2. LATAR BELKANG
Sebagai aktivitas bisnis dituntut untuk menawarkan sesuatu yang
bermanfaat bagi manusia, dalam arti, tidak menawarkan sesuatu yang
merugikan bagi manusia hanya demi meraih keuntungan sepihak. Para
pelaku bisnis bisa saja berasumsi bahwasanya bisnis merupakan aktivitas
netral, dimana mereka terpanggil untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Mereka beranggapan bahwa aktivitasnya hanya untuk memenuhi
permintaan masyarkat tanpa mempertimbangkan apakah barang atau jasa
yang diproduksi dan dipasarkan aman, halal, atau haram dikonsumsi. Atau,
dengan kata lain, apakah sebuah produk itu berpotensi merugikan
konsumen, baik dari aspek kesehatan maupun hukum. Sikap netral
memang merupakan salah satu prinsip yang harus dipegang oleh para
pelaku bisnis.
3. KENYATAAN
Berbagai fakta menunjukkan bahwa dalam banyak hal justru produsen
itulah yang menciptakan kebutuhan bagi masyarakat dan bukan sekedar
melayani kebutuhan yang sudah ada. Ambil saja contoh peralatan
komputeer, elektronik,transportasi dan masih banyak lagi dengan merek
mutakhir yang mampu menyulap atau menggeser perangkat-perangkat
lama. Selama perangkat itu masih menjadi kebutuhan masyarakat sebagai
piranti untuk memudahkan kehidupan manusia, tentu saja produk itu sah-
sah saja. Namun, demikian lain lagi, jika motif produsen ingin
memanfaatkan lemahnya posisi tawar (position bargaining) konsumen
denga jalan melakukan berbagai modus penipuan yang berpotensi
merugikan mereka sebagiai pengguna sebuah produk.
4. KUALITAS, KUANTITAS, HALAL ?
Seringkali ditemukan para penjual tidak secra transparan menawarkan
produk, apakah kualitas satu, dua, atau tiga. Demikian pula dealam hal
ukuran (kuantitas), tidak jarang ukuran barang yang diterima konsumen
tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan atau apa yang tertulis. Selain itu,
yang berkaitan dengan masalah halal atau haram, seringkali pula produsen
tidak transparan, apakah barang yang diproduksi itu halal atau haram jika
dikonsumsi (dipakai) oleh para konsumen Muslim. Karena adanya larangan
oleh Islam untuk mengonsumsi barang yang haram, dan lain sebagainya.
5. JADI
Dibutuhkan adanya perangkat legalitas formal untuk menentukan aturan
main yang bisa melindungi kepentingan masyarakat atau konsumen.
Dalam hal ini dibutuhkan aturan perundang-undangan yang meletakkan
batasan-batasan minimal yang berfungsi untuk memandu, sekaligus
mengatur kegiatan bisnis dalam kaitan dengan kepentingan masyarakat
luas.
6. PENTING!
Pelaku bisnis diharapkan masih memiliki kesadaran hukum yang tinggi dan
tanggung jawab untuk memerhatikan efek kegiatan bisnisnya bagi
masyarakat, baik yang menyangkut kehalalan, kesehatan, moral, budaya,
sosial, dan ekonomi. Setelah itu untuk selanjutnya, diharapkan pula
keepada pelaku bisnis agar memiliki kepekaan terhadap kepentingan
masyarakat untuk tidak merugikan mereka hanya demi keuntungan sesaat
bagi dirinya.
7. DALAM EKONOMI ISLAM
Distribusi harus menggiatkan produksi dan konsumsi. Dengan kata lain,
pernyataan pertama yang harus dikemukakan menurut Islam adalah
“Untuk siapakah barang dan jasa dihasilakan?” selanjutnya, pertanyaan
relevan yang lain adalah “Barang dan jasa apa yang dihasilkan?” dan
“Bagaimana cara menghasilkannya?” pertanyaan-pertanyaan krusial ini
pada hakikatnya ingin melindungi kepentingan konsumen selaku
pengguna dari sebuah produk baik yang berupa barang ataupun jasa.
Bagi konsumen Muslim sudah tentu setiap barang yang dikonsumsi harus
halal dan baik (halalan thayyibatan), disamping prosesnya harus
memperhatikan norma-norma Islam.
8. Pengertian Konsumen
UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
konsumen didefinisikan sebagai “Setiap orang pemakai barang atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk yang lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Pendapat lain,
konsumen adalah setiap individu atau kelompok yang menjadi pembeli atau
pemakai akhir dari kepemilikin khusus, produk, atau pelayanan dan kegiatan,
tanpa memperhatikan apakah ia berasal dari pedagang, pemasok, produsen
pribadi atau public, atau apakah ia berbuat sendiri ataukah secara kolektif.
9. Pengertian Konsumen
M. Abdul Mannan
secara sempit menyinggung bahwa konsumen dalam suatu masyarakat Islam
hanya dituntun secara ketat dengan sederetan larangan (yakni: makan babi,
minum-minuman keras, mengenakan pakaian sutera dan cicncin emas untuk
pria, dan seterusnya)
Jadi, konsumen adalah
Setiap orang atau badan pengguna produk baik berupa barang maupun jasa
dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang berlaku.
10. Hak dan Kewajiban Konsumen
UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Hak Konsumen (Pasal 4)
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, & keselamatan dalam mengkonsumsi barang & / jasa.
b. Hak untuk memilih barang &/ jasa sesuai dengan nilai tukar & kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, & jujur mengenai kondisi & jaminan barang&/jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat & keluhannya atas barang &/jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, & upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan & pendidikan konsumen.
g. Hak unduk diperlakukan / dilayani secara benar & jujur serta tidak diskriminatif.
h. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi & / penggantian, apabila barang & / jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian / tidak sebagaimana mestinya.
i. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perun&gundangan lainnya.
11. KESIMPULAN
Dalam ajaran Islam, pelaksanaan perekonomian sepenuhnya berdasarkan
ajaran yang terkandung dalam Al-Quran, Sunnah rasul, dan ajaran yang
terkandung di dalam kehidupan para sahabat. Di dalamnya diterangkan
mengenai prinsip-prinsip keseimbagan dan toleransi yang salah satunya
membahas masalah perlindungan terhadap konsumen. Dengan adanya
perlindungan maka diharapkan kehidupan masyarakat akan semakin baik,
aman, dan terhindar dari tidakan yang merugikan konsumen. Atau yang
tidak kalah pentingnya adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Tentu saja hal ini tidak
terlepas dari adanya kesadaran produsen (pelaku usaha), sehingga kedua
belah pihak yaitu konsumen dan produsen tidak saling dirugikan. Bahkan
sebaiknya, saling menguntungkan.