SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Download to read offline
1
REFERAT
HIV/AIDS PADA KEHAMILAN
Kepanitraan Klinik Senior Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan
RSUD Dr. R.M Djoelham Binjaiawatan
Pembimbing :
dr. Herizal, Sp. OG
Disusun oleh :
BOBI AHMAD SAHID
NPM : 17360245
PROGRAM KKS SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2018
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya
pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami
infeksi perinatal dari ibunya. Laporan CDC (Central for Disease Control)
Amerika memaparkan bahwa seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah
0,0%-1,7%, pada saat persalinan 0,4%-2,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil
yang biasa menggunakan narkotika intravena. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik wanita
dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita
infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertikal virus AIDS dari
ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui,
kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di Amerika Serikat dan
Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah
20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses
persalinan atau melalui ASI. Walaupun demikian WHO menganjurkan agar
ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang
lebih besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.1
3
Infeksi oleh virus penyebab defisiensi imun merupakan masalah yang
relatif baru, terutama pada anak. Masalah ini pertama kali dilaporkan di
Amerika pada tahun 1982 sebagai suatu sindrom defisiensi imun makin
meningkat secara relatif cepat disertai angka kematian yang mencemaskan,
maka dilakukanlah pengamatan dan penelitian yang intensif sehingga akhirnya
penyebab defisiensi imun ini ditemukan. Penyebab defisiensi imun ini adalah
suatu virus yang kemudian dikenal dengan nama human immunodeficiency
virus tipe-1 (HIV-1), pada tahun 1985. Pada pengamatan selanjutnya, ternyata
bahwa infeksi HIV-1 ini dapat menimbulkan rentangan gejala yang sangat
luas, yaitu dari tanpa gejala hingga gejala yang sangat berat dan progresif, dan
umumnya berakhir dengan kematian. Dengan meningkat dan menyebarnya
kasus defisiensi imun oleh virus ini pada orang dewasa secara cepat di seluruh
dunia, apabila kasus tersebut tidak mendapat perhatian dan penanganan yang
memadai, dalam waktu dekat diperkirakan jumlah kasus defisiensi imun pada
anak juga akan meningkat.2
Secara keseluruhan, infeksi pada wanita meningkat, dan proporsi
wanita dan gadis remaja yang terinfeksi meningkat tiga kali lipat dari 7
menjadi 23 persen dari tahun 1985 sampai 1998. Sejak saat itu, prevalensi
penyakit yang mematikan ini meningkat di seluruh dunia hampir secara
geometris. Di Amerika Serikat sampai tahun 1998, Fauci (1999) menyebut
sekitar 650.000 sampai 900.000 orang terinfeksi dan hampir setengah juta
meninggal. Pada tahun 1994, kematian akibat infeksi HIV menjadi penyebab
4
utama kematian pada orang berusia 25 sampai 44 tahun. Seperti diperkirakan,
infeksi perinatal juga meningkat. Sampai tahun 1993, Centers for Disease
Control and Prevention memperkirakan bahwa di Amerika Serikat 15.000
anak terinfeksi HIV lahir dari wanita positif HIV.3
5
BAB Il
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defnisi
HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh
adanya infeksi oportunistik dan atau keganasan yang tidak disebabkan oleh
defisiensi imun primer atau sekunder atau infeksi kongenital melainkan oleh
human immunodeficiency virus.2
Kausa sindrom imunodefisiensi ini adalah
retrovirus DNA yaitu HIV-1 dan HIV-2.3
2.2 Etiologi
Penyebab dari virus ini adalah dari retrovirus golongan retroviridae,
genus lenti virus. Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2. Dimana HIV-1 memiliki 10
subtipe yang diberi dari kode A sampai J dan subtipe yang paling ganas di
seluruh dunia adalah grup HIV-1.4
2.3 Cara Penularan
Kita masih belum mengetahui secara persis bagaimana HIV menular
dari ibu ke bayi. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu
bayinya lahir). Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga
tertular HIV. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut :
6
Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi
terinfeksi HIV. Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus
yang ada di dalam darah) ibunya. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama
terapi adalah mencapai viral load yang tidak dapat terdeteksi seperti juga ART
untuk siapa pun terinfeksi HIV. Viral load penting pada waktu melahirkan.
Penularan dapat terjadi dalam kandungan yang dapat disebabkan oleh
kerusakan pada plasenta, yang seharusnya melindungi janin dari infeksi HIV.
Kerusakan tersebut dapat memungkinkan darah ibu mengalir pada janin.
Kerusakan pada plasenta dapat disebabkan oleh penyakit lain pada ibu,
terutama malaria dan TB.
Namun risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan, karena bayi
tersentuh oleh darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran.
Jelas, jangka waktu antara saat pecah ketuban dan bayi lahir juga merupakan
salah satu faktor risiko untuk penularan. Juga intervensi untuk membantu
persalinan yang dapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat meningkatkan
7
risiko. Karena air susu ibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV mengandung HIV,
juga ada risiko penularan HIV melalui menyusui.
Faktor risiko lain termasuk kelahiran prematur (bayi lahir terlalu dini)
dan kekurangan perawatan HIV sebelum melahirkan. Sebenarnya semua
faktor risiko menunjukkan satu hal, yaitu mengawasi kesehatan ibu. Beberapa
pokok kunci yang penting adalah:
a. Status HIV bayi dipengaruhi oleh kesehatan ibunya,
b. Status HIV bayi tidak dipengaruhi sama sekali oleh status HIV ayahnya,
dan
c. Status HIV bayi tidak dipengaruhi oleh status HIV anak lain dari ibu.
2.4 Faktor Resiko
Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV
dari ibu ke bayi :
2.4.1 Faktor Ibu dan Bayi
a. Faktor Ibu
Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari
ibu ke bayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang
ataupun saat persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu
menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua minggu setelah seseorang
terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh
seseorang.
8
Risiko penularan akan lebih besar jika ibu memiliki kadar HIV
yang tinggi pada menjelang ataupun saat persalinan. Status kesehatan
dan gizi ibu juga mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi.
Ibu dengan sel CD4 yang rendah mempunyai risiko penularan yang
lebih besar, terlebih jika jumlah CD4 kurang dari 200.
Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama kehamilan serta
kekurangan vitamin dan mineral, maka risiko terkena berbagai penyakit
infeksi juga meningkat. Biasanya, jika ibu menderita infeksi menular
seksual atau infeksi reproduksi lainnya maupun malaria, maka kadar
HIV akan meningkat.
Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika
terdapat kadar CD4 yang kurang dari 200 serta adanya masalah pada ibu
seperti mastitis, abses, luka di puting payudara. Risiko penularan HIV
pasca persalinan menjadi meningkat bila ibu terinfeksi HIV ketika
sedang masa menyusui bayinya.
b. Faktor Bayi Antara Lain :
1. Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah,
2. Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi,
3. Bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya.
9
2.4.2 Faktor Cara Penularan
- Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi.
- Bayi menelan darah ataupun lendir ibu.
- Persalinan yang berlangsung lama.
- Ketuban pecah lebih dari 4 jam.
- Penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau
forceps, dan tindakan episiotomy
- Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran daripada ASI
Tabel 2.1 Faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi
Masa Kehamilan Masa Persalinan Masa Menyusui
Ibu baru terifeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV Ibu baru terinfeksi
HIV
Ibu memiliki infeksi
virus, bakteri, parasit.
Ibu mengalami pecah
ketuban lebih dari 4
jam sebelum
persalinan.
Ibu memberikan ASI
dalam periode yang
lama.
Ibu memiliki infeksi
menular seksual.
Terdapat tindakan
medis yang dapat
meningkatkan kontak
dengan darah ibu atau
cairan tubuh ibu
(seperti penggunaan
elektroda pada kepala
janin, penggunaan
vakum atau forceps,
dan episiotomi.
Ibu memberikan
makanan campuran
(mixed feeding) untuk
bayi.
Ibu menderita
kekurangan gizi.
Bayi merupakan janin
pertama dari suatu
kehamilan ganda
(karena lebih dekat
dengan leher
rahim/serviks)
Ibu memiliki masalah
pada payudara,
seperti mastitis,
abses, luka di puting
payudara.
Ibu memiliki
korioamniositis (dan
IMS yang tak diobati
atau infeksi lainnya).
Bayi memiliki luka di
mulut.
10
2.5 Manifestasi Klinis
a. Gejala Konstitusi
Sering disebut sebagai AIDS related complex, dimana penderita
mengalami paling sedikit 2 gejala klinis yang menetap yaitu :
- Demam terus menerus >37,5°C.
- Kehilangan berat badan 10% atau lebih.
- Radang kelenjar getah bening yang meliputi 2 atau lebih kelenjar getah
bening di luar daerah inguinal.
- Diare yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Berkeringat banyak pada malam hari yang terus menerus.
b. Gejala Neurologis
Gejala neurologis yang beranekaragam seperti kelemahan otot,
kesulitan berbicara, gangguan keseimbangan, disorientasi, halusinasi, mudah
lupa, psikosis, dan sampai koma.
c. Gejala Infeksi Oportunistik
Gejala infeksi oportunistik merupakan kondisi dimana daya tahan
tubuh penderita sudah sangat lemah sehingga tidak mampu melawan infeksi
bahkan terhadap patogen yang normal pada tubuh manusia. Infeksi yang
paling sering ditemukan, yaitu Pneumocystic carinii pneumonia (PCP),
Tuberkulosis, Toksoplasmosis, infeksi mukokutan (seperti herpes simpleks,
herpes zoster dan kandidiasis adalah yang paling sering ditemukan).
11
2.6 Diagnosis Infeksi HIV Pada Bayi
Tidak mudah menegakkan diagnosis infeksi HIV pada bayi yang lahir
dari ibu HIV positif. Tantangan untuk diagnosis adalah :8
a. Penularan HIV dapat terjadi selama kehamilan, terutama trimester ketiga,
selama proses persalinan dan selama masa menyusui. Meskipun diketahui
selama kehamilan bayi mungkin tertular HIV, belum ada penelitian yang
memeriksa bayi di dalam kandungan untuk deteksi infeksi HIV. Selain itu
juga terdapat masa jendela setelah seseorang terinfeksi HIV yang dapat
berlangsung hingga enam bulan.
b. Antibodi terhadap HIV dari ibu ditransfer melalui plasenta selama
kehamilan. Jadi, semua bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan
positif pula bila diperiksa antibodi HIV dalam tubuhnya. Dikenal berbagai
teknik pemeriksaan antibodi yang terkenal dan dilakukan di Indonesia,
yaitu ELISA, aglutinasi, dan dot-blot immunobinding assay.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan metode
ELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay). ELISA pada mulanya
digunakan untuk skrining darah donor dan pemeriksan darah kelompok risiko
tinggi. Pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV, tes ini efektif
dilakukan pada bayi yang berusia 18 bulan keatas. Pemeriksaan ELISA harus
menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 tes yang dilakukan, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai
12
metode Western Blot. Penggabungan test ELISA yang sangat sensitif dan
Western Blot yang sangat spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah
seseorang positif AIDS.9
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan lainnya yaitu : 10
1. Foto toraks
2. Mantoux test
3. Pemeriksaan laboratorium darah (Kadar CD4, Hepatitis, Paps smear,
Toxoplasma, Virus load)
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan Selama Kehamilan
Konseling merupakan keharusan bagi wanita positif-HIV. Hal ini
sebaiknya dilakukan pada awal kehamilan, dan apabila ia memilih untuk
melanjutkan kehamilannya, perlu diberikan konseling berkelanjutan.
Perkembangan penatalaksanaan selama kehamilan mengikuti kemajuan-
kemajuan dalam pengobatan individu non hamil dengan HIV. Konsekuensi
penyakit yang tidak diobati sangat merugikan, terjadi pergeseran dari fokus
yang semata-mata untuk melindugi janin menjadi pendekatan yang lebih
berimbang berupa pengobatan ibu dan janinnya.
Banyak terjadi kemajuan dalam pengobatan HIV. Sejumlah penelitian
membuktikan bahwa kombinasi analog nukleosida-zidovudin, zalsitabin, atau
lamivudin- yang diberikan bersama dengan suatu inhibitor protease-indinavir,
ritonavir, atau sakuinavir- sangat efektif untuk menekan kadar RNA HIV.
13
Pada pasien HIV yang diberi kombinasi tiga obat, angka kelangsungan hidup
jangka panjang meningkat dan morbiditas berkurang.
Center for Disease Control and Prevention (1998) menganjurkan
untuk menawarkan terapi antiretrovirus (ARV) kombinasi pada wanita hamil.
Petunjuk ini diperbarui oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group
(2000,2001). Working Group merekomendasikan pemeriksaan hitung CD4+
limfosit T dan kadar RNA HIV kurang lebih tiap trimester, atau sekitar setiap
3 sampai 4 bulan. Hasil pemeriksaan ini dipakai untuk mengambil keputusan
untuk memulai terapi ARV, mengubah terapi, menentukan rute pelahiran, atau
memulai profilaksis untuk pneumonia Pneumocystis carinii.
Pada ibu juga dilakukan pemeriksaan untuk penyakit menular seksual
lain dan tuberculosis (TB). Pasien diberi vaksininasi untuk hepatiis B,
influenza, dan mungkin juga infeksi pneumokokus. Apabila hitung CD4+
kurang dari 200 /ul, dianjurkan pemberian profilaksis primer P.carinii.
Pneumonia diterapi dengan pentamidin atau sulfametoksazol-trimetoprin oral
atau intravena. Infeksi oportunistik simtomatik lain yang mungkin timbul
adalah toksoplasmosis, herpes, dan kandidiasis.
2.8.2 Seksio Sesaria
European Collaborative Study Group (1994) melaporkan bahwa seksio
sesarea elektif dapat mengurangi risiko penularan vertikal sekitar 50 %.
Apabila dianalisis berdasarkan terapi ARV, tidak terdapat perbedaan yang
14
bermakna dalam angka penularan pada wanita yang mendapat zidovudin dan
menjalani seksio sesarea versus per vaginam.
Internasional Perinatal HIV Group (1999) baru-baru ini melaporkan
penularan HIV vertikal secara bermakna menurun menjadi kurang dari
separuh apabia saksio sesarea dibandingkan dengan cara pelahiran lain.
Apabila pada masa prenatal, intrapartum, dan neonatal juga diberikan terapi
ARV dan dilakukan seksio sesarea, kemungkinan penularan vertikal akan
berkurang sebesar 87 % disbanding dengan cara pelahiran lain dan tanpa
terapi ARV.
Berdasarkan temuan ini, American College of Obstetricians and
Gynecologists (2000) menyimpulkan bahwa seksio sesarea terencana harus
dianjurkan bagi wanita terinfeksi HIV dengan jumlah RNA HIV-1 lebih dari
1000 salinan/ml. Hal ini dilakukan tanpa memandang apakah pasien sedang
atau belum mendapat terapi ARV. Persalinan terencana dapat dilakukan
sebelum 38 minggu untuk mengurangi kemungkinan pecahnya selaput
ketuban.
Penulis-penulis lain mengungkapkan kekhawatiran morbiditas
mungkin meningkat secara bermakna pada wanita terinfeksi HIV yang
menjalani seksio sesarea. Mereka menyimpulkan bahwa terapi ARV
kombinasi dapat menurunkan resiko penularan vertikal sampai serendah 2 %.
Morris,dkk tidak melaporkan adanya penularan perinatal pada 76 wanita yang
15
mendapat terapi ARV sangat aktif (High active antiretroviral therapy,
HAART).
2.9 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi,
dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu :
- Prong 1: mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia
reproduktif.
- Prong 2: mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV
positif.
- Prong 3: mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke
bayi yang dikandungnya.
- Prong 4: memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada
ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan
Prong 1 dan Prong 2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi,
diimplementasikan semua prong. Ke-empat prong secara nasional dikoordinir
dan dijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan
swasta dan lembaga swadaya masyarakat.12
Pedoman baru dari WHO mengenai pencegahan penularan dari ibu ke
bayi (preventing mother-to-child transmission/PMTCT) berpotensi
meningkatkan ketahanan hidup anak dan kesehatan ibu, mengurangi risiko
16
(mother-to-child transmission/MTCT) hingga 5% atau lebih rendah serta
secara jelas memberantas infeksi HIV pediatrik.13
Pedoman itu memberikan perubahan yang bermakna pada beberapa
tindakan di berbagai bidang. Anjuran kunci adalah :
- ART untuk semua ibu hamil yang HIV-positif dengan jumlah CD4+ di
bawah 350 atau penyakit WHO stadium 3 atau penyakit HIV stadium 4,
tidak menunda mulai pengobatan dengan tulang punggung AZT dan 3TC
atau tenofovir dan dengan 3TC atau FTC.
- Penyediaan antiretroviral profilaksis yang lebih lama untuk ibu hamil yang
HIV-positif yang membutuhkan ART untuk kesehatan ibu.
- Apabila ibu menerima ART untuk kesehatan ibu, bayi harus menerima
profilaksis nevirapine selama enam minggu setelah lahir apabila ibunya
menyusui, dan profilaksis dengan nevirapine atau AZT selama enam
minggu apabila ibu tidak menyusui.
- Untuk pertama kalinya ada cukup bukti bagi WHO untuk mendukung
pemberian ART kepada ibu atau bayi selama masa menyusui, dengan
anjuran bahwa menyusui dan profilaksis harus dilanjutkan hingga bayi
berusia 12 bulan apabila status bayi adalah HIV-negatif atau tidak
diketahui.
- Apabila ibu dan bayi adalah HIV-positif, menyusui harus didorong untuk
paling sedikit dua tahun hidup, sesuai dengan anjuran bagi populasi
umum.13
17
Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah
mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa bayi hanya
dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, maka bayi juga tidak
terinfeksi HIV. Status HIV ayah tidak mempengaruhi status HIV bayi.14
Hal ini dapat dijelaskan karena sperma dari penderita HIV tidak
mengandung virus, yang mengandung virus adalah air mani. Oleh sebab itu,
telur ibu tidak dapat ditularkan sperma. Jelas, bila perempuan tidak terinfeksi,
dan melakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom dalam upaya
membuat anak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila perempuan
terinfeksi pada waktu tersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi.
Tetapi laki-laki tidak dapat langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini
menekankan pentingnya kita menghindari infeksi HIV pada perempuan.14
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak
diinginkan harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi
viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan,
mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar
penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah
penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi
terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.14
Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan.
Hal ini membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk
penyuluhan, pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom,
18
harm reduction, dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar
dibutuhkan.14
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauh
berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. ODHA perempuan yang memakai
obat antiretroviral harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang
efektif. Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang
penting.14
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh
adanya infeksi oportunistik dan atau keganasan yang tidak disebabkan oleh
defisiensi imun primer atau sekunder atau infeksi kongenital melainkan oleh
human immunodeficiency virus. Penyebab dari virus ini adalah dari retrovirus
golongan retroviridae, genus lenti virus.Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2.
Masih belum diketahui secara pasti bagaimana HIV menular dari ibu
ke bayi. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinya
lahir). Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular
HIV. Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi
terinfeksi HIV. Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus
yang ada di dalam darah) ibunya. Namun, risiko penularan lebih tinggi pada
saat persalinan karena bayi tersentuh oleh darah dan cairan vagina ibu waktu
melalui saluran kelahiran. Jelas, jangka waktu antara saat pecah ketuban dan
bayi lahir juga merupakan salah satu faktor risiko untuk penularan. Juga
intervensi untuk membantu persalinan yang dapat melukai bayi, misalnya
vakum, dapat meningkatkan risiko. Karena air susu ibu (ASI) dari ibu
20
terinfeksi HIV mengandung HIV, juga ada risiko penularan HIV melalui
menyusui.
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
serologi HIV. Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan metoda
ELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay). Pemeriksaan ELISA
harus menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 test yang dilakukan,
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan
memakai metoda Western Blot. ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot
yang sangat spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
positif AIDS.
Perempuan terinfeksi HIV di seluruh dunia sudah memakai obat
antiretroviral (ARV) secara aman waktu hamil lebih dari sepuluh tahun. ART
sudah berdampak besar pada kesehatan perempuan terinfeksi HIV dan
anaknya. Oleh karena ini, banyak dari mereka yang diberi semangat untuk
mempertimbangkan mendapatkan anak.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Penyakit Menular. Dalam:
Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo d/a Bagian Kebidanan dan
Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; 556.
2. Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Human Imunodeficiency
Virus. Dalam: Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2008; 243-247.
3. Cunningham F G, Gant N F, Leveno K J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom,
K D. Penyakit Menular Seksual. Dalam: Cunningham F G, Gant N F, Leveno
K J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom, K D. Obstetri Williams. Jakarta:
EGC. 2006; 1677-1678.
4. Anonim. Etiologi HIV/AIDS. Dalam Petunjuk penting AIDS. Cetakan I.
Jakarta: EGC. 1996.
5. Green WC. Latar belakang dan masalah umum. Dalam: Green WC (eds). HIV,
kehamilan, dan kesehatan perempuan. Yayasan spiritia, Jakarta; 2009:4-6.
6. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Dalam: Pratomo H. et al. (eds).
Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2006; 13-16.
7. Samsuridjal D. Gejala-gejala infeksi HIV/AIDS. Dalam kumpulan Artikel
dan Makalah untuk Pelatihan Penatalaksanaan HIV/AIDS di RS provinsi
sumatera Utara. Medan; 2002.
8. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Informasi umum. Dalam: Pratomo H. et al. (eds). Pedoman pencegahan
penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006;
10-12.
9. Lubis, Imran. Pemeriksaan Laboratorium untuk HIV, dalam AIDS pada
Cermin Dunia Kedokteran No.75, 1992. Pusat Penelitian Penyakit Menular,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I.,
Jakarta.
10. Isselbacher, J Kurt. dkk. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison.
Editor: Ahmad H. Asdie. Volume 4, Edisi 13. Jakarta: EGC. 2000.
11. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom,
KD. Penyakit menular seksual. Dalam: Cunningham FG, Gant NF, Leveno
KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom, KD. Obstetri Williams. EGC, Jakarta;
2006; 1680-1681.
22
12. Jaringan pencegahan HIV dari ibu ke anak. Kebijakan PMTCT Indonesia:
PMTCT.net; 2008. h.1.
13. Anonim. Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi terbaru dari
WHO. 2006. Diunduh dari: http://marhendraputra.co.cc/info-sehat/329-
pedoman-pencegahan penularan-hiv-dari-ibu-ke-bayi-terbaru-dari-who-.html
(Diakses tanggal 29 September 2018).
14. Yayasan Spiritia. Pencegahan penularan dari ibu-ke-bayi. (PMTCT). 2008.
Diunduh dari: http://spiritia.or.id/cst/showart.php?cst=mtct [Diakses tanggal
29 September 2018).

More Related Content

What's hot

Summary Kegawatdaruratan Perinatologi
Summary Kegawatdaruratan Perinatologi Summary Kegawatdaruratan Perinatologi
Summary Kegawatdaruratan Perinatologi Siska Fauziah
 
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliPresentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliAris Rahmanda
 
Pemeriksaan Penunjang Ruptura Uteri Iminens
Pemeriksaan Penunjang Ruptura Uteri IminensPemeriksaan Penunjang Ruptura Uteri Iminens
Pemeriksaan Penunjang Ruptura Uteri Iminensandikabudiarto
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorazmiarraga
 
Obat tokolitik (1)
Obat tokolitik (1)Obat tokolitik (1)
Obat tokolitik (1)adefelia_91
 
Tb anak dg skoring
Tb anak dg skoringTb anak dg skoring
Tb anak dg skoringJoni Iswanto
 
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUCASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUKharima SD
 
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIVdiagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIVcendyandestria
 
Ketuban pecah dini ppt
Ketuban pecah dini pptKetuban pecah dini ppt
Ketuban pecah dini pptTaufik Tias
 
Caput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematomaCaput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematomaFuji Astuti
 
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokanModul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokanUwes Chaeruman
 
Mekanisme Persalinan Normal
Mekanisme Persalinan NormalMekanisme Persalinan Normal
Mekanisme Persalinan NormalHendrik Sutopo
 
Bayi berat lahir rendah
Bayi  berat  lahir  rendahBayi  berat  lahir  rendah
Bayi berat lahir rendahF.x. Alexander
 
Materi iii tatalaksana gizi buruk
Materi iii tatalaksana gizi burukMateri iii tatalaksana gizi buruk
Materi iii tatalaksana gizi burukJoni Iswanto
 
Paparan anc terpadu final edit
Paparan anc terpadu final editPaparan anc terpadu final edit
Paparan anc terpadu final editDokter Tekno
 

What's hot (20)

Summary Kegawatdaruratan Perinatologi
Summary Kegawatdaruratan Perinatologi Summary Kegawatdaruratan Perinatologi
Summary Kegawatdaruratan Perinatologi
 
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliPresentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
 
03 distosia bahu
03 distosia bahu03 distosia bahu
03 distosia bahu
 
Pemeriksaan Penunjang Ruptura Uteri Iminens
Pemeriksaan Penunjang Ruptura Uteri IminensPemeriksaan Penunjang Ruptura Uteri Iminens
Pemeriksaan Penunjang Ruptura Uteri Iminens
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
 
Skrofuloderma
SkrofulodermaSkrofuloderma
Skrofuloderma
 
Obat tokolitik (1)
Obat tokolitik (1)Obat tokolitik (1)
Obat tokolitik (1)
 
Ppt campak
Ppt campakPpt campak
Ppt campak
 
Tb anak dg skoring
Tb anak dg skoringTb anak dg skoring
Tb anak dg skoring
 
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUCASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
 
Fototerapi
FototerapiFototerapi
Fototerapi
 
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIVdiagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
 
Ketuban pecah dini ppt
Ketuban pecah dini pptKetuban pecah dini ppt
Ketuban pecah dini ppt
 
Caput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematomaCaput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematoma
 
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokanModul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
 
Mekanisme Persalinan Normal
Mekanisme Persalinan NormalMekanisme Persalinan Normal
Mekanisme Persalinan Normal
 
Bayi berat lahir rendah
Bayi  berat  lahir  rendahBayi  berat  lahir  rendah
Bayi berat lahir rendah
 
Materi iii tatalaksana gizi buruk
Materi iii tatalaksana gizi burukMateri iii tatalaksana gizi buruk
Materi iii tatalaksana gizi buruk
 
Paparan anc terpadu final edit
Paparan anc terpadu final editPaparan anc terpadu final edit
Paparan anc terpadu final edit
 
Torch pada kehamilan
Torch pada kehamilanTorch pada kehamilan
Torch pada kehamilan
 

Similar to Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan

Similar to Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan (20)

Makalah HIV Aids pada Anak.pdf
Makalah HIV Aids pada Anak.pdfMakalah HIV Aids pada Anak.pdf
Makalah HIV Aids pada Anak.pdf
 
jumlah Kasus HIV di Indonesia
jumlah Kasus HIV di Indonesiajumlah Kasus HIV di Indonesia
jumlah Kasus HIV di Indonesia
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
497629023-PENYAKIT-INFEKSI-Dlm-Kehamilan-Biu.pptx
497629023-PENYAKIT-INFEKSI-Dlm-Kehamilan-Biu.pptx497629023-PENYAKIT-INFEKSI-Dlm-Kehamilan-Biu.pptx
497629023-PENYAKIT-INFEKSI-Dlm-Kehamilan-Biu.pptx
 
Hepatitis.pptx
Hepatitis.pptxHepatitis.pptx
Hepatitis.pptx
 
GANGGUAN DARAH DAN GANGGUAN IMUNOLOGIS DALAM KEHAMILAN_ppt.pptx
GANGGUAN DARAH DAN GANGGUAN IMUNOLOGIS DALAM KEHAMILAN_ppt.pptxGANGGUAN DARAH DAN GANGGUAN IMUNOLOGIS DALAM KEHAMILAN_ppt.pptx
GANGGUAN DARAH DAN GANGGUAN IMUNOLOGIS DALAM KEHAMILAN_ppt.pptx
 
Hepatitis
HepatitisHepatitis
Hepatitis
 
PPT KEL.3 fix-1.pptx
PPT KEL.3 fix-1.pptxPPT KEL.3 fix-1.pptx
PPT KEL.3 fix-1.pptx
 
Hiv menurut usia
Hiv menurut usiaHiv menurut usia
Hiv menurut usia
 
Epidemiologi HIV / AIDS
Epidemiologi HIV / AIDSEpidemiologi HIV / AIDS
Epidemiologi HIV / AIDS
 
IPSD - HIV untuk PPCP rev.pptx
IPSD - HIV untuk PPCP rev.pptxIPSD - HIV untuk PPCP rev.pptx
IPSD - HIV untuk PPCP rev.pptx
 
Bab i11
Bab i11Bab i11
Bab i11
 
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptxASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptx
 
HIV DALAM KEHAMILAN & PENATALAKSANAANNYA (WHO 2013)
HIV DALAM KEHAMILAN & PENATALAKSANAANNYA (WHO 2013)HIV DALAM KEHAMILAN & PENATALAKSANAANNYA (WHO 2013)
HIV DALAM KEHAMILAN & PENATALAKSANAANNYA (WHO 2013)
 
Penyakit Hiv Pada Ibu Hamil dan dampaknya.pptx
Penyakit Hiv Pada Ibu Hamil dan dampaknya.pptxPenyakit Hiv Pada Ibu Hamil dan dampaknya.pptx
Penyakit Hiv Pada Ibu Hamil dan dampaknya.pptx
 
Tbc
TbcTbc
Tbc
 
Pedoman ppia email
Pedoman ppia emailPedoman ppia email
Pedoman ppia email
 
Makalah penjaskes
Makalah penjaskesMakalah penjaskes
Makalah penjaskes
 
Makalah hiv
Makalah hivMakalah hiv
Makalah hiv
 
Makalah hiv STIP WUNA
Makalah hiv STIP WUNA Makalah hiv STIP WUNA
Makalah hiv STIP WUNA
 

More from dr. Bobby Ahmad

Rumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack ConvertedRumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack Converteddr. Bobby Ahmad
 
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...dr. Bobby Ahmad
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)dr. Bobby Ahmad
 
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguruPencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kanggurudr. Bobby Ahmad
 
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)dr. Bobby Ahmad
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitaldr. Bobby Ahmad
 

More from dr. Bobby Ahmad (16)

LAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIALAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIA
 
TRIMESTER 3
TRIMESTER 3TRIMESTER 3
TRIMESTER 3
 
Mioma Uteri
Mioma UteriMioma Uteri
Mioma Uteri
 
Rumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack ConvertedRumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack Converted
 
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
 
REFERAT COLLODION BABY
REFERAT COLLODION BABYREFERAT COLLODION BABY
REFERAT COLLODION BABY
 
EKG
EKGEKG
EKG
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Referat Presbikusis
Referat PresbikusisReferat Presbikusis
Referat Presbikusis
 
Power Point Thalasemia
Power Point ThalasemiaPower Point Thalasemia
Power Point Thalasemia
 
Referat Thalasemia
Referat ThalasemiaReferat Thalasemia
Referat Thalasemia
 
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguruPencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
 
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
 
Jurnal Hipnoterapi
Jurnal HipnoterapiJurnal Hipnoterapi
Jurnal Hipnoterapi
 
REFERAT TORCH
REFERAT TORCHREFERAT TORCH
REFERAT TORCH
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
 

Recently uploaded

Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 

Recently uploaded (18)

Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 

Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan

  • 1. 1 REFERAT HIV/AIDS PADA KEHAMILAN Kepanitraan Klinik Senior Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. R.M Djoelham Binjaiawatan Pembimbing : dr. Herizal, Sp. OG Disusun oleh : BOBI AHMAD SAHID NPM : 17360245 PROGRAM KKS SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI TAHUN 2018
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi perinatal dari ibunya. Laporan CDC (Central for Disease Control) Amerika memaparkan bahwa seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0%-1,7%, pada saat persalinan 0,4%-2,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertikal virus AIDS dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui, kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupun demikian WHO menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang lebih besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.1
  • 3. 3 Infeksi oleh virus penyebab defisiensi imun merupakan masalah yang relatif baru, terutama pada anak. Masalah ini pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1982 sebagai suatu sindrom defisiensi imun makin meningkat secara relatif cepat disertai angka kematian yang mencemaskan, maka dilakukanlah pengamatan dan penelitian yang intensif sehingga akhirnya penyebab defisiensi imun ini ditemukan. Penyebab defisiensi imun ini adalah suatu virus yang kemudian dikenal dengan nama human immunodeficiency virus tipe-1 (HIV-1), pada tahun 1985. Pada pengamatan selanjutnya, ternyata bahwa infeksi HIV-1 ini dapat menimbulkan rentangan gejala yang sangat luas, yaitu dari tanpa gejala hingga gejala yang sangat berat dan progresif, dan umumnya berakhir dengan kematian. Dengan meningkat dan menyebarnya kasus defisiensi imun oleh virus ini pada orang dewasa secara cepat di seluruh dunia, apabila kasus tersebut tidak mendapat perhatian dan penanganan yang memadai, dalam waktu dekat diperkirakan jumlah kasus defisiensi imun pada anak juga akan meningkat.2 Secara keseluruhan, infeksi pada wanita meningkat, dan proporsi wanita dan gadis remaja yang terinfeksi meningkat tiga kali lipat dari 7 menjadi 23 persen dari tahun 1985 sampai 1998. Sejak saat itu, prevalensi penyakit yang mematikan ini meningkat di seluruh dunia hampir secara geometris. Di Amerika Serikat sampai tahun 1998, Fauci (1999) menyebut sekitar 650.000 sampai 900.000 orang terinfeksi dan hampir setengah juta meninggal. Pada tahun 1994, kematian akibat infeksi HIV menjadi penyebab
  • 4. 4 utama kematian pada orang berusia 25 sampai 44 tahun. Seperti diperkirakan, infeksi perinatal juga meningkat. Sampai tahun 1993, Centers for Disease Control and Prevention memperkirakan bahwa di Amerika Serikat 15.000 anak terinfeksi HIV lahir dari wanita positif HIV.3
  • 5. 5 BAB Il TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defnisi HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh adanya infeksi oportunistik dan atau keganasan yang tidak disebabkan oleh defisiensi imun primer atau sekunder atau infeksi kongenital melainkan oleh human immunodeficiency virus.2 Kausa sindrom imunodefisiensi ini adalah retrovirus DNA yaitu HIV-1 dan HIV-2.3 2.2 Etiologi Penyebab dari virus ini adalah dari retrovirus golongan retroviridae, genus lenti virus. Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2. Dimana HIV-1 memiliki 10 subtipe yang diberi dari kode A sampai J dan subtipe yang paling ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1.4 2.3 Cara Penularan Kita masih belum mengetahui secara persis bagaimana HIV menular dari ibu ke bayi. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinya lahir). Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular HIV. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut :
  • 6. 6 Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi terinfeksi HIV. Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus yang ada di dalam darah) ibunya. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama terapi adalah mencapai viral load yang tidak dapat terdeteksi seperti juga ART untuk siapa pun terinfeksi HIV. Viral load penting pada waktu melahirkan. Penularan dapat terjadi dalam kandungan yang dapat disebabkan oleh kerusakan pada plasenta, yang seharusnya melindungi janin dari infeksi HIV. Kerusakan tersebut dapat memungkinkan darah ibu mengalir pada janin. Kerusakan pada plasenta dapat disebabkan oleh penyakit lain pada ibu, terutama malaria dan TB. Namun risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan, karena bayi tersentuh oleh darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran. Jelas, jangka waktu antara saat pecah ketuban dan bayi lahir juga merupakan salah satu faktor risiko untuk penularan. Juga intervensi untuk membantu persalinan yang dapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat meningkatkan
  • 7. 7 risiko. Karena air susu ibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV mengandung HIV, juga ada risiko penularan HIV melalui menyusui. Faktor risiko lain termasuk kelahiran prematur (bayi lahir terlalu dini) dan kekurangan perawatan HIV sebelum melahirkan. Sebenarnya semua faktor risiko menunjukkan satu hal, yaitu mengawasi kesehatan ibu. Beberapa pokok kunci yang penting adalah: a. Status HIV bayi dipengaruhi oleh kesehatan ibunya, b. Status HIV bayi tidak dipengaruhi sama sekali oleh status HIV ayahnya, dan c. Status HIV bayi tidak dipengaruhi oleh status HIV anak lain dari ibu. 2.4 Faktor Resiko Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi : 2.4.1 Faktor Ibu dan Bayi a. Faktor Ibu Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang ataupun saat persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh seseorang.
  • 8. 8 Risiko penularan akan lebih besar jika ibu memiliki kadar HIV yang tinggi pada menjelang ataupun saat persalinan. Status kesehatan dan gizi ibu juga mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Ibu dengan sel CD4 yang rendah mempunyai risiko penularan yang lebih besar, terlebih jika jumlah CD4 kurang dari 200. Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama kehamilan serta kekurangan vitamin dan mineral, maka risiko terkena berbagai penyakit infeksi juga meningkat. Biasanya, jika ibu menderita infeksi menular seksual atau infeksi reproduksi lainnya maupun malaria, maka kadar HIV akan meningkat. Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika terdapat kadar CD4 yang kurang dari 200 serta adanya masalah pada ibu seperti mastitis, abses, luka di puting payudara. Risiko penularan HIV pasca persalinan menjadi meningkat bila ibu terinfeksi HIV ketika sedang masa menyusui bayinya. b. Faktor Bayi Antara Lain : 1. Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah, 2. Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, 3. Bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya.
  • 9. 9 2.4.2 Faktor Cara Penularan - Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi. - Bayi menelan darah ataupun lendir ibu. - Persalinan yang berlangsung lama. - Ketuban pecah lebih dari 4 jam. - Penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps, dan tindakan episiotomy - Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran daripada ASI Tabel 2.1 Faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi Masa Kehamilan Masa Persalinan Masa Menyusui Ibu baru terifeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV Ibu memiliki infeksi virus, bakteri, parasit. Ibu mengalami pecah ketuban lebih dari 4 jam sebelum persalinan. Ibu memberikan ASI dalam periode yang lama. Ibu memiliki infeksi menular seksual. Terdapat tindakan medis yang dapat meningkatkan kontak dengan darah ibu atau cairan tubuh ibu (seperti penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps, dan episiotomi. Ibu memberikan makanan campuran (mixed feeding) untuk bayi. Ibu menderita kekurangan gizi. Bayi merupakan janin pertama dari suatu kehamilan ganda (karena lebih dekat dengan leher rahim/serviks) Ibu memiliki masalah pada payudara, seperti mastitis, abses, luka di puting payudara. Ibu memiliki korioamniositis (dan IMS yang tak diobati atau infeksi lainnya). Bayi memiliki luka di mulut.
  • 10. 10 2.5 Manifestasi Klinis a. Gejala Konstitusi Sering disebut sebagai AIDS related complex, dimana penderita mengalami paling sedikit 2 gejala klinis yang menetap yaitu : - Demam terus menerus >37,5°C. - Kehilangan berat badan 10% atau lebih. - Radang kelenjar getah bening yang meliputi 2 atau lebih kelenjar getah bening di luar daerah inguinal. - Diare yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. - Berkeringat banyak pada malam hari yang terus menerus. b. Gejala Neurologis Gejala neurologis yang beranekaragam seperti kelemahan otot, kesulitan berbicara, gangguan keseimbangan, disorientasi, halusinasi, mudah lupa, psikosis, dan sampai koma. c. Gejala Infeksi Oportunistik Gejala infeksi oportunistik merupakan kondisi dimana daya tahan tubuh penderita sudah sangat lemah sehingga tidak mampu melawan infeksi bahkan terhadap patogen yang normal pada tubuh manusia. Infeksi yang paling sering ditemukan, yaitu Pneumocystic carinii pneumonia (PCP), Tuberkulosis, Toksoplasmosis, infeksi mukokutan (seperti herpes simpleks, herpes zoster dan kandidiasis adalah yang paling sering ditemukan).
  • 11. 11 2.6 Diagnosis Infeksi HIV Pada Bayi Tidak mudah menegakkan diagnosis infeksi HIV pada bayi yang lahir dari ibu HIV positif. Tantangan untuk diagnosis adalah :8 a. Penularan HIV dapat terjadi selama kehamilan, terutama trimester ketiga, selama proses persalinan dan selama masa menyusui. Meskipun diketahui selama kehamilan bayi mungkin tertular HIV, belum ada penelitian yang memeriksa bayi di dalam kandungan untuk deteksi infeksi HIV. Selain itu juga terdapat masa jendela setelah seseorang terinfeksi HIV yang dapat berlangsung hingga enam bulan. b. Antibodi terhadap HIV dari ibu ditransfer melalui plasenta selama kehamilan. Jadi, semua bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan positif pula bila diperiksa antibodi HIV dalam tubuhnya. Dikenal berbagai teknik pemeriksaan antibodi yang terkenal dan dilakukan di Indonesia, yaitu ELISA, aglutinasi, dan dot-blot immunobinding assay. 2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan metode ELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay). ELISA pada mulanya digunakan untuk skrining darah donor dan pemeriksan darah kelompok risiko tinggi. Pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV, tes ini efektif dilakukan pada bayi yang berusia 18 bulan keatas. Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 tes yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai
  • 12. 12 metode Western Blot. Penggabungan test ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot yang sangat spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang positif AIDS.9 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan lainnya yaitu : 10 1. Foto toraks 2. Mantoux test 3. Pemeriksaan laboratorium darah (Kadar CD4, Hepatitis, Paps smear, Toxoplasma, Virus load) 2.8 Penatalaksanaan 2.8.1 Penatalaksanaan Selama Kehamilan Konseling merupakan keharusan bagi wanita positif-HIV. Hal ini sebaiknya dilakukan pada awal kehamilan, dan apabila ia memilih untuk melanjutkan kehamilannya, perlu diberikan konseling berkelanjutan. Perkembangan penatalaksanaan selama kehamilan mengikuti kemajuan- kemajuan dalam pengobatan individu non hamil dengan HIV. Konsekuensi penyakit yang tidak diobati sangat merugikan, terjadi pergeseran dari fokus yang semata-mata untuk melindugi janin menjadi pendekatan yang lebih berimbang berupa pengobatan ibu dan janinnya. Banyak terjadi kemajuan dalam pengobatan HIV. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa kombinasi analog nukleosida-zidovudin, zalsitabin, atau lamivudin- yang diberikan bersama dengan suatu inhibitor protease-indinavir, ritonavir, atau sakuinavir- sangat efektif untuk menekan kadar RNA HIV.
  • 13. 13 Pada pasien HIV yang diberi kombinasi tiga obat, angka kelangsungan hidup jangka panjang meningkat dan morbiditas berkurang. Center for Disease Control and Prevention (1998) menganjurkan untuk menawarkan terapi antiretrovirus (ARV) kombinasi pada wanita hamil. Petunjuk ini diperbarui oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group (2000,2001). Working Group merekomendasikan pemeriksaan hitung CD4+ limfosit T dan kadar RNA HIV kurang lebih tiap trimester, atau sekitar setiap 3 sampai 4 bulan. Hasil pemeriksaan ini dipakai untuk mengambil keputusan untuk memulai terapi ARV, mengubah terapi, menentukan rute pelahiran, atau memulai profilaksis untuk pneumonia Pneumocystis carinii. Pada ibu juga dilakukan pemeriksaan untuk penyakit menular seksual lain dan tuberculosis (TB). Pasien diberi vaksininasi untuk hepatiis B, influenza, dan mungkin juga infeksi pneumokokus. Apabila hitung CD4+ kurang dari 200 /ul, dianjurkan pemberian profilaksis primer P.carinii. Pneumonia diterapi dengan pentamidin atau sulfametoksazol-trimetoprin oral atau intravena. Infeksi oportunistik simtomatik lain yang mungkin timbul adalah toksoplasmosis, herpes, dan kandidiasis. 2.8.2 Seksio Sesaria European Collaborative Study Group (1994) melaporkan bahwa seksio sesarea elektif dapat mengurangi risiko penularan vertikal sekitar 50 %. Apabila dianalisis berdasarkan terapi ARV, tidak terdapat perbedaan yang
  • 14. 14 bermakna dalam angka penularan pada wanita yang mendapat zidovudin dan menjalani seksio sesarea versus per vaginam. Internasional Perinatal HIV Group (1999) baru-baru ini melaporkan penularan HIV vertikal secara bermakna menurun menjadi kurang dari separuh apabia saksio sesarea dibandingkan dengan cara pelahiran lain. Apabila pada masa prenatal, intrapartum, dan neonatal juga diberikan terapi ARV dan dilakukan seksio sesarea, kemungkinan penularan vertikal akan berkurang sebesar 87 % disbanding dengan cara pelahiran lain dan tanpa terapi ARV. Berdasarkan temuan ini, American College of Obstetricians and Gynecologists (2000) menyimpulkan bahwa seksio sesarea terencana harus dianjurkan bagi wanita terinfeksi HIV dengan jumlah RNA HIV-1 lebih dari 1000 salinan/ml. Hal ini dilakukan tanpa memandang apakah pasien sedang atau belum mendapat terapi ARV. Persalinan terencana dapat dilakukan sebelum 38 minggu untuk mengurangi kemungkinan pecahnya selaput ketuban. Penulis-penulis lain mengungkapkan kekhawatiran morbiditas mungkin meningkat secara bermakna pada wanita terinfeksi HIV yang menjalani seksio sesarea. Mereka menyimpulkan bahwa terapi ARV kombinasi dapat menurunkan resiko penularan vertikal sampai serendah 2 %. Morris,dkk tidak melaporkan adanya penularan perinatal pada 76 wanita yang
  • 15. 15 mendapat terapi ARV sangat aktif (High active antiretroviral therapy, HAART). 2.9 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu : - Prong 1: mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif. - Prong 2: mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif. - Prong 3: mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya. - Prong 4: memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan Prong 1 dan Prong 2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi, diimplementasikan semua prong. Ke-empat prong secara nasional dikoordinir dan dijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan swasta dan lembaga swadaya masyarakat.12 Pedoman baru dari WHO mengenai pencegahan penularan dari ibu ke bayi (preventing mother-to-child transmission/PMTCT) berpotensi meningkatkan ketahanan hidup anak dan kesehatan ibu, mengurangi risiko
  • 16. 16 (mother-to-child transmission/MTCT) hingga 5% atau lebih rendah serta secara jelas memberantas infeksi HIV pediatrik.13 Pedoman itu memberikan perubahan yang bermakna pada beberapa tindakan di berbagai bidang. Anjuran kunci adalah : - ART untuk semua ibu hamil yang HIV-positif dengan jumlah CD4+ di bawah 350 atau penyakit WHO stadium 3 atau penyakit HIV stadium 4, tidak menunda mulai pengobatan dengan tulang punggung AZT dan 3TC atau tenofovir dan dengan 3TC atau FTC. - Penyediaan antiretroviral profilaksis yang lebih lama untuk ibu hamil yang HIV-positif yang membutuhkan ART untuk kesehatan ibu. - Apabila ibu menerima ART untuk kesehatan ibu, bayi harus menerima profilaksis nevirapine selama enam minggu setelah lahir apabila ibunya menyusui, dan profilaksis dengan nevirapine atau AZT selama enam minggu apabila ibu tidak menyusui. - Untuk pertama kalinya ada cukup bukti bagi WHO untuk mendukung pemberian ART kepada ibu atau bayi selama masa menyusui, dengan anjuran bahwa menyusui dan profilaksis harus dilanjutkan hingga bayi berusia 12 bulan apabila status bayi adalah HIV-negatif atau tidak diketahui. - Apabila ibu dan bayi adalah HIV-positif, menyusui harus didorong untuk paling sedikit dua tahun hidup, sesuai dengan anjuran bagi populasi umum.13
  • 17. 17 Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, maka bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV ayah tidak mempengaruhi status HIV bayi.14 Hal ini dapat dijelaskan karena sperma dari penderita HIV tidak mengandung virus, yang mengandung virus adalah air mani. Oleh sebab itu, telur ibu tidak dapat ditularkan sperma. Jelas, bila perempuan tidak terinfeksi, dan melakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom dalam upaya membuat anak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila perempuan terinfeksi pada waktu tersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi laki-laki tidak dapat langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kita menghindari infeksi HIV pada perempuan.14 Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.14 Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Hal ini membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan, pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom,
  • 18. 18 harm reduction, dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar dibutuhkan.14 Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauh berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. ODHA perempuan yang memakai obat antiretroviral harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang efektif. Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang penting.14
  • 19. 19 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh adanya infeksi oportunistik dan atau keganasan yang tidak disebabkan oleh defisiensi imun primer atau sekunder atau infeksi kongenital melainkan oleh human immunodeficiency virus. Penyebab dari virus ini adalah dari retrovirus golongan retroviridae, genus lenti virus.Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2. Masih belum diketahui secara pasti bagaimana HIV menular dari ibu ke bayi. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinya lahir). Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular HIV. Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi terinfeksi HIV. Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus yang ada di dalam darah) ibunya. Namun, risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan karena bayi tersentuh oleh darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran. Jelas, jangka waktu antara saat pecah ketuban dan bayi lahir juga merupakan salah satu faktor risiko untuk penularan. Juga intervensi untuk membantu persalinan yang dapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat meningkatkan risiko. Karena air susu ibu (ASI) dari ibu
  • 20. 20 terinfeksi HIV mengandung HIV, juga ada risiko penularan HIV melalui menyusui. Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan serologi HIV. Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan metoda ELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay). Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 test yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai metoda Western Blot. ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot yang sangat spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang positif AIDS. Perempuan terinfeksi HIV di seluruh dunia sudah memakai obat antiretroviral (ARV) secara aman waktu hamil lebih dari sepuluh tahun. ART sudah berdampak besar pada kesehatan perempuan terinfeksi HIV dan anaknya. Oleh karena ini, banyak dari mereka yang diberi semangat untuk mempertimbangkan mendapatkan anak.
  • 21. 21 DAFTAR PUSTAKA 1. Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Penyakit Menular. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo d/a Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; 556. 2. Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Human Imunodeficiency Virus. Dalam: Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008; 243-247. 3. Cunningham F G, Gant N F, Leveno K J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom, K D. Penyakit Menular Seksual. Dalam: Cunningham F G, Gant N F, Leveno K J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom, K D. Obstetri Williams. Jakarta: EGC. 2006; 1677-1678. 4. Anonim. Etiologi HIV/AIDS. Dalam Petunjuk penting AIDS. Cetakan I. Jakarta: EGC. 1996. 5. Green WC. Latar belakang dan masalah umum. Dalam: Green WC (eds). HIV, kehamilan, dan kesehatan perempuan. Yayasan spiritia, Jakarta; 2009:4-6. 6. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Dalam: Pratomo H. et al. (eds). Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006; 13-16. 7. Samsuridjal D. Gejala-gejala infeksi HIV/AIDS. Dalam kumpulan Artikel dan Makalah untuk Pelatihan Penatalaksanaan HIV/AIDS di RS provinsi sumatera Utara. Medan; 2002. 8. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Informasi umum. Dalam: Pratomo H. et al. (eds). Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006; 10-12. 9. Lubis, Imran. Pemeriksaan Laboratorium untuk HIV, dalam AIDS pada Cermin Dunia Kedokteran No.75, 1992. Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I., Jakarta. 10. Isselbacher, J Kurt. dkk. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Editor: Ahmad H. Asdie. Volume 4, Edisi 13. Jakarta: EGC. 2000. 11. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom, KD. Penyakit menular seksual. Dalam: Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom, KD. Obstetri Williams. EGC, Jakarta; 2006; 1680-1681.
  • 22. 22 12. Jaringan pencegahan HIV dari ibu ke anak. Kebijakan PMTCT Indonesia: PMTCT.net; 2008. h.1. 13. Anonim. Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi terbaru dari WHO. 2006. Diunduh dari: http://marhendraputra.co.cc/info-sehat/329- pedoman-pencegahan penularan-hiv-dari-ibu-ke-bayi-terbaru-dari-who-.html (Diakses tanggal 29 September 2018). 14. Yayasan Spiritia. Pencegahan penularan dari ibu-ke-bayi. (PMTCT). 2008. Diunduh dari: http://spiritia.or.id/cst/showart.php?cst=mtct [Diakses tanggal 29 September 2018).