SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
REFERAT THALASEMIA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing :
dr. Budi Andri Ferdian, Sp.A
Oleh :
Bobi Ahmad Sahid, S.Ked
17360245
KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik Thalasemia. Dari
250 juta, 80-90 juta di antaranya membawa genetik Thalasemia Beta.1
Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009
naik menjadi 8, 3 persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir
90% para penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari
kalangan masyarakat miskin. Kejadian thalasemia sampai saat ini tidak bisa
terkontrol terkait faktor genetik sebagai batu sandungan dan belum maksimalnya
tindakan screening untuk thalasemia khususnya di Indonesia.2
Thalasemia pertama kali ditemukan pada tahun 1925 ketika Dr. Thomas B.
Cooley mendeskripsikan 5 anak anak dengan anemia berat, splenomegali, dan
biasanya ditemukan abnormal pada tulang yang disebut kelainan eritroblastik atau
anemia Mediterania karena sirkulasi sel darah merah dan nukleasi. Pada tahun 1932
Whipple dan Bradford menciptakan istilah thalasemia dari bahasa yunani yaitu
thalassa, yang artinya laut (laut tengah) untuk mendeskripsikan ini. Beberapa waktu
kemudian, anemia mikrositik ringan dideskripsikan pada keluarga pasien anemia
Cooley, dan segera menyadari bahwa kelainan ini disebabkan oleh gen abnormal
heterozigot. Ketika homozigot, dihasilkan anemia Cooley yang berat.3
Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada penderita
thalasemia, hemoglobin mengalami penghancuran (hemolisis). penghancuran terjadi
karena adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin atau rantai globin. Hemoglobin
orang dewasa terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh hemoglobinya.
HbA2 tidak lebih dari 2% dan HbF 3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian
terbesar dari hemoglobin (95%). Pada penderita thalasemia kelainan genetik
terdapat pada pembentukan rantai globin yang salah sehingga eritrosit lebih cepat
lisis. Akibatnya penderita harus menjalani tranfusi darah seumur hidup. Selain
transfusi darah rutin, juga dibutuhkan agent pengikat besi (Iron Chelating Agent)
yang harganya cukup mahal untuk membuang kelebihan besi dalam tubuh. Jika
tindakan ini tidak dilakukan maka besi akan menumpuk pada berbagai jaringan dan
organ vital seperti jantung, otak, hati dan ginjal yang merupakan komplikasi
kematian dini.4
BAB Il
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defnisi
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh
kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat
membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak
atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia.3
Hemoglobin adalah suatu zat di dalam sel darah merah yang berfungsi
mengangkut zat asam dari paru-paru ke seluruh tubuh, juga memberi warna merah
pada eritrosit. Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem
terdiri dari zat besi (Fe) dan globin adalah suatu protein yang terdiri dari rantai
polipeptida. Hemoglobin pada manusia normal terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2
rantai beta (β).6 Penderita Thalasemia tidak mampu memproduksi salah satu dari
protein tersebut dalam jumlah yang cukup, sehingga sel darah merahnya tidak
terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, penderita Thalasemia
mengalami anemia sepanjang hidupnya.4
Thalasemia dibedakan menjadi Thalasemia α jika menurunnya sintesis rantai
alfa globin dan Thalasemia β bila terjadi penurunan sintesis rantai beta globin.
Thalasemia dapat terjadi dari ringan sampai berat. Thalasemia beta diturunkan dari
kedua orang tua pembawa Thalasemia dan menunjukkan gejala klinis yang paling
berat, keadaan ini disebut juga Thalasemia mayor. Penderita Thalasemia mayor akan
mengalami anemia dikarenakan penghancuran hemoglobin dan membuat penderita
harus menjalani transfusi darah seumur hidup setiap bulan sekali.3
Thalasemia diwariskan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Apabila
salah satu dari orang tua memiliki gen pembawa sifat Thalasemia maka
kemungkinan anaknya 50% sehat dan 50% carrier Thalasemia. Apabila kedua orang
tua memiliki gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan anaknya 25%
sehat, 25% menderita Thalasemia mayor dan 50% carrier Thalasemia.4
2.2 Klasifikasi Thalasemia
Secara molekuler, Thalasemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
Thalasemia alfa dan Thalasemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya produksi
rantai-polipeptida.4
2.2.1 Thalasemia Alfa4
Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin
rantai alfa yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari :
a. Silent Carrier State
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama
sekali atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat.
b. Thalasemia Alfa Trait
Gangguan pada 2 rantai globin alfa. Penderita mengalami anemia ringan
dengan sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier.
c. Hemoglobin H Disease
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai tidak
ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan
perbesaran limpa (splinomegali).
d. Thalasemia Alfa Mayor
Gangguan pada 4 rantai globin alfa. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi
yang paling berbahaya pada Thalasemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat
rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang
diproduksi. Janin yang menderita alfa Thalasemia mayor pada awal
kehamilan akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan,
perbesaran hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran atau
meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2.2.2 Thalasemia Beta4
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai
globin beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari :
a. Thalasemia Beta Trait (Minor)
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.
Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah
yang mengecil (mikrositer).
b. Thalasemia Intermedia
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit
rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung
dari derajat mutasi gen yang terjadi.
c. Thalasemia Mayor (Cooley’s Anemia)
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat. Penderita Thalasemia mayor tidak dapat membentuk
hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat
disalurkan ke seluruh tubuh yang lama kelamaan akan menyebabkan
kekurangan O2, gagal jantung kongestif maupun kematian. Penderita
Thalasemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin dan perawatan
medis demi kelangsungan hidupnya.4
2.3 Patogenesis Thalasemia
2.3.1 Thalasemia Alfa.5
Alfa globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang
disebut hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein dalam sel darah merah
yang membawa oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri
dari 4 komponen alfa globin dan 2 komponen beta globin.
HBA1 (Hemoglobin, α-1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk
membuat protein yang disebut alfa globin. Protein ini juga diproduksi dari gen
yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, α-2). Kedua gen alfa
globin terletak dalam sebuah kromosom 16 yang dikenal sebagai lokus alfa
globin.
Pada manusia normal terdapat 4 copy gen alfa globin. Sedangkan pada
penderita Thalasemia, terjadi mutasi pada gen alfa globin. Apabila terjadi mutasi
pada 1 gen α, maka tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut
membawa sifat Thalasemia atau disebut carrier (trait) Thalasemia. Apabila
terjadi mutasi pada 2 gen α, maka akan menderita Thalasemia ringan yang tidak
menunjukkan gejala berat. Sedangkan mutasi yang terjadi pada 3 gen α akan
menyebabkan penderita mengalami anemia berat, yang disebut juga Hemoglobin
H Disease. Mutasi yang terjadi pada 4 gen α akan berakibat fatal pada bayi
karena alfa globin tidak dihasilkan sama sekali.
2.3.2 Thalasemia Beta.5
Beta Globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang
disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. Gen HBB
(Hemoglobin Beta) yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang
disebut beta globin. Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan
menyebabkan Thalasemia beta. Tanpa beta globin, hemoglobin tidak dapat
terbentuk dan akan mengganggu perkembangan sel-sel darah merah.
Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang akan dibawa dan
membuat tubuh kekurangan oksigen.
Pada manusia normal terdapat 2 copy gen beta globin yang terdapat pada
kromosom 11. Dan mutasi yang terjadi pada gen beta globin akan menyebabkan
Thalasemia. Jika seseorang hanya memiliki 1 gen beta globin yang normal dan 1
gen beta globin sudah termutasi, maka orang tersebut carrier Thalasemia (trait).
2.4 Gambaran Klinis Thalasemia
Tanda dan gejala dari penyakit Thalasemia disebabkan oleh kekurangan
oksigen di dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel-
sel darah merah dan hemoglobin.6
Thalasemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau
gejala. Hal ini terjadi karena kekurangan protein alfa globin tidak terlalu banyak
sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja dengan normal. Penderita
Thalasemia alfa atau beta dapat mengalami anemia ringan. Anemia ringan dapat
membuat penderita merasa lelah dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia
kekurangan zat besi.6
Penderita beta Thalasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan
sampai dengan sedang. Selain itu juga dapat diikuti dengan masalah kesehatan
lainnya :
a. Menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Masalah tulang, Thalasemia dapat menyebabkan sumsum tulang tidak
berkembang. Hal ini menyebabkan luas tulang melebihi normal dan tulang
menjadi rapuh (Osteoporosis). Osteoporosis adalah suatu kondisi dimana tulang
menjadi sangat rapuh dan mudah patah.
c. Pembesaran limpa.6
Penderita hemoglobin H disease dapat mengalami anemia dengan tingkat
yang berat. Tanda dan gejala akan muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya.
Penderita akan mengalami anemia berat dan masalah kesehatan serius lainnya
seperti :
a. Pucat dan lesu
b. Nafsu makan menurun
c. Urin lebih pekat
d. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
e. Kulit berwarna kekuningan
f. Pembesaran hati dan limpa
g. Masalah tulang (terutama tulang wajah)
Gambar 2.1 Karakteristik Wajah Penderita Thalasemia
2.5 Epidemiologi Thalasemia
2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Orang
Dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta,
Humris Pleyte menemukan bahwa dari 192 kasus Thalasemia sebanyak 59,4%
kasus sudah dapat ditegakkan diagnosanya sebelum anak berusia 1 tahun, 33,3%
kasus ditegakkan diagnosanya saat anak berusia 1-2 tahun dan 7,3% kasus
ditegakkan diagnosanya pada saat anak berusia 2-4 tahun.8
Berdasarkan data penderita Thalasemia yang berobat di Pusat
Thalasemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dari tahun
1993 sampai dengan 2007 terdapat 1.267 kasus, yaitu 499 kasus (39,38%)
berusia 0-5 tahun, 394 kasus (31,1%) berusia 6-10 tahun, 224 kasus (17,68%)
berusia 11-15 tahun, 104 kasus (8,04%) berusia 16-20 tahun, dan 46 kasus
(3,63%) berusia > 20 tahun.8
Berdasarkan penelitian Peony di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) pada tahun 2004, dari 68 kasus Thalasemia yang diteliti, 35 kasus
(51,5%) diantaranya terjadi pada laki-laki, dan 33 kasus (48,5%) terjadi pada
perempuan.8
Berdasarkan data penderita yang berobat di Pusat Thalasemia RSCM
tahun 1993= 2007 terdapat 694 kasus (54,78%) laki-laki dan 573 kasus
(45,22%) perempuan.8
2.5.2 Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Tempat
Thalasemia ditemukan pertama kali di Mediterania, tetapi saat ini
Thalasemia ditemukan hampir di seluruh dunia. Thalasemia diidentifikasi di
Eropa Selatan, dari Portugal ke Spanyol, Italia dan Yunani, serta beberapa kasus
di Eropa tengah dan Uni Soviet. Thalasemia juga ditemukan di beberapa negara
bagian Asia, seperti Iran, Pakistan, India, Bangladesh, Thailand, Malaysia,
Indonesia dan Cina Selatan.7
Perpindahan penduduk dan pernikahan antar suku bangsa menjadikan
Thalasemia menyebar luas di seluruh belahan dunia, termasuk di Eropa Utara,
dimana Thalasemia yang sebelumnya tidak ditemukan hingga menjadi masalah
kesehatan serius bagi penduduknya.7
Carrier Thalasemia juga ditemukan di seluruh dunia. Thalasemia alfa
ditemukan dalam jumlah besar di Asia tenggara, seperti Thailand, Indonesia,
Laos, Vietnam, Singapura, Filiphina, Kamboja, dan Malaysia. Carrier
Thalasemia juga banyak ditemukan di China, India, Afrika, Mediterania,
Yunani, dan Italia.7
Thalasemia beta merupakan jenis Thalasemia yang paling banyak
ditemukan di dunia. Thalasemia beta sangat sering terjadi di Mediterania dan
beberapa bagian di Timur Tengah, India, Pakistan, dan Asia Tenggara, dengan
frekuensi antara 2-30%.7
2.5.3 Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Waktu
Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai melaporkan
adanya 3 orang anak yang menderita Thalasemia mayor dan 4 tahun kemudian
ditemukan 23 orang anak yang menderita Thalasemia di Indonesia. Dalam kurun
waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1961 sampai dengan 1978 telah ditemukan
lebih dari 300 penderita Thalasemia.7
Menurut penelitian Weatherall tahun 2001, prevalensi carrier Thalasemia
α adalah 10-20% di Afrika, 40% di Timur Tengah dan India, dan mencapai 80%
di Papua Nugini Utara dan beberapa populasi di timur laut India.3 Berdasarkan
laporan World Health Organization (WHO) tahun 2006 sekitar 7% penduduk
dunia diduga carrier Thalasemia, dan sekitar 300.000-500.000 bayi lahir dengan
kelainan ini setiap tahunnya.7
Kasus-kasus serupa juga banyak dilaporkan dari berbagai rumah sakit di
Indonesia, diantaranya Manurung pada tahun 1978 dari bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan
13 kasus. Selain itu, Sumantri, Untario, dan Sunarto pada tahun yang sama dari
bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro Semarang, Universitas
Airlangga, dan Universitas Gajah Mada juga melaporkan adanya kasus
Thalasemia. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi
nasional Thalasemia di Indonesia adalah 0,1%.8
2.5.4 Determinan Thalasemia
a. Genetik
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen alfa globin
dan gen beta globin yang terletak pada kromosom 16 dan kromosom 11. Pada
manusia, kromosom selalu ditemukan berpasangan. Kelainan sebelah gen globin
disebut carrier Thalasemia. Seorang carrier Thalasemia tampak sehat, sebab
masih ada sebelah gen globin yang normal dan dapat berfungsi dengan baik.
Seorang carrier Thalasemia biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelainan
gen globin yang terjadi pada kedua kromosom disebut Thalasemia mayor
(homozigot). Kedua belah gen yang mengalami kelainan berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing carrier Thalasemia.9
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing
carrier Thalasemia, maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa
kemungkinan. Kemungkinan pertama, anak mendapatkan gen globin yang
berubah (gen Thalasemia) dari ayah dan ibunya, sehingga anak akan menderita
Thalasemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen Thalasemia dari
ibu atau ayahnya, maka anak akan menjadi carrier Thalasemia. Kemungkinan
lainnya adalah anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya,
sehingga anak tersebut tidak menderita Thalasemia ataupun membawa sifat
Thalasemia.9
b. Umur
Thalasemia mayor terjadi bila kedua orang tua carrier Thalasemia. Anak-
anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan mengalami
anemia pada usia 3 – 18 bulan. Penderita memerlukan transfusi darah secara
berkala seumur hidupnya. Apabila penderita Thalasemia mayor tidak dirawat,
maka hidup mereka biasanya hanya bertahan antara 1 – 8 tahun.
Pada Thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berusia dibawah 1 tahun. Sedangkan pada Thalasemia minor
yang gejalanya ringan, biasanya datang berobat pada usia 4 – 6 tahun.9
2.6 Pencegahan Thalasemia.8
2.6.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah mencegah seseorang agar tidak menderita
Thalasemia ataupun menjadi carrier Thalasemia. Pencegahan primer yang dapat
dilakukan adalah konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada
pasangan pranikah terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka
memeriksakan diri apakah mereka carrier Thalasemia atau tidak. Konseling ini
juga ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita Thalasemia.
Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan
antar carrier Thalasemia karena berpeluang 50% untuk mendapat keturunan
carrier Thalasemia, 25% Thalasemia mayor, dan 25% bebas Thalasemia.
2.6.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan
sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus
homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan
50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan
amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus
homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus
provokotus
2.6.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi bagi penderita Thalasemia. Pencegahan tersier bagi
penderita Thalasemia adalah dengan mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi
penderita Thalasemia. Saat ini telah berdiri Yayasan Penderita Thalasemia
Indonesia di Jakarta. Yayasan ini bertujuan untuk mengumpulkan dana bagi
penderita Thalasemia yang kurang mampu. Selain itu, yayasan ini juga menjadi
wadah untuk bertukar informasi, fikiran dan pengalaman dalam mengatasi
masalah kesehatan dan psikologis pada penderita Thalasemia.
2.7 Diagnosis Thalasemia.6
2.7.1 Anamnesis
Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu
makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati
dan limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka
mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan splenomegali
dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.
2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium
a. Thalasemia Alfa Trait
Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan,
dengan nilai hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume
eritrosit rata-rata (MCV) rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang
terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan tonjolan membulat yang
berjarak tidak teratur). Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas
normal. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan
pada hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H
disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan
anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan
hemoglobin A2 atau hemoglobin F.
b. Hemoglobin H Disease
Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi,
dengan kadar hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-70
fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi,
mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang
bermigrasi cepat (hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari hemoglobin.
Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan
adanya hemoglobin H.
c. Thalasemia Beta Minor
Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami
anemia ringan dengan hematokrit berkisar antara 28%-40%. Kadar MCV
berkisar antara 55- 75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat.
Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi,
mikrositosis, dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada
Thalasemia beta minor bisa terdapat basophil stippling. Angka retikulosit
bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin
menunjukkan peningkatan hemoglobin A2 berkisar antara 4-8% dan
terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F antara 1-5%.
d. Thalasemia Beta Mayor
Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa
transfusi, hematokrit dapat turun sampai dibawah 10%. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis, sel
target, basofil stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat sedikit
bahkan tidak ditemukan. Hemoglobin A2 ditemukan dalam jumlah yang
sangat bervariasi, dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan adalah
hemoglobin F.
2.8 Skrining.6
Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan
hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk
mengetahui kadar Hb dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat
bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum (SI) untuk
melihat status besi, analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis
Thalasemia, serta analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin).
2.9 Penatalaksanaan Thalasemia.3,4,5,6,10,11
2.9.1 Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50%,
atau sekitar 10 – 20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25 – 50 mg/kg
berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8 – 12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.
1. Vitamin C 100 - 250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk
meningkatkan efek khelasi besi.
2. Asam folat 2 – 5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
3. Vitamin E 200 – 400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
2.9.2 Transfusi Darah
Pengobatan paling umum pada penderita Thalasemia adalah transfuse
komponen sel darah merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah
merah sehat bagi penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk
mempertahankan hemoglobin penderita diatas 10 g/dL setiap saat. Hal ini
biasanya membutuhkan 2 – 3 unit tiap 4 – 6 minggu.21 Keadaan ini akan
mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum tulang dan
juga mengurangi absorbs Fe di traktus digestivus, serta dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita.
2.9.3 Splenektomi
Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah.
Splenektomi harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena tingginya
resiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi. Splenektomi dilakukan
dengan indikasi :
1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita akan
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan memungkinkan
terjadinya ruptur.
2. Hiperplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Thalasemia merupakan suatu kelompok kelainan sintesis hemoglobin
yang heterogen. Thalassemia memberikan gambaran klinis anemia yang
bervariasi dari ringan sampai berat.Transfusi darah masih merupakan tata
laksana suportif utama pada thalassemia agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara normal. Transfusi dapat menyebabkan terjadinya reaksi
transfusi tipe cepat maupun tipe lambat. Adapun dampak Transfusi berulang
pada thalassemia akan menyebabkan berbagai dampak, antara lain
hemosiderosis, infeksi virus dan bakteri, serta hipersplenisme. Terapi
hemosiderosis pada thalassemia adalah terapi kombinasi dari obat pengkelasi
besi (iron chelating drugs), terapi infeksi bakteri adalah pemberian antibiotik,
dan terapi hipersplenisme yaitu dengan splenektomi.
2. Saran
Sebaiknya dilakukan pemantauan fungsi organ secara berkala agar
berbagai dampak transfusi dapat dideteksi secara dini. Dan perlu adanya
kerjasama dan komunikasi yang baik dari dokter dan pasien agar tujuan terapi
dapat tercapai dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Iskandar. (24 November 2017). Thalasemia penyakit turunan yang bisa dicegah.
Inilah.com
http://www.inilah.com/news/read/gayahidup/2010/01/02/255741/thalasemia-
penyakit-turunan-yang-bisadicegah/
2. Ruswandi. (24 November 2017). Jumlah penderita thalasemia naik 8,3%.
Kompas.com
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/03/05/21122544/Jumlah.Penderi
ta.Thalassemia.Naik.8.3.Persen
3. Rudolph C. D, Rudolph A. M, Hostetter M. K, Lister G and Siegel N. J. (2002).
Rudolph’s Pediatric’s. part 19 blood and blood-forming tissues. 19.4.7 Thallasemia.
21st Edition. McGraw-hill company: North America
4. Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19
Hematologi hal. 419-450, Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.
5. Behrman R.E, Kliegman R.M and jenson H.B. (2004). Nelson textbook of
pediatrics’. Part 20 disease of the blood chapter 454 hemoglobin disorder 454.9
thallasemia syndrome. 17th edition.USA
6. Hay W.W, Hayward A.R, Levin M..J and Sandheimer J.M. (2003). Current pediatric
diagnosis and treatment. Part 27 hematologic disorder, congenital hemolytic
anemias hemoglobinopaties. 16th edition. Lange medical books/McGrawhill.
North America
7. Modell B and Darlison M. (2008). Global Epidemiology of hemoglobin disorders
and derived service indicators. Bulletin of the World Health Organization, volume
86, number 6. http://www.who.int/bulletin/volumes/86/6/06036673/en/
8. Riset Kesehatan Dasar. (2013) RISKESDAS 2013. eMedicine.
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf,pp
. 94-96.[Accessed : 24 November 2016].
9. Hastings C. (2002). the children’s hospital Oakland hematology/oncology
handbook. chapter 4 thallasemia. Mosby. United States of America
10. Herdata,Heru Noviat.(2008). Thalasemia,
http://ebookfkunsyiah.wordpress.com/category/hematoonkologi/thalassemia/
11.
medicine : Jerusalem. http://content.nejm.org/cgi/reprint/353/11/1135.pdf

More Related Content

What's hot

Guillain barre sindrom
Guillain barre sindromGuillain barre sindrom
Guillain barre sindrom
Fionna Pohan
 
Penyakit kelenjer tiroid
Penyakit kelenjer tiroidPenyakit kelenjer tiroid
Penyakit kelenjer tiroid
fikri asyura
 
Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13
tristyanto
 
Anemia mikrositik hipokrom
Anemia mikrositik hipokromAnemia mikrositik hipokrom
Anemia mikrositik hipokrom
Gabriella Jermia
 

What's hot (20)

Guillain barre sindrom
Guillain barre sindromGuillain barre sindrom
Guillain barre sindrom
 
Anemia
AnemiaAnemia
Anemia
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Tutor hema lulut
Tutor hema lulutTutor hema lulut
Tutor hema lulut
 
Penyakit kelenjer tiroid
Penyakit kelenjer tiroidPenyakit kelenjer tiroid
Penyakit kelenjer tiroid
 
Powerpoint dmdf
Powerpoint dmdfPowerpoint dmdf
Powerpoint dmdf
 
Dermatofitosis
DermatofitosisDermatofitosis
Dermatofitosis
 
PPT ANEMIA
PPT ANEMIAPPT ANEMIA
PPT ANEMIA
 
Cairan infuse
Cairan infuseCairan infuse
Cairan infuse
 
Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13
 
Anemia mikrositik hipokrom
Anemia mikrositik hipokromAnemia mikrositik hipokrom
Anemia mikrositik hipokrom
 
Power Point Thalasemia
Power Point ThalasemiaPower Point Thalasemia
Power Point Thalasemia
 
Ikterus Neonatorum
Ikterus NeonatorumIkterus Neonatorum
Ikterus Neonatorum
 
Leukimia Kanker yang Menyerang Sel Darah
Leukimia Kanker yang Menyerang Sel DarahLeukimia Kanker yang Menyerang Sel Darah
Leukimia Kanker yang Menyerang Sel Darah
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
 
Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid
 
kejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
kejang-demam-terbaru-presentasi-pptkejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
kejang-demam-terbaru-presentasi-ppt
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
 

Similar to Referat Thalasemia

keperawatan anak
keperawatan anak keperawatan anak
keperawatan anak
Okta Zaitun
 
Hari Talasemia dunia 2021.pptxtalasemiaday
Hari Talasemia dunia 2021.pptxtalasemiadayHari Talasemia dunia 2021.pptxtalasemiaday
Hari Talasemia dunia 2021.pptxtalasemiaday
asepfadilah
 
TERATOLOGY BLOOD&LYMPHATIC SYSTEM dr.Adhita Dwi Aryanti.M.Kes
TERATOLOGY BLOOD&LYMPHATIC SYSTEM dr.Adhita Dwi Aryanti.M.KesTERATOLOGY BLOOD&LYMPHATIC SYSTEM dr.Adhita Dwi Aryanti.M.Kes
TERATOLOGY BLOOD&LYMPHATIC SYSTEM dr.Adhita Dwi Aryanti.M.Kes
Adhita Dwi Aryanti
 
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-iJtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
fahruludin
 
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-iJtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
fahruludin
 

Similar to Referat Thalasemia (20)

Thalasemia
ThalasemiaThalasemia
Thalasemia
 
Reftat thalasemia nanda
Reftat thalasemia nandaReftat thalasemia nanda
Reftat thalasemia nanda
 
T halassemia
T halassemiaT halassemia
T halassemia
 
keperawatan anak
keperawatan anak keperawatan anak
keperawatan anak
 
4. anemia
4. anemia4. anemia
4. anemia
 
Hari Talasemia dunia 2021.pptxtalasemiaday
Hari Talasemia dunia 2021.pptxtalasemiadayHari Talasemia dunia 2021.pptxtalasemiaday
Hari Talasemia dunia 2021.pptxtalasemiaday
 
TERATOLOGY BLOOD&LYMPHATIC SYSTEM dr.Adhita Dwi Aryanti.M.Kes
TERATOLOGY BLOOD&LYMPHATIC SYSTEM dr.Adhita Dwi Aryanti.M.KesTERATOLOGY BLOOD&LYMPHATIC SYSTEM dr.Adhita Dwi Aryanti.M.Kes
TERATOLOGY BLOOD&LYMPHATIC SYSTEM dr.Adhita Dwi Aryanti.M.Kes
 
Askep anemia gravidarum
Askep anemia gravidarumAskep anemia gravidarum
Askep anemia gravidarum
 
31.-TAHLASEMIA-KULIAH-BARU.ppt
31.-TAHLASEMIA-KULIAH-BARU.ppt31.-TAHLASEMIA-KULIAH-BARU.ppt
31.-TAHLASEMIA-KULIAH-BARU.ppt
 
KULIAH HEMATOLOGI thalassemia.ppt
KULIAH HEMATOLOGI thalassemia.pptKULIAH HEMATOLOGI thalassemia.ppt
KULIAH HEMATOLOGI thalassemia.ppt
 
Askep thalasemia 1 AKPER PEMDA MUN
Askep thalasemia 1 AKPER PEMDA MUNAskep thalasemia 1 AKPER PEMDA MUN
Askep thalasemia 1 AKPER PEMDA MUN
 
Thalassemia
ThalassemiaThalassemia
Thalassemia
 
Asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia
Asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemiaAsuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia
Asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia
 
Keperawatan anak
Keperawatan anakKeperawatan anak
Keperawatan anak
 
Laporan pendahuluanthalasemia1
Laporan pendahuluanthalasemia1Laporan pendahuluanthalasemia1
Laporan pendahuluanthalasemia1
 
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-iJtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
 
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-iJtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
Jtptunimus gdl-onysuci-5726-3-3.babii-i
 
Rkk14
Rkk14Rkk14
Rkk14
 
PPT_Anemia.pptx
PPT_Anemia.pptxPPT_Anemia.pptx
PPT_Anemia.pptx
 
237321045 laporan-thalassemia-7
237321045 laporan-thalassemia-7237321045 laporan-thalassemia-7
237321045 laporan-thalassemia-7
 

More from dr. Bobby Ahmad

Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
dr. Bobby Ahmad
 

More from dr. Bobby Ahmad (15)

LAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIALAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIA
 
TRIMESTER 3
TRIMESTER 3TRIMESTER 3
TRIMESTER 3
 
Mioma Uteri
Mioma UteriMioma Uteri
Mioma Uteri
 
Rumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack ConvertedRumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack Converted
 
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL OBESITY AND PRENATAL, METABOLIC SYNDROME, OBSTE...
 
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada KehamilanReferat HIV/AIDS Pada Kehamilan
Referat HIV/AIDS Pada Kehamilan
 
REFERAT COLLODION BABY
REFERAT COLLODION BABYREFERAT COLLODION BABY
REFERAT COLLODION BABY
 
EKG
EKGEKG
EKG
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Referat Presbikusis
Referat PresbikusisReferat Presbikusis
Referat Presbikusis
 
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguruPencegahan hipotermi dengan metode kangguru
Pencegahan hipotermi dengan metode kangguru
 
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
JURNAL FOTO POLOS (BNO) INTRAVENOUS PYELOGRAPHY (IVP)
 
Jurnal Hipnoterapi
Jurnal HipnoterapiJurnal Hipnoterapi
Jurnal Hipnoterapi
 
REFERAT TORCH
REFERAT TORCHREFERAT TORCH
REFERAT TORCH
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
 

Recently uploaded

Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
andi861789
 
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATIPPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
MuhammadAlfiannur2
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
Acephasan2
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
Acephasan2
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
kemenaghajids83
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 

Recently uploaded (20)

Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATIPPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
 
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfPpt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
 
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 

Referat Thalasemia

  • 1. REFERAT THALASEMIA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Pembimbing : dr. Budi Andri Ferdian, Sp.A Oleh : Bobi Ahmad Sahid, S.Ked 17360245 KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD Dr. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI TAHUN 2017
  • 2. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik Thalasemia. Dari 250 juta, 80-90 juta di antaranya membawa genetik Thalasemia Beta.1 Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik menjadi 8, 3 persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90% para penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan masyarakat miskin. Kejadian thalasemia sampai saat ini tidak bisa terkontrol terkait faktor genetik sebagai batu sandungan dan belum maksimalnya tindakan screening untuk thalasemia khususnya di Indonesia.2 Thalasemia pertama kali ditemukan pada tahun 1925 ketika Dr. Thomas B. Cooley mendeskripsikan 5 anak anak dengan anemia berat, splenomegali, dan biasanya ditemukan abnormal pada tulang yang disebut kelainan eritroblastik atau anemia Mediterania karena sirkulasi sel darah merah dan nukleasi. Pada tahun 1932 Whipple dan Bradford menciptakan istilah thalasemia dari bahasa yunani yaitu thalassa, yang artinya laut (laut tengah) untuk mendeskripsikan ini. Beberapa waktu kemudian, anemia mikrositik ringan dideskripsikan pada keluarga pasien anemia Cooley, dan segera menyadari bahwa kelainan ini disebabkan oleh gen abnormal heterozigot. Ketika homozigot, dihasilkan anemia Cooley yang berat.3
  • 3. Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada penderita thalasemia, hemoglobin mengalami penghancuran (hemolisis). penghancuran terjadi karena adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin atau rantai globin. Hemoglobin orang dewasa terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh hemoglobinya. HbA2 tidak lebih dari 2% dan HbF 3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobin (95%). Pada penderita thalasemia kelainan genetik terdapat pada pembentukan rantai globin yang salah sehingga eritrosit lebih cepat lisis. Akibatnya penderita harus menjalani tranfusi darah seumur hidup. Selain transfusi darah rutin, juga dibutuhkan agent pengikat besi (Iron Chelating Agent) yang harganya cukup mahal untuk membuang kelebihan besi dalam tubuh. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka besi akan menumpuk pada berbagai jaringan dan organ vital seperti jantung, otak, hati dan ginjal yang merupakan komplikasi kematian dini.4
  • 4. BAB Il TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defnisi Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia.3 Hemoglobin adalah suatu zat di dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke seluruh tubuh, juga memberi warna merah pada eritrosit. Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi (Fe) dan globin adalah suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin pada manusia normal terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β).6 Penderita Thalasemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup, sehingga sel darah merahnya tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, penderita Thalasemia mengalami anemia sepanjang hidupnya.4 Thalasemia dibedakan menjadi Thalasemia α jika menurunnya sintesis rantai alfa globin dan Thalasemia β bila terjadi penurunan sintesis rantai beta globin. Thalasemia dapat terjadi dari ringan sampai berat. Thalasemia beta diturunkan dari kedua orang tua pembawa Thalasemia dan menunjukkan gejala klinis yang paling
  • 5. berat, keadaan ini disebut juga Thalasemia mayor. Penderita Thalasemia mayor akan mengalami anemia dikarenakan penghancuran hemoglobin dan membuat penderita harus menjalani transfusi darah seumur hidup setiap bulan sekali.3 Thalasemia diwariskan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Apabila salah satu dari orang tua memiliki gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan anaknya 50% sehat dan 50% carrier Thalasemia. Apabila kedua orang tua memiliki gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan anaknya 25% sehat, 25% menderita Thalasemia mayor dan 50% carrier Thalasemia.4 2.2 Klasifikasi Thalasemia Secara molekuler, Thalasemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu : Thalasemia alfa dan Thalasemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya produksi rantai-polipeptida.4 2.2.1 Thalasemia Alfa4 Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari : a. Silent Carrier State Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama sekali atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat. b. Thalasemia Alfa Trait Gangguan pada 2 rantai globin alfa. Penderita mengalami anemia ringan dengan sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier.
  • 6. c. Hemoglobin H Disease Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splinomegali). d. Thalasemia Alfa Mayor Gangguan pada 4 rantai globin alfa. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada Thalasemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Janin yang menderita alfa Thalasemia mayor pada awal kehamilan akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan. 2.2.2 Thalasemia Beta4 Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari : a. Thalasemia Beta Trait (Minor) Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). b. Thalasemia Intermedia Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
  • 7. c. Thalasemia Mayor (Cooley’s Anemia) Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat. Penderita Thalasemia mayor tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh yang lama kelamaan akan menyebabkan kekurangan O2, gagal jantung kongestif maupun kematian. Penderita Thalasemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.4 2.3 Patogenesis Thalasemia 2.3.1 Thalasemia Alfa.5 Alfa globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari 4 komponen alfa globin dan 2 komponen beta globin. HBA1 (Hemoglobin, α-1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut alfa globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, α-2). Kedua gen alfa globin terletak dalam sebuah kromosom 16 yang dikenal sebagai lokus alfa globin. Pada manusia normal terdapat 4 copy gen alfa globin. Sedangkan pada penderita Thalasemia, terjadi mutasi pada gen alfa globin. Apabila terjadi mutasi pada 1 gen α, maka tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut
  • 8. membawa sifat Thalasemia atau disebut carrier (trait) Thalasemia. Apabila terjadi mutasi pada 2 gen α, maka akan menderita Thalasemia ringan yang tidak menunjukkan gejala berat. Sedangkan mutasi yang terjadi pada 3 gen α akan menyebabkan penderita mengalami anemia berat, yang disebut juga Hemoglobin H Disease. Mutasi yang terjadi pada 4 gen α akan berakibat fatal pada bayi karena alfa globin tidak dihasilkan sama sekali. 2.3.2 Thalasemia Beta.5 Beta Globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. Gen HBB (Hemoglobin Beta) yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut beta globin. Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan Thalasemia beta. Tanpa beta globin, hemoglobin tidak dapat terbentuk dan akan mengganggu perkembangan sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan oksigen. Pada manusia normal terdapat 2 copy gen beta globin yang terdapat pada kromosom 11. Dan mutasi yang terjadi pada gen beta globin akan menyebabkan Thalasemia. Jika seseorang hanya memiliki 1 gen beta globin yang normal dan 1 gen beta globin sudah termutasi, maka orang tersebut carrier Thalasemia (trait). 2.4 Gambaran Klinis Thalasemia Tanda dan gejala dari penyakit Thalasemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel- sel darah merah dan hemoglobin.6
  • 9. Thalasemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Hal ini terjadi karena kekurangan protein alfa globin tidak terlalu banyak sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja dengan normal. Penderita Thalasemia alfa atau beta dapat mengalami anemia ringan. Anemia ringan dapat membuat penderita merasa lelah dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia kekurangan zat besi.6 Penderita beta Thalasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan sampai dengan sedang. Selain itu juga dapat diikuti dengan masalah kesehatan lainnya : a. Menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak b. Masalah tulang, Thalasemia dapat menyebabkan sumsum tulang tidak berkembang. Hal ini menyebabkan luas tulang melebihi normal dan tulang menjadi rapuh (Osteoporosis). Osteoporosis adalah suatu kondisi dimana tulang menjadi sangat rapuh dan mudah patah. c. Pembesaran limpa.6 Penderita hemoglobin H disease dapat mengalami anemia dengan tingkat yang berat. Tanda dan gejala akan muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Penderita akan mengalami anemia berat dan masalah kesehatan serius lainnya seperti : a. Pucat dan lesu b. Nafsu makan menurun c. Urin lebih pekat d. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat e. Kulit berwarna kekuningan
  • 10. f. Pembesaran hati dan limpa g. Masalah tulang (terutama tulang wajah) Gambar 2.1 Karakteristik Wajah Penderita Thalasemia 2.5 Epidemiologi Thalasemia 2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Orang Dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Humris Pleyte menemukan bahwa dari 192 kasus Thalasemia sebanyak 59,4% kasus sudah dapat ditegakkan diagnosanya sebelum anak berusia 1 tahun, 33,3% kasus ditegakkan diagnosanya saat anak berusia 1-2 tahun dan 7,3% kasus ditegakkan diagnosanya pada saat anak berusia 2-4 tahun.8 Berdasarkan data penderita Thalasemia yang berobat di Pusat Thalasemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dari tahun 1993 sampai dengan 2007 terdapat 1.267 kasus, yaitu 499 kasus (39,38%) berusia 0-5 tahun, 394 kasus (31,1%) berusia 6-10 tahun, 224 kasus (17,68%) berusia 11-15 tahun, 104 kasus (8,04%) berusia 16-20 tahun, dan 46 kasus (3,63%) berusia > 20 tahun.8
  • 11. Berdasarkan penelitian Peony di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2004, dari 68 kasus Thalasemia yang diteliti, 35 kasus (51,5%) diantaranya terjadi pada laki-laki, dan 33 kasus (48,5%) terjadi pada perempuan.8 Berdasarkan data penderita yang berobat di Pusat Thalasemia RSCM tahun 1993= 2007 terdapat 694 kasus (54,78%) laki-laki dan 573 kasus (45,22%) perempuan.8 2.5.2 Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Tempat Thalasemia ditemukan pertama kali di Mediterania, tetapi saat ini Thalasemia ditemukan hampir di seluruh dunia. Thalasemia diidentifikasi di Eropa Selatan, dari Portugal ke Spanyol, Italia dan Yunani, serta beberapa kasus di Eropa tengah dan Uni Soviet. Thalasemia juga ditemukan di beberapa negara bagian Asia, seperti Iran, Pakistan, India, Bangladesh, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Cina Selatan.7 Perpindahan penduduk dan pernikahan antar suku bangsa menjadikan Thalasemia menyebar luas di seluruh belahan dunia, termasuk di Eropa Utara, dimana Thalasemia yang sebelumnya tidak ditemukan hingga menjadi masalah kesehatan serius bagi penduduknya.7 Carrier Thalasemia juga ditemukan di seluruh dunia. Thalasemia alfa ditemukan dalam jumlah besar di Asia tenggara, seperti Thailand, Indonesia, Laos, Vietnam, Singapura, Filiphina, Kamboja, dan Malaysia. Carrier Thalasemia juga banyak ditemukan di China, India, Afrika, Mediterania, Yunani, dan Italia.7
  • 12. Thalasemia beta merupakan jenis Thalasemia yang paling banyak ditemukan di dunia. Thalasemia beta sangat sering terjadi di Mediterania dan beberapa bagian di Timur Tengah, India, Pakistan, dan Asia Tenggara, dengan frekuensi antara 2-30%.7 2.5.3 Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Waktu Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai melaporkan adanya 3 orang anak yang menderita Thalasemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan 23 orang anak yang menderita Thalasemia di Indonesia. Dalam kurun waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1961 sampai dengan 1978 telah ditemukan lebih dari 300 penderita Thalasemia.7 Menurut penelitian Weatherall tahun 2001, prevalensi carrier Thalasemia α adalah 10-20% di Afrika, 40% di Timur Tengah dan India, dan mencapai 80% di Papua Nugini Utara dan beberapa populasi di timur laut India.3 Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2006 sekitar 7% penduduk dunia diduga carrier Thalasemia, dan sekitar 300.000-500.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya.7 Kasus-kasus serupa juga banyak dilaporkan dari berbagai rumah sakit di Indonesia, diantaranya Manurung pada tahun 1978 dari bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus. Selain itu, Sumantri, Untario, dan Sunarto pada tahun yang sama dari bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Airlangga, dan Universitas Gajah Mada juga melaporkan adanya kasus Thalasemia. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional Thalasemia di Indonesia adalah 0,1%.8
  • 13. 2.5.4 Determinan Thalasemia a. Genetik Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen alfa globin dan gen beta globin yang terletak pada kromosom 16 dan kromosom 11. Pada manusia, kromosom selalu ditemukan berpasangan. Kelainan sebelah gen globin disebut carrier Thalasemia. Seorang carrier Thalasemia tampak sehat, sebab masih ada sebelah gen globin yang normal dan dapat berfungsi dengan baik. Seorang carrier Thalasemia biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua kromosom disebut Thalasemia mayor (homozigot). Kedua belah gen yang mengalami kelainan berasal dari kedua orang tua yang masing-masing carrier Thalasemia.9 Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing carrier Thalasemia, maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, anak mendapatkan gen globin yang berubah (gen Thalasemia) dari ayah dan ibunya, sehingga anak akan menderita Thalasemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen Thalasemia dari ibu atau ayahnya, maka anak akan menjadi carrier Thalasemia. Kemungkinan lainnya adalah anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya, sehingga anak tersebut tidak menderita Thalasemia ataupun membawa sifat Thalasemia.9 b. Umur Thalasemia mayor terjadi bila kedua orang tua carrier Thalasemia. Anak- anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan mengalami
  • 14. anemia pada usia 3 – 18 bulan. Penderita memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila penderita Thalasemia mayor tidak dirawat, maka hidup mereka biasanya hanya bertahan antara 1 – 8 tahun. Pada Thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berusia dibawah 1 tahun. Sedangkan pada Thalasemia minor yang gejalanya ringan, biasanya datang berobat pada usia 4 – 6 tahun.9 2.6 Pencegahan Thalasemia.8 2.6.1 Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah mencegah seseorang agar tidak menderita Thalasemia ataupun menjadi carrier Thalasemia. Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada pasangan pranikah terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka memeriksakan diri apakah mereka carrier Thalasemia atau tidak. Konseling ini juga ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita Thalasemia. Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan antar carrier Thalasemia karena berpeluang 50% untuk mendapat keturunan carrier Thalasemia, 25% Thalasemia mayor, dan 25% bebas Thalasemia. 2.6.2 Pencegahan Sekunder Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan
  • 15. amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus 2.6.3 Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi bagi penderita Thalasemia. Pencegahan tersier bagi penderita Thalasemia adalah dengan mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita Thalasemia. Saat ini telah berdiri Yayasan Penderita Thalasemia Indonesia di Jakarta. Yayasan ini bertujuan untuk mengumpulkan dana bagi penderita Thalasemia yang kurang mampu. Selain itu, yayasan ini juga menjadi wadah untuk bertukar informasi, fikiran dan pengalaman dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis pada penderita Thalasemia. 2.7 Diagnosis Thalasemia.6 2.7.1 Anamnesis Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati dan limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan. 2.7.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.
  • 16. 2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium a. Thalasemia Alfa Trait Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan, dengan nilai hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume eritrosit rata-rata (MCV) rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan tonjolan membulat yang berjarak tidak teratur). Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan hemoglobin A2 atau hemoglobin F. b. Hemoglobin H Disease Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi, dengan kadar hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-70 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi, mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang bermigrasi cepat (hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari hemoglobin. Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan adanya hemoglobin H.
  • 17. c. Thalasemia Beta Minor Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami anemia ringan dengan hematokrit berkisar antara 28%-40%. Kadar MCV berkisar antara 55- 75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi, mikrositosis, dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada Thalasemia beta minor bisa terdapat basophil stippling. Angka retikulosit bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan hemoglobin A2 berkisar antara 4-8% dan terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F antara 1-5%. d. Thalasemia Beta Mayor Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa transfusi, hematokrit dapat turun sampai dibawah 10%. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis, sel target, basofil stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat sedikit bahkan tidak ditemukan. Hemoglobin A2 ditemukan dalam jumlah yang sangat bervariasi, dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan adalah hemoglobin F. 2.8 Skrining.6 Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum (SI) untuk
  • 18. melihat status besi, analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalasemia, serta analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin). 2.9 Penatalaksanaan Thalasemia.3,4,5,6,10,11 2.9.1 Medikamentosa Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50%, atau sekitar 10 – 20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25 – 50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8 – 12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. 1. Vitamin C 100 - 250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek khelasi besi. 2. Asam folat 2 – 5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. 3. Vitamin E 200 – 400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah. 2.9.2 Transfusi Darah Pengobatan paling umum pada penderita Thalasemia adalah transfuse komponen sel darah merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah merah sehat bagi penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin penderita diatas 10 g/dL setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2 – 3 unit tiap 4 – 6 minggu.21 Keadaan ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum tulang dan juga mengurangi absorbs Fe di traktus digestivus, serta dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
  • 19. 2.9.3 Splenektomi Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena tingginya resiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan indikasi : 1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita akan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan memungkinkan terjadinya ruptur. 2. Hiperplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
  • 20. BAB III PENUTUP 1. Simpulan Thalasemia merupakan suatu kelompok kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen. Thalassemia memberikan gambaran klinis anemia yang bervariasi dari ringan sampai berat.Transfusi darah masih merupakan tata laksana suportif utama pada thalassemia agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Transfusi dapat menyebabkan terjadinya reaksi transfusi tipe cepat maupun tipe lambat. Adapun dampak Transfusi berulang pada thalassemia akan menyebabkan berbagai dampak, antara lain hemosiderosis, infeksi virus dan bakteri, serta hipersplenisme. Terapi hemosiderosis pada thalassemia adalah terapi kombinasi dari obat pengkelasi besi (iron chelating drugs), terapi infeksi bakteri adalah pemberian antibiotik, dan terapi hipersplenisme yaitu dengan splenektomi. 2. Saran Sebaiknya dilakukan pemantauan fungsi organ secara berkala agar berbagai dampak transfusi dapat dideteksi secara dini. Dan perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang baik dari dokter dan pasien agar tujuan terapi dapat tercapai dengan maksimal.
  • 21. DAFTAR PUSTAKA 1. Iskandar. (24 November 2017). Thalasemia penyakit turunan yang bisa dicegah. Inilah.com http://www.inilah.com/news/read/gayahidup/2010/01/02/255741/thalasemia- penyakit-turunan-yang-bisadicegah/ 2. Ruswandi. (24 November 2017). Jumlah penderita thalasemia naik 8,3%. Kompas.com http://kesehatan.kompas.com/read/2009/03/05/21122544/Jumlah.Penderi ta.Thalassemia.Naik.8.3.Persen 3. Rudolph C. D, Rudolph A. M, Hostetter M. K, Lister G and Siegel N. J. (2002). Rudolph’s Pediatric’s. part 19 blood and blood-forming tissues. 19.4.7 Thallasemia. 21st Edition. McGraw-hill company: North America 4. Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19 Hematologi hal. 419-450, Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. 5. Behrman R.E, Kliegman R.M and jenson H.B. (2004). Nelson textbook of pediatrics’. Part 20 disease of the blood chapter 454 hemoglobin disorder 454.9 thallasemia syndrome. 17th edition.USA 6. Hay W.W, Hayward A.R, Levin M..J and Sandheimer J.M. (2003). Current pediatric diagnosis and treatment. Part 27 hematologic disorder, congenital hemolytic anemias hemoglobinopaties. 16th edition. Lange medical books/McGrawhill. North America 7. Modell B and Darlison M. (2008). Global Epidemiology of hemoglobin disorders and derived service indicators. Bulletin of the World Health Organization, volume 86, number 6. http://www.who.int/bulletin/volumes/86/6/06036673/en/ 8. Riset Kesehatan Dasar. (2013) RISKESDAS 2013. eMedicine. www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf,pp . 94-96.[Accessed : 24 November 2016]. 9. Hastings C. (2002). the children’s hospital Oakland hematology/oncology handbook. chapter 4 thallasemia. Mosby. United States of America 10. Herdata,Heru Noviat.(2008). Thalasemia, http://ebookfkunsyiah.wordpress.com/category/hematoonkologi/thalassemia/ 11. medicine : Jerusalem. http://content.nejm.org/cgi/reprint/353/11/1135.pdf