1. 1
REFERAT TRAUMA BULI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh :
Bobi Ahmad Sahid, S.Ked, S.Kep
17360245
Pembimbing :
dr. Abdi Gunawan, Sp.B
KEPANITRAAN KLINIK DEPATEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI
TAHUN 2017
BAB I
2. 2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan
darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak
ditanggulangi dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat,
peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli-buli terletak di dalam rongga
pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera.4
Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga
abdomen. Namun semakin bertambahnya usia, tempatnya turun dan
terlindung di dalam kavum pelvis; sehingga kemungkinan mendapatkan
trauma dari luar jarang terjadi. Angka kejadian trauma pada buli-buli pada
beberapa klinik urologi kurang lebih 2% dari seluruh trauma pada sistem
urogenitalia.3
Trauma buli-buli terjadi paling banyak pada trauma eksternal dan
kebanyakan berhubungan dengan fraktur pelvis (sekitar 15% dari fraktur
pelvis berhubungan dengan kejadian trauma buli-buli atau uretra). Trauma
iatrogenik kemungkinan dihasilkan dari kasus ginekologi dan prosedur
ekstensif pelvis lainnya yang berasal dari perbaikan hernia dan operasi
transuretral.4
Penyebab trauma kandung kemih paling sering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor, di mana kedua sabuk pengaman mengkompresi
3. 3
kandung kemih. Sekitar 60 - 90 % (rata-rata 80 %) dari pasien cedera
kandung kemih akibat trauma tumpul biasanya disertai dengan fraktur
tulang panggul dan 30% dari pasien dengan fraktur tulang panggul
terdapat cedera pada kandung kemih, termasuk kontusio kandung kemih.
Sekitar 25% dari ruptur intraperitoneal kandung kemih terjadi pada pasien
tanpa fraktur panggul. Ruptur intraperitoneal tercatat sekitar sepertiga dari
cedera kandung kemih . Sedangkan untuk ruptur ekstraperitoneal tercatat
60 % dari sebagian besar cedera kandung kemih dan biasanya
berhubungan dengan fraktur panggul.2
BAB Il
TINJAUAN PUSTAKA
4. 4
2.1 Definisi
Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan
darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak
ditanggulangi dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat,
peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli-buli terletak di dalam rongga
pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera).4
2.2 Etiologi
Trauma vesika urinaria terbanyak terjadi karena kecelakaan lalu
lintas atau kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen dari fraktur
tulang pelvis mencederai kandung kemih. Kemungkinan cedera kandung
kemih dapat bervariasi berdasarkan dari isi kandung kemih, sehingga
apabila kandung kemih penuh lebih mungkin untuk terjadinya cedera
dibandingkan pada saat kandung kemih kosong. Fraktur tulang pelvis
dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih, pada kontusio
kandung kemih hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan
hematuria tanpa eksravasasi urin).4
Ruptur dinding ekstraperitoneal kandung kemih biasanya akibat
tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih
yang penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga
perivesikal. Trauma tumpul kandung kemih dapat menyebabkan ruptur
5. 5
kandung kemih terutama bila kandung kemih penuh atau terdapat kelainan
patologik seperti tuberkulosis, tumor atau obstruksi sehingga
menyebabkan ruptur. Trauma vesika urinaria tajam akibat luka trusuk atau
luka tembak lebih jarang ditemukan. Luka dapat melalui daerah
suprapubik ataupun transperineal. Penyebab lain adalah instrumentasi
urologik missal perforasi iatrogenik pada kandung kemih pada reseksi
transurethral sistoskopi (TUR).4
2.3 Epidemiologi
Penyebab trauma kandung kemih paling sering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor, di mana kedua sabuk pengaman mengkompresi
kandung kemih. Sekitar 60 - 90 % (rata-rata 80 %) dari pasien cedera
kandung kemih akibat trauma tumpul biasanya disertai dengan fraktur
tulang panggul dan 30% dari pasien dengan fraktur tulang panggul
terdapat cedera pada kandung kemih, termasuk kontusio kandung kemih.
Sekitar 25% dari ruptur intraperitoneal kandung kemih terjadi pada pasien
tanpa fraktur panggul. Ruptur intraperitoneal tercatat sekitar sepertiga dari
cedera kandung kemih . Sedangkan untuk ruptur ekstraperitoneal tercatat
60 % dari sebagian besar cedera kandung kemih dan biasanya
berhubungan dengan fraktur panggul. (AJR) ).1
2.4 Patofisiologi
6. 6
Kandung kemih dilindungi dengan baik oleh tulang pelvis sehingga
ketika terjadi fraktur pelvis yang disebabkan oleh trauma tumpul maka
fragmen dari fraktur pelvis dapat mencederai kandung kemih dan dapat
terjadi ruptur ekstraperitoneal. Apabila terdapat urin yang terinfeksi dapat
mengakibatkan abses dalam pelvis dan infeksi pelvis yang berat. Pada saat
kandung kemih terisi penuh kemudian tiba – tiba terjadi benturan atau
pukulan langsung ke perut bagian bawah dapat menyebabkan gangguan
pada kandung kemih. Jenis gangguan biasanya adalah gangguan
intraperitoneal. Ruptur intraperitoneal terjadi ketika ada pukulan atau
kompresi pada perut bagian bawah pasien dengan kandung kemih yang
penuh sehingga menyebabkan peningkatan mendadak tekanan intraluminal
kandung kemih kemudian menyebabkan pecahnya puncak yang
merupakan bagian terlemah dari kandung kemih. Puncak dari lengkungan
kandung kemih ditutupi oleh peritoneum, maka cedera yang terjadi di
daerah ini akan menyebabkan ekstravasasi intraperitoneal. Jika diagnosis
segera ditegakkan dan jika urin sudah steril, maka tidak ada gejala yang
dapat ditemukan selama beberapa hari, tetapi jika terdapat urin yang
terinfeksi, maka akan cepat berlanjut menjadi peritonitis dan akut
abdomen).1
2.5 Klasifikasi
7. 7
Cedera vesika urinaria diklasifikasikan menurut American
Association for the Surgery of Trauma (AAST) - Organ Injury Scale
(OIS) menjadi 5 grade.
Tabel 2.1 American Association for the Surgery of Trauma (AAST) -
Organ Injury Scale (OIS)
Grade (AAST) : Jenis Cedera Deskripisi Kerusakan
I Hematoma
Laserasi
Kontusio dan hematoma
intramural
Laserasi sebagian dari
dinding buli - buli
II Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal buli –
buli < 2 cm
III Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal > 2 cm
atau intraperitoneal < 2
cm
IV Laserasi Laserasi ekstraperitoneal
> 2 cm
V Laserasi Laserasi intraperitoneal
atau ekstraperitoneal yang
meluas ke dalam kandung
kemih leher atau muara
uretra trigonum.
8. 8
Gambar 2.1 Grade I Gambar 2.2 Grade II
Kontusio dan hematoma intramural Laserasi dari dinding ekstraperitoneal
Laserasi sebagian dari dinding buli – buli buli – buli < 2 cm
Gambar 2.3 Grade III
Laserasi dari dinding ekstraperitoneal > 2 cm atau intraperitoneal < 2 cm
Grade IV Grade V
9. 9
Gambar 2.4 Grade IV Gambar 2.5 Grade V
Laserasi ekstraperitoneal > 2 cm Laserasi intraperitoneal atau ekstraperitoneal
yang meluas ke dalam leher kandung kemih
atau muara uretra (trigonum).
Selain itu dari Konsensus Societe Internationale D'Urologie
mengklasifikasikan cedera kandung kemih menjadi empat jenis dengan
tidak memperhitungkan panjang atau luas dari laserasi dinding kandung
kemih, yaitu :
1. Tipe 1 adalah memar kandung kemih
2. Tipe 2 yaitu ruptur dinding intraperitoneal
3. Tipe 3 yaitu ruptur dinding ekstraperitoneal
4. Tipe 4 yaitu gabungan antara ruptur dinding intraperitoneal dan
ektraperitoneal
2.6 Diagnosis
Setelah pasien mengalami cedera pada abdomen bagian bawah,
pasien mengeluh nyeri di daerah suprasimfisis, miksi bercampur darah
atau mungkin pasien tidak dapat miksi. Gambar klinis tergantung dari
etiologi trauma, bagian kandung kemih yang mengalami cedera yaitu
intraperitoneal atau ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalami
cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Pemeriksaan pencitraan
berupa sistografi yaitu dengan memasukan kontras ke dalam kandung
kemih sebanyak 300 – 400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui
kateter peruretra.4
10. 10
2.7 Pemeriksan Radiologi
Indikasi untuk pencitraan adalah Gross hematuria dengan fraktur
pelvis merupakan indikasi mutlak untuk mengevaluasi kandung kemih
pada pasien trauma karena pasien tersebut memiliki kemungkinan resiko
tinggi cedera. Morey et al, melaporkan bahwa dari 53 pasien dengan
cedera kandung kemih, semua mengalami hematuria dan 85% mengalami
fraktur tulang panggul. Quagliano et al, melaporkan bahwa 32% pasien
dengan fraktur panggul dan gross hematuria ditemukan memiliki cedera
kandung kemih. Gross hematuria tanpa fraktur panggul dan
mikrohematuria dengan fraktur panggul dianggap indikasi relatif untuk
mengevaluasi kandung kemih dengan pencitraan yang direkomendasikan
pada pasien dengan gejala klinis seperti nyeri suprapubik atau kesulitan
buang air kecil. (AJR) .1
2.7.1 X-Ray
a. Radioanatomi
Sistogram yang normal berupa garis lingkar, dindingnya rata
bundar dan oval. Sumber : Philp W. Ballinger, M.S., R.T. (R).
Merrill’s Atlas Radiographic Positions and Radiologic Procedures.
11. 11
8nd ed. Volume 1 and 2. The Ohio State University,
Columbus, Ohio, 1995)
Gambar 2.6 Buli-buli yang terisi penuh oleh kontras
b. Cystography
Sistografi adalah pencitraan pada buli – buli dengan memakai
kontras. Melalui sistoskop / kateter dimasukkan kontras pada vesika
urinaria dan dapat menilai apakah terdapat filling defect, robekan buli
– buli yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras ke luar buli – buli,
adanya divertikel. Cystography memiliki tingkat akurasi 85 - 100%
untuk mendeteksi cedera kandung kemih dan idealnya harus dilakukan
dengan bimbingan dari fluoroscopic. (AJR)
12. 12
Gambar 2.7 Ruptur Ekstraperitoneal Vesika Urinaria. Tampak ekstravasasi (tanda
panah) terlihat di luar kandung kemih pada pelvis pada pemeriksaan sistogram.
Gambar 2.8 Ruptur Intraperitoneal Vesika Urinaria. Pada gambaran sistogra
menunjukkan kontras yang mengisi di sekitar usus
2.7.2 CT Cystographic
Computed tomografi (CT) cystography telah dianjurkan sebagai
pengganti sistografi konvensional pada pasien dengan dugaan trauma
kandung kemih. CT cystography dapat diterapkan untuk mengklasifikasi
cedera kandung kemih berdasarkan tingkat cedera dinding dan lokasi
anatomi dan menunjukkan gambaran karakteristik untuk setiap jenis
cedera. (Jonathan P. Vaccaro, MD • Jeffrey M. Brody, MD)
Quagliano et al, melaporkan sensitifitas dan spesifitas 95% dan
100%, masing, untuk kedua cystography CT dan cystography
konvensional. Penulis lain telah melaporkan sensitivitas tinggi yang sama
dan spesifisitas untuk CT cystography. (AJR) Temuan CT Cystographic
pada trauma vesika urinaria berdasarkan tipe, yaitu: (Sumber : Jonathan
P. Vaccaro, MD • Jeffrey M. Brody, MD)
13. 13
1. Tipe 1: Kontusio Vesika Urinaria
Kontusio kandung kemih diartikan sebagai cedera seluruh atau
sebagian dari mukosa kandung kemih. Walaupun pasien datang
dengan hematuria, tetapi temuan pada sistrografi konvensional dan CT
sistografi normal. Data statistik yang dapat diandalkan mengenai
prevalensi tipe ini tidak tersedia.
2. Tipe 2: Ruptur intraperitoneal
Ruptur dinding intraperitoneal kandung kemih terjadi pada
sekitar 10% -20% dari cedera kandung kemih umumnya. Cedera ini
biasanya merupakan pukulan langsung ke kandung kemih yang
distensi. Peningkatan mendadak tekanan intravesikular menyebabkan
pecahnya kubah dinding intraperitoneal kandung kemih. CT
cystography menunjukkan bahan kontras intraperitoneal di sekitar
lumen usus, antara lipatan mesenterika, dan di saluran paracolic
(Gambar 2)
14. 14
Gambar 2
Gambar 2.9 Ruptur intraperitoneal pada seorang pria 53 tahun yang mengalami
kecelakaan kendaraan bermotor. (a) CT cystogram menunjukkan penampilan klasik dari
ruptur intraperitoneal, dengan ekstravasasi kontras antara lumen usus kecil (panah) dan
fasia pararenal anterior (panah). (b) CT cystogram menunjukkan penipisan yang
heterogen di daerah kubah kandung kemih pecah (panah). (c) Pada CT cystogram,
terdapat hematoma intravesical (tanda panah) dan suatu fokus udara yang kecil
diperlihatkan selama pengisian kandung kemih terlihat sebagai pengisian defek.
3. Tipe 3: Cedera Interstitial
Cedera kandung kemih interstisial jarang terjadi dan
didefinisikan sebagai laserasi intramural atau laserasi sebagian dari
ketebalan dengan serosa yang utuh (Gambar 5). Akibatnya, CT
cystography mungkin menunjukkan bahan kontras pada intramural
tanpaadanya ekstravasasi (Gambar 6).
Gambar 2.10
15. 15
(5) Cedera interstisial pada seorang pria 41 tahun yang mengalami kecelakaan kendaraan
bermotor. CT cystogram menunjukkan penebalan fokus lenticular dari dinding kandung
kemih disebabkan oleh hematoma interstisial dan kemungkinan adanya gangguan otot
(panah hitam). Fraktur multiple pelvis juga ditemukan (tanda panah putih). (6) Cedera
interstisial pada wanita 23 tahun yang mengalami luka tusuk tunggal disebabkan sendiri
di daerah suprapubik. Pada pemeriksaan klinis, awalnya luka dianggap hanya dangkal.
Pada CT cystogram menunjukkan adanya fokus dari bahan kontras intramural (tanda
panah hitam), di daerah posterior luka pada perut (tanda panah putih) dengan adanya
cairan di dalam ruang prevesical ekstraperitoneal (ruang retzius).
4. Tipe 4: Ruptur Ekstraperitoneal
Ruptur ekstraperitoneal adalah jenis yang paling umum dari
cedera kandung kemih (80% -90% kasus). Hal ini biasanya disebabkan
oleh trauma tembus, trauma tumpul, mekanisme diduga adalah laserasi
langsung ke dalam kandung kemih oleh fragmen tulang pelvis. Jalur
ekstravasasi kontras adalah berubah - ubah. Ekstravasasi hanya
terbatas di ruang perivesical pada ruptur ekstraperitoneal yang
sederhana (Tipe 4a) (Gambar 2.11), sedangkan pada rupture
ekstraperitoneal kompleks, bahan kontras melampaui ruang perivesical
(Tipe 4b) dan dapat membedah ke berbagai bidang dan ruang fasia
16. 16
Gambar 2.11
Ruptur ekstraperitoneal sederhana pada wanita tua berusia 47 tahun yang mengalami
kecelakaan kendaraan bermotor. CT cystogram menunjukkan ekstravasasi kontras
terbatas pada ruang perivesical sampai daerah ekstraperitoneal pelvis (panah).
Ekstravasasi kontras menunjukkan gambaran khas yaitu seperti "molar gigi".
17. 17
Gambar 8 dan 9
Gambar 2.12
(8) Ruptur ekstraperitoneal komplek pada wanita 37 tahun yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor. CT cystogram menunjukkan ekstravasasi bahan kontras di paha
karena terjadi gangguan pada fasia inferior dari diafragma urogenital (membran perineal).
Bahan kontras juga dapat terlihat pada otot adduktor dari kedua kaki (tanda panah padat),
di ruang perivesical, dan berbatasan dengan bagian lateral vagina (tanda panah terbuka) .
Fraktur simfisis pubis dan ramus pubis inferior kiri juga tercatat (tanda panah). (9)
Ruptur ekstraperitoneal komplek pada seorang pria 23 tahun yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor. (a) CT cystogram menunjukkan ekstravasasi ekstraperitoneal
perivesicular dengan gambaran khas seperti gigi geraham (tanda panah putih) (terlihat
pada gambar 7). Terdapat perluasan ke dalam otot rektus abdominis seperti lapisan
lemak superfisial (fasia dari camper) dan lapisan membran lebih dalam (fasia scarpa) dari
fasia subkutan (panah hitam) .(b,c) CT cystograms (gambar 9c diperoleh pada tingkat
yang lebih rendah daripada gambar 9b ) menunjukkan diastasis dari simfisis pubis (tanda
panah di gambar 9b) dengan gangguan diafragma urogenital , yang memungkinkan bahan
kontras untuk meluas langsung ke membran subkutan lebih dalam bagian fasia dan di
sekitar fasia sub- dartos skrotum (tanda panah) .
18. 18
Gambar 2.13
(10) Ruptur ekstraperitoneal kompleks pada seorang pria 38 tahun yang terluka karena
jatuh dari bangunan, (a) CT cystogram menunjukkan beberapa fraktur tulang pelvis
( tanda panah) , yang menyebabkan gangguan pada fascia superior dari diafragma
urogenital atau diafragma urogenital sendiri dan bahan kontras memenuhi sampai meluas
ke dalam skrotum . (b ) Pada CT cystogram , bahan kontras di skrotum tetap terkandung
di dalam fasia dartos (tanda panah hitam ), sedangkan bahan kontras juga meluas ke otot
abductor kiri (tanda panah putih) . (11) Ruptur ekstraperitoneal kompleks pada seorang
pria 76 - tahun yang ditabrak mobil saat dia berjalan, (a) Pada CT cystogram, bahan
kontras terlihat di ruang properitoneal (jaringan subserosa ekstraperitoneal) dari kuadran
kanan bawah (tanda panah). (b) CT cystogram menunjukkan bahan kontras perivesical di
pelvis ekstraperitoneal (tanda panah).
5. Tipe 5: Ruptur kombinasi
Ruptur Kombinasi kandung kemih terdiri dari cedera
intraperitoneal dan ekstraperitoneal yang bersamaan. Prevalensi ruptur
kombinasi kandung kemih adalah 5% -12% yang dilaporkan baik
karena penetrasi dan trauma tumpul. CT cystography biasanya
menunjukkan pola ekstravasasi yang khas untuk kedua jenis cedera ini
19. 19
Gambar 2.14
Gabungan ruptur intraperitoneal dan ekstraperitoneal pada seorang pria 23 tahun yang
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. (a) CT cystogram menunjukkan bahan
kontras bebas yang menggambarkan dari lumen usus kecil, sebuah temuan yang
merupakan karakteristik dari suatu ruptur intraperitoneal. (b) CT cystogram menunjukkan
bahan kontras menyindir dirinya ke dalam ruang paravesical dan pararectal dari panggul
ekstraperitoneal (tanda panah lurus). Fraktur ramus pubis juga terlihat (tanda panah
melengkung).
2.8 Penatalaksanaan
Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dengan
pemberian cairan intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, baru
dilakukan reparasi buli – buli. Prinsip pemulihan ruptur kandung kemih
adalah penyaliran ruang perivesikal , pemulihan dinding, penyaliran
kandung kemih dan perivesikal, dan jaminan arus urin melalui kateter.4
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter
dengan tujuan untuk memberikan instirahat pada buli-buli. Dengan cara ini
diharapkan buli-buli sembuh setelah 7 - 10 hari. Pada cedera
intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi untuk mencari
robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika
tidak dioperasi, terjadi ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum dan
dapat menyebabkan peritonitis. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan
pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang
dilewatkan di luar sayatan laparatomi.1
20. 20
Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi
minimal) dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi
sebagian ahli lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli
denagn pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa tindakan
pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan luka ± 15%, dan
kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga perivesika sebesar 12
%. Oleh karena itu jika bersamaandengan rupture buli-buli terdapat cedera
organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknyadilakukan penjahitan
buli-buli dan pemasangan kateter sistostomi. Untuk memastikan bahwa
buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra ataukateter
sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat
kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari
ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi
dipertahankan sampai 3 minggu.1
2.9 Prognosis
Prognosis akan baik jika penatalaksanaan dilakukan secara segera.
Cystosomy suprapubic tube bisa dilepas setelah 10 hari. Pasien dengan
laserasi yang memanjang sampai ke area neck bladder mungkin untuk
terjadi inkontinensia sementara. Di waktu pelepasannya, kultur urin
diperlukan untuk melihat kemungkinan terjadinya infeksi yang nantinya
dibutuhkan terapi selanjutnya.1
21. 21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan
darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak
ditanggulangi dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat,
peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli-buli terletak di dalam rongga
pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera).
Trauma vesika urinaria terbanyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau
22. 22
kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen dari fraktur tulang pelvis
mencederai kandung kemih.
Prinsip pemulihan ruptur kandung kemih adalah penyaliran ruang
perivesikal , pemulihan dinding, penyaliran kandung kemih dan
perivesikal, dan jaminan arus urin melalui kateter.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mc Annich J.W. dan Lue T.F., 2013, Smith and Tanagho’s General Urology,
Ed. 18 Chapter 18, California: Mc Graw Hill, pp. 289-292.
2. Purnomo, Basuki B., 2015, Dasar-Dasar Urologi, Ed. 3, Jakarta: CV Sagung
Seto, pp.
3. Rachmadani Parvati dan Philip, 2009, Imaging of Genitourinary Trauma,
American Journal of Roentgenology, Philadelphia: Department of Radiology,
University of Pennysylvania, pp.1514-1523.
4. Sjamsuhidajat, R., 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong, Ed.3,
Jakarta: EGC, pp. 884-885.