2. Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc),
atau Tb (singkatan dari "Tubercle bacillus")
merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis (disingkat "MTb" atau "MTbc"
3. •13,7 jt kasus kronis yang
aktif di tingkat global
2007
•Penambahan kasus baru
8,8 jt
•1,5 juta kematian yang
mayoritas terjadi di negara
berkembang
2010 •Asia dan Afrika yang
melakukan tes tuberkulin,
80%-nya menunjukkan
hasil positif
•Amerika hanya 5–10%
4. Masyarakat di dunia berkembang semakin
banyak yang menderita Tuberkulosis karena
kekebalan tubuh mereka yang lemah.
Biasanya, mereka mengidap Tuberkulosis
akibat terinfeksi virus HIV dan berkembang
menjadi AIDS.
Pada tahun 1990-an Indonesia berada pada
peringkat-3 dunia penderita TB, tetapi
keadaan telah membaik dan pada tahun 2013
menjadi peringkat-5 dunia
5. Tuberkulosis dapat menginfeksi bagian tubuh
mana saja, tapi paling sering menginfeksi
paru-paru (dikenal sebagai Tuberkulosis
paru).
Bila Tuberkulosis berkembang di luar paru-
paru, maka disebut TB ekstra paru.
TB ekstra paru juga bisa timbul bersamaan
dengan TB paru
6. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika
seseorang dengan infeksi TB aktif batuk,
bersin, atau menyebarkan butiran ludah
mereka melalui udara.
Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatik
dan laten. Namun hanya satu dari sepuluh
kasus infeksi laten yang berkembang menjadi
penyakit aktif.
Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih
dari 50% orang yang terinfeksi bisa
meninggal.
8. Infeksi TB mikobakteria masuk ke
dalam alveoli paru menginvasi dan
bereplikasi di dalam alveolus
Tuberkulosis paru dapat juga terjadi melalui
infeksi aliran darah
Penularan melalui pembuluh darah ini juga
dapat menyebar ke lokasi-lokasi lain seperti
nodus limfa perifer, ginjal, otak dan tulang
9. Bila infeksi Tuberkulosis yang timbul menjadi
aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan paru-
paru.
Gejala-gejalanya antara lain berupa nyeri dada
dan batuk berdahak yang berkepanjangan.
Sekitar 25% penderita tidak menunjukkan gejala
apapun ("asimptomatik").
Kadangkala, penderita mengalami sedikit batuk
darah.
Tuberkulosis juga bisa berkembang menjadi
penyakit kronis dan menyebabkan luka parut
luas di bagian lobus atas paru-paru. Paru-paru
atas paling sering terinfeksi.
10.
11. Dalam 15–20% kasus aktif, terjadi penyebaran infeksi
hingga ke luar organ pernapasan dan menyebabkan TB
jenis lainnya.
TB ekstra paru umumnya terjadi pada orang dewasa
dengan imunosupresi dan anak-anak.
TB ekstra paru muncul pada 50% lebih kelompok pengidap
HIV.
Lokasi TB ekstra paru yang bermakna termasuk:
a. pleura
b. sistem saraf pusat (meningitis TB)
c. sistem kelenjar getah bening.
d. sistem urogenital (Tuberkulosis urogenital)
e. tulang dan persendian ("TB tulang“)
TB yang lebih serius yaitu TB yang menyebar luas dan
disebut sebagai Tuberkulosis Milier.
13. Orang-orang yang memiliki risiko tinggi
terinfeksi TB antara lain :
orang yang menyuntik obat terlarang
penghuni dan karyawan tempat-tempat
berkumpulnya orang-orang rentan (misalnya,
penjara dan tempat penampungan
gelandangan)
orang-orang miskin yang tidak memiliki
akses perawatan kesehatan yang memadai
para pekerja kesehatan yang melayani orang-
orang dgn TB
14. Ketika seseorang yang mengidap TB paru
aktif tersebut batuk, bersin, bicara, menyanyi,
atau meludah, mereka sedang
menyemprotkan titis-titis aerosol infeksius
dengan diameter 0.5 hingga 5 µm.
Bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil
hingga 40,000 titis. Tiap titis bisa menularkan
penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius
penyakit ini sangat rendah.
Seseorang yang menghirup kurang dari 10
bakteri saja bisa langsung terinfeksi
15. Orang-orang yang melakukan kontak dalam
waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu
berdekatan dengan penderita TB, berisiko tinggi
ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi
sekitar 22%.
Biasanya, hanya mereka yang menderita TB aktif
yang dapat menularkan penyakit ini.
Orang-orang dengan infeksi laten diyakini tidak
menularkan
Untuk mencegah penyebaran berlapis dari satu
orang ke orang lainnya, pisahkan orang-orang
dengan TB aktif
16. Diagnosis TB aktif :
a. hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X
dada)
b. pemeriksaan mikroskopis
Diagnosis TB laten
a. tes tuberkulin kulit/tuberculin skin
test (TST)
b. tes darah
Tes kulit tuberkulin Mantoux sering digunakan
sebagai penapisan bagi seseorang dengan
risiko TB tinggi
17. Sejak tahun 2011, satu-satunya vaksin yang
tersedia adalah bacillus Calmette–
Guérin (BCG).
Walaupun BCG efektif melawan penyakit yang
menyebar pada masa kanak-kanak, masih
terdapat perlindungan yang inkonsisten
terhadap TB
Imunitas yang ditimbulkan akan berkurang
setelah kurang lebih sepuluh tahun.
18. Karena kuman TB ada di mana-mana termasuk
di Mal, Kantor dan tentunya juga di Rumah
Sakit, maka pencegahan yang paling efektif
adalah Gaya Hidup untuk menunjang
Ketahanan Tubuh kita:
Cukup gizi, jangan telat makan
Cukup istirahat, jika lelah istirahat dulu
Jangan Stres Fisik, lelah berlebihan
Jangan Stres Mental, berusahalah berpikir
positif
19. Pengobatan TB menggunakan antibiotik untuk
membunuh bakterinya.
WHO merekomendasikan directly observed
therapy (DOT) atau terapi pengawasan langsung,
dimana seorang pengawas kesehatan mengawasi
penderita meminum obatnya.
Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah
penderita yang tidak meminum obat
antibiotiknya dengan benar.
Dua jenis antibiotik yang umum digunakan
adalah isoniazid dan rifampicin, dan pengbatan
dapat berlangsung berbulan-bulan
20. Rekomendasi tahun 2010 untuk pengobatan
kasus baru tuberkulosis paru adalah
kombinasi antibiotik selama enam bulan.
Rifampicin, isoniazid, pyrazinamide,
dan ethambutol untuk dua bulan pertama,
dan hanya rifampicin dan isoniazid untuk
empat bulan selanjutnya.
Apabila resistensi terhadap isoniazid tinggi,
ethambutol dapat ditambahkan untuk empat
bulan terakhir sebagai alternatif.
21. Bila tuberkulosis kambuh, lakukan tes untuk
menentukan jenis antibiotik yang sensitif
sebelum menentukan pengobatan.
Jika multiple drug-resistant TB (MDR-TB)
terdeteksi, direkomendasikan pengobatan
dengan paling tidak empat jenis antibiotik
efektif selama 8–24 bulan
22. Resistensi primer muncul saat seseorang
terinfeksi jenis TB resisten.
Seorang dengan TB yang rentan dapat mengalami
resistensi sekunder (didapat) pada saat terapi.
Seseorang juga dapat mengalami perkembangan
resistensi karena pengobatan yang tidak adekuat,
jika obat yang diresepkan tidak dipakai dengan
sesuai (karena tidak patuh), atau karena obat
yang digunakan berkualitas rendah.
Pengobatan untuk TB yang resisten terhadap
obat akan berlangsung lebih lama dan
memerlukan obat yang lebih mahal.
23. TBC pada kehamilan mempunyai gejala klinis
yang serupa dengan TBC perempuan tidak
hamil.
Diagnosis mungkin ditegakkan terlambat
karena gejala awal yang tidak khas.
Keluhan yang sering ditemukan batuk,
demam, malaise, penurunan berat badan.
Pemeriksaan penunjang : uji tuberkulin dan
foto toraks
24. Diagnosis TBC pada kehamilan sama dengan
TBC tanpa kehamilan. Diagnosis mungkin
terlambat ditegakkan karena manifestasi
klinis yang tidak khas, tertutup oleh gejala-
gejala pada kehamilan
Data yg terlapor :
a. 74% gejala batuk
b. 41% penurunan berat badan
c. 30% demam malaise dan lelah
d. 19% batuk darah
e. 20% tanpa gejala
25. Risiko yang dihadapi oleh ibu dan janin lebih
besar bila tidak mendapatkan pengobatan
TBC dibandingkan risiko pengobatan itu
sendiri.
Pemberian regimen terapi yang tepat dan
adekuat akan memperbaiki kualitas hidup
ibu, mengurangi efek samping obat anti
tuberkulosis (OAT) terhadap janin dan
mencegah infeksi yang terjadi pada bayi yang
baru lahir
26. Pengaruh TBC pada kehamilan tergantung dari
beberapa faktor antara lain
a. lokasi penyakit (intra atau ekstrapulmonal)
b. usia kehamilan
c. status gizi ibu
d. ada tidaknya penyakit penyerta.
Beberapa studi menyatakan terdapat hubungan
antara TBC dan meningkatnya risiko berat
badan lahir rendah, kelahiran preterm,
kehidupan perinatal sampai pada kematian
bayi.
27. Jika pemberian OAT dimulai pada awal
kehamilan akan memberikan hasil yang sama
seperti pasien yang tidak hamil, tetapi bila
diagnosis dan penanganan terlambat terjadi
peningkatan angka morbiditas bayi 4 kali
lipat dan peningkatan kelahiran preterm
sebesar 9 kali lipat.
28. Selama kehamilan dapat terjadi transmisi
basil TBC ke janin.
Transmisi biasanya terjadi secara limfatik,
hematogen atau secara langsung.
Janin dapat terinfeksi melalui darah yang
berasal dari infeksi plasenta melalui vena
umbilikalis atau aspirasi cairan amnion,
Komplikasi ini disebut sebagai TBC
kongenital.
29. Gejala mungkin terlihat saat lahir tetapi
biasanya pada minggu kedua dan ketiga.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan
hepatomegali (76%), gangguan pernafasan
(72%), demam (48%) dan limfadenopati (38%)
Gambaran foto toraks mungkin normal
segera setelah lahir tetapi berjalan progresif
dengan cepat disertai pembentukan kavitas
30. Uji tuberkulin tidak banyak membantu karena
hasil negatif pada awalnya dan menjadi
positif dalam waktu 1-2 bulan.
Pemeriksaan lain seperti basil tahan asam
(BTA) dan biakan pada jaringan atau cairan
lambung.
Deteksi TBC pada ibu merupakan hal penting
untuk pemberian pengobatan adekuat
sehingga risiko serius yang terjadi pada janin
dan bayi baru lahir dapat dikurangi
31. Penatalaksanaan pasien TBC pada kehamilan
tidak berbeda dengan TBC tanpa kehamilan.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah
pemberian OAT yang bisa menimbulkan efek
teratogenik terhadap janin.
Penatalaksanaan secara umum terbagi atas
penderita dengan TBC aktif dan TBC laten
32. Wanita hamil dengan TBC aktif biasanya
diterapi dengan tidak mempertimbangkan
trisemester kehamilan.
OAT yang digunakan tidak berbeda dengan
wanita yang tidak hamil.
Golongan utama OAT seperti isoniazid,
rifampisin, etambutol digunakan secara luas
pada wanita hamil.
Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta
dalam dosis rendah dan tidak menimbulkan
efek teratogenik pada janin
33. Tuberkulosis laten adalah pasien dengan uji
tuberkulin positif dan secara klinis tidak ada
tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif.
Terapi pada TBC laten tergantung faktor
risiko dan hasil konversi uji tuberkulin.
Pemberian terapi pada TBC laten biasanya
ditunda sampai 2-3 bulan setelah kelahiran
34. Demi keamanan ibu dan bayi yang
dikandung, maka pengobatan TB perlu
diteruskan selama masa kehamilan dengan
obat yang boleh dikonsumsi ibu hamil.
Namun, akan lebih baik jika kehamilan
ditunda hingga wanita dinyatakan sembuh
total dari penyakit TB.
35. Konsumsi makanan bergizi dengan nutrisi seimbang. Supaya
daya tahan tubuh kuat, dan saat terkena kuman TB tidak menjadi
sakit.
Penderita TBC harus menutup mulut dan hidungnya dengan
masker jika berada di sekitar ibu hamil. Termasuk anggota
keluarga seperti suami, dan anak.
Orang yang sudah terkena TBC adalah sumber penularan, maka
harus sadar diri dan tidak menularkan penyakit pada orang lain.
Ibu menyusui yang terkena TBC tetap bisa menyusui bayinya
dengan aman, meski harus memakai masker agar tidak
menularkan lewat udara.
Orang TB harus banyak makan. Bisa turun 5-10 kg saat terkena
TBC, dan bila terjadi pada ibu hamil penurunan berat badan bisa
bahaya bagi bayi.
TBC bisa disembuhkan, asal berobat teratur dan menuruti
anjuran dokter
36. Metode persalinan ibu hamil pasien TB akan
sangat tergantung pada derajat penyakit yang
diderita dan juga kapasitas paru pasien.
Jika kondisi parunya aman dan bisa
menunjang, persalinan normal bisa
dilakukan.
Namun, jika kapasitas parunya menurun,
disarankan agar proses persalinan tidak
dilakukan secara normal.
37. Beberapa hal yang diperhatikan untuk
menentukan keamanan obat anti tuberkulosis
pada ibu menyusui adalah apakah obat dapat
terkandung dalam air susu, adakah efek
samping pada produksi air susu dan kualitas,
dan adakah efek pada bayi yang meminum air
susu yang mengandung obat
38. Tahapan pengobatan terdiri dari tahap awal
setiap hari selama 2 bulan untuk menurunkan
jumlah kuman sehingga daya penularan lebih
rendah dan tahap lanjutan dengan tujuan
membunuh sisa kuman dan mencegah
kekambuhan.
Pada tahap awal kombinasi obat anti
tuberkulosis yang diberikan adalah isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol dan
pada tahap lanjutan dengan beberapa obat
pilihan selama 4 sampai dengan 6 bulan.
39. Rifampisin, etambutol, dan pirazinamid dapat
melewati air susu ibu namun dengan jumlah
minimal (0,5-6%) sehingga efek pada bayi
minimal atau hampir tidak ada.
Isoniazid dapat terkandung dalam air susu
ibu lebih tinggi (6,4-25%), memiliki efek
samping neurotoksik dan berpotensi
mengganggu metabolisme asam nukleat
serta hepatotoksisitas pada ibu, namun tetap
aman untuk bayi yang disusui.
40. Rifampisin aman diberikan kepada ibu yang
sedang menyusui, namun konsumsi
rifampisin bersamaan dengan kontrasepsi
hormonal akan menurunkan efektivitas dari
kontrasepsi hormonal tersebut sehingga ibu
menyusui, jika mendapat terapi tuberkulosis
paru terutama rifampisin, sebaiknya
menggunakan pilihan kontrasepsi selain
hormonal
41. Diagnosis TB aktif sebelum persalinan Diagnosis TB aktif setelah persalinan
>2 bulan sebelum persalinan
< 2 bulan sebelum
persalinan
< 2 bulan setelah persalinan >2 bulan setelah persalinan
BTA (-) beberapa saat
sebelum persalinan
BTA (+) beberapa saat
sebelum persalinan
Tatalaksana TB pada ibu
Menyusui normal
Tidak perlu kemoprofilaksis
pada bayi
Vaksin BCG saat lahir
Tatalaksana TB pada ibu
Menyusui normal
Profilaksis Isoniazid 6 bulan
pada bayi
BCG setelah
kemoprofilaksis selesai
Tatalaksana TB pada ibu
Menyusui normal
Profilaksis Isoniazid 6 bulan
pada bayi
BCG setelah
kemoprofilaksis selesai
Tatalaksana TB pada ibu
Menyusui normal
Profilaksis Isoniazid 6 bulan
pada bayi
BCG setelah
kemoprofilaksis selesai
Tatalaksana TB pada ibu
Menyusui normal
Profilaksis Isoniazid 6 bulan
pada bayi
Jika BCG belum diberikan
setelah lahir, maka dapat
diberikan setelah
kemoprofilaksis selesai