SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
1
REFERAT PRESBIKUSIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh :
Bobi Ahmad Sahid, S.Ked, S.Kep
17360245
Pembimbing :
dr. Sri Utami Wulandari, Sp. THT-KL
KEPANITRAAN KLINIK DEPATEMEN ILMU KESEHATAN
TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA & LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI
TAHUN 2017
HALAMAN PENGESAHAN
2
REFERAT
PRESBIKUSIS
Oleh :
Bobi Ahmad Sahid, S.Ked 17360245
Salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik Depatemen
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher
RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
Binjai, November 2017
Pembimbing
dr. Sri Utami Wulandari, Sp. THT-KL
KATA PENGANTAR
3
Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Presbikusis sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik di Departemen Ilmu Kepanitraan
Klinik Depatemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher
RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai/ Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi
bantuan, saran, serta dukungan dalam proses penyelesaian referat ini, khususnya
kepada dr. Sri Utami Wulandari, Sp. THT-KL sebagai pembimbing.
Referat ini telah saya susun berdasarkan berbagai referensi kedokteran,
antara lain buku dan jurnal-jurnal kedokteran. Saya menyadari bahwa terdapat
kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun agar referat ini dapat lebih baik dimasa
mendatang. Semoga referat ini bermanfaat sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Binjai, November 2017
Penulis
BAB I
4
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Presbikusis merupakan salah satu masalah gangguan pendengaran
yang sering terjadi. Diseluruh dunia diperkirakan sekitar 30–45% masyarakat
diatas umur 65 tahun didiagnosis menderita presbikusis.1
Presbikusis adalah
gangguan pendengaran pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ
pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada kedua sisi telinga.2
Pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran yang mulai
terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak ditemukannya
kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.1
Di US diperkirakan sekitar 25–30% dengan usia 65–74 tahun
didiagnosis menderita gangguan dengar. Insidens ini meningkat diatas usia 75
tahun sebesar 40–50%.1
Etiologi presbikusis belum diketahui secara pasti,
walaupun diduga banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya presbikusis.2
Beberapa peneliti menyokong terjadinya perubahan degenerasi pada
telinga dalam yang mengakibatkan penurunan sel ganglion pada nukleus
kohlea ventral, genikulatum medial, dan olivari kompleks superior yang
mengakibatkan penurunan fungsi sel, serta ditemukannya lipofuscin pada sel
epitel dalam duktus kohlea dan sistem vestibuler. Penurunan sel ganglion
mengakibatkan kompresi pada saraf dan aliran darah kohlea yang lebih lanjut
menyebabkan perubahan pada sel rambut dan stria vaskularis. Selain itu
5
penurunan aliran darah pada kohlea dapat menghilangkan oksigenasi stria
vaskularis dan penurunan aktifitas sel rambut.1
Gangguan proses metabolisme vital pada kohlea menyebabkan
perubahan yang berarti pada sel sensorik, perubahan elastisitas duktus kohlea,
dan ligamentum spiralis yang selanjutnya menyebabkan penurunan sensitifitas
pendengaran yang mengiringi proses menua.1
Prevalensi presbikusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari
60 tahun. Presbikusis merupakan salah satu gangguan pendengaran yang
menjadi perhatian program penanggulangan gangguan pendengaran dan
ketulian (PGPKT). Tujuan program tersebut adalah menurunkan angka
presbikusis sebesar 30% pada tahun 2030. Diharapkan dengan program
tersebut dapat dicegah peningkatan populasi presbikusis dengan
memperhatikan faktor-faktor risikonya.2
BAB Il
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Anatomi Telinga
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Gambar 2.1 Anatomi Telinga.
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf “S” dengan kerangka tulang rawan 1/3
bagian luar, sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5–3 cm.4
2.1.2 Telinga Tengah
7
Gambar 2.2 Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : berturut turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tinkgap lonjong (oval window), tingkap (round
window), dan promontorium.4
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin dan rumah siput
(koklea). Labirin tulang adalah serangkaian saluran didalam bagian petrosa
tulang temporalis. Didalam saluran-saluran ini terdapat labirin
8
membranosa yang dikelilingi oleh cairan yang disebut perilimfe. Struktur
membranosa ini kurang lebih mirip dengan bentuk saluran tulang. Saluran
tulang terisi oleh cairan yang disebut endolimfe, dan tidak terdapat
hubungan diantara ruang-ruang yang terisi oleh endolimfe dengan yang
terisi oleh perilimfe.7
Bagian koklea labirin merupakan saluran melingkar yang pada
manusia panjangnya 35 mm dan membentuk 2¾ kali putaran. Disepanjang
struktur ini terdapat membran basilaris dan membran reissner yang
membaginya menjadi tiga ruang (skala). Skala vestibuli dibagian atas dan
skala timpani dibagian bawah mengandung perilimfe dan berhubungan
satu sama lain di apeks koklea melalui lubang kecil yang disebut
helikotrema. Didasar koklea, skala vestibuli berakhir di fenestra ovalis,
yang tertutup oleh lempeng kaki stapes. Skala timpani berakhir di fenestra
rotundum, yakni foramen di dinding medial telinga tengah yang tertutup
oleh membran timpani sekunder yang lentur. Skala media, dan ruang
koklea tengah, bersambungan dengan labirin membranosa serta tidak
berhubungan dengan dua skala lainnya.7
Terletak diatas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah
organ korti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme
saraf perifer pendengaran. Organ corti tediri dari satu baris sel rambut
dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut luar (12.000). sel-sel ini
menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-
jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan
9
eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel
rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung diatasnya
yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal dengan
membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh suatu
panggung yang terleak dimedial disebut sebagai limbus.6
Bagian vestibulum telinga dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan
kanalis semisirkularis. Sakulus dan utrikulus mengandung makula yang
diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu
lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat
pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih
besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit
akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan
pada reseptor.6
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui sebuah duktus
sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula
sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-
masing kanalis memiliki suatu ujung yang melebar membentuk ampula
dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu
kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan
menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel
rambut krista dan merangsang sel reseptor.6
10
2.2 Fisiologi Mendengar
2.2.1 Mekanisme Mendengar
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah di amplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong
endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilar dan membran tekoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.4
2.2.2 Ketulian
Tuli biasanya dibagi dalam dua jenis. Pertama yang disebabkan
oleh gangguan koklea atau saraf pendengaran, yang biasanya dimasukkan
dalam tuli saraf dan kedua yang disebabkan oleh gangguan mekanisme
11
telinga tengah untuk menghantarkan suara ke koklea, yang biasanya
dinamakan tuli hantaran sebenarnya bila koklea atau saraf pendengaran
dirusak total makan orang tersebut akan tuli total akan tetapi bila koklea
dan saraf masih utuh tetapi system osikular rusak atau mengalami
ankilosis kaku karena fibrosis atau kalsifikasi, gelombang suara tetap
dapat dihantarkan ke koklea dengan cara konduksi tulang seperti
penghantaran bunyi dari ujung garputala yang bergetar, yang ditempelkan
langsung pada tengkorak.9
2.2.3 Derajat Ketulian
Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher,
yaitu :4
Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
3
Menurut kepustakaan yang terbaru frekuensi 400 Hz berperan
penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga
derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz
dengan ketiga ambang dengar diatas, kemudian di bagi 4.
Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + 4000 Hz
4
Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang
dengar hantaran udaranya (AC) saja. Derajat ketulian IS0 :
0-25 dB : Normal
>25-40 dB : Tuli ringan
12
>40-55 dB : Tuli sedang
>55-70 dB : Tuli sedang berat
>70-90 dB : Tuli berat
>90 dB : Tuli sangat berat
2.3 Presbikusis
2.3.1 Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan.
Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000 Hz atau lebih. Progresifitas
penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada
laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.4
2.3.2 Etiologi
Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter,
pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup
atau bersifat multi faktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara
berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut
diatas.4
2.3.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat (US), gangguan pendengaran terjadi seiring
dengan pertambahan usia, prevalensi berkisar 25% pada orang berusia 70
– 74 tahun, dan lebih dari 50% pada orang berusia 85 tahun atau lebih. Hal
13
yang serupa terjadi di Kanada, Patterson mencatat orang-orang berusia
lebih dari 65 tahun dilaporkan lebih dari 1/3 kelompok tersebut dideteksi
mengalami gangguan pendengaran.10
Pada Survei Kesehatan Indera Penglihatan – Pendengaran tahun
1994 – 1997 di 7 provinsi dengan 19.375 responden, didapatkan prevalensi
presbikusis sebesar 2,6% atau sekitar 6,7% dari seluruh pasien THT yang
didiagnosis dengan presbikusis.1
2.3.4 Faktor Resiko
Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor herediter,
metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa
obat.
a. Usia dan jenis kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60 – 65 tahun ke atas.
Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara pria dan
wanita. Pria lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada
frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila
dibandingkan dengan wanita. Perbedaan jenis kelamin pada ambang
dengar frekuensi tingg ini disebabkan pria umumnya lebih sering terpapar
bising di tempat kerja dibandingkan wanita.2
b. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi
vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah
disertai peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler, dan
14
transport oksigen. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori
sehingga proses transmisi sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan
gangguan komunikasi. Kurang pendengaran sensorineural dapat terjadi
akibat insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli,
perdarahan, atau vasospasme.2
c. Diabetes mellitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat
pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced
glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan
mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses
selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan lumen
menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopati pada organ
koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila
keadaan inimterjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion
spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson maka
akan menimbulkan neuropati.2
National Survey Health USA melaporkan
bahwa 21% penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada usia
60 – 69 tahun.2
d. Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan penumpukan
plak/aterosklerosis pada tunika intima. Patogenesis aterosklerosis adalah
arteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama. Arteroma
merupakan degenerasi lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding
15
pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning
keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri, sedangkan arteriosklerosis
adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai dengan penebalan
dan hilangnya elastisitas/ pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut
dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan transport oksigen.2
e. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang
mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara
langsung, dan merusak sel saraf organ koklea. Insufisiensi sistem sirkulasi
darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan
pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh saraf yang
menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak
memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain.2
f. Riwayat bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan
pendengaran tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum
mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada
derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan
per hari, lama masa kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, usia,
dan faktor lainnya yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat
dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan
16
sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut dikarenakan
paparan terus-menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea.2
2.3.5 Patogenesis
Ada beberapa pendapat mengenai kemungkinan patogenesis
terjadinya presbikusis, yaitu degenerasi koklea dan degenerasi sentral.2
a. Degenerasi koklea
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang
berefek pada nilai potensial endolimfe yang menurun menjadi 20 mV
atau lebih. Pada presbikusis terlihat gambaran khas degenerasi stria
yang mengalami penuaan, terdapat penurunan pendengaran sebesar 40
– 50 dB dan potensial endolimfe 20 mV (normal 90 mV).2
b. Degenerasi sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus
auditorius meningkatkan nilai ambang dengar atau compound action
potensial (CAP). Fungsi input-output dari CAP terefleksi juga pada
fungsi input-output pada potensial saraf pusat, memungkinkan
terjadinya asinkronisasi aktifitas nervus auditorius dan penderita
mengalami kurang pendengaran dengan pemahaman bicara buruk.2
2.3.6 Klasifikasi
Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, Gaek dan
Schuknect menggolongkan presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu sensori
17
(outer hair cell), neural (ganglion cell), metabolic (strial atrophy), dan
koklea konduktif (stiffness of the basilary membrane).4
Menurut penelitian prevalensi terbanyak adalah jenis metabolik
(34,6%). Sedangkan prevalensi lainnya adalah neural (30,7%), mekanik
(22,8%) dan sensorik (11,9%).4
1. Tipe sensori
Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel
rambut dan sel penyokong organ Corti. Proses ini berasal dari bagian
basal koklea dan perlahan-lahan menjalar ke daerah apeks, hal ini
berhubungan dengan penurunan ambang dengar frekuensi tinggi.
Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari
granul pigmen lipofusin. Ciri khas dari tipe sensory presbyacusis ini
adalah terjadi penurunan pendengaran secara tajam pada frekuensi
tinggi (sloping). Jenis sensori ini adalah tipe noise-induced hearing
loss (NIHL) dan banyak didapatkan pada pria dengan riwayat bising.1
18
Gambar 2.3 Audiogram sensory presbyacusis.
2. Tipe neural
Keluhan utama tipe ini adalah sulit mengartikan/mengikuti
pembicaraan. Pada audiometri tampak penurunan pendengaran sedang
yang hampir sama untuk seluruh frekuensi. Berkurangnya skor
diskriminasi bicara dengan ambang dengar nada murni yang stabil
disebut phonemic regression.1
Secara histologis tampak atrofi sel
ganglion sirals dan organ corti, kehilangan neuron tampak pada seluruh
koklea terutama daerah basiler tetapi sangat sedikit, sehingga tidak
terlihat adanya penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi. Bila
daerah apical juga terkena, maka frekuensi pembicaraan akan sangat
terhambat.1
Pada presbikusis neural, terjadi pula kehilangan neuron
secara umum yang berupa perubahan SSP yang difus dan berhubungan
dengan defisit lain seperti kelemahan, penurunan perhatian, dan
19
penurunan konsentrasi. Schuknect memperkirakan dari 35.000 total
neuron terjadi kehilangan sebesar 2.100 neuron. Gambaran klasik
adalah speech discrimination sangat berkurang dan atrofi yang luas
pada ganglion spiralis (cookie bite).1
Kehilangan neuron ini mulai terjadi pada usia muda yang
diturunkan secara genetik. Efek dari kehilangan neuron ini akan
memberikan gejala sampai 90% neuron tersebut menghilang pada usia
tua.1
Gambar 2.4 Audiogram neural presbyacusis.
3. Tipe strial/metabolic
Tipe presbikusis yang sering didapati dengan ciri khas kurang
pendengaran yang mulai timbul pada dekade ke-6 dan berlangsung
perlahan-lahan. Kondisi ini diakibatkan atrofi stria vaskularis.
Dibedakan dari tipe presbikusis lain yaitu pada strial presbyacusis ini
gambaran audiogramnya rata (flat), dapat mulai frekuensi rendah,
20
speech discrimination bagus sampai batas minimum pendengaran
melebihi 50 dB (flat). Penderita dengan kasus kardiovaskuler dapat
mengalami presbikusis tipe ini serta menyerang semua jenis kelamin
namun lebih nyata pada wanita.1
Gambar 2.5 Audiogram metabolic presbyacusis.
4. Tipe konduktif/mekanikal
Tipe kekurangan pendengaran ini disebabkan gangguan
gerakan mekanis di mebran basalis. Gambaran khas nya adalah
audiogram yang menurun dan simetris (ski-slope). Secara histologi
tidak ada perubahan morfologi pada struktur koklea. Perubahan atas
respon fisik khusus dari membran basalis lebih besar di bagian basal
karena lebih tebal dan jauh lebih kurang di apikal. Kondisi ini
disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder membrana basilaris
koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan
21
atrofi ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural
yang berkembang sangat lambat.1
Gambar 2.6 Audiogram mechanic presbyacusis.
2.3.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada
usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat.
Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang tinggi dan kadang
disertai tinitus.2
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya
pendengaran secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua
telinga. Kapan berkurangnya pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan
lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat
mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama
bila diucapkan dengan cepat ditempat dengan latar belakang yang bising
(cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul
22
rasa nyeri ditelinga. Hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf
(recruitment).4
b. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan fisik telinga biaanya normal dan tes penala
didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan timpanometri tipe A (normal),
audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan
simetris, terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000
Hz dan berangsur-angsur terjadi pada frekuensi yang rendah. Variasi nilai
ambang audiogram antara telinga satu dengan lainnya pada presbikusis
dapat terjadi sekitar 5 – 10 dB. Otoacoustic emission (OAE) dapat
menunjukkan fungsi koklea, sedangkan presbikusis merupakan degenerasi
koklea sehingga hasil yang didapatkan refer (emisi tidak muncul).
Pemeriksaan BERA pada presbikusis diperlukan apabila kondisi pasien
dengan kesadaran menurun atau terdapat kecurigaan tuli saraf
retrokoklear.2
2.3.8 Penatalaksanaan
Presbikusis tidak dapat disembuhkan. Gangguan dengar pada
presbikusis adalah tipe sensorineural dan tujuan penatalaksanaannya
adalah untuk memperbaiki kemampuan pendengarannya dengan
menggunakan alat bantu dengar. Alat ini berfungsi membantu penggunaan
sisa pendengaran untuk berkomunikasi. Alat bantu dengar baru diperlukan
bila penurunan pendengaran lebih dari 40 dB. Selain itu juga dapat
digunakan assistive listening devices, alat ini merupakan amplifikasi
23
sederhana yang mengirimkan sinyal pada ruangan dengan menggunakan
headset.1
Pada orangtua penurunan pendengaran sering disertai juga dengan
penurunan diskriminasi bicara akibat perubahan SSP oleh proses menua
yang kemudian mengakibatkan perubahan watak yang bersangkutan
seperti mudah tersinggung, penurunan perhatian, penurunan konsentrasi,
cepat emosi, dan berkurangnya daya ingat. Adakalanya pemasangan alat
bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran
(speech reading) dan latihan mendengar (audioroty training); prosedur
pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech
therapist).1,4
Dengan demikian tidak semua penderita presbikusis dapat diatasi
dengan baik menggunakan alat bantu dengar terutama presbikusis tipe
neural. Pada keadaan dimana tidak dapat diatasi dengan alat bantu dengar,
penderita merasa adanya penolakkan dari teman atau saudara yang
selanjutnya akan mengakibatkan hubungan menjadi tidak baik sehingga
penderita menarik diri, jadi kurang bersosialisasi, penurunan fisik,
penurunan aktivitas mental sehingga merasa kesepian, dan akhirnya dapat
terjadi depresi dan paranoid.1
Untuk mengatasi hal ini dapat dicoba dengan cara latihan
mendengar atau lip reading yaitu dengan membaca geakan mulut orang
yang menjadi lawan bicaranya. Penting juga untuk melakukan physiologic
counseling yaitu memperbaiki mental penderita. Disin harus dijelaskan
24
kepada keluarganya bagaimana memperlakukan atau mengahdapi
penderita presbikusis.1
Pemasangan alat bantu dengar merupakan salah satu bagianyang
penting dalam penatalaksanaan gangguan dengar pada presbikusis agar
dapat memanfaatkan sisa pendengaran semaksimal mungkin.1
Fungsi utamanya adalah untuk memperkuat (amplifikasi) bunyi
sekitar sehingga dapat:1
1. Mendengar percakapan untuk berkomnunikasi.
2. Mengatur nada dan volume suaranya sendiri.
3. Mendengar dan menyadari adanya tanda bahaya.
4. Mengetahui keadaan sekelilingnya.
5. Mengenal lingkungan.
Alat bantu dengar terdiri dari mikrofon (penerima suara), amplifier
(pengeras suara), receiver (penerus suara), cetakan telinga atau ear mold
(menyumbat liang telinga dan pengarah suara ke telinga tengah). Jenis alat
bantu dengar adalah model saku, model belakang telinga (behind the
ear/BTE), model dalam telinga (in the ear/ITE), model liang telinga (in
the canal/ITC), model dalam telinga seluruhnya (completely in the canal),
dan model kacamata.1
2.3.9 Prognosis
Prognosis untuk pasien presbikusis adalah kurang baik.
Perkembangan lebih lanjut dari gangguan pendengaran diperkirakan
bertambah 0,7 – 1,2 dB pertahun tergantung dari usia dan frekuensi
25
pendengaran pasien. Penyakit ini belum ada obatnya dan progresifitas
presbikusis bersifat lambat.11
Pasien dengan presbikusis diberikan edukasi agar dapat
menghindari penyebab atau mencegah perburukan gangguan pendengaran,
misalnya, paparan bising, paparan obat ototoksik, diabetes yang tidak
terkontrol dan penyakit metabolik lainnya.11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Presbikusis adalah gangguan pendengaran pada usia lanjut akibat
proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan
simetris pada kedua sisi telinga. Pada audiogram terlihat gambaran
penurunan pendengaran yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat
sensorineural dengan tidak ditemukannya kelainan yang mendasari selain
proses menua secara umum. Presbikusis merupakan akibat dari proses
26
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan
faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis,
infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multi faktor. Adapun faktor-faktor
risiko dari presbikusis antara lain usia dan jenis kelamin, hipertensi,
diabetes melitus, hiperkolesterol, merokok dan riwayat terpapar bising.
Patogenesis terjadinya presbikusis, yaitu degenerasi koklea,
degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme molekuler, seperti faktor gen,
stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal. Gaek dan Schuknect
menggolongkan presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu sensori (outer hair cell),
neural (ganglion cell), metabolik (strial atrophy), dan koklea konduktif
(stiffness of the basilary membrane).
Penatalaksaan presbikusis yaitu dengan pemasangan alat bantu
dengar sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran. Adakalanya
pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan
membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (audioroty
training); prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara
(speech therapist).
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewi YA. Presbiakusis. Disampaikan pada Seminar Ilmu Penyakit Dalam
Bandung 13 Juli 2007. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin; 2007.
2. Muyassaroh. Faktor Risiko Presbikusis. J Indon Med Assoc Volume: 62
Nomor: 4. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2012. p.
155-158.
3. Snell, R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC;
2006.
4. Suwento R, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada Geriatri. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher.
Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.
5. Keith L. Moore, Arthur F. Dalley & Anne M. Agur. Essential Clinical
Anatomy. 4th
edition. Lippincott Williams & Wilkins.
6. Liston S, Duvall A. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam: Buku
Ajar Penyakit THT BOEIS. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 1997.
7. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC;
2001.
8. Dinamic Human Anatomy, 2.0. Saladin. Anatomy & Physiology. Mc Graw
Hill Companies; 2003.
28
9. Guyton A.C. Indera Pendengaran. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Guyton & Hall. Edisi ke-11. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2003. p:
681-92.
10. Milstein D, Weinstein B. Amplification: The Treatment of Choice for
Presbycusis. Serial online [diunduh pada 17 November 2017] Available
from : www.geriatricsandaging.ca
11. Roland PS, Kutz W. Presbycusis Follow Up: Prognosis. Serial online
[diunduh pada 21 November 2017] Available at
http://reference.medscape.com/article/855989-followup#a2650

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Polip nasal
Polip nasalPolip nasal
Polip nasal
 
Px neurologi fix
Px neurologi fixPx neurologi fix
Px neurologi fix
 
TRAUMA TELINGA (Ear Trauma)
TRAUMA TELINGA (Ear Trauma)TRAUMA TELINGA (Ear Trauma)
TRAUMA TELINGA (Ear Trauma)
 
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerPem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskuler
 
Epistaksis
EpistaksisEpistaksis
Epistaksis
 
Stilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafasStilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafas
 
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokanModul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
Modul 4 kb1 pemeriksaan telinga hidung tenggorokan
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothorax
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi BesiAnemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi
 
Case OMSK
Case OMSKCase OMSK
Case OMSK
 
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAKPEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAK
 
Penyakit kelenjer tiroid
Penyakit kelenjer tiroidPenyakit kelenjer tiroid
Penyakit kelenjer tiroid
 
Preskas sindrom nefrotik
Preskas sindrom nefrotikPreskas sindrom nefrotik
Preskas sindrom nefrotik
 
Impetigo Bullosa
Impetigo BullosaImpetigo Bullosa
Impetigo Bullosa
 
Otitis Media Akut
Otitis Media AkutOtitis Media Akut
Otitis Media Akut
 

Similar to Referat Presbikusis

Similar to Referat Presbikusis (20)

Gangguan_Pendengaran_Akibat_Bising.docx
Gangguan_Pendengaran_Akibat_Bising.docxGangguan_Pendengaran_Akibat_Bising.docx
Gangguan_Pendengaran_Akibat_Bising.docx
 
Baru laporan modul 2 3
Baru laporan modul 2 3Baru laporan modul 2 3
Baru laporan modul 2 3
 
Vertigo
VertigoVertigo
Vertigo
 
Anatomi fisiologi telinga
Anatomi fisiologi telingaAnatomi fisiologi telinga
Anatomi fisiologi telinga
 
refarat tes fungsi pendengaran
refarat tes fungsi pendengaranrefarat tes fungsi pendengaran
refarat tes fungsi pendengaran
 
Anatomi sistem pendengaran
Anatomi sistem pendengaranAnatomi sistem pendengaran
Anatomi sistem pendengaran
 
298411631-HISTOLOGI-TELINGA.ppt
298411631-HISTOLOGI-TELINGA.ppt298411631-HISTOLOGI-TELINGA.ppt
298411631-HISTOLOGI-TELINGA.ppt
 
Anatomi sistem pendengaran
Anatomi sistem pendengaranAnatomi sistem pendengaran
Anatomi sistem pendengaran
 
Tugas kelompok biologi bab telinga ms 2007
Tugas kelompok biologi bab  telinga  ms 2007Tugas kelompok biologi bab  telinga  ms 2007
Tugas kelompok biologi bab telinga ms 2007
 
diskusi
diskusidiskusi
diskusi
 
Lapsus mely
Lapsus melyLapsus mely
Lapsus mely
 
Anatomi fisiologi sistem sensori
Anatomi fisiologi sistem sensoriAnatomi fisiologi sistem sensori
Anatomi fisiologi sistem sensori
 
Lkm 2-kelompok-4
Lkm 2-kelompok-4Lkm 2-kelompok-4
Lkm 2-kelompok-4
 
Ringkasan Materi Telinga
Ringkasan Materi TelingaRingkasan Materi Telinga
Ringkasan Materi Telinga
 
Crs minggu 2 kelompok 2
Crs minggu 2 kelompok 2Crs minggu 2 kelompok 2
Crs minggu 2 kelompok 2
 
indera pendengaran
indera pendengaranindera pendengaran
indera pendengaran
 
Materi Psikologi Faal Pertemuan 5
Materi Psikologi Faal Pertemuan 5Materi Psikologi Faal Pertemuan 5
Materi Psikologi Faal Pertemuan 5
 
M1-TOPIK 1 PKUK1104.pptx
M1-TOPIK 1 PKUK1104.pptxM1-TOPIK 1 PKUK1104.pptx
M1-TOPIK 1 PKUK1104.pptx
 
Indera Pendengaran (Telinga)
Indera Pendengaran (Telinga)Indera Pendengaran (Telinga)
Indera Pendengaran (Telinga)
 
Sistem penginderaan
Sistem penginderaanSistem penginderaan
Sistem penginderaan
 

More from dr. Bobby Ahmad

Rumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack ConvertedRumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack Converteddr. Bobby Ahmad
 
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...dr. Bobby Ahmad
 
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada KehamilanReferat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilandr. Bobby Ahmad
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)dr. Bobby Ahmad
 
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguruPencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kanggurudr. Bobby Ahmad
 
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)dr. Bobby Ahmad
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitaldr. Bobby Ahmad
 

More from dr. Bobby Ahmad (16)

LAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIALAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIA
 
TRIMESTER 3
TRIMESTER 3TRIMESTER 3
TRIMESTER 3
 
Mioma Uteri
Mioma UteriMioma Uteri
Mioma Uteri
 
Rumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack ConvertedRumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack Converted
 
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
 
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada KehamilanReferat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan
 
REFERAT COLLODION BABY
REFERAT COLLODION BABYREFERAT COLLODION BABY
REFERAT COLLODION BABY
 
EKG
EKGEKG
EKG
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Power Point Thalasemia
Power Point ThalasemiaPower Point Thalasemia
Power Point Thalasemia
 
Referat Thalasemia
Referat ThalasemiaReferat Thalasemia
Referat Thalasemia
 
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguruPencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
 
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
 
Jurnal Hipnoterapi
Jurnal HipnoterapiJurnal Hipnoterapi
Jurnal Hipnoterapi
 
REFERAT TORCH
REFERAT TORCHREFERAT TORCH
REFERAT TORCH
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
 

Recently uploaded

PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptkhalid1276
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptAcephasan2
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptssuser551745
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxDianaayulestari2
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxYudiatma1
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxAcephasan2
 
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...IdjaMarasabessy
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfsrirezeki99
 
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATIPPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATIMuhammadAlfiannur2
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdfbendaharadakpkmbajay
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxIrfanNersMaulana
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxZuheri
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxPoliJantung
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanFeraAyuFitriyani
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptssuserbb0b09
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfPpt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfssuser1cc42a
 

Recently uploaded (20)

PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
 
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATIPPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfPpt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 

Referat Presbikusis

  • 1. 1 REFERAT PRESBIKUSIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Oleh : Bobi Ahmad Sahid, S.Ked, S.Kep 17360245 Pembimbing : dr. Sri Utami Wulandari, Sp. THT-KL KEPANITRAAN KLINIK DEPATEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA & LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI TAHUN 2017 HALAMAN PENGESAHAN
  • 2. 2 REFERAT PRESBIKUSIS Oleh : Bobi Ahmad Sahid, S.Ked 17360245 Salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik Depatemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Binjai, November 2017 Pembimbing dr. Sri Utami Wulandari, Sp. THT-KL KATA PENGANTAR
  • 3. 3 Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Presbikusis sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik di Departemen Ilmu Kepanitraan Klinik Depatemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai/ Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, saran, serta dukungan dalam proses penyelesaian referat ini, khususnya kepada dr. Sri Utami Wulandari, Sp. THT-KL sebagai pembimbing. Referat ini telah saya susun berdasarkan berbagai referensi kedokteran, antara lain buku dan jurnal-jurnal kedokteran. Saya menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar referat ini dapat lebih baik dimasa mendatang. Semoga referat ini bermanfaat sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi kita semua. Binjai, November 2017 Penulis BAB I
  • 4. 4 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Presbikusis merupakan salah satu masalah gangguan pendengaran yang sering terjadi. Diseluruh dunia diperkirakan sekitar 30–45% masyarakat diatas umur 65 tahun didiagnosis menderita presbikusis.1 Presbikusis adalah gangguan pendengaran pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada kedua sisi telinga.2 Pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak ditemukannya kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.1 Di US diperkirakan sekitar 25–30% dengan usia 65–74 tahun didiagnosis menderita gangguan dengar. Insidens ini meningkat diatas usia 75 tahun sebesar 40–50%.1 Etiologi presbikusis belum diketahui secara pasti, walaupun diduga banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya presbikusis.2 Beberapa peneliti menyokong terjadinya perubahan degenerasi pada telinga dalam yang mengakibatkan penurunan sel ganglion pada nukleus kohlea ventral, genikulatum medial, dan olivari kompleks superior yang mengakibatkan penurunan fungsi sel, serta ditemukannya lipofuscin pada sel epitel dalam duktus kohlea dan sistem vestibuler. Penurunan sel ganglion mengakibatkan kompresi pada saraf dan aliran darah kohlea yang lebih lanjut menyebabkan perubahan pada sel rambut dan stria vaskularis. Selain itu
  • 5. 5 penurunan aliran darah pada kohlea dapat menghilangkan oksigenasi stria vaskularis dan penurunan aktifitas sel rambut.1 Gangguan proses metabolisme vital pada kohlea menyebabkan perubahan yang berarti pada sel sensorik, perubahan elastisitas duktus kohlea, dan ligamentum spiralis yang selanjutnya menyebabkan penurunan sensitifitas pendengaran yang mengiringi proses menua.1 Prevalensi presbikusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Presbikusis merupakan salah satu gangguan pendengaran yang menjadi perhatian program penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian (PGPKT). Tujuan program tersebut adalah menurunkan angka presbikusis sebesar 30% pada tahun 2030. Diharapkan dengan program tersebut dapat dicegah peningkatan populasi presbikusis dengan memperhatikan faktor-faktor risikonya.2 BAB Il TINJAUAN PUSTAKA
  • 6. 6 2.1 Anatomi Telinga Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Gambar 2.1 Anatomi Telinga. 2.1.1 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf “S” dengan kerangka tulang rawan 1/3 bagian luar, sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5–3 cm.4 2.1.2 Telinga Tengah
  • 7. 7 Gambar 2.2 Telinga tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan : Batas luar : membran timpani Batas depan : tuba eustachius Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak) Batas dalam : berturut turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tinkgap lonjong (oval window), tingkap (round window), dan promontorium.4 2.1.3 Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin dan rumah siput (koklea). Labirin tulang adalah serangkaian saluran didalam bagian petrosa tulang temporalis. Didalam saluran-saluran ini terdapat labirin
  • 8. 8 membranosa yang dikelilingi oleh cairan yang disebut perilimfe. Struktur membranosa ini kurang lebih mirip dengan bentuk saluran tulang. Saluran tulang terisi oleh cairan yang disebut endolimfe, dan tidak terdapat hubungan diantara ruang-ruang yang terisi oleh endolimfe dengan yang terisi oleh perilimfe.7 Bagian koklea labirin merupakan saluran melingkar yang pada manusia panjangnya 35 mm dan membentuk 2¾ kali putaran. Disepanjang struktur ini terdapat membran basilaris dan membran reissner yang membaginya menjadi tiga ruang (skala). Skala vestibuli dibagian atas dan skala timpani dibagian bawah mengandung perilimfe dan berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui lubang kecil yang disebut helikotrema. Didasar koklea, skala vestibuli berakhir di fenestra ovalis, yang tertutup oleh lempeng kaki stapes. Skala timpani berakhir di fenestra rotundum, yakni foramen di dinding medial telinga tengah yang tertutup oleh membran timpani sekunder yang lentur. Skala media, dan ruang koklea tengah, bersambungan dengan labirin membranosa serta tidak berhubungan dengan dua skala lainnya.7 Terletak diatas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti tediri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut luar (12.000). sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat- jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan
  • 9. 9 eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung diatasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal dengan membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terleak dimedial disebut sebagai limbus.6 Bagian vestibulum telinga dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis. Sakulus dan utrikulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.6 Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui sebuah duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing- masing kanalis memiliki suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.6
  • 10. 10 2.2 Fisiologi Mendengar 2.2.1 Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah di amplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilar dan membran tekoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.4 2.2.2 Ketulian Tuli biasanya dibagi dalam dua jenis. Pertama yang disebabkan oleh gangguan koklea atau saraf pendengaran, yang biasanya dimasukkan dalam tuli saraf dan kedua yang disebabkan oleh gangguan mekanisme
  • 11. 11 telinga tengah untuk menghantarkan suara ke koklea, yang biasanya dinamakan tuli hantaran sebenarnya bila koklea atau saraf pendengaran dirusak total makan orang tersebut akan tuli total akan tetapi bila koklea dan saraf masih utuh tetapi system osikular rusak atau mengalami ankilosis kaku karena fibrosis atau kalsifikasi, gelombang suara tetap dapat dihantarkan ke koklea dengan cara konduksi tulang seperti penghantaran bunyi dari ujung garputala yang bergetar, yang ditempelkan langsung pada tengkorak.9 2.2.3 Derajat Ketulian Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu :4 Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz 3 Menurut kepustakaan yang terbaru frekuensi 400 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar diatas, kemudian di bagi 4. Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + 4000 Hz 4 Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. Derajat ketulian IS0 : 0-25 dB : Normal >25-40 dB : Tuli ringan
  • 12. 12 >40-55 dB : Tuli sedang >55-70 dB : Tuli sedang berat >70-90 dB : Tuli berat >90 dB : Tuli sangat berat 2.3 Presbikusis 2.3.1 Definisi Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000 Hz atau lebih. Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.4 2.3.2 Etiologi Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multi faktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas.4 2.3.3 Epidemiologi Di Amerika Serikat (US), gangguan pendengaran terjadi seiring dengan pertambahan usia, prevalensi berkisar 25% pada orang berusia 70 – 74 tahun, dan lebih dari 50% pada orang berusia 85 tahun atau lebih. Hal
  • 13. 13 yang serupa terjadi di Kanada, Patterson mencatat orang-orang berusia lebih dari 65 tahun dilaporkan lebih dari 1/3 kelompok tersebut dideteksi mengalami gangguan pendengaran.10 Pada Survei Kesehatan Indera Penglihatan – Pendengaran tahun 1994 – 1997 di 7 provinsi dengan 19.375 responden, didapatkan prevalensi presbikusis sebesar 2,6% atau sekitar 6,7% dari seluruh pasien THT yang didiagnosis dengan presbikusis.1 2.3.4 Faktor Resiko Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa obat. a. Usia dan jenis kelamin Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60 – 65 tahun ke atas. Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara pria dan wanita. Pria lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan wanita. Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tingg ini disebabkan pria umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan wanita.2 b. Hipertensi Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler, dan
  • 14. 14 transport oksigen. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme.2 c. Diabetes mellitus Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopati pada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan inimterjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson maka akan menimbulkan neuropati.2 National Survey Health USA melaporkan bahwa 21% penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada usia 60 – 69 tahun.2 d. Hiperkolesterol Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan penumpukan plak/aterosklerosis pada tunika intima. Patogenesis aterosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama. Arteroma merupakan degenerasi lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding
  • 15. 15 pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri, sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai dengan penebalan dan hilangnya elastisitas/ pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan transport oksigen.2 e. Merokok Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh saraf yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain.2 f. Riwayat bising Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, usia, dan faktor lainnya yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan
  • 16. 16 sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus-menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea.2 2.3.5 Patogenesis Ada beberapa pendapat mengenai kemungkinan patogenesis terjadinya presbikusis, yaitu degenerasi koklea dan degenerasi sentral.2 a. Degenerasi koklea Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang berefek pada nilai potensial endolimfe yang menurun menjadi 20 mV atau lebih. Pada presbikusis terlihat gambaran khas degenerasi stria yang mengalami penuaan, terdapat penurunan pendengaran sebesar 40 – 50 dB dan potensial endolimfe 20 mV (normal 90 mV).2 b. Degenerasi sentral Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorius meningkatkan nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP). Fungsi input-output dari CAP terefleksi juga pada fungsi input-output pada potensial saraf pusat, memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas nervus auditorius dan penderita mengalami kurang pendengaran dengan pemahaman bicara buruk.2 2.3.6 Klasifikasi Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, Gaek dan Schuknect menggolongkan presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu sensori
  • 17. 17 (outer hair cell), neural (ganglion cell), metabolic (strial atrophy), dan koklea konduktif (stiffness of the basilary membrane).4 Menurut penelitian prevalensi terbanyak adalah jenis metabolik (34,6%). Sedangkan prevalensi lainnya adalah neural (30,7%), mekanik (22,8%) dan sensorik (11,9%).4 1. Tipe sensori Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong organ Corti. Proses ini berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-lahan menjalar ke daerah apeks, hal ini berhubungan dengan penurunan ambang dengar frekuensi tinggi. Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin. Ciri khas dari tipe sensory presbyacusis ini adalah terjadi penurunan pendengaran secara tajam pada frekuensi tinggi (sloping). Jenis sensori ini adalah tipe noise-induced hearing loss (NIHL) dan banyak didapatkan pada pria dengan riwayat bising.1
  • 18. 18 Gambar 2.3 Audiogram sensory presbyacusis. 2. Tipe neural Keluhan utama tipe ini adalah sulit mengartikan/mengikuti pembicaraan. Pada audiometri tampak penurunan pendengaran sedang yang hampir sama untuk seluruh frekuensi. Berkurangnya skor diskriminasi bicara dengan ambang dengar nada murni yang stabil disebut phonemic regression.1 Secara histologis tampak atrofi sel ganglion sirals dan organ corti, kehilangan neuron tampak pada seluruh koklea terutama daerah basiler tetapi sangat sedikit, sehingga tidak terlihat adanya penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi. Bila daerah apical juga terkena, maka frekuensi pembicaraan akan sangat terhambat.1 Pada presbikusis neural, terjadi pula kehilangan neuron secara umum yang berupa perubahan SSP yang difus dan berhubungan dengan defisit lain seperti kelemahan, penurunan perhatian, dan
  • 19. 19 penurunan konsentrasi. Schuknect memperkirakan dari 35.000 total neuron terjadi kehilangan sebesar 2.100 neuron. Gambaran klasik adalah speech discrimination sangat berkurang dan atrofi yang luas pada ganglion spiralis (cookie bite).1 Kehilangan neuron ini mulai terjadi pada usia muda yang diturunkan secara genetik. Efek dari kehilangan neuron ini akan memberikan gejala sampai 90% neuron tersebut menghilang pada usia tua.1 Gambar 2.4 Audiogram neural presbyacusis. 3. Tipe strial/metabolic Tipe presbikusis yang sering didapati dengan ciri khas kurang pendengaran yang mulai timbul pada dekade ke-6 dan berlangsung perlahan-lahan. Kondisi ini diakibatkan atrofi stria vaskularis. Dibedakan dari tipe presbikusis lain yaitu pada strial presbyacusis ini gambaran audiogramnya rata (flat), dapat mulai frekuensi rendah,
  • 20. 20 speech discrimination bagus sampai batas minimum pendengaran melebihi 50 dB (flat). Penderita dengan kasus kardiovaskuler dapat mengalami presbikusis tipe ini serta menyerang semua jenis kelamin namun lebih nyata pada wanita.1 Gambar 2.5 Audiogram metabolic presbyacusis. 4. Tipe konduktif/mekanikal Tipe kekurangan pendengaran ini disebabkan gangguan gerakan mekanis di mebran basalis. Gambaran khas nya adalah audiogram yang menurun dan simetris (ski-slope). Secara histologi tidak ada perubahan morfologi pada struktur koklea. Perubahan atas respon fisik khusus dari membran basalis lebih besar di bagian basal karena lebih tebal dan jauh lebih kurang di apikal. Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder membrana basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan
  • 21. 21 atrofi ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang berkembang sangat lambat.1 Gambar 2.6 Audiogram mechanic presbyacusis. 2.3.7 Diagnosis a. Anamnesis Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang tinggi dan kadang disertai tinitus.2 Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat ditempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul
  • 22. 22 rasa nyeri ditelinga. Hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).4 b. Pemeriksaan fisik dan penunjang Pemeriksaan fisik telinga biaanya normal dan tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan timpanometri tipe A (normal), audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris, terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz dan berangsur-angsur terjadi pada frekuensi yang rendah. Variasi nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan lainnya pada presbikusis dapat terjadi sekitar 5 – 10 dB. Otoacoustic emission (OAE) dapat menunjukkan fungsi koklea, sedangkan presbikusis merupakan degenerasi koklea sehingga hasil yang didapatkan refer (emisi tidak muncul). Pemeriksaan BERA pada presbikusis diperlukan apabila kondisi pasien dengan kesadaran menurun atau terdapat kecurigaan tuli saraf retrokoklear.2 2.3.8 Penatalaksanaan Presbikusis tidak dapat disembuhkan. Gangguan dengar pada presbikusis adalah tipe sensorineural dan tujuan penatalaksanaannya adalah untuk memperbaiki kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar. Alat ini berfungsi membantu penggunaan sisa pendengaran untuk berkomunikasi. Alat bantu dengar baru diperlukan bila penurunan pendengaran lebih dari 40 dB. Selain itu juga dapat digunakan assistive listening devices, alat ini merupakan amplifikasi
  • 23. 23 sederhana yang mengirimkan sinyal pada ruangan dengan menggunakan headset.1 Pada orangtua penurunan pendengaran sering disertai juga dengan penurunan diskriminasi bicara akibat perubahan SSP oleh proses menua yang kemudian mengakibatkan perubahan watak yang bersangkutan seperti mudah tersinggung, penurunan perhatian, penurunan konsentrasi, cepat emosi, dan berkurangnya daya ingat. Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (audioroty training); prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).1,4 Dengan demikian tidak semua penderita presbikusis dapat diatasi dengan baik menggunakan alat bantu dengar terutama presbikusis tipe neural. Pada keadaan dimana tidak dapat diatasi dengan alat bantu dengar, penderita merasa adanya penolakkan dari teman atau saudara yang selanjutnya akan mengakibatkan hubungan menjadi tidak baik sehingga penderita menarik diri, jadi kurang bersosialisasi, penurunan fisik, penurunan aktivitas mental sehingga merasa kesepian, dan akhirnya dapat terjadi depresi dan paranoid.1 Untuk mengatasi hal ini dapat dicoba dengan cara latihan mendengar atau lip reading yaitu dengan membaca geakan mulut orang yang menjadi lawan bicaranya. Penting juga untuk melakukan physiologic counseling yaitu memperbaiki mental penderita. Disin harus dijelaskan
  • 24. 24 kepada keluarganya bagaimana memperlakukan atau mengahdapi penderita presbikusis.1 Pemasangan alat bantu dengar merupakan salah satu bagianyang penting dalam penatalaksanaan gangguan dengar pada presbikusis agar dapat memanfaatkan sisa pendengaran semaksimal mungkin.1 Fungsi utamanya adalah untuk memperkuat (amplifikasi) bunyi sekitar sehingga dapat:1 1. Mendengar percakapan untuk berkomnunikasi. 2. Mengatur nada dan volume suaranya sendiri. 3. Mendengar dan menyadari adanya tanda bahaya. 4. Mengetahui keadaan sekelilingnya. 5. Mengenal lingkungan. Alat bantu dengar terdiri dari mikrofon (penerima suara), amplifier (pengeras suara), receiver (penerus suara), cetakan telinga atau ear mold (menyumbat liang telinga dan pengarah suara ke telinga tengah). Jenis alat bantu dengar adalah model saku, model belakang telinga (behind the ear/BTE), model dalam telinga (in the ear/ITE), model liang telinga (in the canal/ITC), model dalam telinga seluruhnya (completely in the canal), dan model kacamata.1 2.3.9 Prognosis Prognosis untuk pasien presbikusis adalah kurang baik. Perkembangan lebih lanjut dari gangguan pendengaran diperkirakan bertambah 0,7 – 1,2 dB pertahun tergantung dari usia dan frekuensi
  • 25. 25 pendengaran pasien. Penyakit ini belum ada obatnya dan progresifitas presbikusis bersifat lambat.11 Pasien dengan presbikusis diberikan edukasi agar dapat menghindari penyebab atau mencegah perburukan gangguan pendengaran, misalnya, paparan bising, paparan obat ototoksik, diabetes yang tidak terkontrol dan penyakit metabolik lainnya.11 BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Presbikusis adalah gangguan pendengaran pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada kedua sisi telinga. Pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak ditemukannya kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum. Presbikusis merupakan akibat dari proses
  • 26. 26 degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multi faktor. Adapun faktor-faktor risiko dari presbikusis antara lain usia dan jenis kelamin, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterol, merokok dan riwayat terpapar bising. Patogenesis terjadinya presbikusis, yaitu degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme molekuler, seperti faktor gen, stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal. Gaek dan Schuknect menggolongkan presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu sensori (outer hair cell), neural (ganglion cell), metabolik (strial atrophy), dan koklea konduktif (stiffness of the basilary membrane). Penatalaksaan presbikusis yaitu dengan pemasangan alat bantu dengar sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran. Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (audioroty training); prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).
  • 27. 27 DAFTAR PUSTAKA 1. Dewi YA. Presbiakusis. Disampaikan pada Seminar Ilmu Penyakit Dalam Bandung 13 Juli 2007. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin; 2007. 2. Muyassaroh. Faktor Risiko Presbikusis. J Indon Med Assoc Volume: 62 Nomor: 4. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2012. p. 155-158. 3. Snell, R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. 4. Suwento R, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada Geriatri. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012. 5. Keith L. Moore, Arthur F. Dalley & Anne M. Agur. Essential Clinical Anatomy. 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 6. Liston S, Duvall A. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam: Buku Ajar Penyakit THT BOEIS. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 1997. 7. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001. 8. Dinamic Human Anatomy, 2.0. Saladin. Anatomy & Physiology. Mc Graw Hill Companies; 2003.
  • 28. 28 9. Guyton A.C. Indera Pendengaran. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. Edisi ke-11. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2003. p: 681-92. 10. Milstein D, Weinstein B. Amplification: The Treatment of Choice for Presbycusis. Serial online [diunduh pada 17 November 2017] Available from : www.geriatricsandaging.ca 11. Roland PS, Kutz W. Presbycusis Follow Up: Prognosis. Serial online [diunduh pada 21 November 2017] Available at http://reference.medscape.com/article/855989-followup#a2650