SlideShare a Scribd company logo
1 of 57
i
TOKSOPLASMA, RUBELLA, CYTOMEGALOVIRUS,
HERPES SIMPLEX VIRUS II AND OTHER
(TORCH)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh :
Bobi Ahmad Sahid, S.Kep, S.Ked
NPM : 17360245
Pembimbing :
dr. Juliamor Sinulingga, Sp.Rad
KEPANITRAAN KLINIK DEPATEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI
TAHUN 2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus II and Other
(TORCH)
Oleh :
Bobi Ahmad Sahid, S.Ked
NPM : 17360245
Salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik Departemen
Ilmu Radiologi RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
Binjai, Agustus 2017
Pembimbing
dr. Juliamor Sinulingga, Sp.Rad
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus II and Other (TORCH) sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik di Departemen Ilmu Radiologi
RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai/ Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi
bantuan, saran, serta dukungan dalam proses penyelesaian referat ini, khususnya
kepada dr. Juliamor Sinulingga, Sp.Rad sebagai pembimbing.
Referat ini telah saya susun berdasarkan berbagai referensi kedokteran,
antara lain buku dan jurnal-jurnal kedokteran. Saya menyadari bahwa terdapat
kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun agar referat ini dapat lebih baik dimasa
mendatang. Semoga referat ini bermanfaat sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Binjai, Agustus 2017
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Torch merupakan suatu dari antara penyakit infeksi yang diderita oleh
ibu hamil dan dapat menyebabkan kelainan kongenital. Kurangnya
informasi tentang infeksi torch ini menjadi suatu pekerjaan bagi para medis
agar lebih memperhatikan hal ini. Dimana kita ketahui penyebarannya
infeksi torch melalui hewan peliharaan yang berada disekitar rumah. Jadi
setiap ibu hamil mempunyai resiko tertular infeksi ini, diharapkan adanya
antenatal care yang baik bagi setiap ibu hamil bisa mengurangi resiko
infeksi torch.2, 3
Selain itu juga perlu vaksinasi untuk mencegah tertular penyakit ini.
Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan
20% janin infeksi tokoplasma atau kemaatian janin, bila bila terinfeksi pada
trimester ke tiga 65% janin akan terinfeksi.1 Ibu hamil yang terinfeksi virus
rubela pada tiga bulan pertama, beresiko mengalami gangguan pembentukan
dan perkembangan janin, sebesar 50-85% dan juga menyebabkan abortus
spontan 20%.2
Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara setiap
pasangan yang akan menikah dengan para medis untuk memeriksakan diri
2
agar sedini mungkin dapat mengetahui apakah sedang terinfeksi torch atau
tidak dan pencegahan serta terapi dapat diberikan. 1
3
BAB Il
TINJAUAN PUSTAKA
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, rubela, cytomegalovirus dan herpes. Keempat
jenis penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita
oleh ibu hamil.
2.1 Toxoplasmosis
1. Definisi
Toxoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
parasit Toxoplasm gondii.1 Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi pada
bayi baru lahir yang berasal dari ibu yang terimfeksi. Bayi tersebut
biasanya asimtomatik, namun manifestasi selanjutnya bisa menjadi
korioretinitis, strabismus, epilepsy dan retradasi psikomotor.2, 3
2. Etiologi
Toxoplasma gondii adalah sesuatu protozoa obligant intraseluler
yang menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing di
seluruh dunia.3
4
Gambar 2.1 Bagian-bagian Toxoplasma gondii tachyzoite
3. Epidemiologi
Infeksi Toksoplasma gondii tersebar secara luas di seluruh dunia.
Insidennya sangat bervariasi pada manusia dan binatang pada berbagai
daerah geografis. Prevalensi infeksi yang lebih tinggi biasanya terjadi pada
daerah beriklim panas dan lembab. Insiden infeksi didapat yang baru pada
wanita hamil tergantung pada risiko menjadi terinfeksi dalam daerah
geografik tersebut dan proporsi populasi yang belum pernah terinfeksi.
Insiden infeksi kongenital di Amerika Serikat berkisar antara 1/1.000
sampai 1/8.000 kelahiran hidup.15 Penelitian mengenai skrining TORCH
pada wanita hamil di India pada tahun 1999 dengan subyek penelitian
sebanyak 121 wanita hamil menunjukkan seropositifitas untuk
toksoplasmosis sebesar 11,6%.16 Penelitian mengenai seroprefalensi
infeksi TORCH pada wanita hamil dengan riwayat obstetrik jelek di India
pada tahun 2003 dengan subyek penelitian sebanyak 380 wanita hamil
dengan riwayat obstetrik yang jelek menunjukkan sebanyak 10,52 %
dengan IgM positif dan 42.10% dengan IgG positif untuk toksoplasma.17
5
Penelitian infeksi TORCH pada wanita hamil di RSUP Sanglah Denpasar
pada tahun 2006 menunjukkan dari 100 wanita hamil yang diteliti, tidak
satupun yang terbebas dari salah satu infeksi TORCH, 21% terinfeksi oleh
toksoplasma dengan IgG positif dan 5% mengalami infeksi aktif dengan
IgM positif.18 Berbagai penelitian menunjukkan bahwa seroprevalensi
toksoplasmosis di Indonesia mengalami peningkatan tiap periode waktu.
Pada tahun 1964 sampai dengan 1980 seroprevalensi toksoplasmosis di
Indonesia adalah 2-63%, meningkat menjadi 3,1-60% pada tahun 1981
sampai dengan 1994, dan 58-70% pada tahun 1995-2003.19
4. Patogenesis
Toksoplasma gondii merupakan anggota dari filum
Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas Coccidia, orde Eucoccidia dan
suborde Eimeria. Hospes definitif T. gondii adalah kucing dan binatang
sejenisnya (Felidae). Hospes perantaranya adalah manusia, mamalia
lainnya dan burung. Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung
daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual (gametogoni, sporogoni)
yang menghasilkan ookista immatur yang dikeluarkan bersama tinja.
Ookista immatur yang bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5µ akan
mengalami maturase selama beberapa hari menjadi matang
menghasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4
sporozoit. Bentuk kista ini dapat bertahan hidup selama beberapa bulan
sampai dengan beberapa tahun. Bila ookista ini tertelan oleh mamalia
lain atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan
6
hospes perantara ini dibentuk kelompok-kelompok tropozoit yang
membelah secara aktif/ cepat dan disebut takizoit, fase ini disebut fase
infeksi akut. Akibat adanya respon imun tubuh yang efektif kecepatan
takizoit toksoplasma berkurang secara berangsur dan terbentuklah kista
yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan); masa
ini adalah masa infeksius klinis menahun (fase infeksi kronik) yang
biasanya merupakan infeksi laten. Pada hospes perantara tidak
dibentuk stadium seksual, tapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista
jaringan (bradizoit).20-22
Kucing sebagai hospes definitif apabila memakan hospes
perantara yang terinfeksi (mengandung kista), maka akan terbentuk
lagi berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus kecilnya. Bila
kista ini termakan maka enzim proteolitik gaster akan meluruhkan
dinding kista dan menyebabkan lepasnya bradizoit. Kista akan pecah dan
melepaskan parasit yang masuk kedalam sel epitel usus halus kucing. Di
dalam sel tersebut parasit mengalami fase reproduksi aseksual secara
singkat, dan membentuk takizoit. Takizoit akan berproliferasi dengan
cepat dan menyebabkan kerusakan dan pecahnya sel epitel. Beberapa
takizoit akan mengalami fase reproduksi seksual, dimana gamet betina dan
jantan bersatu dan membentuk ookista immatur. Kista ini akan dilepaskan
bila sel epitel pecah dan dikeluarkan bersama feses kucing. Kucing lebih
7
mudah terinfeksi oleh bradizoit daripada oleh ookista.20-22
Gambar 2.2 Siklus Hidup Toksoplasma gondii.
Toksoplasma gondii biasanya didapat oleh anak dan orang
dewasa karena memakan makanan yang mengandung kista atau yang
terkontaminasi ookista. Pada banyak daerah di dunia, sekitar 5-35%
daging babi, 9-60% daging kambing, dan 0-9% daging sapi mengandung
T. gondii. Ookista ditelan melalui bahan yang terkontaminasi oleh tinja
kucing yang terinfeksi akut. Ookista juga dapat dipindahkan ke makanan
oleh lalat dan kecoa. Bila organisme tertelan, bradizoit terlepas dari kista
atau sporozoit dari ookista, dan organisme kemudian masuk ke sel saluran
pencernaan. Bila kista ini termakan maka enzim proteolitik gaster akan
meluruhkan dinding kista dan menyebabkan lepasnya bradizoit atau
tropozoit. Di dalam sel epitel, bradizoit maupun tropozoit selanjutnya
berkembang menjadi takizoit. Takizoit memperbanyak diri, sel pecah, dan
menginfeksi sel yang berdekatan. Takizoit menyebar melalui vasa
8
limfatika dan menyebar secara hematogen ke seluruh tubuh dan dapat
menginfeksi hampir semua sel tubuh hospes, terutama pada jaringan
limfoid, otot skeletal, miokardium, retina, plasenta, dan susunan saraf
pusat. Akibat pengaruh respons imun (humoral dan seluler) yang efektif,
takizoit akan menghilang dari jaringan dan berubah menjadi bradizoit,
kista ini biasa ditemukan di otak, otot, dan hepar.15, 21, 22
Transmisi infeksi toksoplasma dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme, antara lain :
1) Hospes memakan daging mentah atau daging yang tidak dimasak
dengan sempurna yang mengandung kista jaringan,
2) Hospes memakan makanan atau air yang terkontaminasi ookista dari
feses kucing,
3) Transmisi kongenital, terjadi bila wanita hamil mengalami
toksoplasmosis akut,
4) Transplantasi organ yang mengandung kista jaringan kepada resipien
yang belum pernah terinfeksi oleh T. Gondii,
5) Transfusi darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi T. gondii.20,
23, 24
Bila wanita mendapat infeksi selama kehamilan, organisme dapat
menyebar secara hematogen ke plasenta. Bila hal ini terjadi, infeksi dapat
ditularkan pada janin secara parenteral atau selama persalinan pervaginam.
Kurang lebih terdapat satu sampai dengan lima dari 1000 kehamilan
mengalami komplikasi toksoplasmosis akut. Toksoplasma gondii dapat
9
menginfeksi plasenta dan menyebabkan infeksi pada fetus. Hal ini dapat
menyebabkan abortus, still birth, dan cacat kongenital.15, 21
Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester pertama dan tidak
diobati, sekitar 17% janin terinfeksi, dan penyakit pada bayi biasanya
berat. Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester ketiga dan tidak
diobati, sekitar 65% janin terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau tidak
tampak pada saat lahir. Total transmisi maternal-fetal adalah 30%, namun
bervariasi dari 6% pada minggu ke-13 menjadi 72% pada minggu ke-36.
Hal ini menunjukkan risiko infeksi pada fetus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Namun, gejala klinis berat pada bayi lebih
sering ditemukan pada wanita yang terinfeksi di awal kehamilan.
Perbedaan frekuensi penularan ini paling mungkin akibat aliran darah
plasenta, virulensi dan jumlah T gondii yang didapat, dan kemampuan
imunologis wanita membatasi parasitemia. Hampir semua individu dengan
infeksi kongenital mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi,
seperti khorioretinitis pada remaja jika mereka tidak diobati pada masa
neonatus.15, 21, 22
Infeksi toksoplasmosis pada individu dengan sistem imun yang
baik umumnya adalah asimtomatik. Infeksi ini tidak disadari pada 80-90%
pasien toksoplasmosis. Hal inilah yang menyebabkan infeksi akut sulit
terdiagnosis, terutama pada wanita hamil. Diagnosis toksoplasmosis sangat
bergantung pada pemeriksaan penunjang. Bila simptomatis, maka gejala
dapat berupa satu atau beberapa limfadenopati servikal yang tidak nyeri,
10
keras, dan berbatas tegas. Limfadenopati juga dapat ditemukan pada
daerah suboksipital, supraklavikula, inguinal, dan mediastinal. Kurang
lebih 20-40% pasien dengan limfadenopati juga mengeluhkan adanya sakit
kepala, lemah, dan demam. Sebagian kecil penderita juga mengeluhkan
mialgia, nyeri abdomen, ruam makulopapular, menigoensefalitis, dan
konfusi. Gejala akan hilang dalam beberapa minggu. Fetus yang
mengalami infeksi kongenital dapat memperlihatkan gejala berupa
komplikasi neurologis (hidrosefalus, mikrosefali, retardasi mental, dan
korioretinitis), kerusakan multi organ, dan kematian. Sebagian bayi dengan
infeksi kongenital dapat asimtomatik saat lahir, namun seiring dengan
pertumbuhannya, tiga per empat bayi tersebut akan menunjukkan gejala
mental retardasi berat dan/atau gangguan pendengaran dan sebanyak 90%
akan menderita masalah mata.24, 25
Pada individu dengan imunodefisiensi dan beberapa penderita yang
tampak secara imunologis normal, infeksi akut dapat berkembang dan
dapat menyebabkan keterlibatan yang mungkin mematikan seperti
pneumonitis, miokarditis, atau ensefalitis nekrotikan. Bentuk kista terjadi
secepatnya 7 hari sesudah infeksi dan menetap sepanjang hidup hospes.
Kista sedikit atau tidak menimbulkan respons radang tetapi menyebabkan
penyakit berulang pada penderita dengan gangguan imun atau
menyebabkan dapat korioretinitis pada anak yang lebih tua yang telah
mendapatkan infeksi secara kongenital.15
11
5. Manifestasi Klinis Toksoplasmosis
Gejala yang dapat timbul pada tokoplasmosis adalah fatigue, nyeri
otot dan kadang-kadang limfadenopati, tetapi seringkali infeksi terjadi
subklinis. Infeksi toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil
atau pada organ dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya
penderita AIDS, pasien transplantasi organ yang mendapatkan obat
penekan respon imun).1, 3
Jika wanita hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang dapat
terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau
bayi menderita toxoplasmosis bawaan.1 Pada toxoplasmosis bawaan, gejala
dapat muncul setelah dewasa, msalnya kelainan mata dan telinga, retradasi
mental, kejang-kejang dan ensefalitis.2, 3
Gambar 2.3 Bayi yang terinfeksi toxsoplasma
12
Gambar 2.4 Ct-Scan Microcefalia
13
Gambar 2.5 Ct-Scan pada janin yang mengalami infeksi Toksoplasma
Sedangkan bila janin lahir setelah ibu terinfeksi selama kehamian,
bayi bisa lahir dalam keadaan hidrosefalus, berat bayi lahir rendah,
hepatospleenomegali, ikterus dan anemia. Gejala defisit neurologis seperti
kejang-kejang, kalsifikasi intracranial, retradasi mental dan hidrosefalus
atau mikrosefalus. Pada kedua kelompokbiasanya terjadi korioretinitis.1
 First half of pregnancy : dapat menyebabkan malformation pada CNS
(central nervous system), microcephali, hydrocephalus dan perinatal
mortality
 Scond haf of pregnancy : Ringan/asymtomatic, demam (flu like
syndrome, limfadenopati servikal ataupun aksila, namun tidak sakit
14
 Gejala-gejala ini beberapa minggu sampai bulan. Anemia leukopenia
kadang leukositosis. Dapat terjadi chorioretinitis dan kelainan pada
CNS setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian.
 Congenital Toxoplasmosis : Anak hidup dengan kemunduran mental
yang parah, kejang-kejang, strabismus dan kebutaan.3
6. Diagnosis Prenatal Toksoplasmosis
Diagnosis prenatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14-27
minggu. Aktivitas diagnoosis meliputi :
a. Kordosentesis (pengambilan sampel darah janis melalui tali pusat)
ataupun amniosentesis (aspirasi cairan ketuban) dengan tuntunan
ultrasonografi.1
Pemeriksaan ultrasound direkomendasikan untuk wanita yang
diduga atau didiagnosis mendapatkan infeksi selama kehamilan.
Ultrasound dapat menunjukkan ada tidaknya abnormalitas janin,
termasuk hidrosefalus, kalsifikasi otak atau hepatik, splenomegali dan
asites. Keluaran klinis dari infeksi kongenital pada anak dengan ibu
yang mendapatkan infeksi toksoplasmosis selama trimester pertama
kehamilan, dengan temuan ultrasound normal, dan selama hamil
mendapatkan spiramisin telah dilaporkan. Meskipun anak-anak ini
diduga mendapat kelainan yang berat, selama 2 tahun pengamatan
keluaran klinis mereka tidak berbeda secara signifikan dibandingkan
anak-anak anak yang terinfeksi yang dilahirkan ibu yang mendapat
15
infeksi selama trimester kedua dan ketiga, sehingga dalam keadaan
seperti itu terminasi kehamilan tidak dianjurkan.26
Gambar 2.6 Usg Pada Kehamilan
b. Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur
selfibroblast, ataupun diikuti isolasi parasit. Pemeriksaan denga PCR
(polymerase chein reaction) untuk menditeksi adanya DNA
toksoplasma gondii pada darah janin ataupun cairan ketuban.
Pemeriksaan denan teknik ELISA pada darah janin guna menditeksi
antibodi IgM janin spesifik (antitoksoplasma).2, 3
16
Gambar 2.7 Pengambilan Kordosentesis
Tabel 2.1 Monitoring Serologi Pada Toxsoplasmosis
17
7. Penatalaksanaan
Di beberapa negara Eropa, seroscreening skala besar dan terapi
spesifik digunakan untuk mencegah toksoplasmosis kongenital. Khasiat
obat adalah sekitar 50 % dalam mengurangi infeksi kongenital. Jika
toksoplasmosis akut ibu dikontrak antara minggu 2 dan 10 kehamilan atau
jika ada lesi utama didokumentasikan oleh USG, pilihan terminasi harus
didiskusikan. Kombinasi pyrimethamine (antagonis asam folat) dan
golongan sulfa (sulfadiazine atau triple sulfonamides) adalah satu-satunya
obat yang efektif umumnya tersedia di Amerika Serikat. Asam folinic
harus digunakan dengan pyrimethamin untuk meminimalkan potensi efek
samping berupa supresi sumsum tulang dan pansitopenia. Spiramisin,
sebuah antibiotik makrolid, digunakan secara luas di Eropa, tetapi tersedia
untuk digunakan di Amerika Serikat hanya melalui CDC.32
Terapi wanita hamil kemungkinan akan mengurangi, tetapi tidak
menghilangkan, risiko infeksi kongenital. Spiramisin diperkirakan
mengurangi risiko infeksi kongenital, tetapi tidak digunakan untuk
mengobati infeksi janin yang sudah terjadi. Untuk infeksi ibu primer pada
kehamilan tahap lanjut dengan hasil pemeriksaan cairan amnion negative
dianjurkan terapi presumtif dengan pirimetamin dan sulfonamide. Jika
dengan pemeriksaan prenatal terdiagnosis adanya infeksi janin, digunakan
pirimetamin, sulfonamide, dan asam folinat untuk melenyapkan parasit di
plasenta dan janin.33
18
8. Pencegahan
Profilaksis adalah tindakan yang paling efektif berupa
perlindungan atas populasi yang berisiko sepeni ibu hamil dengan
seronegatif. Upaya tersebut adalah sebagai berikut : 34
a) Dianjurkan memakan semua sayur-sayuran dan daging yang dimasak.
Ookista mati dengan pemanasan 90° C selama 30 detik, 80° C untuk 1
menu dan 70° C untuk 2 menir. Makanan yang dibekukan bukan
merupakan sumber kontaminasi.
b) Skrining serologik pramarital yang dilanjutkan skrining bulanan
selama kehamilan bagi ibu hamil dengan seronegatif.
Untuk mencegah infeksi T gondii (terutama pada ibu hamil) harus
dihindari makan daging kurang matang yang mungkin mengandung kista
jaringan dan menelan ookista matang yang terdapat dalam tinja kucing.
Kista jaringan dalam daging tidak infektif lagi bila sudah dipanaskan
sampai 66° C atau diasap. Setelah memegang daging mentah (jagal, tukang
masak), sebaiknya tangan dicuci bersih dengan sabun. Makanan harus
ditutup rapat supaya tidak dijamah lalat atau lipas. Sayur-mayur sebagai
lalap harus dicuci bersih atau dimasak. Kucing peliharaan sebaiknya diberi
makanan matang dan dicegah berburu tikus dan burung.34
19
2.2 Rubella
1. Definisi
Rubela umumnya dikenal sebagai campak Jerman adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus rubella. Nama “rubella” berasal dari bahasa
Latin, yang berarti merah kecil. Rubella ini dideskripsikan oleh dokter
Jerman pada pertengahan abad 18. Infeksi pada ibu oleh virus rubela
selama kehamilan bisa menyebabkan rubella konegenital (CRS). 4
Rubela kongenital merupakan suatu infeksi oleh virus penyebab
rubela yang terjadi ketika janin masih dalam kandungan biasanya
terinfeksi pada kehamilan trimester pertama, yang disbabkan oleh infeksi
maternal dan bisa menyebabkan cacat bawaan. Infeksi virus ini dapat
menyebabkan infeksi kronik intrauterin yang mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan janin. Selama infeksi pada wanita hamil, virus rubela
dapat menimbulkan infeksi pada janin melalui plasenta. Akibatnya janin
dapat meninggal dalam kandungan. 5, 6
Gambar 2.8 Anak Yang Terkena Campak
20
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella, sebuah togavirus yang
menyelimuti dan memiliki RNA beruntai tunggal genom. Virus ditularkan
oleh saluran pernafasan dan bereplikasi didalam nasofaring dan kelenjar
getah bening. Virus ini dapat ditemukan dalam darah 5 sampai 7 hari
setelah terinfeksi dan menyebar ke seluruh tubuh. Virus memiliki sifat
teratogenik mampu menyeberangi plasenta dan menginfeksi janin dimana
sel-sel tidak akan tumbuh. 4,5,6
Gambar 2.9 Virus Rubella
3. Epidemiologi
Rubela menyebar secara luas di seluruh dunia, selama prevaksinasi
epidemiologi terjadi setiap 6-9 tahun dan wabah biasanya meningkat
selama musim semi. Puncak insiden penyakit adalah pada anak umur 5-14
tahun. Setelah era vaksinasi tahun 1969 terjadi penurunan kasus rubela.
21
Sekarang kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda yang
rentan.15
Penelitian mengenai skrining TORCH pada wanita hamil di India
pada tahun 1999 dengan subyek penelitian sebanyak 121 wanita hamil
menunjukkan seropositifitas untuk rubela sebesar 8.3%.16 Penelitian
mengenai seroprefalensi infeksi TORCH pada wanita hamil dengan
riwayat obstetrik jelek di India pada tahun 2003 dengan subyek penelitian
sebanyak 380 wanita hamil dengan riwayat obstetrik yang jelek
menunjukkan sebanyak 26.8% dengan IgM positif dan 61.3% dengan IgG
positif untuk rubela.17 Penelitian infeksi TORCH pada wanita hamil di
RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2006 menunjukkan dari 100 wanita
hamil yang diteliti, 73% terinfeksi oleh rubela dengan IgG positif dan 1%
mengalami infeksi aktif dengan IgM positif.18
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada ibu hamil
a. Adenopati (khas) terutama nodus limfatikus belakang telinga, oksipital
dan leher belakang
b. Sakit kepala
c. Sakit tenggorokan
d. Ruam
Ruam rubela bermacam-macam bentuknya. Ruam menetap selama 2
sampai 3 hari dalam pola yang disebut kaledidoskopik karena
perubahan bentuknya. Mula-mula makula merah muda yang ireguler
22
(biasanya dalam 24 jam) timbul dileher, badan, lengan dan akhirnya
dikaki. Pada hari berikutnya lesi ini menyatu, membentuk komponen
makulopapular dan menjadi skar.4
e. Demam (suhu 39-39,5‫ﹾ‬ C)
f. Poliartralgia dan poliartritis (khas untuk wanita)
g. Serologi
- IgM : terditeksi pada 1-5 hari setelah muncul ruam dan bertahan
hingga 1-4 minggu. Titer turun, tidak terditeksi setelah 6-12 minggu.
- IgG : dapat di deteksi pada 1-3 hari setelah muncul gejala, bertahan
seumur hidup.5
Manifestasi Janin dan Neonatus
Selama periode bayi baru lahir rubela konenital bisa beranisfestasi
beragam. Berikut manifestasi klinis rubela kongenital :
1) Transien
a. Intrauterine growth retardation (IUGR)
Bayi biasanya menderita retardasi pertumbuhan intrauterine
sehingga termasuk golongan bayi kecil untuk masa kehamilan.
b. Purpura trombositopenia (25%)
Purpura trombositopenia neonatus, ditandai lesi makula
merah keunguan “muffin-blueberry” dengan diameter 1-4 mm.
Banyak pasien mengalami sedikit penurunan jumlah trombosit,
tetapi manifestasi perdarahan jarang
c. Anemia Hemolitik
23
d. Hepatosplenomegaly
e. Ikterik
f. Radiolucent bone disease (20%)
Lesi pada tulang berupa daerah bergaris-garis kecil yang
radiolusen didaerah metafisis tulang pandang ekstremitas atas dan
bawah. Kelainan ini menghilang pada waktu bayi berumur 2-3
bulan. Lesi ini dapat dibedakan dengan sifilis kongenital, yaitu
tidak ditemukannya reaksi periosteum.
24
Gambar 2.10 Radiolucent bone disease pada sifilis kongenital
g. Meningoencephalitis (25%).5
2) Developmental (kelainan berkembang sejak anak menjadi dewasa)
a. Tuli sensorineural (80%)
b. Retradasi mental (55%)
c. Insulin dependent diabetes (20%)
d. Pneumonia interstisial yang muncul pada usia 3-12 bulan dengan
gejala batuk, takipnea, sindrom gawat nafas dan biasanya menjadi
penyebab bayi meninggal dunia pada usia kurang dari 1 tahun.6
25
Gambar 2. 11 Pneumonia Interstisial
3) Permanen
a. Kerusakan jantung
Penyakit jantung kongenital tidak dapat dideteksi berhari-hari
setelah lahir. Paten duktus arteriosus dengan atau tanpa stenosis
arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya dan keruakan septum
atrium dan ventrikel merupakan lesi yang paling sering. Kelainan
ini dapat timbul pada usia kehamilan minggu ke5-10.6
Gambar 2.12 Patent Ductus Arteriosus
26
Gambar 2.13 USG Diagnostik pada PDA
b. Kerusakan mata (50%)
- Katarak
Anomali mata yang paling khas adalah katarak inti keputihan
yang bisa unilateral atau bilateral sering disertai mikroftalmia, lesi bisa
tidak ditemukan saat lahir atau lesi begitu kecil sehingga hanya
terditeksi dengan pemeriksan oftalmoskop. Kelainan ini dapat timbul
akibat infeksi pada usia kehamilan minggu ke-6.6
Gambar 2.14 Katarak pada Rubela Kongenital
27
Glaukoma
Glaukoma kongenital bisa ditemukan dalam masa bayi, secara klinis
tidak berbeda dengan glaukoma infantil herediter. Kornea membesar
dan kabur, camera anterior oculi dalam dan tekanan okular meningkat.6
Gambar 2.15 Pemeriksaan Funduskopi pada Glaukoma
Gambar 2.16 Glaukoma
Retinopati
Retinopati (salt and pepper rethinopaty) ditandai dengan pigmentasi
berbintik hitam, ukuran sangat bervariasi dan tersebar, merupakan
manifestasi mata yang paling umum pada rubela kongenital. Tidaka
ada bukti pigmen epitel retina mengganggu penglihatan. Pengenalan
lesi ini dapat untuk mendiagnosis rubela kongenital.5
28
Gambar 2.17 Salt And Pepper Rethinopaty
Mikrosefali
Mikrosefali merupakan kelainan dimana ukuran tengkorak lebih kecil
dari pada ukuran yang normal, karena ukuran tengkorak tergantung
pada pertumbuhan otak, cacat dasarnya adalah pada perkembangan
otak. 6
Gambar 2.18 Mikrosefali
5. Patogenesis
Virus rubela merupakan virus RNA, berbentuk sferis atau
pleomorfik dengan diameter 60-70 nm. Virus rubela akan mati setelah 30
29
menit pada suhu 56°C. Virus rubela mempunyai satu serotipe dan beberapa
strain yang mempunyai sifat yang berbeda-beda. Secara serologis, semua
strain virus rubela ini saling bereaksi silang walaupun ada perbedaan
reaktivitas terhadap antibodi monoklonal tertentu. Baik infeksi atau
vaksinasi rubela dapat memberi proteksi terhadap seluruh strain virus
rubela selama adanya respon imun. 21
Manusia adalah satu-satunya hospes alamiah rubela. Penyebaran
rubela terjadi melaluidroplet oral atau secara transplasenta melalui infeksi
kongenital selama kehamilan, kemudian terjadi ikatan antara protein pada
virion dengan reseptor spesifik pada permukaan sel. Setelah penempelan,
virus memasuki sel melalui endositosis yang diperantarai oleh reseptor
atau fusi, kemudian terjadi uncoating yaitu pelepasan kapsid dan genom
RNA virus akan keluar dari selubung virus. Proses selanjutnya adalah
duplikasi asam nukleat virus dan pembentukan protein komponen virus
yang dilanjutkan dengan penggabungan keduanya. Fase akhir siklus
replikasi virus adalah pembentukan kapsid dan pelepasan virion baru.
Pelepasan ini terjadi karena sel terinfeksi lisis atau melalui budding
(melepaskan diri) dari membran sitoplasma atau membran inti, yang
memberikan envelope untuk partikel virus baru. Mukosa saluran
pernapasan atas dan jaringan limfoid nasofaring merupakan lokasi awal
replikasi virus. Penyebaran selanjutnya melalui limfatik menuju kelenjar
getah bening post aurikuler, suboksipital dan servikal di mana virus akan
30
mengadakan replikasi lagi sehingga terjadi pembesaran kelenjar, biasanya
5-10 hari sebelum timbulnya ruam kulit .15, 28
Infeksi rubela dapat menyerang anak -anak dan orang dewasa,
masa inkubasi berlangsung 14-21 hari, dan pada minggu pertama setelah
paparan tidak ada gejala. Pada minggu kedua terjadi pembesaran kelenjar
getah bening terutama pada daerah post aurikuler, suboksipital dan
servikal. Akhir minggu kedua, virus ditemukan dalam darah dan
ditemukan gejala prodomal seperti demam ringan, malaise, dan
konjungtivitis. Pada akhir masa inkubasi timbul ruam kulit pada wajah dan
leher yang menyebar dengan cepat ke ekstremitas dalam waktu 1-3 hari
dan kemudian akan menghilang. 28, 29
Pada wanita hamil virus masuk melalui plasenta, dimana virus
dapat mencapai sirkulasi darah janin dengan bereplikasi melalui plasenta
dan selanjuinya menginfeksi organ-organ janin, sehingga akan terjadi
gangguan organogenesis yang menyebabkan kerusakan lensa, koklea, dan
otak. Infeksi virus rubela pada wanita hamil kadang tidak menimbulkan
gejala yang jelas (asimtomatik) pada ibu hamil, akan tetapi akibatnya pada
bayi yang dikandung-dapat sangat berbahaya. Waktu terjadinya infeksi
selama kehamilan sangat berhubungan erat dengan beratnya infeksi yang
menyebabkan kelainan yang terjadi pada fetus. 28
Rubela merupakan teratogen yang poten, dan 80% dari wanita
yang mendapatkan infeksi rubela serta ruam dalam usia kehamilan 12
minggu akan mempunyai janin dengan infeksi kongenital. Pada kehamilan
31
minggu ke-13 hingga ke-14, insiden ini besarnya 54%, dan pada akhir
trimester kedua 25%. Dengan semakin tinggi usia kehamilan, semakin
kecil kemungkinan bagi infeksi tersebut untuk menimbulkan malformasi
kongenital. Bayi-bayi yang ibunya mendapatkan infeksi rubela sesudah
trimester pertama, tidak selalu berada dalam keadaan sehat. Penelitian
pada tahun 1964 di Amerika mengungkapkan 24 kasus dengan bukti
serologis adanya infeksi rubella sesudah trimester pertama. Dari 22 bayi
yang lahir hidup, hanya 7 yang dianggap benar-benar normal setelah
diikuti perkembangannya selama periode waktu sampai 4 tahun. Extended
rubela syndrome dengan panensefalitis progresif dan diabetes tipe 1
mungkin baru terlihat secara klinis setelah usia 20 atau 30 tahun.
Kemungkinan sepertiga dari bayi yang asimtomatik pada saat lahir akan
memperlihatkan keadaan tersebut. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan
rubela kongenital dapat menyebarkan virus selama berbulan-bulan
dan dengan demikian merupakan ancaman bagi bayi lainnya,
disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan
bayi tersebut. 27
6. Diagnosis
Diagnosis infeksi rubella dapat ditegakkan dengan bantuan
pemeriksaan laboraturium. Pemeriksaan laboraturium yang dilakukan
meliputi pemeriksaan Anti Rubella IgG dan IgM. Pemeriksaan Anti-
Rubella IgG dapat digunakan untuk menditeksi adanya kekebalan pada
saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan
32
untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-Rubella IgG dan IgM terutama pada
sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu
dan resiko infeksi rubella bawaan. 5
Deteksi IgM mencapai puncak pada 7-10 hari setelah onset dan
perlahan-lahan menurun selama 4-8 minggu. Infeksi janin dapat dideteksi
dengan memeriksa IgM dalam darah janin setelah usia kehamilan 22
minggu. Non imune harus memperoleh vaksinasi pada maa pasca
persalinan, tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh
karena 20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan
adanya respon pembentukan antibodi dengan baik. 4, 6
7. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik untuk rubella. Pasien dianjurkan untuk
berhati-hati menjaga percikan ludah selama 7 hari setelah awitan ruam.
Jika dalam kandungan wanita terpapar virus rubella, wanita harus diberi
konseling mengenai risiko dan konsekuensi dari virus ini. Diagnosis
prenatal, bahkan pada trimester pertama dapat dideteksi.33
8. Pencegahan
Kumpulan kekebalan dirawat oleh vaksinasi anak luas, meskipun
kekhawatiran baru-baru ini atas keselamatan gondok, campak, dan rubella
(MMR) mengalami penurunan penyerapan di Inggris. Idealnya,
perempuan harus di uji sebelum kehamilan untuk memastikan kekebalan,
namun skrining rutin pada pemesanan mengidentifikasi mereka yang
berisiko dan membutuhkan vaksinasi setelah melahirkan.36
33
2.3 Cytomegalovirus (CMV)
1. Definisi
Cytomegalovirus (CMV) adalah penyakit yang disebabkan oleh
sitomegalivirus. Virus ini termasuk dalam keluarga besar herpes dan
termasuk penyakit mewabah di seluruh negara da menular melalui kontak
manusia. Hampir 4 dari 5 orang yang berumur 35 tahun pernah terinfeksi
CMV. 6
2. Etiologi
Cytomegalovirus termasuk virus asam deokisiribunokleat dan
sensitif eter. 6
Gambar 2.19 Bagian Cytomegalovirus
3. Epidemiologi
Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik
tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada
populasi dengan keadaan social ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70%
orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif
terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih 1% setiap
34
tahun. Pada keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di negara
berkembang, lebih dari atau sama dengan 80-90% masyarakat terinfeksi
oleh CMV. 27
Penelitian mengenai skrining TORCH pada wanita hamil di India
pada tahun 1999 dengan subyek penelitian sebanyak 121 wanita hamil
menunjukkan seropositifitas untuk CMV sebesar 20.8%.4 Penelitian
mengenai seroprefalensi infeksi TORCH pada wanita hamil dengan
riwayat obstetrik jelek di India pada tahun 2003 dengan subyek penelitian
sebanyak 380 wanita hamil dengan riwayat obstetrik yang jelek
menunjukkan sebanyak 8.42% dengan IgM positif dan 91.05% dengan
IgG positif untuk CMV. 5 Penelitian infeksi TORCH pada wanita hamil di
RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2006 menunjukkan dari 100 wanita
hamil yang diteliti, tidak satupun yang terbebas dari salah satu infeksi
TORCH; 95% terinfeksi oleh CMV dengan IgG positif. 6
CMV merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal yang
paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital
bervariasi luas diantara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan
sebesar 0,2–3%.30 ada pula sebesar 0,7 sampai 4,1%.31 Keadaan
asimtomatik saat lahir dijumpai pada 5 –17%, ada pula yang melaporkan
90% dari infeksi CMV kongenital.30
4. Manifestasi Klinis
Mononukleos sitomegalovirus disertai dengan demam tinggi yang
tidak teratur selama 3 minggu atau lebih (orang dewasa). Infeksi CMV
35
terdiseminasi bisa menyebabkan koriorenitis (kebutaan), koloitis atau
ensafalitis (jika pasien mengalami Acquired immunedeficiency syndrome).
Infeksi virus CMV pada bayi yang berusia 3-6 bulan biasanya terinfeksi
seperti disfungsi hepatik, hepatoslenomegali, angioma laba-laba,
pneumonitis, limfadenopati dan kerusakan otak.7
5. Diagnosis Pranatal CMV
Terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi
karena pengobatan dengan antivirus tidak efektif dan memuaskan.
Diagnosis dengan pranatal dlakukan dengan metode PCR dan isolasi virus
pada cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Amniosentesis
paling baik dilakukan pada usia kehamilan 21-23 minggu karena tiga hal
berikut :
- Mencegah hasil negatif palsu sebab diuresis jann belum sempurna
sebelum usia 20 minggu sehingga janin belum optimal mengekresikan
virus melalui urin kedalam cairan ketuban
- Dibutuhkan waktu 6-9 minggu setelah terjadinya infeksi maternal agar
virus dapat ditemukan dalam cairan ketuban.
- Infeksi janin yang berat akibat transmisi CMV pada umumnya bila
infeksi maternal terjadi pada umur kehamilan 12 minggu.8
36
Gambar 2.20 Cara Follow up CMV
6. Penatalaksanaan
Penanganan wanita hamil imunokompeten dengan infeksi CMV
primer atau rekuren terbatas pada terapi simtomatik. Tidak ada terapi yang
memuaskan dapat diterapkan, khususnya pada pengobatan infeksi
kongenital. Obat yang digunakan untuk anti CMV saat ini
adalah Ganciclovir, Foscarnet, Cidofivir dan Valacidovir, tetapi sampai
saat ini belum dilakukan evaluasi di samping obat tersebut dapat
menimbulkan intoksikasi serta resistensi. Berbagai agen terapi seperti
gansiklovir, Adenosin arabinosid, asiklovir, idoxuridin, sitosin arabinosid,
leukosit interferon telah diberikan untuk pengobatan infeksi CMV
kongenital, tetapi tidak ada yang menemukan kepuasan karena toksisitas
atau kambuhnya infeksi setelah pemberian obat dihentikan. Saat ini, tidak
ada peran perawatan antenatal pada infeksi CMV fetal.32-34
37
7. Pencegahan
Pencegahan infeksi neonatus bergantung pada pencegahan infeksi
primer pada ibu, khususnya pada awal kehamilan. Tindakan-tindakan
dasar misalnya hygiene yang baik dan mencuci tangan pernah
dipromosikan, khususnya bagi wanita yang memiliki anak balita yang
dititipkan ke tempat penitipan anak. Selain itu, upaya preventif dan
promotifnya yaitu meningkatkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dan
memberikan pendidikan yang lebih baik sehingga dapat melakukan
peningkatan kesehatan lingkungan dan diri sendiri.33, 37
2.4 Hepatitis
1. Definisi
Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati karena toxin, seperti
kimia, obat ataupun agen penyebab infeksi seperti virus. Hepatitis yang
berlangsung kurang dari 6 bulan disebut “hepatitis akut”, hepatitis yang
berlangsung lebih dari 6 buln disebut “hepatitis kronis”.9
2. Etiologi
Virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis akut yaitu virus
hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC), E (VHE), virus hepatitis yang
menyebabkan hepatitis kronis yaitu heatitis B dan C. Sumber penularan
berupa darah, saliva, seksual, kontak dengan mukosa penderita virus,
feses, urin, pisau cukur dan alat kedokteran yang terkontaminasi virus
hepatitis.10
38
3. Patogenesis
Virus hepatitis mula-mula melekat pada reseptor spesifik di
membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi kedalam sitoplasma sel
hepar. Dalam sitoplasma virus hepatitis melepaskan matelnya sehingga
melepaskan nukleokapsid . selanjutnya nukleokapsid akan menembus
dinding sel hati. Didalam ini asam nukleat virus hepatitis akan keluar dari
nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada
DNA tersebut. Selanjutnya DNA virus hepatitis memerintahkan hati untuk
membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan
virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya
kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik
penderita terhadap infeksi.11
2.5 Herpes Simplek
1. Definisi
Herpes simplex merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.38
39
2. Etiologi
Gambar 2.21 Virus Herpes Simplex
Virus herpes simplex merupakan virus DNA beruntai ganda,
mempunyai enveloped, termasuk dalam keluarga Herpesviridae
ditransmisikan melintasi membran mukosa dan kulit tidak utuh, yang
bermigrasi ke jaringan saraf, di mana mereka bertahan dalam keadaan
laten. HSV-1 mendominasi pada lesi orofasial, dan itu biasanya ditemukan
dalam ganglia trigeminal, sedangkan HSV- 2 yang paling sering
ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun demikian virus ini dapat
menginfeksi kedua daerah orofasial dan saluran kelamin.39
3. Epidemiologi
Usia dan Jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang
terkait dengan penambahan infeksi genital HSV-2. Bahkan, prevalensi
infeksi HSV meningkat dengan usia, mencapai puncak sekitar 40 tahun.
Infeksi ini muncul terkait dengan jumlah pasangan seksual, dan lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria. Selain itu, etnis, kemiskinan,
penyalahgunaan kokain, onset aktivitas seksual sebelumnya, perilaku
seksual, dan vaginosis bakteri dapat memfasilitasi risiko seorang wanita
40
dari infeksi sebelum kehamilan. Infeksi yang terjadi pada bayi jarang,
berupa infeksi paru, mata dan kulit.34, 39
4. Patogenesis
Penyebaran infeksi herpes simpleks dapat terjadi pada orang
dengan gangguan kekebalan sel T, seperti pada penerima transplantasi
organ dan pada individu dengan AIDS. HSV didistribusikan di seluruh
dunia. Manusia adalah satu-satunya penerima alami, dan tidak ada vektor
yang terlibat dalam transmisi. Endemisitas mudah dipelihara di masyarakat
kebanyakan manusia karena infeksi laten, reaktivasi periodik, dan
asimptomatis virus shedding. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang
dekat, dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa
rentan (misalnya, orofaring, serviks, konjungtiva) atau melalui celah-celah
kecil di kulit. Virus ini mudah dinonaktifkan pada suhu kamar dan dengan
pengeringan; karenanya, penyebaran aerosol jarang terjadi.40
5. Gejala Klinik
Gejala utama herpes genital yang berlangsung hingga 21 hari
setelah masa inkubasi. Masa inkubasi herpes berlangsung 2-20 hari. Pada
wanita, herpes menyebabkan ulserasi dan rasa panas dari alat kelamin
eksternal dan serviks yang mengarah ke nyeri vulva, disuria, keputihan,
dan limfadenopati lokal. Lesi ulseratif dan vesikular paha dalam, bokong,
perineum atau kulit perianal juga diamati. Kedua infeksi primer pada laki-
laki dan wanita mungkin rumit dengan gejala sistemik seperti demam,
sakit kepala, mialgia (38% pada pria, 68 % pada wanita), kadang-kadang
41
meningitis dan dengan neuropati otonom mengakibatkan retensi urin,
terutama pada wanita.39
Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan
lama sehingga virus ini mempunyai kesempatan naik melalui membran
yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala pada bayi biasanya mulai
timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada
minggu ke dua-tiga. Manifestasi kliniknya: hepatosplenomegali, ikterus,
petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali dan miokarditis.41
6. Diagnosis
Semua yang diduga infeksi virus herpes harus dikonfirmasi melalui
pengujian virus atau serologis. Diagnosis herpes genital berdasarkan
presentasi klinis saja memiliki sensitivitas 40 % dan spesifisitas 99 % dan
tingkat positif palsu 20 %. Tes digunakan untuk mengkonfirmasi adanya
infeksi HSVdapat dibagi menjadi dua kelompok dasar: (1) teknik deteksi
virus dan (2) teknik deteksi antibodi. Teknik pengujian DNA virus utama
adalah kultur virus dan deteksi antigen HSV oleh polymerase chain
reaction (PCR).39
Diagnosis HSV harus dikonfirmasi baik serologis atau dengan
kultur virus. Isolasi HSV dalam kultur sel adalah tes virologi pilihan untuk
pasien yang mencari perawatan medis untuk ulkus genital atau lainnya lesi
mukokutan dan memungkinkan perbedaan dari jenis virus (HSV-1 vs
HSV-2). Sensitivitas uji ini terbatas karena beberapa masalah yang
berkaitan dengan pengambilan sampel dan transportasi spesimen. Selain
42
itu, sebagai penyembuhan lesi, mereka cenderung menjadi kultur positif.
Dengan demikian, kultur genital positif memberikan bukti konklusif
infeksi HSV genital; namun, hasil negatif tidak mengecualikan adanya
infeksi. Teknik polymerase chain reaction melibatkan amplifikasi urutan
tertentu DNA atau RNA sebelum deteksi dan dengan demikian dapat
mendeteksi bukti DNA virus pada konsentrasi rendah. Teknik PCR yang
tersedia secara komersial dan bisa membedakan antara HSV-1 dan HSV-2.
PCR memberikan sensitivitas meningkat lebih dari kultur dan akhirnya
dapat menggantikan kultur sebagai standar perawatan untukdiagnosis.39
7. Penatalaksanaan
Wanita hamil dengan episode klinis pertama atau kambuh dapat
diobati dengan asiklovir atau valasiklovir pada dosis yang dianjurkan.
Sejak asiklovir dan valasiklovir tidak resmi disetujui untuk pengobatan ibu
hamil, pasien harus diberitahu untuk memberikan persetujuan sebelum
administrasi. Namun, tidak ada peningkatan kelainan janin dianggap
berasal dari perawatan ini, meskipun hasil jangka panjang tidak dievaluasi.
Pengobatan dengan asiklovir dan valasiklovir pada 36 minggu dari
kehamilan untuk mengurangi frekuensi manifestasi klinis, penularan
vertikal, penghapusan virus selama kelahiran dengan mengurangi
persentase perempuan caesarean. asiklovir dapat menurunkan keparahan
dan lamanya serangan utama jika diberikan dalam waktu 5 hari dari
timbulnya gejala.36, 39
43
8. Pencegahan
Pencegahan antara lain dengan cara menjaga kebersihan
perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan
infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan
sarung tangan dalam menangani lesi infeksius.41
2.6 Sifilis
1. Definisi
Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam
uterus dari ibunya yang menderita sifilis. Infeksi sifilis terhadap janin
dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. Dahulu
dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu,
karena lapisan langerhans yang merupakan pertahanan janin terhadap
infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron
ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.12
Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada
dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun
pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.13
44
2. Etiologi
Gambar 2.22 Treponema Pallidum
Sifilis ditemukan oleh Schaudin dan Hoffman pada tahun 1905,
Treponema pallidum yang termasuk ordo Spirochaetales, familia
Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk seperti spiral teratur,
panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri dari 8 sampai 24
lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti
gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada
stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak bisa
dilakukan diluar badan, diluar badan kuman tersebut cepat mati,
sedangkan dalam darah untuk tranfusi dapat hidup 72 jam.13 Penularan
sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :
a. Kontak langsung : Sexually transmited diseases (STD)
b. Non-sexually : Transplasental dari ibu yang menderita
sifilis kejanin yang dikandungnya
c. Tranfusi.14
45
3. Patofisiologi
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun
sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in
utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium
sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital biasanya
timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan
imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplental, sehingga dapat
dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan
amnion.12
Treponema pallidum melalui plasenta masuk kedalam peredaran
darah janin dan menyebar keseluruh jaringan. Kemudian berkembang biak
dan menyebabkan respon peradangan seluler yang akan merusak janin.
Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga dapat terjadi abortus
atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingat
kehidupan intrauterin maupun ekstrauterin.
4. Tanda dan Gejala Diagnostik
Berdasarkan gabaran klinis sifilis kongenital dapat dibagi menjadi
3 antara lain : sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata.
Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak dibawah usia 2
tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul diatas 2 tahun. Stigmata
adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan
dua stadium tersebut.13
46
a. Sifilis kongenital dini : gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat
bervariasi, mengenai berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II.
Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai
kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan
kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan
ada sejak lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainan berbagai kondisi
berikut :
- Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
- Kelainan membrane mukosa : Mucous patch dapat ditemukan dibibir,
mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles).
Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian makanan
- Kelainan kulit, rambut dan kuku dapat berupa makula, eritem, papula,
papuloskuamosa dan bula. Bula dapat ada sejak lahir, tersebar secara
simetris terutama pada telapak tangan da telapak kaki. Makula, papula
atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Pada
kasus yang berat tampak kulit menjadi keriput sehingga bayi seperti
orang tua. Rambut jarang dan kaku alopesia areata terutama pada sisi
dan belakang kepala. Onikosifilitika yaitu kuku menjadi terlepas. Kuku
baru yang tumbuh berwarna suram, tidak teratur dan menyempit pada
bagian dasarnya.12
- Kelainan pada tulang pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis
dan osteoitis pada tulang-tulang panjang merupakan gambaran yang
khas
47
- Kelainan kelenjar getah bening terdapat limfadenopati generalisata
- Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali, nefritis,
nefrosis, pneumonia
- Kelainan mata : korioretinitis, glaukoma dan uveitis
- Kelainan hematologi : anemia, eritoblastemia, retikulositosis,
trombositopenis, diffus intravascular coagulation (DIC).14
b. Sifilis kongenital lanjut : sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2
tahun, gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat dibedakan dalam 2
tipe :14
- Inflamasi sifilis kongenital lanjut
Pada keadaan ini yang paling penting adalah adanya lesi kornea,
tulang dan sistem saraf pusat
- Stigma sifilis kongenital
Adanya trias Hutchinson yaitu :
1) Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan seperti gergaji
Gambar 2.23 Gigi insisivus seperti gergaji
2) Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih) tanpa
ilserasi permukaan kornea
48
3) Ketulian karena gangguan nervus akustikus (N.VIII). ketulian
biasanya terjadi mendekati.13
5. Diagnostik
Gejala klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
laboraturium berupa :
- Preparat basah yang diambil dari lesi dengan pemeriksaan lapangan
gelap (dark field microscope), akan tampak bayangan treponema.
- Bahan asupan dari lesi difiksasi dan diberi label fleuresensi dan
diperiksa dengan mikroskop fleuresensi
- Penentuan antibodi dalam serum :
1) Uji yang menentukan antibodi nonspesifik : uji Wasserman, uji
Kahn, uji VDRL (Veneral diseases research laboratory), uji RPR
(Rapid Plasma Reagin) dan uji automatid reagin.
2) Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu : uji RPCF (Reiter
protein complemen fixation)
3) Uji yang menentukan antibodi spesifik yaitu ; uji TPI (Treponema
pallidum immobilization), uji FTA-ABS (Fluorescent treponema
absorbed), uji TPHA (Treponema pallidum haemogglutination
assay) dan uji Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay).12,13,14
Tabel 2.2 Tes Treponemal
Tes
nontreponemal
Tes
Treponemal Interpretasi
Ibu Bayi Ibu Bayi
- - - - Ibu dan bayi tidak terinfeksi sifilis
+ - - - Ibu tidak sifilis (tes non treponema
positif palsu dengan transfer pasif
pada bayi)
49
+ +/- + + Ibu sifilis dengan kemungkinan
infeksi pada bayi atau ibu sudah
diobati selama kehamilan atau ibu
sifilis laten dengan kemungkinan
infeksi pada bayi
+ + + + Ibu baru saja atau pernah menderita
sifilis, kemungkinan infeksi pada
bayi
- - + + Ibu dengan sifilis yang sudah
berhasil diobati sebelum atau pada
awal kehamilan atau ibu menderita
penyakit Lympe, yows atau pinta
(positif palsu)
6. Penatalaksanaan
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin,
sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan
terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi
Wassermann dan VDRL, bila perlu diobati. Terapi sifilis dengan suntikan
penisilin G secara intramuskuler sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8-
10 hari, obat-obat per oral penisilin dan eritromisin. Sifilis kongenital pada
neonatus diberikan terapi penisilin G 100.000 satuan per kg berat badan
sekaligus.35
50
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
TORCH adalah singkatan dari Toxsoplasma gondii (Toxo), Other
(HIV, Sifilis), Rubella, Cyto Megao Virus (CMV), herpes simplex Virus
(HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus
lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Vericella,
Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio dan virus Coxsackie-B).
Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat
megakibatkan keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil
bisa akan sulit medapatkan kehamilan. Infeksi TORCH bersama dengan
paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan
kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan pada janin yang bisa timbul
akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan saraf,
mata, kelainan pada otak, paru-paru, telinga, terganggunya fungsi motorik,
hidrosefalus dll.
2. Saran
Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara
mengetahui media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat
menghindari kemungkinan tertular. Hidup bersih, makan-makanan yang
51
dimasak dengan matang dan vaksinasi. Rencanakan skrining TORCH
untuk pranikah untuk menghindari kemungkinan tertular infeksi TORCH.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dubey JP, Beattie CP. Toxoplasmosis Of Animals and Man. Boca Raton, FL :
CRC Press, 2007.
2. Evans R. Life Cycle and Animal Infection. In : Ho-Yen DO, Joss AWL,
editors. Human toxoplasmosis. Oxford : Oxford University Press, 2002.
pp. 26-55.
3. Christine AB, Allam AA, Aref MK, El-Muntasser IH, El-Nageh M :
Pregnancy Hepatitis in Libya. Lancet 1975 ; 2 : 827.
4. D'Cruz IA, Balani SC, Iyer LS : Infectious Hepatitis and Pregnancy.
Obstet Gynecol 1968 ; 31 : 449.
5. Peretz A, Paldi E, Brandstaedter S, Barzilai D : Infectious Hepatitis in
Pregnancy. Obstet Gynecol 1959 ; 14 : 435.
6. Siegler AM, Keyser H. Acute Hepatitis in Pregnancy. Am J Obstet
Gynecol 1963 ; 86 : 1068.
7. Siregaar, FA. Hepatitis B Ditinjau Dari Kesehatan Masyarakat dan Upaya
Pencegahan. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Sumatera Utara,
2003.
8. Cunningham G, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom KD,
et al. Williams Obstetrics [ ebook ]. Edisi ke-21. New York : McGraw-Hill ;
2007.
9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook
of Pediatrics [ ebook ]. Edisi ke-18. Philadelphia : Elsevier ; 2008.
10. Alpers CE, Anthony DC, Aster JC, Crawford JM, Crum CP, Girolami
UD. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease [ebook]. Edisi
ke-7. Philadelphia : Elsevier ; 2005.
11. Kaur R, Gupta N, Nair D, Kakkar M, Mathur MD.Screening for TORCH
Infections in Pregnant Women: A Report from Delhi. Southeast Asian J
Trop Med Public Health. 1999 Juni ; 30 (2) : 284-6. [diunduh 8 Juli 2017].
Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10774696.
12. Turbadkar D, Mathur M, Rele M. Seroprevalence of TORCH Infection in
Obstetric History. Indian Journal of Medical Microbiology. 2003 ; 21 ( 2)
: 108 - 110. [diunduh 16 Juli 2017]. Tersedia dari:
http://medind.nic.in/iau/t03/i2/iaut03i2p108.pdf
13. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP
Sanglah Denpasar. Lab/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia. Cermin
Dunia Kedokteran 2006 ; 151. [diunduh 16 Juli 2017]. Tersedia dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_151_InfeksiTorchPadaIbuHamil.p
df/05_1 51_InfeksiTorchPadaIbuHamil.pdf.
14. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta 2002
15. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics [ebook]. Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2008.
16. Kaur R, Gupta N, Nair D, Kakkar M, Mathur MD.Screening for TORCH
Infections in Pregnant Women: A Report from Delhi. Southeast Asian J Trop
Med Public Health. 1999 Jun; 30(2):284-6. [diunduh 12 Agustus 2017].
Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10774696
17. Turbadkar D, Mathur M, Rele M. Seroprevalence of TORCH Infection in
Obstetric History. Indian Journal of Medical Microbiology. 2003; 21 (2):108-
110. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dar i:
http://medind.nic.in/iau/t03/i2/iaut03i2p108.pdf
18. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP
Sanglah Denpasar. Lab/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia. Cermin
Dunia Kedokteran 2006; 151. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia
dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_151_InfeksiTorchPadaIbuHamil.pdf/
05_151_InfeksiTorchPadaIbuHamil.pdf
19. Nissapatorn V. Toxoplasmosis: a silent threat in Southeast Asia. Res J
Parasitol 2007;2(1):1-12. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dari :
http://docsdrive.com/pdfs/academicjournals/jp/2007/1-12.pdf
20. Gandahusada S, Ilahude HD. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.h.153-8.
21. Schwartzman JD. Toxoplasmosis. Dalam : Gillespie SH, Person RD, edtor.
Principles and practice of clinical parasitology. Chichister : John Wiley and
Sons Ltd ; 2001. H. 113-38.
22. Stanley j. Essentials of immunology and serology. Australia : Delmar
Thomson Learning ; 2002. H. 406-16
23. Ferguson DJP. Toxoplasma gondii: 1908-2008, homage to Nicolle, Manceaux
and Splendore. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Jeneiro. 2009;104(2):133-48.
[diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dari: http://memorias.ioc.fiocruz.br/8.pdf
24. Kasper LH. Toxoplasma infection. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison's principles of internal
medicine Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill; 2008. h. 1243-7.
25. Patrick I, Patel M, Fenwick S. Australian Centre for International Agricultural
Research. Final report: Assessment of zoonotic diseases in Indonesia.
Canberra: ACIAR; 2007. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dari :
http://aciar.gov.au/files/node/6987/Final%20report%20AH-2006-163.pdf
26. Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii Infection
during Pregnancy. Clinical Infectious Diseases. 2008; 47:554–66. [diunduh
13Agustus 2017]. Tersedia dari:
http://www.migato.com/conocele/docs/Montoya2008.pdf
27. Cunningham G, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom KD,
et al. Williams Obstetrics [ebook]. Edisi ke-21. New York: McGraw-Hill;
2007.
28. Plotkin SA, Reef SE. Rubella vaccine. In: Plotkin SA, Orenstein WA, Offit
PA, editors. Vaccines. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. h.
735–71.
29. Sonnen G, Henry N. 2001. Rubella. In WR Wilson (ed) : Current Diagnosis &
Treatment in Infectious Diseases. 10th ed. New York : Lange Medical
BookslMcGraw-HiIl. h. 421-5.
30. Numazaki K, Fujikawa T. Chronological changes of incidence and prognosis
of children with asymptomatic congenital cytomegalovirus infection in
Sapporo, Japan. BMC Infectious Diseases 2004; 4: 22. Available from: URL:
http//www.biomedcentral.com/1471-2334/4/22
31. Lipitz S, Yagel S, Shalev E, Achiron R, Mashiach S, Schiff E. Prenatal
diagnosis of fetal primary cytomegalovirus infection. Obstetric and
Gynecology : 1997 ; 89 (5) :763-7.
32. Reece EA, Hobbins JC. Clinical obstetric the fetus and mother 3rd edition.
Massauchussets: Blackwell ; 2007.
33. Cuningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Houth JC, Rouse DJ, Spong
CY.Williams Obstetrics23rd Edition. Dallas : Medical; 2010.
34. Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT
Bina Pustaka; 2014.
35. Mochtar R. Synopsis obstetri Edisi 3. Jakarta: EGC; 2011
36. Collins S. Arulkumaran S. Hayes K. Jackson S. Impey L. Oxford Handbook of
Obstetrics and Gynaecology Third Edition. United Kingdom: Oxford
University Press; 2013
37. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC; 2007. Hal. 639
38. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
39. Straface G, Selmin A, Zanardo V, De santis M, Ercoli A. Review Article
Herpes Simplex Virus Infection in Pregnancy [online] 2012. [cited Juli 20,
2017]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3332182/
40. Salvaggio MR. Herpes Simplex [online] 2015. [cited Feb28, 2015]. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/218580-overview
41. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP
Sanglah Denpasar. Cermin Dunia Kedokteran Edisi 151. Jakarta: Penerbit
grup PT. Kalbe farma tbk; 2006. Hal. 1-10

More Related Content

What's hot

Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiMerdy Prianda
 
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan GinekologiManajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan GinekologiDokter Tekno
 
Case Report Meningitis
Case Report MeningitisCase Report Meningitis
Case Report MeningitisKharima SD
 
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014Dokter Tekno
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akutPhil Adit R
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisSeascape Surveys
 
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul HemiparesisLaporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul HemiparesisAulia Amani
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergijelly hariyati
 
Presntasi filaria
Presntasi filariaPresntasi filaria
Presntasi filariaSun Siregar
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikuspeternugraha
 
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIVdiagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIVcendyandestria
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorazmiarraga
 

What's hot (20)

Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopati
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Fraktur tibia
Fraktur tibiaFraktur tibia
Fraktur tibia
 
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan GinekologiManajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
 
Lapsus varicella
Lapsus varicellaLapsus varicella
Lapsus varicella
 
Case Report Meningitis
Case Report MeningitisCase Report Meningitis
Case Report Meningitis
 
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
Pedoman Nasiaonal Penyakit TB 2014
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Hepatitis B dalam kehamilan
Hepatitis B dalam kehamilan   Hepatitis B dalam kehamilan
Hepatitis B dalam kehamilan
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
 
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul HemiparesisLaporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergi
 
Gonorrhea
GonorrheaGonorrhea
Gonorrhea
 
Presntasi filaria
Presntasi filariaPresntasi filaria
Presntasi filaria
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikus
 
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIVdiagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIV
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
 

Similar to TORCH INFEKSI

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSISASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSISDuik Agustini
 
Makalah salmonela
Makalah salmonelaMakalah salmonela
Makalah salmonelaWarnet Raha
 
Imunopatogenesis dan pemeriksaan laboratorium toxoplasmosis dalam kehamilan
Imunopatogenesis dan pemeriksaan laboratorium toxoplasmosis dalam kehamilanImunopatogenesis dan pemeriksaan laboratorium toxoplasmosis dalam kehamilan
Imunopatogenesis dan pemeriksaan laboratorium toxoplasmosis dalam kehamilanIma Septia
 
Toxoplasma Gondii
Toxoplasma GondiiToxoplasma Gondii
Toxoplasma GondiiRidwan
 
Laporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologiLaporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologiGoogle
 
Toksoplasmosis
ToksoplasmosisToksoplasmosis
Toksoplasmosisdanivita
 
Patofisioanatomi (Penyakit Menular pada Manusia yang disebabkan oleh Agent)
Patofisioanatomi (Penyakit Menular pada Manusia yang disebabkan oleh Agent)Patofisioanatomi (Penyakit Menular pada Manusia yang disebabkan oleh Agent)
Patofisioanatomi (Penyakit Menular pada Manusia yang disebabkan oleh Agent)Layly Saraswati
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanDinnurAulia
 
12. tb.paru
12. tb.paru12. tb.paru
12. tb.parujuarta
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiVivi Yunisa
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondiidinamerlyna
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondiidinamerlyna
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondiininanovia11
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondiininanovia11
 
Pengantar Parasitologi
Pengantar Parasitologi Pengantar Parasitologi
Pengantar Parasitologi pjj_kemenkes
 
Pengantar Parasitologi
Pengantar Parasitologi Pengantar Parasitologi
Pengantar Parasitologi pjj_kemenkes
 
Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakit
Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakitMycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakit
Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakitOperator Warnet Vast Raha
 

Similar to TORCH INFEKSI (20)

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSISASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
 
Makalah salmonela
Makalah salmonelaMakalah salmonela
Makalah salmonela
 
Imunopatogenesis dan pemeriksaan laboratorium toxoplasmosis dalam kehamilan
Imunopatogenesis dan pemeriksaan laboratorium toxoplasmosis dalam kehamilanImunopatogenesis dan pemeriksaan laboratorium toxoplasmosis dalam kehamilan
Imunopatogenesis dan pemeriksaan laboratorium toxoplasmosis dalam kehamilan
 
Toksoplasmosis
ToksoplasmosisToksoplasmosis
Toksoplasmosis
 
Toxoplasma Gondii
Toxoplasma GondiiToxoplasma Gondii
Toxoplasma Gondii
 
Laporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologiLaporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologi
 
Makalah bakteri toxoplasma gondi
Makalah bakteri toxoplasma gondiMakalah bakteri toxoplasma gondi
Makalah bakteri toxoplasma gondi
 
Toksoplasmosis
ToksoplasmosisToksoplasmosis
Toksoplasmosis
 
Patofisioanatomi (Penyakit Menular pada Manusia yang disebabkan oleh Agent)
Patofisioanatomi (Penyakit Menular pada Manusia yang disebabkan oleh Agent)Patofisioanatomi (Penyakit Menular pada Manusia yang disebabkan oleh Agent)
Patofisioanatomi (Penyakit Menular pada Manusia yang disebabkan oleh Agent)
 
Tugas akhirmikrobiologi
Tugas akhirmikrobiologiTugas akhirmikrobiologi
Tugas akhirmikrobiologi
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatan
 
12. tb.paru
12. tb.paru12. tb.paru
12. tb.paru
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondii
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondii
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondii
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondii
 
Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii
Toxoplasma gondii
 
Pengantar Parasitologi
Pengantar Parasitologi Pengantar Parasitologi
Pengantar Parasitologi
 
Pengantar Parasitologi
Pengantar Parasitologi Pengantar Parasitologi
Pengantar Parasitologi
 
Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakit
Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakitMycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakit
Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakit
 

More from dr. Bobby Ahmad

Rumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack ConvertedRumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack Converteddr. Bobby Ahmad
 
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...dr. Bobby Ahmad
 
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada KehamilanReferat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilandr. Bobby Ahmad
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)dr. Bobby Ahmad
 
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguruPencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kanggurudr. Bobby Ahmad
 
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)dr. Bobby Ahmad
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitaldr. Bobby Ahmad
 

More from dr. Bobby Ahmad (16)

LAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIALAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIA
 
TRIMESTER 3
TRIMESTER 3TRIMESTER 3
TRIMESTER 3
 
Mioma Uteri
Mioma UteriMioma Uteri
Mioma Uteri
 
Rumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack ConvertedRumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack Converted
 
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
 
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada KehamilanReferat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan
 
REFERAT COLLODION BABY
REFERAT COLLODION BABYREFERAT COLLODION BABY
REFERAT COLLODION BABY
 
EKG
EKGEKG
EKG
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Referat Presbikusis
Referat PresbikusisReferat Presbikusis
Referat Presbikusis
 
Power Point Thalasemia
Power Point ThalasemiaPower Point Thalasemia
Power Point Thalasemia
 
Referat Thalasemia
Referat ThalasemiaReferat Thalasemia
Referat Thalasemia
 
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguruPencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
 
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
 
Jurnal Hipnoterapi
Jurnal HipnoterapiJurnal Hipnoterapi
Jurnal Hipnoterapi
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
 

Recently uploaded

FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfAyundaHennaPelalawan
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxDesiNatalia68
 

Recently uploaded (20)

FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
 

TORCH INFEKSI

  • 1. i TOKSOPLASMA, RUBELLA, CYTOMEGALOVIRUS, HERPES SIMPLEX VIRUS II AND OTHER (TORCH) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Oleh : Bobi Ahmad Sahid, S.Kep, S.Ked NPM : 17360245 Pembimbing : dr. Juliamor Sinulingga, Sp.Rad KEPANITRAAN KLINIK DEPATEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI TAHUN 2017
  • 2. ii HALAMAN PENGESAHAN REFERAT Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus II and Other (TORCH) Oleh : Bobi Ahmad Sahid, S.Ked NPM : 17360245 Salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik Departemen Ilmu Radiologi RSUD Dr. R.M. Djoelham Kota Binjai Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Binjai, Agustus 2017 Pembimbing dr. Juliamor Sinulingga, Sp.Rad
  • 3. iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus II and Other (TORCH) sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik di Departemen Ilmu Radiologi RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai/ Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, saran, serta dukungan dalam proses penyelesaian referat ini, khususnya kepada dr. Juliamor Sinulingga, Sp.Rad sebagai pembimbing. Referat ini telah saya susun berdasarkan berbagai referensi kedokteran, antara lain buku dan jurnal-jurnal kedokteran. Saya menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar referat ini dapat lebih baik dimasa mendatang. Semoga referat ini bermanfaat sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi kita semua. Binjai, Agustus 2017 Penulis
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Torch merupakan suatu dari antara penyakit infeksi yang diderita oleh ibu hamil dan dapat menyebabkan kelainan kongenital. Kurangnya informasi tentang infeksi torch ini menjadi suatu pekerjaan bagi para medis agar lebih memperhatikan hal ini. Dimana kita ketahui penyebarannya infeksi torch melalui hewan peliharaan yang berada disekitar rumah. Jadi setiap ibu hamil mempunyai resiko tertular infeksi ini, diharapkan adanya antenatal care yang baik bagi setiap ibu hamil bisa mengurangi resiko infeksi torch.2, 3 Selain itu juga perlu vaksinasi untuk mencegah tertular penyakit ini. Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin infeksi tokoplasma atau kemaatian janin, bila bila terinfeksi pada trimester ke tiga 65% janin akan terinfeksi.1 Ibu hamil yang terinfeksi virus rubela pada tiga bulan pertama, beresiko mengalami gangguan pembentukan dan perkembangan janin, sebesar 50-85% dan juga menyebabkan abortus spontan 20%.2 Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara setiap pasangan yang akan menikah dengan para medis untuk memeriksakan diri
  • 5. 2 agar sedini mungkin dapat mengetahui apakah sedang terinfeksi torch atau tidak dan pencegahan serta terapi dapat diberikan. 1
  • 6. 3 BAB Il TINJAUAN PUSTAKA TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, rubela, cytomegalovirus dan herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. 2.1 Toxoplasmosis 1. Definisi Toxoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit Toxoplasm gondii.1 Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi pada bayi baru lahir yang berasal dari ibu yang terimfeksi. Bayi tersebut biasanya asimtomatik, namun manifestasi selanjutnya bisa menjadi korioretinitis, strabismus, epilepsy dan retradasi psikomotor.2, 3 2. Etiologi Toxoplasma gondii adalah sesuatu protozoa obligant intraseluler yang menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing di seluruh dunia.3
  • 7. 4 Gambar 2.1 Bagian-bagian Toxoplasma gondii tachyzoite 3. Epidemiologi Infeksi Toksoplasma gondii tersebar secara luas di seluruh dunia. Insidennya sangat bervariasi pada manusia dan binatang pada berbagai daerah geografis. Prevalensi infeksi yang lebih tinggi biasanya terjadi pada daerah beriklim panas dan lembab. Insiden infeksi didapat yang baru pada wanita hamil tergantung pada risiko menjadi terinfeksi dalam daerah geografik tersebut dan proporsi populasi yang belum pernah terinfeksi. Insiden infeksi kongenital di Amerika Serikat berkisar antara 1/1.000 sampai 1/8.000 kelahiran hidup.15 Penelitian mengenai skrining TORCH pada wanita hamil di India pada tahun 1999 dengan subyek penelitian sebanyak 121 wanita hamil menunjukkan seropositifitas untuk toksoplasmosis sebesar 11,6%.16 Penelitian mengenai seroprefalensi infeksi TORCH pada wanita hamil dengan riwayat obstetrik jelek di India pada tahun 2003 dengan subyek penelitian sebanyak 380 wanita hamil dengan riwayat obstetrik yang jelek menunjukkan sebanyak 10,52 % dengan IgM positif dan 42.10% dengan IgG positif untuk toksoplasma.17
  • 8. 5 Penelitian infeksi TORCH pada wanita hamil di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2006 menunjukkan dari 100 wanita hamil yang diteliti, tidak satupun yang terbebas dari salah satu infeksi TORCH, 21% terinfeksi oleh toksoplasma dengan IgG positif dan 5% mengalami infeksi aktif dengan IgM positif.18 Berbagai penelitian menunjukkan bahwa seroprevalensi toksoplasmosis di Indonesia mengalami peningkatan tiap periode waktu. Pada tahun 1964 sampai dengan 1980 seroprevalensi toksoplasmosis di Indonesia adalah 2-63%, meningkat menjadi 3,1-60% pada tahun 1981 sampai dengan 1994, dan 58-70% pada tahun 1995-2003.19 4. Patogenesis Toksoplasma gondii merupakan anggota dari filum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas Coccidia, orde Eucoccidia dan suborde Eimeria. Hospes definitif T. gondii adalah kucing dan binatang sejenisnya (Felidae). Hospes perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya dan burung. Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual (gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista immatur yang dikeluarkan bersama tinja. Ookista immatur yang bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5µ akan mengalami maturase selama beberapa hari menjadi matang menghasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bentuk kista ini dapat bertahan hidup selama beberapa bulan sampai dengan beberapa tahun. Bila ookista ini tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan
  • 9. 6 hospes perantara ini dibentuk kelompok-kelompok tropozoit yang membelah secara aktif/ cepat dan disebut takizoit, fase ini disebut fase infeksi akut. Akibat adanya respon imun tubuh yang efektif kecepatan takizoit toksoplasma berkurang secara berangsur dan terbentuklah kista yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan); masa ini adalah masa infeksius klinis menahun (fase infeksi kronik) yang biasanya merupakan infeksi laten. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual, tapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista jaringan (bradizoit).20-22 Kucing sebagai hospes definitif apabila memakan hospes perantara yang terinfeksi (mengandung kista), maka akan terbentuk lagi berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus kecilnya. Bila kista ini termakan maka enzim proteolitik gaster akan meluruhkan dinding kista dan menyebabkan lepasnya bradizoit. Kista akan pecah dan melepaskan parasit yang masuk kedalam sel epitel usus halus kucing. Di dalam sel tersebut parasit mengalami fase reproduksi aseksual secara singkat, dan membentuk takizoit. Takizoit akan berproliferasi dengan cepat dan menyebabkan kerusakan dan pecahnya sel epitel. Beberapa takizoit akan mengalami fase reproduksi seksual, dimana gamet betina dan jantan bersatu dan membentuk ookista immatur. Kista ini akan dilepaskan bila sel epitel pecah dan dikeluarkan bersama feses kucing. Kucing lebih
  • 10. 7 mudah terinfeksi oleh bradizoit daripada oleh ookista.20-22 Gambar 2.2 Siklus Hidup Toksoplasma gondii. Toksoplasma gondii biasanya didapat oleh anak dan orang dewasa karena memakan makanan yang mengandung kista atau yang terkontaminasi ookista. Pada banyak daerah di dunia, sekitar 5-35% daging babi, 9-60% daging kambing, dan 0-9% daging sapi mengandung T. gondii. Ookista ditelan melalui bahan yang terkontaminasi oleh tinja kucing yang terinfeksi akut. Ookista juga dapat dipindahkan ke makanan oleh lalat dan kecoa. Bila organisme tertelan, bradizoit terlepas dari kista atau sporozoit dari ookista, dan organisme kemudian masuk ke sel saluran pencernaan. Bila kista ini termakan maka enzim proteolitik gaster akan meluruhkan dinding kista dan menyebabkan lepasnya bradizoit atau tropozoit. Di dalam sel epitel, bradizoit maupun tropozoit selanjutnya berkembang menjadi takizoit. Takizoit memperbanyak diri, sel pecah, dan menginfeksi sel yang berdekatan. Takizoit menyebar melalui vasa
  • 11. 8 limfatika dan menyebar secara hematogen ke seluruh tubuh dan dapat menginfeksi hampir semua sel tubuh hospes, terutama pada jaringan limfoid, otot skeletal, miokardium, retina, plasenta, dan susunan saraf pusat. Akibat pengaruh respons imun (humoral dan seluler) yang efektif, takizoit akan menghilang dari jaringan dan berubah menjadi bradizoit, kista ini biasa ditemukan di otak, otot, dan hepar.15, 21, 22 Transmisi infeksi toksoplasma dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain : 1) Hospes memakan daging mentah atau daging yang tidak dimasak dengan sempurna yang mengandung kista jaringan, 2) Hospes memakan makanan atau air yang terkontaminasi ookista dari feses kucing, 3) Transmisi kongenital, terjadi bila wanita hamil mengalami toksoplasmosis akut, 4) Transplantasi organ yang mengandung kista jaringan kepada resipien yang belum pernah terinfeksi oleh T. Gondii, 5) Transfusi darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi T. gondii.20, 23, 24 Bila wanita mendapat infeksi selama kehamilan, organisme dapat menyebar secara hematogen ke plasenta. Bila hal ini terjadi, infeksi dapat ditularkan pada janin secara parenteral atau selama persalinan pervaginam. Kurang lebih terdapat satu sampai dengan lima dari 1000 kehamilan mengalami komplikasi toksoplasmosis akut. Toksoplasma gondii dapat
  • 12. 9 menginfeksi plasenta dan menyebabkan infeksi pada fetus. Hal ini dapat menyebabkan abortus, still birth, dan cacat kongenital.15, 21 Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester pertama dan tidak diobati, sekitar 17% janin terinfeksi, dan penyakit pada bayi biasanya berat. Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester ketiga dan tidak diobati, sekitar 65% janin terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau tidak tampak pada saat lahir. Total transmisi maternal-fetal adalah 30%, namun bervariasi dari 6% pada minggu ke-13 menjadi 72% pada minggu ke-36. Hal ini menunjukkan risiko infeksi pada fetus meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Namun, gejala klinis berat pada bayi lebih sering ditemukan pada wanita yang terinfeksi di awal kehamilan. Perbedaan frekuensi penularan ini paling mungkin akibat aliran darah plasenta, virulensi dan jumlah T gondii yang didapat, dan kemampuan imunologis wanita membatasi parasitemia. Hampir semua individu dengan infeksi kongenital mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi, seperti khorioretinitis pada remaja jika mereka tidak diobati pada masa neonatus.15, 21, 22 Infeksi toksoplasmosis pada individu dengan sistem imun yang baik umumnya adalah asimtomatik. Infeksi ini tidak disadari pada 80-90% pasien toksoplasmosis. Hal inilah yang menyebabkan infeksi akut sulit terdiagnosis, terutama pada wanita hamil. Diagnosis toksoplasmosis sangat bergantung pada pemeriksaan penunjang. Bila simptomatis, maka gejala dapat berupa satu atau beberapa limfadenopati servikal yang tidak nyeri,
  • 13. 10 keras, dan berbatas tegas. Limfadenopati juga dapat ditemukan pada daerah suboksipital, supraklavikula, inguinal, dan mediastinal. Kurang lebih 20-40% pasien dengan limfadenopati juga mengeluhkan adanya sakit kepala, lemah, dan demam. Sebagian kecil penderita juga mengeluhkan mialgia, nyeri abdomen, ruam makulopapular, menigoensefalitis, dan konfusi. Gejala akan hilang dalam beberapa minggu. Fetus yang mengalami infeksi kongenital dapat memperlihatkan gejala berupa komplikasi neurologis (hidrosefalus, mikrosefali, retardasi mental, dan korioretinitis), kerusakan multi organ, dan kematian. Sebagian bayi dengan infeksi kongenital dapat asimtomatik saat lahir, namun seiring dengan pertumbuhannya, tiga per empat bayi tersebut akan menunjukkan gejala mental retardasi berat dan/atau gangguan pendengaran dan sebanyak 90% akan menderita masalah mata.24, 25 Pada individu dengan imunodefisiensi dan beberapa penderita yang tampak secara imunologis normal, infeksi akut dapat berkembang dan dapat menyebabkan keterlibatan yang mungkin mematikan seperti pneumonitis, miokarditis, atau ensefalitis nekrotikan. Bentuk kista terjadi secepatnya 7 hari sesudah infeksi dan menetap sepanjang hidup hospes. Kista sedikit atau tidak menimbulkan respons radang tetapi menyebabkan penyakit berulang pada penderita dengan gangguan imun atau menyebabkan dapat korioretinitis pada anak yang lebih tua yang telah mendapatkan infeksi secara kongenital.15
  • 14. 11 5. Manifestasi Klinis Toksoplasmosis Gejala yang dapat timbul pada tokoplasmosis adalah fatigue, nyeri otot dan kadang-kadang limfadenopati, tetapi seringkali infeksi terjadi subklinis. Infeksi toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada organ dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transplantasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).1, 3 Jika wanita hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita toxoplasmosis bawaan.1 Pada toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, msalnya kelainan mata dan telinga, retradasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.2, 3 Gambar 2.3 Bayi yang terinfeksi toxsoplasma
  • 15. 12 Gambar 2.4 Ct-Scan Microcefalia
  • 16. 13 Gambar 2.5 Ct-Scan pada janin yang mengalami infeksi Toksoplasma Sedangkan bila janin lahir setelah ibu terinfeksi selama kehamian, bayi bisa lahir dalam keadaan hidrosefalus, berat bayi lahir rendah, hepatospleenomegali, ikterus dan anemia. Gejala defisit neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intracranial, retradasi mental dan hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompokbiasanya terjadi korioretinitis.1  First half of pregnancy : dapat menyebabkan malformation pada CNS (central nervous system), microcephali, hydrocephalus dan perinatal mortality  Scond haf of pregnancy : Ringan/asymtomatic, demam (flu like syndrome, limfadenopati servikal ataupun aksila, namun tidak sakit
  • 17. 14  Gejala-gejala ini beberapa minggu sampai bulan. Anemia leukopenia kadang leukositosis. Dapat terjadi chorioretinitis dan kelainan pada CNS setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian.  Congenital Toxoplasmosis : Anak hidup dengan kemunduran mental yang parah, kejang-kejang, strabismus dan kebutaan.3 6. Diagnosis Prenatal Toksoplasmosis Diagnosis prenatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14-27 minggu. Aktivitas diagnoosis meliputi : a. Kordosentesis (pengambilan sampel darah janis melalui tali pusat) ataupun amniosentesis (aspirasi cairan ketuban) dengan tuntunan ultrasonografi.1 Pemeriksaan ultrasound direkomendasikan untuk wanita yang diduga atau didiagnosis mendapatkan infeksi selama kehamilan. Ultrasound dapat menunjukkan ada tidaknya abnormalitas janin, termasuk hidrosefalus, kalsifikasi otak atau hepatik, splenomegali dan asites. Keluaran klinis dari infeksi kongenital pada anak dengan ibu yang mendapatkan infeksi toksoplasmosis selama trimester pertama kehamilan, dengan temuan ultrasound normal, dan selama hamil mendapatkan spiramisin telah dilaporkan. Meskipun anak-anak ini diduga mendapat kelainan yang berat, selama 2 tahun pengamatan keluaran klinis mereka tidak berbeda secara signifikan dibandingkan anak-anak anak yang terinfeksi yang dilahirkan ibu yang mendapat
  • 18. 15 infeksi selama trimester kedua dan ketiga, sehingga dalam keadaan seperti itu terminasi kehamilan tidak dianjurkan.26 Gambar 2.6 Usg Pada Kehamilan b. Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur selfibroblast, ataupun diikuti isolasi parasit. Pemeriksaan denga PCR (polymerase chein reaction) untuk menditeksi adanya DNA toksoplasma gondii pada darah janin ataupun cairan ketuban. Pemeriksaan denan teknik ELISA pada darah janin guna menditeksi antibodi IgM janin spesifik (antitoksoplasma).2, 3
  • 19. 16 Gambar 2.7 Pengambilan Kordosentesis Tabel 2.1 Monitoring Serologi Pada Toxsoplasmosis
  • 20. 17 7. Penatalaksanaan Di beberapa negara Eropa, seroscreening skala besar dan terapi spesifik digunakan untuk mencegah toksoplasmosis kongenital. Khasiat obat adalah sekitar 50 % dalam mengurangi infeksi kongenital. Jika toksoplasmosis akut ibu dikontrak antara minggu 2 dan 10 kehamilan atau jika ada lesi utama didokumentasikan oleh USG, pilihan terminasi harus didiskusikan. Kombinasi pyrimethamine (antagonis asam folat) dan golongan sulfa (sulfadiazine atau triple sulfonamides) adalah satu-satunya obat yang efektif umumnya tersedia di Amerika Serikat. Asam folinic harus digunakan dengan pyrimethamin untuk meminimalkan potensi efek samping berupa supresi sumsum tulang dan pansitopenia. Spiramisin, sebuah antibiotik makrolid, digunakan secara luas di Eropa, tetapi tersedia untuk digunakan di Amerika Serikat hanya melalui CDC.32 Terapi wanita hamil kemungkinan akan mengurangi, tetapi tidak menghilangkan, risiko infeksi kongenital. Spiramisin diperkirakan mengurangi risiko infeksi kongenital, tetapi tidak digunakan untuk mengobati infeksi janin yang sudah terjadi. Untuk infeksi ibu primer pada kehamilan tahap lanjut dengan hasil pemeriksaan cairan amnion negative dianjurkan terapi presumtif dengan pirimetamin dan sulfonamide. Jika dengan pemeriksaan prenatal terdiagnosis adanya infeksi janin, digunakan pirimetamin, sulfonamide, dan asam folinat untuk melenyapkan parasit di plasenta dan janin.33
  • 21. 18 8. Pencegahan Profilaksis adalah tindakan yang paling efektif berupa perlindungan atas populasi yang berisiko sepeni ibu hamil dengan seronegatif. Upaya tersebut adalah sebagai berikut : 34 a) Dianjurkan memakan semua sayur-sayuran dan daging yang dimasak. Ookista mati dengan pemanasan 90° C selama 30 detik, 80° C untuk 1 menu dan 70° C untuk 2 menir. Makanan yang dibekukan bukan merupakan sumber kontaminasi. b) Skrining serologik pramarital yang dilanjutkan skrining bulanan selama kehamilan bagi ibu hamil dengan seronegatif. Untuk mencegah infeksi T gondii (terutama pada ibu hamil) harus dihindari makan daging kurang matang yang mungkin mengandung kista jaringan dan menelan ookista matang yang terdapat dalam tinja kucing. Kista jaringan dalam daging tidak infektif lagi bila sudah dipanaskan sampai 66° C atau diasap. Setelah memegang daging mentah (jagal, tukang masak), sebaiknya tangan dicuci bersih dengan sabun. Makanan harus ditutup rapat supaya tidak dijamah lalat atau lipas. Sayur-mayur sebagai lalap harus dicuci bersih atau dimasak. Kucing peliharaan sebaiknya diberi makanan matang dan dicegah berburu tikus dan burung.34
  • 22. 19 2.2 Rubella 1. Definisi Rubela umumnya dikenal sebagai campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan oleh virus rubella. Nama “rubella” berasal dari bahasa Latin, yang berarti merah kecil. Rubella ini dideskripsikan oleh dokter Jerman pada pertengahan abad 18. Infeksi pada ibu oleh virus rubela selama kehamilan bisa menyebabkan rubella konegenital (CRS). 4 Rubela kongenital merupakan suatu infeksi oleh virus penyebab rubela yang terjadi ketika janin masih dalam kandungan biasanya terinfeksi pada kehamilan trimester pertama, yang disbabkan oleh infeksi maternal dan bisa menyebabkan cacat bawaan. Infeksi virus ini dapat menyebabkan infeksi kronik intrauterin yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Selama infeksi pada wanita hamil, virus rubela dapat menimbulkan infeksi pada janin melalui plasenta. Akibatnya janin dapat meninggal dalam kandungan. 5, 6 Gambar 2.8 Anak Yang Terkena Campak
  • 23. 20 2. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella, sebuah togavirus yang menyelimuti dan memiliki RNA beruntai tunggal genom. Virus ditularkan oleh saluran pernafasan dan bereplikasi didalam nasofaring dan kelenjar getah bening. Virus ini dapat ditemukan dalam darah 5 sampai 7 hari setelah terinfeksi dan menyebar ke seluruh tubuh. Virus memiliki sifat teratogenik mampu menyeberangi plasenta dan menginfeksi janin dimana sel-sel tidak akan tumbuh. 4,5,6 Gambar 2.9 Virus Rubella 3. Epidemiologi Rubela menyebar secara luas di seluruh dunia, selama prevaksinasi epidemiologi terjadi setiap 6-9 tahun dan wabah biasanya meningkat selama musim semi. Puncak insiden penyakit adalah pada anak umur 5-14 tahun. Setelah era vaksinasi tahun 1969 terjadi penurunan kasus rubela.
  • 24. 21 Sekarang kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda yang rentan.15 Penelitian mengenai skrining TORCH pada wanita hamil di India pada tahun 1999 dengan subyek penelitian sebanyak 121 wanita hamil menunjukkan seropositifitas untuk rubela sebesar 8.3%.16 Penelitian mengenai seroprefalensi infeksi TORCH pada wanita hamil dengan riwayat obstetrik jelek di India pada tahun 2003 dengan subyek penelitian sebanyak 380 wanita hamil dengan riwayat obstetrik yang jelek menunjukkan sebanyak 26.8% dengan IgM positif dan 61.3% dengan IgG positif untuk rubela.17 Penelitian infeksi TORCH pada wanita hamil di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2006 menunjukkan dari 100 wanita hamil yang diteliti, 73% terinfeksi oleh rubela dengan IgG positif dan 1% mengalami infeksi aktif dengan IgM positif.18 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik pada ibu hamil a. Adenopati (khas) terutama nodus limfatikus belakang telinga, oksipital dan leher belakang b. Sakit kepala c. Sakit tenggorokan d. Ruam Ruam rubela bermacam-macam bentuknya. Ruam menetap selama 2 sampai 3 hari dalam pola yang disebut kaledidoskopik karena perubahan bentuknya. Mula-mula makula merah muda yang ireguler
  • 25. 22 (biasanya dalam 24 jam) timbul dileher, badan, lengan dan akhirnya dikaki. Pada hari berikutnya lesi ini menyatu, membentuk komponen makulopapular dan menjadi skar.4 e. Demam (suhu 39-39,5‫ﹾ‬ C) f. Poliartralgia dan poliartritis (khas untuk wanita) g. Serologi - IgM : terditeksi pada 1-5 hari setelah muncul ruam dan bertahan hingga 1-4 minggu. Titer turun, tidak terditeksi setelah 6-12 minggu. - IgG : dapat di deteksi pada 1-3 hari setelah muncul gejala, bertahan seumur hidup.5 Manifestasi Janin dan Neonatus Selama periode bayi baru lahir rubela konenital bisa beranisfestasi beragam. Berikut manifestasi klinis rubela kongenital : 1) Transien a. Intrauterine growth retardation (IUGR) Bayi biasanya menderita retardasi pertumbuhan intrauterine sehingga termasuk golongan bayi kecil untuk masa kehamilan. b. Purpura trombositopenia (25%) Purpura trombositopenia neonatus, ditandai lesi makula merah keunguan “muffin-blueberry” dengan diameter 1-4 mm. Banyak pasien mengalami sedikit penurunan jumlah trombosit, tetapi manifestasi perdarahan jarang c. Anemia Hemolitik
  • 26. 23 d. Hepatosplenomegaly e. Ikterik f. Radiolucent bone disease (20%) Lesi pada tulang berupa daerah bergaris-garis kecil yang radiolusen didaerah metafisis tulang pandang ekstremitas atas dan bawah. Kelainan ini menghilang pada waktu bayi berumur 2-3 bulan. Lesi ini dapat dibedakan dengan sifilis kongenital, yaitu tidak ditemukannya reaksi periosteum.
  • 27. 24 Gambar 2.10 Radiolucent bone disease pada sifilis kongenital g. Meningoencephalitis (25%).5 2) Developmental (kelainan berkembang sejak anak menjadi dewasa) a. Tuli sensorineural (80%) b. Retradasi mental (55%) c. Insulin dependent diabetes (20%) d. Pneumonia interstisial yang muncul pada usia 3-12 bulan dengan gejala batuk, takipnea, sindrom gawat nafas dan biasanya menjadi penyebab bayi meninggal dunia pada usia kurang dari 1 tahun.6
  • 28. 25 Gambar 2. 11 Pneumonia Interstisial 3) Permanen a. Kerusakan jantung Penyakit jantung kongenital tidak dapat dideteksi berhari-hari setelah lahir. Paten duktus arteriosus dengan atau tanpa stenosis arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya dan keruakan septum atrium dan ventrikel merupakan lesi yang paling sering. Kelainan ini dapat timbul pada usia kehamilan minggu ke5-10.6 Gambar 2.12 Patent Ductus Arteriosus
  • 29. 26 Gambar 2.13 USG Diagnostik pada PDA b. Kerusakan mata (50%) - Katarak Anomali mata yang paling khas adalah katarak inti keputihan yang bisa unilateral atau bilateral sering disertai mikroftalmia, lesi bisa tidak ditemukan saat lahir atau lesi begitu kecil sehingga hanya terditeksi dengan pemeriksan oftalmoskop. Kelainan ini dapat timbul akibat infeksi pada usia kehamilan minggu ke-6.6 Gambar 2.14 Katarak pada Rubela Kongenital
  • 30. 27 Glaukoma Glaukoma kongenital bisa ditemukan dalam masa bayi, secara klinis tidak berbeda dengan glaukoma infantil herediter. Kornea membesar dan kabur, camera anterior oculi dalam dan tekanan okular meningkat.6 Gambar 2.15 Pemeriksaan Funduskopi pada Glaukoma Gambar 2.16 Glaukoma Retinopati Retinopati (salt and pepper rethinopaty) ditandai dengan pigmentasi berbintik hitam, ukuran sangat bervariasi dan tersebar, merupakan manifestasi mata yang paling umum pada rubela kongenital. Tidaka ada bukti pigmen epitel retina mengganggu penglihatan. Pengenalan lesi ini dapat untuk mendiagnosis rubela kongenital.5
  • 31. 28 Gambar 2.17 Salt And Pepper Rethinopaty Mikrosefali Mikrosefali merupakan kelainan dimana ukuran tengkorak lebih kecil dari pada ukuran yang normal, karena ukuran tengkorak tergantung pada pertumbuhan otak, cacat dasarnya adalah pada perkembangan otak. 6 Gambar 2.18 Mikrosefali 5. Patogenesis Virus rubela merupakan virus RNA, berbentuk sferis atau pleomorfik dengan diameter 60-70 nm. Virus rubela akan mati setelah 30
  • 32. 29 menit pada suhu 56°C. Virus rubela mempunyai satu serotipe dan beberapa strain yang mempunyai sifat yang berbeda-beda. Secara serologis, semua strain virus rubela ini saling bereaksi silang walaupun ada perbedaan reaktivitas terhadap antibodi monoklonal tertentu. Baik infeksi atau vaksinasi rubela dapat memberi proteksi terhadap seluruh strain virus rubela selama adanya respon imun. 21 Manusia adalah satu-satunya hospes alamiah rubela. Penyebaran rubela terjadi melaluidroplet oral atau secara transplasenta melalui infeksi kongenital selama kehamilan, kemudian terjadi ikatan antara protein pada virion dengan reseptor spesifik pada permukaan sel. Setelah penempelan, virus memasuki sel melalui endositosis yang diperantarai oleh reseptor atau fusi, kemudian terjadi uncoating yaitu pelepasan kapsid dan genom RNA virus akan keluar dari selubung virus. Proses selanjutnya adalah duplikasi asam nukleat virus dan pembentukan protein komponen virus yang dilanjutkan dengan penggabungan keduanya. Fase akhir siklus replikasi virus adalah pembentukan kapsid dan pelepasan virion baru. Pelepasan ini terjadi karena sel terinfeksi lisis atau melalui budding (melepaskan diri) dari membran sitoplasma atau membran inti, yang memberikan envelope untuk partikel virus baru. Mukosa saluran pernapasan atas dan jaringan limfoid nasofaring merupakan lokasi awal replikasi virus. Penyebaran selanjutnya melalui limfatik menuju kelenjar getah bening post aurikuler, suboksipital dan servikal di mana virus akan
  • 33. 30 mengadakan replikasi lagi sehingga terjadi pembesaran kelenjar, biasanya 5-10 hari sebelum timbulnya ruam kulit .15, 28 Infeksi rubela dapat menyerang anak -anak dan orang dewasa, masa inkubasi berlangsung 14-21 hari, dan pada minggu pertama setelah paparan tidak ada gejala. Pada minggu kedua terjadi pembesaran kelenjar getah bening terutama pada daerah post aurikuler, suboksipital dan servikal. Akhir minggu kedua, virus ditemukan dalam darah dan ditemukan gejala prodomal seperti demam ringan, malaise, dan konjungtivitis. Pada akhir masa inkubasi timbul ruam kulit pada wajah dan leher yang menyebar dengan cepat ke ekstremitas dalam waktu 1-3 hari dan kemudian akan menghilang. 28, 29 Pada wanita hamil virus masuk melalui plasenta, dimana virus dapat mencapai sirkulasi darah janin dengan bereplikasi melalui plasenta dan selanjuinya menginfeksi organ-organ janin, sehingga akan terjadi gangguan organogenesis yang menyebabkan kerusakan lensa, koklea, dan otak. Infeksi virus rubela pada wanita hamil kadang tidak menimbulkan gejala yang jelas (asimtomatik) pada ibu hamil, akan tetapi akibatnya pada bayi yang dikandung-dapat sangat berbahaya. Waktu terjadinya infeksi selama kehamilan sangat berhubungan erat dengan beratnya infeksi yang menyebabkan kelainan yang terjadi pada fetus. 28 Rubela merupakan teratogen yang poten, dan 80% dari wanita yang mendapatkan infeksi rubela serta ruam dalam usia kehamilan 12 minggu akan mempunyai janin dengan infeksi kongenital. Pada kehamilan
  • 34. 31 minggu ke-13 hingga ke-14, insiden ini besarnya 54%, dan pada akhir trimester kedua 25%. Dengan semakin tinggi usia kehamilan, semakin kecil kemungkinan bagi infeksi tersebut untuk menimbulkan malformasi kongenital. Bayi-bayi yang ibunya mendapatkan infeksi rubela sesudah trimester pertama, tidak selalu berada dalam keadaan sehat. Penelitian pada tahun 1964 di Amerika mengungkapkan 24 kasus dengan bukti serologis adanya infeksi rubella sesudah trimester pertama. Dari 22 bayi yang lahir hidup, hanya 7 yang dianggap benar-benar normal setelah diikuti perkembangannya selama periode waktu sampai 4 tahun. Extended rubela syndrome dengan panensefalitis progresif dan diabetes tipe 1 mungkin baru terlihat secara klinis setelah usia 20 atau 30 tahun. Kemungkinan sepertiga dari bayi yang asimtomatik pada saat lahir akan memperlihatkan keadaan tersebut. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan rubela kongenital dapat menyebarkan virus selama berbulan-bulan dan dengan demikian merupakan ancaman bagi bayi lainnya, disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut. 27 6. Diagnosis Diagnosis infeksi rubella dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboraturium. Pemeriksaan laboraturium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti Rubella IgG dan IgM. Pemeriksaan Anti- Rubella IgG dapat digunakan untuk menditeksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan
  • 35. 32 untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-Rubella IgG dan IgM terutama pada sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan resiko infeksi rubella bawaan. 5 Deteksi IgM mencapai puncak pada 7-10 hari setelah onset dan perlahan-lahan menurun selama 4-8 minggu. Infeksi janin dapat dideteksi dengan memeriksa IgM dalam darah janin setelah usia kehamilan 22 minggu. Non imune harus memperoleh vaksinasi pada maa pasca persalinan, tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi dengan baik. 4, 6 7. Penatalaksanaan Tidak ada terapi spesifik untuk rubella. Pasien dianjurkan untuk berhati-hati menjaga percikan ludah selama 7 hari setelah awitan ruam. Jika dalam kandungan wanita terpapar virus rubella, wanita harus diberi konseling mengenai risiko dan konsekuensi dari virus ini. Diagnosis prenatal, bahkan pada trimester pertama dapat dideteksi.33 8. Pencegahan Kumpulan kekebalan dirawat oleh vaksinasi anak luas, meskipun kekhawatiran baru-baru ini atas keselamatan gondok, campak, dan rubella (MMR) mengalami penurunan penyerapan di Inggris. Idealnya, perempuan harus di uji sebelum kehamilan untuk memastikan kekebalan, namun skrining rutin pada pemesanan mengidentifikasi mereka yang berisiko dan membutuhkan vaksinasi setelah melahirkan.36
  • 36. 33 2.3 Cytomegalovirus (CMV) 1. Definisi Cytomegalovirus (CMV) adalah penyakit yang disebabkan oleh sitomegalivirus. Virus ini termasuk dalam keluarga besar herpes dan termasuk penyakit mewabah di seluruh negara da menular melalui kontak manusia. Hampir 4 dari 5 orang yang berumur 35 tahun pernah terinfeksi CMV. 6 2. Etiologi Cytomegalovirus termasuk virus asam deokisiribunokleat dan sensitif eter. 6 Gambar 2.19 Bagian Cytomegalovirus 3. Epidemiologi Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan keadaan social ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih 1% setiap
  • 37. 34 tahun. Pada keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di negara berkembang, lebih dari atau sama dengan 80-90% masyarakat terinfeksi oleh CMV. 27 Penelitian mengenai skrining TORCH pada wanita hamil di India pada tahun 1999 dengan subyek penelitian sebanyak 121 wanita hamil menunjukkan seropositifitas untuk CMV sebesar 20.8%.4 Penelitian mengenai seroprefalensi infeksi TORCH pada wanita hamil dengan riwayat obstetrik jelek di India pada tahun 2003 dengan subyek penelitian sebanyak 380 wanita hamil dengan riwayat obstetrik yang jelek menunjukkan sebanyak 8.42% dengan IgM positif dan 91.05% dengan IgG positif untuk CMV. 5 Penelitian infeksi TORCH pada wanita hamil di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2006 menunjukkan dari 100 wanita hamil yang diteliti, tidak satupun yang terbebas dari salah satu infeksi TORCH; 95% terinfeksi oleh CMV dengan IgG positif. 6 CMV merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi luas diantara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar 0,2–3%.30 ada pula sebesar 0,7 sampai 4,1%.31 Keadaan asimtomatik saat lahir dijumpai pada 5 –17%, ada pula yang melaporkan 90% dari infeksi CMV kongenital.30 4. Manifestasi Klinis Mononukleos sitomegalovirus disertai dengan demam tinggi yang tidak teratur selama 3 minggu atau lebih (orang dewasa). Infeksi CMV
  • 38. 35 terdiseminasi bisa menyebabkan koriorenitis (kebutaan), koloitis atau ensafalitis (jika pasien mengalami Acquired immunedeficiency syndrome). Infeksi virus CMV pada bayi yang berusia 3-6 bulan biasanya terinfeksi seperti disfungsi hepatik, hepatoslenomegali, angioma laba-laba, pneumonitis, limfadenopati dan kerusakan otak.7 5. Diagnosis Pranatal CMV Terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi karena pengobatan dengan antivirus tidak efektif dan memuaskan. Diagnosis dengan pranatal dlakukan dengan metode PCR dan isolasi virus pada cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Amniosentesis paling baik dilakukan pada usia kehamilan 21-23 minggu karena tiga hal berikut : - Mencegah hasil negatif palsu sebab diuresis jann belum sempurna sebelum usia 20 minggu sehingga janin belum optimal mengekresikan virus melalui urin kedalam cairan ketuban - Dibutuhkan waktu 6-9 minggu setelah terjadinya infeksi maternal agar virus dapat ditemukan dalam cairan ketuban. - Infeksi janin yang berat akibat transmisi CMV pada umumnya bila infeksi maternal terjadi pada umur kehamilan 12 minggu.8
  • 39. 36 Gambar 2.20 Cara Follow up CMV 6. Penatalaksanaan Penanganan wanita hamil imunokompeten dengan infeksi CMV primer atau rekuren terbatas pada terapi simtomatik. Tidak ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan, khususnya pada pengobatan infeksi kongenital. Obat yang digunakan untuk anti CMV saat ini adalah Ganciclovir, Foscarnet, Cidofivir dan Valacidovir, tetapi sampai saat ini belum dilakukan evaluasi di samping obat tersebut dapat menimbulkan intoksikasi serta resistensi. Berbagai agen terapi seperti gansiklovir, Adenosin arabinosid, asiklovir, idoxuridin, sitosin arabinosid, leukosit interferon telah diberikan untuk pengobatan infeksi CMV kongenital, tetapi tidak ada yang menemukan kepuasan karena toksisitas atau kambuhnya infeksi setelah pemberian obat dihentikan. Saat ini, tidak ada peran perawatan antenatal pada infeksi CMV fetal.32-34
  • 40. 37 7. Pencegahan Pencegahan infeksi neonatus bergantung pada pencegahan infeksi primer pada ibu, khususnya pada awal kehamilan. Tindakan-tindakan dasar misalnya hygiene yang baik dan mencuci tangan pernah dipromosikan, khususnya bagi wanita yang memiliki anak balita yang dititipkan ke tempat penitipan anak. Selain itu, upaya preventif dan promotifnya yaitu meningkatkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dan memberikan pendidikan yang lebih baik sehingga dapat melakukan peningkatan kesehatan lingkungan dan diri sendiri.33, 37 2.4 Hepatitis 1. Definisi Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati karena toxin, seperti kimia, obat ataupun agen penyebab infeksi seperti virus. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut “hepatitis akut”, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 buln disebut “hepatitis kronis”.9 2. Etiologi Virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis akut yaitu virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC), E (VHE), virus hepatitis yang menyebabkan hepatitis kronis yaitu heatitis B dan C. Sumber penularan berupa darah, saliva, seksual, kontak dengan mukosa penderita virus, feses, urin, pisau cukur dan alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis.10
  • 41. 38 3. Patogenesis Virus hepatitis mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi kedalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma virus hepatitis melepaskan matelnya sehingga melepaskan nukleokapsid . selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Didalam ini asam nukleat virus hepatitis akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA virus hepatitis memerintahkan hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.11 2.5 Herpes Simplek 1. Definisi Herpes simplex merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.38
  • 42. 39 2. Etiologi Gambar 2.21 Virus Herpes Simplex Virus herpes simplex merupakan virus DNA beruntai ganda, mempunyai enveloped, termasuk dalam keluarga Herpesviridae ditransmisikan melintasi membran mukosa dan kulit tidak utuh, yang bermigrasi ke jaringan saraf, di mana mereka bertahan dalam keadaan laten. HSV-1 mendominasi pada lesi orofasial, dan itu biasanya ditemukan dalam ganglia trigeminal, sedangkan HSV- 2 yang paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun demikian virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofasial dan saluran kelamin.39 3. Epidemiologi Usia dan Jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan penambahan infeksi genital HSV-2. Bahkan, prevalensi infeksi HSV meningkat dengan usia, mencapai puncak sekitar 40 tahun. Infeksi ini muncul terkait dengan jumlah pasangan seksual, dan lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Selain itu, etnis, kemiskinan, penyalahgunaan kokain, onset aktivitas seksual sebelumnya, perilaku seksual, dan vaginosis bakteri dapat memfasilitasi risiko seorang wanita
  • 43. 40 dari infeksi sebelum kehamilan. Infeksi yang terjadi pada bayi jarang, berupa infeksi paru, mata dan kulit.34, 39 4. Patogenesis Penyebaran infeksi herpes simpleks dapat terjadi pada orang dengan gangguan kekebalan sel T, seperti pada penerima transplantasi organ dan pada individu dengan AIDS. HSV didistribusikan di seluruh dunia. Manusia adalah satu-satunya penerima alami, dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi. Endemisitas mudah dipelihara di masyarakat kebanyakan manusia karena infeksi laten, reaktivasi periodik, dan asimptomatis virus shedding. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang dekat, dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa rentan (misalnya, orofaring, serviks, konjungtiva) atau melalui celah-celah kecil di kulit. Virus ini mudah dinonaktifkan pada suhu kamar dan dengan pengeringan; karenanya, penyebaran aerosol jarang terjadi.40 5. Gejala Klinik Gejala utama herpes genital yang berlangsung hingga 21 hari setelah masa inkubasi. Masa inkubasi herpes berlangsung 2-20 hari. Pada wanita, herpes menyebabkan ulserasi dan rasa panas dari alat kelamin eksternal dan serviks yang mengarah ke nyeri vulva, disuria, keputihan, dan limfadenopati lokal. Lesi ulseratif dan vesikular paha dalam, bokong, perineum atau kulit perianal juga diamati. Kedua infeksi primer pada laki- laki dan wanita mungkin rumit dengan gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, mialgia (38% pada pria, 68 % pada wanita), kadang-kadang
  • 44. 41 meningitis dan dengan neuropati otonom mengakibatkan retensi urin, terutama pada wanita.39 Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini mempunyai kesempatan naik melalui membran yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada minggu ke dua-tiga. Manifestasi kliniknya: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali dan miokarditis.41 6. Diagnosis Semua yang diduga infeksi virus herpes harus dikonfirmasi melalui pengujian virus atau serologis. Diagnosis herpes genital berdasarkan presentasi klinis saja memiliki sensitivitas 40 % dan spesifisitas 99 % dan tingkat positif palsu 20 %. Tes digunakan untuk mengkonfirmasi adanya infeksi HSVdapat dibagi menjadi dua kelompok dasar: (1) teknik deteksi virus dan (2) teknik deteksi antibodi. Teknik pengujian DNA virus utama adalah kultur virus dan deteksi antigen HSV oleh polymerase chain reaction (PCR).39 Diagnosis HSV harus dikonfirmasi baik serologis atau dengan kultur virus. Isolasi HSV dalam kultur sel adalah tes virologi pilihan untuk pasien yang mencari perawatan medis untuk ulkus genital atau lainnya lesi mukokutan dan memungkinkan perbedaan dari jenis virus (HSV-1 vs HSV-2). Sensitivitas uji ini terbatas karena beberapa masalah yang berkaitan dengan pengambilan sampel dan transportasi spesimen. Selain
  • 45. 42 itu, sebagai penyembuhan lesi, mereka cenderung menjadi kultur positif. Dengan demikian, kultur genital positif memberikan bukti konklusif infeksi HSV genital; namun, hasil negatif tidak mengecualikan adanya infeksi. Teknik polymerase chain reaction melibatkan amplifikasi urutan tertentu DNA atau RNA sebelum deteksi dan dengan demikian dapat mendeteksi bukti DNA virus pada konsentrasi rendah. Teknik PCR yang tersedia secara komersial dan bisa membedakan antara HSV-1 dan HSV-2. PCR memberikan sensitivitas meningkat lebih dari kultur dan akhirnya dapat menggantikan kultur sebagai standar perawatan untukdiagnosis.39 7. Penatalaksanaan Wanita hamil dengan episode klinis pertama atau kambuh dapat diobati dengan asiklovir atau valasiklovir pada dosis yang dianjurkan. Sejak asiklovir dan valasiklovir tidak resmi disetujui untuk pengobatan ibu hamil, pasien harus diberitahu untuk memberikan persetujuan sebelum administrasi. Namun, tidak ada peningkatan kelainan janin dianggap berasal dari perawatan ini, meskipun hasil jangka panjang tidak dievaluasi. Pengobatan dengan asiklovir dan valasiklovir pada 36 minggu dari kehamilan untuk mengurangi frekuensi manifestasi klinis, penularan vertikal, penghapusan virus selama kelahiran dengan mengurangi persentase perempuan caesarean. asiklovir dapat menurunkan keparahan dan lamanya serangan utama jika diberikan dalam waktu 5 hari dari timbulnya gejala.36, 39
  • 46. 43 8. Pencegahan Pencegahan antara lain dengan cara menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani lesi infeksius.41 2.6 Sifilis 1. Definisi Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis. Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu, karena lapisan langerhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.12 Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.13
  • 47. 44 2. Etiologi Gambar 2.22 Treponema Pallidum Sifilis ditemukan oleh Schaudin dan Hoffman pada tahun 1905, Treponema pallidum yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri dari 8 sampai 24 lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak bisa dilakukan diluar badan, diluar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk tranfusi dapat hidup 72 jam.13 Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut : a. Kontak langsung : Sexually transmited diseases (STD) b. Non-sexually : Transplasental dari ibu yang menderita sifilis kejanin yang dikandungnya c. Tranfusi.14
  • 48. 45 3. Patofisiologi Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.12 Treponema pallidum melalui plasenta masuk kedalam peredaran darah janin dan menyebar keseluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respon peradangan seluler yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga dapat terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingat kehidupan intrauterin maupun ekstrauterin. 4. Tanda dan Gejala Diagnostik Berdasarkan gabaran klinis sifilis kongenital dapat dibagi menjadi 3 antara lain : sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak dibawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul diatas 2 tahun. Stigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.13
  • 49. 46 a. Sifilis kongenital dini : gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainan berbagai kondisi berikut : - Pertumbuhan intrauterine yang terlambat - Kelainan membrane mukosa : Mucous patch dapat ditemukan dibibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles). Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian makanan - Kelainan kulit, rambut dan kuku dapat berupa makula, eritem, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat ada sejak lahir, tersebar secara simetris terutama pada telapak tangan da telapak kaki. Makula, papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Pada kasus yang berat tampak kulit menjadi keriput sehingga bayi seperti orang tua. Rambut jarang dan kaku alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala. Onikosifilitika yaitu kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwarna suram, tidak teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.12 - Kelainan pada tulang pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis dan osteoitis pada tulang-tulang panjang merupakan gambaran yang khas
  • 50. 47 - Kelainan kelenjar getah bening terdapat limfadenopati generalisata - Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia - Kelainan mata : korioretinitis, glaukoma dan uveitis - Kelainan hematologi : anemia, eritoblastemia, retikulositosis, trombositopenis, diffus intravascular coagulation (DIC).14 b. Sifilis kongenital lanjut : sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat dibedakan dalam 2 tipe :14 - Inflamasi sifilis kongenital lanjut Pada keadaan ini yang paling penting adalah adanya lesi kornea, tulang dan sistem saraf pusat - Stigma sifilis kongenital Adanya trias Hutchinson yaitu : 1) Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan seperti gergaji Gambar 2.23 Gigi insisivus seperti gergaji 2) Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih) tanpa ilserasi permukaan kornea
  • 51. 48 3) Ketulian karena gangguan nervus akustikus (N.VIII). ketulian biasanya terjadi mendekati.13 5. Diagnostik Gejala klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboraturium berupa : - Preparat basah yang diambil dari lesi dengan pemeriksaan lapangan gelap (dark field microscope), akan tampak bayangan treponema. - Bahan asupan dari lesi difiksasi dan diberi label fleuresensi dan diperiksa dengan mikroskop fleuresensi - Penentuan antibodi dalam serum : 1) Uji yang menentukan antibodi nonspesifik : uji Wasserman, uji Kahn, uji VDRL (Veneral diseases research laboratory), uji RPR (Rapid Plasma Reagin) dan uji automatid reagin. 2) Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu : uji RPCF (Reiter protein complemen fixation) 3) Uji yang menentukan antibodi spesifik yaitu ; uji TPI (Treponema pallidum immobilization), uji FTA-ABS (Fluorescent treponema absorbed), uji TPHA (Treponema pallidum haemogglutination assay) dan uji Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay).12,13,14 Tabel 2.2 Tes Treponemal Tes nontreponemal Tes Treponemal Interpretasi Ibu Bayi Ibu Bayi - - - - Ibu dan bayi tidak terinfeksi sifilis + - - - Ibu tidak sifilis (tes non treponema positif palsu dengan transfer pasif pada bayi)
  • 52. 49 + +/- + + Ibu sifilis dengan kemungkinan infeksi pada bayi atau ibu sudah diobati selama kehamilan atau ibu sifilis laten dengan kemungkinan infeksi pada bayi + + + + Ibu baru saja atau pernah menderita sifilis, kemungkinan infeksi pada bayi - - + + Ibu dengan sifilis yang sudah berhasil diobati sebelum atau pada awal kehamilan atau ibu menderita penyakit Lympe, yows atau pinta (positif palsu) 6. Penatalaksanaan Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi Wassermann dan VDRL, bila perlu diobati. Terapi sifilis dengan suntikan penisilin G secara intramuskuler sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8- 10 hari, obat-obat per oral penisilin dan eritromisin. Sifilis kongenital pada neonatus diberikan terapi penisilin G 100.000 satuan per kg berat badan sekaligus.35
  • 53. 50 BAB III PENUTUP 1. Simpulan TORCH adalah singkatan dari Toxsoplasma gondii (Toxo), Other (HIV, Sifilis), Rubella, Cyto Megao Virus (CMV), herpes simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Vericella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio dan virus Coxsackie-B). Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat megakibatkan keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit medapatkan kehamilan. Infeksi TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan pada janin yang bisa timbul akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan saraf, mata, kelainan pada otak, paru-paru, telinga, terganggunya fungsi motorik, hidrosefalus dll. 2. Saran Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan tertular. Hidup bersih, makan-makanan yang
  • 54. 51 dimasak dengan matang dan vaksinasi. Rencanakan skrining TORCH untuk pranikah untuk menghindari kemungkinan tertular infeksi TORCH.
  • 55. DAFTAR PUSTAKA 1. Dubey JP, Beattie CP. Toxoplasmosis Of Animals and Man. Boca Raton, FL : CRC Press, 2007. 2. Evans R. Life Cycle and Animal Infection. In : Ho-Yen DO, Joss AWL, editors. Human toxoplasmosis. Oxford : Oxford University Press, 2002. pp. 26-55. 3. Christine AB, Allam AA, Aref MK, El-Muntasser IH, El-Nageh M : Pregnancy Hepatitis in Libya. Lancet 1975 ; 2 : 827. 4. D'Cruz IA, Balani SC, Iyer LS : Infectious Hepatitis and Pregnancy. Obstet Gynecol 1968 ; 31 : 449. 5. Peretz A, Paldi E, Brandstaedter S, Barzilai D : Infectious Hepatitis in Pregnancy. Obstet Gynecol 1959 ; 14 : 435. 6. Siegler AM, Keyser H. Acute Hepatitis in Pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1963 ; 86 : 1068. 7. Siregaar, FA. Hepatitis B Ditinjau Dari Kesehatan Masyarakat dan Upaya Pencegahan. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Sumatera Utara, 2003. 8. Cunningham G, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom KD, et al. Williams Obstetrics [ ebook ]. Edisi ke-21. New York : McGraw-Hill ; 2007. 9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics [ ebook ]. Edisi ke-18. Philadelphia : Elsevier ; 2008. 10. Alpers CE, Anthony DC, Aster JC, Crawford JM, Crum CP, Girolami UD. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease [ebook]. Edisi ke-7. Philadelphia : Elsevier ; 2005. 11. Kaur R, Gupta N, Nair D, Kakkar M, Mathur MD.Screening for TORCH Infections in Pregnant Women: A Report from Delhi. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1999 Juni ; 30 (2) : 284-6. [diunduh 8 Juli 2017]. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10774696. 12. Turbadkar D, Mathur M, Rele M. Seroprevalence of TORCH Infection in Obstetric History. Indian Journal of Medical Microbiology. 2003 ; 21 ( 2) : 108 - 110. [diunduh 16 Juli 2017]. Tersedia dari: http://medind.nic.in/iau/t03/i2/iaut03i2p108.pdf 13. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP Sanglah Denpasar. Lab/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 2006 ; 151. [diunduh 16 Juli 2017]. Tersedia dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_151_InfeksiTorchPadaIbuHamil.p df/05_1 51_InfeksiTorchPadaIbuHamil.pdf.
  • 56. 14. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta 2002 15. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics [ebook]. Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2008. 16. Kaur R, Gupta N, Nair D, Kakkar M, Mathur MD.Screening for TORCH Infections in Pregnant Women: A Report from Delhi. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1999 Jun; 30(2):284-6. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10774696 17. Turbadkar D, Mathur M, Rele M. Seroprevalence of TORCH Infection in Obstetric History. Indian Journal of Medical Microbiology. 2003; 21 (2):108- 110. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dar i: http://medind.nic.in/iau/t03/i2/iaut03i2p108.pdf 18. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP Sanglah Denpasar. Lab/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 2006; 151. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_151_InfeksiTorchPadaIbuHamil.pdf/ 05_151_InfeksiTorchPadaIbuHamil.pdf 19. Nissapatorn V. Toxoplasmosis: a silent threat in Southeast Asia. Res J Parasitol 2007;2(1):1-12. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dari : http://docsdrive.com/pdfs/academicjournals/jp/2007/1-12.pdf 20. Gandahusada S, Ilahude HD. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.h.153-8. 21. Schwartzman JD. Toxoplasmosis. Dalam : Gillespie SH, Person RD, edtor. Principles and practice of clinical parasitology. Chichister : John Wiley and Sons Ltd ; 2001. H. 113-38. 22. Stanley j. Essentials of immunology and serology. Australia : Delmar Thomson Learning ; 2002. H. 406-16 23. Ferguson DJP. Toxoplasma gondii: 1908-2008, homage to Nicolle, Manceaux and Splendore. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Jeneiro. 2009;104(2):133-48. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dari: http://memorias.ioc.fiocruz.br/8.pdf 24. Kasper LH. Toxoplasma infection. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison's principles of internal medicine Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill; 2008. h. 1243-7. 25. Patrick I, Patel M, Fenwick S. Australian Centre for International Agricultural Research. Final report: Assessment of zoonotic diseases in Indonesia. Canberra: ACIAR; 2007. [diunduh 12 Agustus 2017]. Tersedia dari : http://aciar.gov.au/files/node/6987/Final%20report%20AH-2006-163.pdf 26. Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii Infection during Pregnancy. Clinical Infectious Diseases. 2008; 47:554–66. [diunduh 13Agustus 2017]. Tersedia dari: http://www.migato.com/conocele/docs/Montoya2008.pdf 27. Cunningham G, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom KD, et al. Williams Obstetrics [ebook]. Edisi ke-21. New York: McGraw-Hill; 2007.
  • 57. 28. Plotkin SA, Reef SE. Rubella vaccine. In: Plotkin SA, Orenstein WA, Offit PA, editors. Vaccines. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. h. 735–71. 29. Sonnen G, Henry N. 2001. Rubella. In WR Wilson (ed) : Current Diagnosis & Treatment in Infectious Diseases. 10th ed. New York : Lange Medical BookslMcGraw-HiIl. h. 421-5. 30. Numazaki K, Fujikawa T. Chronological changes of incidence and prognosis of children with asymptomatic congenital cytomegalovirus infection in Sapporo, Japan. BMC Infectious Diseases 2004; 4: 22. Available from: URL: http//www.biomedcentral.com/1471-2334/4/22 31. Lipitz S, Yagel S, Shalev E, Achiron R, Mashiach S, Schiff E. Prenatal diagnosis of fetal primary cytomegalovirus infection. Obstetric and Gynecology : 1997 ; 89 (5) :763-7. 32. Reece EA, Hobbins JC. Clinical obstetric the fetus and mother 3rd edition. Massauchussets: Blackwell ; 2007. 33. Cuningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Houth JC, Rouse DJ, Spong CY.Williams Obstetrics23rd Edition. Dallas : Medical; 2010. 34. Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2014. 35. Mochtar R. Synopsis obstetri Edisi 3. Jakarta: EGC; 2011 36. Collins S. Arulkumaran S. Hayes K. Jackson S. Impey L. Oxford Handbook of Obstetrics and Gynaecology Third Edition. United Kingdom: Oxford University Press; 2013 37. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2007. Hal. 639 38. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. 39. Straface G, Selmin A, Zanardo V, De santis M, Ercoli A. Review Article Herpes Simplex Virus Infection in Pregnancy [online] 2012. [cited Juli 20, 2017]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3332182/ 40. Salvaggio MR. Herpes Simplex [online] 2015. [cited Feb28, 2015]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/218580-overview 41. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP Sanglah Denpasar. Cermin Dunia Kedokteran Edisi 151. Jakarta: Penerbit grup PT. Kalbe farma tbk; 2006. Hal. 1-10