pihak
berwenanglah yang harus membuktikan apakah betul ada kesalahan/kelalaian dalam
produknya tersebut.
ANALISIS
Berdasarkan studi kasus diatas, perlindungan konsumen di Indonesia masih sangat
lemah. Hal ini terlihat ketika Kementerian Kesehatan baru mengumumkan setelah setahun
lamanya para konsumen susu formula bayi ingin mengetahui fakta bahwa susu formula bayi
untuk usia 0-6 bulan tersebut apakah mengandung bakteri Enterobacter Sakazakii atau
tidak. Namun fakta yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan tidak sesuai dengan
hasil penelitian dari temuan peneliti Institut Pertanian Bogor, yang menyebutkan 22,73%
susu formula (dari 22 sampel), dan 40% makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan
April hingga Juni 2006 terkontaminasi E. Sakazakii
Apa pun perbedaan yang tersaji dari kedua survei tersebut, yang jelas kasus susu
formula ini telah menguak fakta laten dan manifes menyangkut perlindungan konsumen. Ini
membuktikan bahwa hal-hal menyangkut kepentingan (hukum) konsumen rupanya
memang masih miskin perhatian dalam tata hukum kita, apalagi peran konsumen dalam
pembangunan ekonomi. Dalam perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang
disebut strict product liability, yakni tanggung jawab produk yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Ini dapat kita lihat dalam Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur bahwa
pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan menjadi beban dan tanggung jawab
pelaku usaha. Seorang konsumen, apabila dirugikan dalam mengkonsumsi barang atau jasa,
dapat menggugat pihak yang menimbulkan kerugian. Pihak di sini bisa berarti
produsen/pabrik, supplier, pedagang besar, pedagang eceran/penjual ataupun pihak yang
memasarkan produk. Ini tergantung dari siapa yang melakukan atau tidak melakukan
perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen
14. 14 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen
http://arditanunung.blogspot.co.id/2013/05/makalah-hukum-bisnis-tentang.html
http://dewiningrum2795.blogspot.co.id/2015/06/kasus-perlindungan-
konsumen.html
http://nadi4rahayu.blogspot.co.id/2012/12/makalah-perlindungan-konsumen.html
http://radidatia.blogspot.co.id/2015/07/contoh-kasus-pelanggaran-
perlindungan.html
http://www.jurnalhukum.com/hukum-perlindungan-konsumen-di-indonesia/
https://aditz19.wordpress.com/2011/04/06/peran-lembaga-perlindungan-
konsumen/