3. KERANGKA DASAR AGAMA HINDU
Upacara dalam agama Hindu, adalah merupakan rangkaian kegiatan manusia dalam usaha
menghubungkan diri dengan Hyang Widhi Wasa guna memohon tuntunan hidup dan keselamatan
secara lahir dan bathin. Dalam pelaksanaan upacara-upacara tersebut, dilengkapi dengan upakara,
banten, atau sesajen, yang fungsinya sebagai sarana konsentrasi atau pemusatan pikiran. Semua
jenis upakara mengandung makna simbolis filosofis yang tinggi dan mendalam,
berasal dari kata tat dan twa. Tat
berarti ”itu” dan twa juga berarti ”itu”.
Jadi secara leksikal kata tattwa berarti
”ke-itu-an”. Dalam makna yang lebih
mendalam kata tattwa bermakna
”kebenaranlah itu”. Kerapkali tattwa
disamakan dengan filsafat ketuhanan
atau teologi. Di satu sisi, tattwa adalah
filsafat tentang Tuhan
TATTWA SUSILA
Sementara itu susila berasal dari kata ”su” dan
”sila”. Su berarti baik, dan sila berarti dasar,
perilaku atau tindakan. Secara umum susila
diartikan sama dengan kata ”etika”. Definisi ini
kurang lebih tepat karena susila bukan hanya
berbicara mengenai ajaran moral atau cara
berperilaku yang baik, tetapi juga berbicara
mengenai landasan filosofis yang mendasari suatu
perbuatan baik harus dilakukan
UPACARA
4. SUSILA
Dalam Agama Hindu merupakan
kerangka dasar yang kedua.
Susila berasal dari kosa kata
bahasa Sanskerta yang artinya
tingkah laku yang baik atau
menunjukkan kebaikan. Dalam
Wrhaspati Tattwa 26 dinyatakan
sebagai berikut:
“Sila ngaranya angraksa acara
rahayu”.
(Wrhaspati Tattwa.26)
Artinya: Kata susila mengandung
pengertian perbuatan baik atau
tingkah laku yang baik.
Susila atau etika adalah upaya mencari kebenaran.
Sebagai filsafat ia mencari informasi yang sedalam-
dalamnya secara sistematis tentang kebenaran
yang bersifat absolut maupun relatif.
Susila atau etika adalah upaya untuk mengadakan
penyelidikan atau mengkaji kebaikan manusia,
sebagai manusia bagaimana seharusnya hidup dan
bertindak di dunia ini agar hidup menjadi bermakna.
Susila atau etika merupakan upaya (karma)
manusia mempergunakan keterampilan fisiknya
(angga/raga) dan kecerdasan rohani (suksma
sarira). Suksma sarira manusia terdiri atas pikiran
(manas), kecerdasan (buddhi), dan kesadaran
murni (atman) yang dapat berfungsi sebagai sarana
untuk memecahkan berbagai masalah tentang
bagaimana manusia hidup dan berbuat baik
(suputra)
5. Manusah sarvabhutesu varttate vai subhasubhe, asubhesu
samavistam subhesveva varakayet.
Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwangjuga wenang
gumawaya-kenikang subha-subhakarma, kuneng paneentas
akena ring subhakarma juga ikang asubhakarma phalaning dadi wwang
(Sarasamuscaya, 2)
Artinya:
Dari sedemikian banyaknya semua makhluk yang hidup, yang
dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat perbuatan baik-
buruk itu, adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam
perbuatan baik juga manfaatnya menjadi manusia.
Kitab Sarasamuscaya
menyebutkan sebagai berikut:
6. PENGENDALIAN DIRI DAN ETIKA
MENURUT KITAB SARASAMUSCAYA
• Etika Hindu menurut ajaran Sarasamuccaya
• Isi pokok ajaran sarasamuccaya ini adalah ajaran etika. Berbagai
suruhan, larangan mengenai tingkah laku disajikan oleh kitab ini.
Tentu saja semua ajaran ini berlandaskan ajaran agama Hindu,
ajaran untuk mencapai kelepasan dari belenggu penderitan.
• Kelahiran ini adalah tangga untuk naik ke sorga. Karena itu
kelahiran ini harus diabadikan untuk meningkatkan diri dalam
kebajikan supaya tidak jatuh ke neraka. Caranya adalah dengan
melakukan dharma.
• Dalam hal ini akan dipaparkan beberapa pokok ajaran kitab ini
yang mengenai :
1) Catur Purusa Artha
2) Tri kaya
3) Tentang pergaulan
4) Hormat kepada orang lain dan orang tua
5) Ajaran tentang dasa yama dan dasa niyama.
7. CATUR PURUSA ARTHA
Walaupun kitab Sarasamuccaya tidak ada menyebut
nama catur purusa artha, tetapi perincian dari catur
purusa artha itu yaitu dharma, artha, kama dan
moksa beberapa kali disebut dan diuraikan maknanya
dalam beberapa ayat. Hal ini misalnya dapat kita baca
pada sloka 1 kitab ini sebagai berikut :
Dharma carthe ca kame ca mokse ca bharatarsabha,
Yadihasti tadanyatra yannehasti na tat kvacit.
Terjemahan :
Oh engkau bentengnya keluarga Bhatara, dalam
lapangan dharma, artha, kama dan moksa,
sebagaimana tertulis disini terdapat juga ditempat lain,
dan apa yang tidak tercantum disini tidak akan dijumpai
ditempat lain.
9. Manacika : berpikir yang bersih dan suci
Wacika : berkata yang baik, sopan dan benar
Kayika : berbuat yang jujur dan benar
wiweka
Tri pramana
Manusia mahluk sempurna
Sabda, bayu, idep
10. Wiweka, dengan pikiran manusia mampu membedakan serta memilah-
milah baik dan buruk, benar dan salah.
Kitab Sarasamuccaya mengajarkan :
Tidak ingin dan dengki pada milik orang lain (si tan engin adengkya ri
drbyaning len)
Tidak bersikap marah dean kasar kepada semua mahluk (si tan krodha
ring sarwa sattwa)
Percaya akan kebenaran ajaran Karmaphala (si mamittuha ni hananing
karmaphala.
Manacika: Idep/pikiran
11. Sarasamuccaya sloka 73
Perkataan jahat, menyakitkan kotor
(ujar ahala)
Perkataan keras, kasar (Ujar aprgas)
Perkataan mempitnah (ujar pisuna)
Perkataan bohong (ujar mithya)
Wacika: Berkata baik / benar
Kakawin niti sastra :
Wasita minittante manemu laksmi
Wasita minittante pati kapangguh
Wasita minittante manemu dukha
Wasita minittante manemu mitra
12. TI Guna ; Sattwam, rajas , tamas
Kitab Saracamuccaya ;
a. Tidak menyiksa dan membunuh (Ahimsa)
b. Tidak mencuri (Asteya)
c. Tidak berbuat zina
Kayika: Perbuatan yang baik
13. Sebagaimana sudah kita maklumi manusia tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu hidup bersama orang lain,
karena satu dengan yang lainnya saling bergantungan. Sebenarnya setiap orang memiliki kelebihan dan
kekurangan dari yang lain, baik berupa harta benda ataupun kemampuan. Karena itu bagi yang lebih
harus bersedia menerima atau mendermakan kelebihannya kepada yang kurang dan yang kurang harus
bersedia menerima dari yang lebih. Demikian kitab Sarasamuccaya mengajarkan kita supaya bersedia
berdana karena sesungguhnya apa yang kita miliki adalah juga untuk menbantu orang lain. Hal ini kita
baca dalam kitab Sarasamuccaya ayat 178 berikut ini :
Djanena kin janna dadati nasnute balena kin yena ripun na badhate, srutena kin yena na, dharma
macaret kimatnayo na jitendriyo vasi.
Ndta kari doning dhana, yang tan danakkena, tan tan bhutin, mangkanang kasaktin, tan padan ika yan
tan sadhana ning mangalahanang musuh, mangkanang aji, tan padon ika, yan tan suluha ring
dharmasadhana, mangkanang buddhi kaprajnana tan padon ika yan tan pangalahakenendriya, tan
pangawasakenang rajah tamah.
Terjemahan :
Apa gerangan gunanya kekayaan bila tidak untuk disedekahkan dan untuk dinikmati. Demikian pula
kesaktian, tidak ada gunanya jika bukan alat untuk mengalahkan musuh. Demikian pula ajaran suci tidak
ada gunanya bila tidak untuk suluh dalam pelaksanaan dharma. Demikian pula budi yang arif bijaksana
tidak ada gunanya bila tidak untuk menaklukkan hawa nafsu, agar tidak dikuasai rajah tamas.
HIDUP SALING BANTU MEMBANTU
DAN MENGHORMATI
14. Bila dalam astangga yoga terdapat ajaran panca Yama
niyama, maka dalam kitab Sarasamuccaya terdapatlah
ajaran dasa yama niyama brata. Ajaran ini adalah ajaran
etika yang amat luhur. Adapun dasa yama brata
perinciannya seperti dibawah ini :
Anrsangsya ksama satyamahimsa dama arjavam,
Pritih prasado madhuryam mardavam ca yama dasa.
Nyang brata ikang inaranan yama, pratyekanya nihan,
sapuluh, kwehnya, anrsangsya, ksama, satya, ahingsa,
dama, arjawa, priti, prasada, madhurya, mardawa, nahan
pratyekanya sapuluh, anrsangsya, si harimbawa, tan
swartha kewala, ksama si kelan panastis, satya, si tan
mrsawada, ahigsa, manuke sarwa, bhawa, dama, si
upasama wruh mituturi manahnya, arjawa, si duga-duga
bener, priti, si gong karuna, prasada heningning manah,
madhurya, manisning wulat lawan wuwus, mardawa, pos
ning manah. (S.S.259)
Dasa Yama Niyama Brata dan Rwa
Wlas Brata Ning Brahmana
Terjemahan:
Inilah brata yang disebut yama,
perinciannya demikian:
• Anrsangsya yaitu harimbawa, tidak
mementingkan diri sendiri saja.
• Ksama yaitu tahan akan panas dan
dingin.
• Satya yaitu tidak berdusta.
• Ahingsa yaitu membahagiakan semua
makhluk.
• Dama yaitu sabar, dapat menasehati
dirinya sendiri.
• Arjawa, tulus hati, berterus terang.
• Priti, sangat welas asih.
• Prasada, jernih hatinya.
• Madhurya, manisnya pandangan dan
manisnya perkataan.
• Mardawa, lembut hatinya.
15. Dasa Nyama Brata ajarannya lebih banyak ajaran
adhyatmika, ajaran yang mengarah kepada diri
sendiri. Adapun perinciannya sebagai berikut :
Danamijya tapo dhyanam svadhyayopasthanigrahah
vratopavasamaunam ca snanam ca niyama dasa.
Nyang brata sapuluh kwehnya, ikang niyama
ngaranya, pratyekanya, dana, ijya, tapa, dhyana,
swadhyaya, upasthanigraha, brata, upawasa,
mauna, snana, nahan ta awak ning niyama, dana
weweh, annadanadi, ijya, dewapuja, pitrapujadi,
tapa, kayasangsosana, kasatan ikang sarira,
bhusarya, jalatyagadi, dhyana, ikang siwasmarana,
swadhyaya, wedabhyasa, upasthanigraha, kahrta
ning upastha, brata, annawarjadi, mauna,
wacangyama, kahrtaning ujar, haywakecek kuneng,
snana, trisangdhyasewana, madhyusa ring kala ning
sandhya. (S.S.260)
DASA NYAMA BRATA
Terjemahan :
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama
perinciaannya :
• Dana yaitu pemberian, pemberian makanan,
minuman dan lain-lainnya.
• Ijya yaitu pujaan kepada Dewa, kepada leluhur dan
lain-lainnya, pujaan sejenis itu.
• Tapa yaitu pengekangan nafsu jasmaniah, seluruh
badan kering berbaring di atas tanah, pantang air
dan sebagainya.
• Dhyana yaitu terfokus merenungkan Bhatara Siwa.
• Swadhyaya yaitu mempelajari Weda.
• Upasthanigraha yaitu pengekangan upastha,
pengekangan nafsu kelamin.
• Brata yaitu pengekangan nafsu terhadap makanan
dan minuman.
• Mona yaitu wacang yama artinya menahan, tidak
mengucapkan kata-kata yaitu tidak berkata sama
sekali, tidak bersuara.
• Snana yaitu trisandhya sewana mengikuti
trisandhya, mandi membersihkan diri pada waktu
pagi, tengah hari dan petang hari.
16. Struktur dan Isi Wrhaspatitattwa
Wrhaspatitatwa Adalah sebuah lontar paksa Saiva, yang mengandung
ajaran Samkhya dan Yoga. Bagian yang mengajarkan pembentukan
alam semesta beserta isinya mengikuti ajaran Samkhya dan bagian
yang mengajarkan etika dan pengendalian diri mengambil ajaran Yoga.
Ajaran etikanya kita dapati pula pada lontar-lontar lain seperti lontar
Vratisasana dan Pancasiksa. Wrhaspati tattwa terdiri atas 74 sloka
yang masing-masing dijelaskan maksudnya dalam bahasa Jawa Kuna.
Isinya merupakan percakapan antara Bhatara Parameswara dengan
yang Mulia Wrhaspati.
ETIKA MENURUT AJARAN
WRHASPATI TATWA
17. Seperti ajaran Bhagavadgita dan Tattwajnana, maka Wrhaspati tattwa juga mengajarkan
bahwa kecenderungan-kecenderungan sifat manusia itu timbul dari triguna. Dalam ajaran
ini triguna adalah bagian dari citta yaitu alam pikiran. Cittalah yang menentukan
seseorang akan selamat atau celaka, duka atau bahagia. Lebih jauh Wrhaspatitattwa
mengajarkan bahwa orang naik sorga, jatuh ke neraka atau mencapai moksa adalah
karena citta. Hal ini diterangkan demikian.
Moksah svargasca narakam
tiryagbhāvasca manusam,
Cittapāpasya jāyate
cittasya hyanubhavatah.
Ikang citta hetu nikang ātma pamukti swarga, citta hetu
ring atma tibeng naraka, citta hetu nimittanyan pangdadi
tiryak, citta hetunyan pangjanma manusa citta hetunya
pamanggihakēn kamoksan mwang kalēpasan, nimittanya nihan.
(W.T.16)
Kecenderungan-kecenderungan
Sifat Manusia
18. Supaya orang tidak jatuh ke neraka maka orang harus
mengendalikan dirinya dan melaksanakan ajaran etika
sehingga kecenderungan-kecenderungan hati yang buruk
dapat dibendung dan kecenderungan hati yang baik dapat
dipupuk. Dalam hubungan ini Wrhaspatitattwa
mengambil astanggayoga ajaran Rsi Patanjali sebagai jalan
untuk menguasai diri. Dengan demikian ajaran yama
niyama dalam ajaran ini juga menjadi alas ajaran yoga
ialah sebagai ajaran yang bersifat etis. Susunan
astanggayoga dalam kitab Wrhaspatitattwa ini berbeda
dengan susunan anggota yoga, sehingga yang tinggal
enam anggota yoga itu disebut sadangga yoga. Susunan
sadangga yoga itupun berbeda dengan susunan dalam
asana dengan tarka yoga. Tetapi penjelasan masing-
masing anggota yoga itu sesuai pula dengan penjelasan
yoga sutra Patanjali.
Dalam kitab Wrhaspatitattwa ini ajaran yoga itu dimulai
dengan jalan sadangga yoga dan kemudian ajaran, yama
niyama. Hal ini terbalik bila dibandingkan dengan susunan
dalam yoga sutra Patanjali. Dalam tulisan ini kami ikuti
susunan astāngga itu sebagaimana yang tersebut dalam
kitab Wrhaspatitattwa.
PENGENDALIAN DIRI DAN ETIKA
Pratyāharastathā dhyanam
prānāyāmasca dhāranam,
Tarkascaiva samadhisca
sadangga yoga ucyate.
Nahan tang sadanggayoga ngaranya, ika ta sadhana ning
sang mahyun umangguhakena sang hyang Wisesa denika,
pahawas tanghidepta, haywa ta iweng-iweng dengtāngrengo
sang hyang aji hana prātyhāra yoga ngaranya, hana
dhyānayoga ngaranya, hana pranayama yoga ngaranya,
hana dharana yoga ngaranya, hana ratkayoga ngaranya,
hana samdhi yoga ngaranya, nahan tang sadangga yoga
ngaranya.
Terjemahan :
Demikianlah sadangga yoga namanya, itulah sarananya orang
yang ingin menemukan sang hwang Wisesa, biarlah terang hitam
janganlah kalut olehmu mendengar ajaran ini. Ada pratyahara
yoga namanya ada dhyana yoga namanya, ada tarka yoga
namanya ada Samadhi yoga namanya; Demikianlah Sadangga
yoga namanya.
19. TUJUAN ETIKA DAN MORALITAS
DALAM AGAMA HINDU
Untuk membina
agar umat Hindu
dapat memelihara
hubungan dengan
baik.
Untuk
menghindarkan
adanya hukum
rimba, dimana
yang kuat
menindas atau
memperalat yang
lemah.
Untuk membina
agar umat Hindu
dapat menjadi
manusia yang
baik dan berbudi
luhur.
Untuk membina
agar umat Hindu
selalu bersikap
dan bertingkah
laku baik,
termasuk selalu
berbuat baik
dengan siapapun
juga.