Dokumen tersebut membahas tentang hukum perburuhan di Indonesia, termasuk definisi hukum perburuhan menurut para ahli hukum, dasar hukum ketenagakerjaan di Indonesia, perkembangan hukum perburuhan di era reformasi, serta masalah-masalah ketenagakerjaan seperti upah rendah, ketidakpastian PHK, dan kelangkaan lapangan pekerjaan.
7, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2019
1. HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Digna Adya Pratiwi (Mahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta)
Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, CMA, MM, MPM (Dosen Pengampu)
HUKUM PERBURUHAN
Pendapat-pendapat ahli hukum mengenai Pengertian Hukum Ketenagakerjaan/Hukum
Perburuhan di Indonesia :
NEH van Asveld menegaskan bahwa Pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum
yang bersangkutan dengan pekerjaan di dalam hubungan kerja dan di luar hubungan kerja.
Menurut Molenaar Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ialah bagian dari hukum yang
berlaku di suatu negara, yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan buruh
dan antara buruh dan penguasa.
Menurut Soetiksno memberikan pendapat mengenai Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
merupakan keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang
mengakibatkan seorang secara pribadi ditempatkan di bawah pimpinan (perintah) orang lain
dan keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja
tersebut.
Pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut Prof. Imam soepomo diartikan sebagai
himpunan dari peraturan-peraturan, baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang
berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima
upah.
Hukum Ketenagakerjaan telah berkembang seiring dengan perkembangan lapangan dan
kesempatan kerja. Awalnya, lapangan pekerjaan terbatas pada sektor pemenuhan kebutuhan
primer, seperti pertanian. Namun secara perlahan sektor pemenuhan kebutuhan mulai
bergeser ke arah industri dan perdagangan, sehingga kesempatan kerja semakin terbuka lebar.
Pertumbuhan sektor industri dan perdagangan yang pesat, mengakibatkan berdirinya
perusahaan-perusahaan yang menyerap banyak tenaga kerja. Hubungan antara perusahaan
tersebut dengan tenaga kerjanya, disebut dengan hubungan kerja (hubungan antara pemberi
kerja dengan pekerjanya atau bahkan dengan calon pekerja). Dengan demikian diperlukan
adanya suatu aturan (hukum) yang dapat menjadi pengontrol dalam hubungan tersebut,
terlebih lagi jika timbul suatu perselisihan dalam hubungan kerja tersebut
2. Hukum Perburuhan di Era Reformasi
Era Reformasi benar-benar membuka lebar arus demokrasi. Secara regulatif dan gradual
hukum perburuhan kemudian menemukan momentumnya. Hal tersebut terwakili dalam tiga
paket Undang-Undang perburuhan, antara lain: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (PPHI).
Dasar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia adalah negara hukum dan menganut sistem hukum Eropa Kontinental. Oleh sebab
itu, segala sesuatu harus didasarkan pada hukum tertulis. Sumber hukum ketenagakerjaan
saat ini (s/d tahun 2011) terdiri dari peraturan perundangundangan dan diluar peraturan
perundang-undangan. Namun payung hukum utama bagi urusan ketenagakerjaan di Indonesia
adalah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Secara umum, Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 juga menjadi payung hukum
utama. Berdasarkan pondasi tersebut, maka terbentuklah Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) yang menjadi dasar
hukum utama dalam bidang ketenagakerjaan. Selain UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan,
terdapat sumber hukum lain yang menjadi tonggak pengaturan bagi urusan ketenagakerjaan,
baik sumber hukum formil maupun sumber hukum materiil
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (PPHI).
Menimbang :
a. Bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan perlu diwujudkan
secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila;
b. Bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi
semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah;
c. Bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja
di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3. Implementasinya pada perusahaan yang diamati, tentang Hukum Perburuhan yaitu
Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia : sempitnya peluang kerja, tingginya angka
pengangguran, rendahnya SDA tenaga kerja, upah murah dan jaminan sosial yang seadanya.
Banyak perlakuan yang merugikan bagi para pekerja seperti penganiayaan, tindak asusila,
penghinaan, intimidasi sampai pelecehan seksual. Akhirnya banyak warga negara Indonesia
yang menjadi tenaga kerja di luar negeri dan ini pun menyisakan masalah dengan kurangnya
perlindungan dan pengawasan dari negara terhadap para tenaga kerja Indonesia tersebut.
Akar permasalahan yang terjadi pada pekerja/buruh masih terletak pada persoalan-persoalan
hubungan dan kesepakatan antara pengusaha dan pemerintah yang akhirnya berimbas kepada
pekerja/buruh dan masyarakat sebagai konsumen. Kasus gratifikasi dan korupsi yang
melibatkan pengusaha dan pemerintah akhirnya mengakibatkan kelalaian dalam pengawasan
dan penetapan keputusan yang pada akhirnya merugikan kaum pekerja/buruh.
Masalah yang timbul akibat dari kelalaian penetapan keputusan yang tidak adil ini berupa :
1. Masalah Upah.
Masalah yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau tidak sesuainya
pendapatan upah yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
beserta tanggungannya. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat sementara upah yang
diterima relative tetap, menjadi salah satu pendorong gerakan protes kaum pekerja/buruh.
Dalam sistem Hubungan Industrial Pancasila kedudukan pengusaha dan pekerja/buruh adalah
setara, memiliki tanggung jawab yang sama. Pemerintah berkepentingan terhadap masalah
upah, karena upah merupakan sarana pemerataan pendapatan. Untuk mengatasi permasalahan
upah pemerintah biasanya menetapkan batas minimal upah/Upah Minimum Regional yang
harus dibayarkan perusahaan kepada pekerjanya.
2. Masalah Pemenuhan Kebutuhan dan Kesejahteraan Hidup.
Implikasinya adalah setiap manusia berhak untuk secara leluasa mengambil inisiatif untuk
memenuhi kebutuhannya. Hak pemenuhan kebutuhan hidup didasarkan pada fakta bahwa
manusia adalah mahluk biologis yang memiliki kebutuhan dasar biologis meliputi kecakupan
makanan, perlindungan, pakaian, perawatan medis dan pendidikan. Ketika para pekerja/buruh
hanya memlliki sumber pendapatan berupa upah, maka pencapaian kesejahteraan bergantung
pada kemampuan upah dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dalam kenyataanya,
jumlah upah relatif tetap, sementara kebutuhan hidup selalu bertambah seperti biaya
pendidikan, perumahan, sakit dll. Hal ini menyebabkan kualitas kesejahteraan rakyat
termasuk pekerja/buruh semakin rendah.
3. Masalah Pemutusan Hubungan Kerja.
PHK menjadi hal yang menakutkan bagi kaum pekerja/buruh dan menambah konstribusi bagi
pengaangguran di Indonesia. Dalam kondisi ketika tidak terjadi ketidakseimbangan posisi
tawar menawar dan pekerjaan merupakan satu-satunya sumber pendapatan untuk hidup,
4. maka PHK menjadi bencana besar yang dapat membuat buruh menjadi traumatis.
Sebenarnya, PHK bukanlah problem yang besar kalau kondisi sitem hubungan pekerja/buruh
dan pengusaha telah seimbang dan adanya jaminan kebutuhan pokok bagi pekerja/buruh
sebagaimana bagi seluruh rakyat oleh sitem pemerintahan yang menjadikan pemenuhan
kebutuhan dasar rakyat sebagai asas politik perekonomiannya.
4. Masalah Tunjangan Sosial dan Kesehatan.
Sistem ini tidak mengenal tugas negara sebagai pengurus dan penanggung jawab pemenuhan
kebutuhan dasar rakyatnya. Rakyat yang ingin memenuhi kebutuhannya harus bekerja secara
mutlak, baik untuk memenuhi kebutuhan dasarnya maupun kebutuhan pelengkapnya. Jika
seseorang terkena bencana atau kebutuhan hidupnya meningkat, ia harus bekerja lebih keras
secara mutlak. Begitu pula ketika ia sudah tidak mampu bekerja karena usia, kecelakaan,
PHK atau sebab lainnya, maka ia tidak punya pintu pemasukan dana lagi. Kondisi ini akan
menyebabkan kesulitan hidup, terutama bagi rakyat yang sudah tidak dapat bekerja atau
bekerja dengan upah yang minim sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
5. Masalah Lapangan Pekerjaan.
Masalah Kelangkaan lapangan pekerjaan bisa terjadi ketika muncul ketidakseimbangan
antara jumlah calon pekerja/buruh yang banyak, sedangkan lapangan pekerjaan relatif sedikit,
atau banyaknya lapangan kerja, tapi kualitas tenaga kerja pekerja/buruh yang ada tidak sesuai
dengan kualitas yang dibutuhkan. Kelangkaan pekerjaan ini dapat menimbulkan gejolak
sosial, angka pengangguran yang tinggi dapat berakibat padaa aspek sosial yang lebih luas.
Menghadapi permasalahan yang ada maka pemerintah tidak cukup dengan hanya merevisi
perundang-undangan, melainkan mesti mengacu kepada akar permasalahan ketenagakerjaan
itu sendiri. Ynag terpenting adalah pemerintah tidak boleh melepaskan fungsinya untuk
melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya dalah hal ini kesejahteraan bagi
pekerja/buruh.
Daftar Pustaka :
SPN, 2017. https://spn.or.id/masalah-buruh-di-indonesia/ (24 April 2019, 21.03)
Hapzi Ali, Modul 7 HBL, Hukum Perburuhan
Vioxcy, 2017. https://vioxcyanantaputra.wordpress.com/hukum-perburuhan-dan-tenaga-kerja-2/
(24 April 2019, 21.15)