1. Webinar ini membahas formulasi konsep tatanan baru sesuai dengan teologi Hindu dengan menggunakan kerangka kerja metode teologi.
2. Diskusi teologi adalah diskusi tentang bagaimana menjawab suatu permasalahan dengan menggunakan sumber komprehensif seperti pustaka suci.
3. Seorang yang belajar teologi mutlak harus banyak membaca teks pustaka suci yang membangun suatu agama.
Formulasi konsep tatan baru dalam kehidupan perspektif teologi hindu donder
1.
2. Webinar : ACARA WEBINAR
Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Nusantara, Jakarta
Hari/Tgl : Kamis, 23 Juli 2020
Bersama : I Ketut Donder
Dosen Matakuliah Teologi Hindu dan Kosmologi Hindu
UHN I Gusti Bagus Sugriwa, Denpasar.
3. SHANTI MANTRA
Oý Dyauá úàntir antarikûaý úàntiá
påthivì úàntir àpaá úàntir
oûadhayaá úàntiá vanaspatayaá úàntir
viúve devaá úàntir brahma úàntiá
sarvaý úàntiá úàntir eva úàntiá
sà mà úàntir edhi
(Yayurveda XXXVI. 17)
Semoga ada kedamaian di Sorga, di angkasa, di
bumi, di dalam air, di dalam semak-semak, di
dalam hutan, di alam Dewa Brahma, semoga di
mana-mana ada kedamaian
5. 1. Berasal dari Putaka Suci
TEOLOGI
Framework Metode Teologi
Dua Ilmu Benteng Teologi:
1. Dogmatika (Mengharuskan);
2. Apologetikan (Memuliakan)
CATATAN PENTING:
Setiap ilmu memiliki prosedur
epistemologinya sendiri
yang juga biasa disebut
Framework.
Demikian pula TEOLOGI
sebagai ilmu
pengetahuan ilmiah
Memiliki langkah-
langkah tatacara
kerja sehingga tampak
sebagai ilmu yang
memiliki objek materi
dan objek formal.
Sehingga akan
Memenuhi syarat:
(1) Berobjek, (2) Bermetode,
(3) Sistematis, (4) Konsisten, (5)
Koheren, (6) Logis atau
Dapat diterima akal sehat,
(7) Bersifat Universal.
6. 1
1. Berasal dari Putaka Suci:
Sesuai konteks tema “Formulasi Konsep Tatanan Baru
sesuai dengan Teologi Hindu”. Maka pertama kita harus
menemukan formulasi itu dalam Pustaka Suci. Karena itu
pertanyaan teologis harus dimulai:
a. Adakah sumber dalam pustaka Hindu yang
membahas tentang “Tatanan Baru”.
b. Dalam mencarinya, dimulai dari Sruti, Smrti, Sila,
Acara, dan Atmanastusti.
c. Karena itu diskusi teologi adalah diskusi tentang
bagaimana menjawab suatu permasalahan dengan
menggunakan sumber komprehensif (teks).
7. 2 2. Dengan Menggunakan Pustaka Suci:
Atas pertanyaan pada bagian (1) maka gunakan
pustaka suci (mantra, sloka) atau derivatnya untuk menjawab
pertanyaan tersebut. Sebagaimana pertanyaan tentang
adakah formulasi konsep tentang “Tatanan Baru”.
Kata “tatanan baru” ini merujuk pada perubahan, maka pilih
mantra, sloka atau yang sepadan dengannya.
Manusmriti I.80-86 sangat jelas
menyatakan bahwa perubahan
terus terjadi secara siklik.
“Hidup mahluk ini, disebut dalam
Veda sebagai hasil dari kegiatan
kerja dan energi (kekuatan moral)
dari mahluk yang menjelma sebanding
dengan (kekuatan etika) dari setiap jaman”.
8. 3 3. Untuk Menyucikan Pustaka Suci:
tasmàc chàstraý pramàóaý te kàryàkàrya-vyavasthitau,
jñàtva úàstra-vidhànoktaý karma kartum ihàrhasi.
(Bhagavadgita XVI.24)
Karena itu, biarlah Pustaka-pustaka suci menjadi petunjukmu untuk
menentukan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tak boleh; setelah
mengetahui apa yang dikatakan dalam aturan kitab suci engkau hendaknya
mengerjakannya disini.
Brahma Sutra I.1.3: “sastra yonitvat”
Pustaka suci cara paling baik untuk memahami Tuhan;
tad viddhi praóipàtena paripraúnena sevayà,
upadekûyanti te jñànaý jñàninas tattva-darúinaá
(Bhagavadgita IV.34)
“Pelajarilah (pustaka suci) itu dengan penuh disiplin, dengan bertanya dan dengan
pelayanan; (dengan sikap seperti itu) maka orang bijaksana, yang melihat
kebenaran, akan mengajarkan kepadamu pengetahuan itu”.
9. 4 4. Demi Keyakinan terhadap Pustaka Suci:
MDhs. II. 238: “belajar dari
Apa saja
ye Tvetd>ysUyNtona_nuitîiNt memtm( -
svRDanivmU!a'StaiNvi×nìancets" --32--
ye tv etad abhyasùyanto nànutiûþhanti me matam,
sarva-jñana-vimùðhàýs tàn viddhi naûþan acetasaá.
(Bhagavadgita III.32)
‘Mereka yang mencela ajaran-Ku (pustaka suci) dan tidak mengikutinya,
sesungguhnya mereka bingung, tidak berperasaan dan kehilangan
keyakinan (Pudja (2012); S.Pendit (1994); Maswinara (1997)
Melupakan Veda, menghina Veda, memberikan kesaksian yang salah, membunuh
seorang teman, menyantap makanan yang dilarang atau menelan makanan yang tidak
pantas dimakan adalah enam macam kesalahan yang sama dengan mencuri minum sura
(makanan yang dilarang) (Pudja dan Sudharta, 2004:563).
b[õoJDta vedinNdakO$sa+y' suòÜ/"- gihRtanaÛyojRiG/" surapansmain z$( --57--
brahmoj jñatà vedanindà kauþa sàkûyaý suhådvadhaá,
Garhitànàdyayorjagdhiá suràpànasamàni ûaþ (Manava Dharmasastra XI.57).
10. 5 5. Pertanggungjawaban Intelektual tehadap Pustaka Suci:
yÛdacrit è[eîStÑadevetro jn"-s yTp[ma,' kuäte lokStdnuvtRte --21--
yad-yad àcarati úreûþhas tat-tad evetaro janaá,
sa yat pramàóaý kurute lokas tad anuvartate
(Bhagavadgita III.21).
Apapun juga kebiasaan yang baik itu dilakukan, orang lain
juga akan me-ngikutinya. Teladan apapun yang
dilakukannya, dunia akan mengikutinya.
n bui×.ed'jnyedDana' kmRsi½nam( -jozyeTsvRkmaRi,ivÜaNyuµ"smacrn( --26--
na buddhi-bhedaý janayed ajñànaý karma-saòginàm, joûayet
sarva-karmàói vidvàn yuktaá samàcaran.
(Bhagavadgita III.26)
Mereka yang bijaksana janganlah membingungkan yang bodoh,
yang terikat pada kegiatan kerja; melainkan mengajak semuanya
bekerja dan bekerja sama atas dasar itu.
TANGGUNG
JAWAB PARA
INTELEKTUAL
MENJELASKAN
ISI PUSTAKA
SUCI
11. 4. Demi Keyakinana
Pada Ajaran Agama
Yang Dianut
5. Tanggung Jawab
para Intelektual
menjelaskan
Isi Pustaka Suci
12. 1. BERSUMBER
DARI PUSTAKA
SUCI
2. MENGGUNAKAN
PUSTAKA SUCI
3. MENYUCIKAN
PUSTAKA SUCI 4. KEYAKINAN THDP
PUSTAKA SUCI
5.PERTANGGUNG-JAWABAN
INTELEKTUAL TERHADAP PUSTAKA SUCI.
Karena itu adalah suatu hal
Yang lucu jika dalam
argumenatasi teologis hanya
mengandalkan kemampuan
berdebat tanpa menguasai
teks Pustaka Suci.
Seorang yang
belajar Teologi mutlak
harus banyak membaca teks Pustaka
Suci yang membangun suatu agama !!!
13. FRAMEWORK EPISTEMOLOGI TEOLOGI:
1. Berasal dari Pustaka Suci (Brh. Sutra I.1.3)
2. Menggunakan Pustaka Suci (Bhg. IX.17: Tuhan adalah Objek Ilmu
Pengetahuan; Bhg. XVI.1: mantap dalam mencari pengetahuan,
berkurban dan mempelajari kitab suci )
3. Untuk Menyucikan Pustaka Suci (Bhagavadgita XVI.23:Orang yang
meninggalkan ajaran kitab suci tidak akan mencapai kesempurnaan;
Brh.Up.IV.4.15; IV.5.12: Tidak akan meninggalkan kepercayaan;
Tuhan sumber ilmu pengetahuan; Mundaka Up. I.1.9 Tuhan
adalahPengetahuan)
4. Demi Keyakinan terhadap Pustaka Suci: tak terbingungkan dan
terhindar dari segala dosa (Bhagavadgita X.3); Pengetahun jaminan
hidup kekal (Isa Upanisad11).
5. Pertanggungjawaban Intelektual tehadap Pustaka Suci (Bhg.X.3;
Bhg. III.21; bijaksana janganlah membingungkan yang bodoh,
memenjadi contoh bagi orang awam, bodhayantaá = mencerahi)
14. Catur Veda Rujukan Utama Teologi Hindu:
Radhakrishnan (2010:12) menyatakan ada empat buah Veda:
Ågveda sebagian besar berisi nyanyian pemujaan:
Yayurveda berhubungan dengan mantra yajña:
Sàmaveda berisi melodi dan,
Atharvaveda sebagian besar
berisi mantra gaib. Setiap Veda
mempunyai 4 bagian yaitu:
1. Saýhità yang berisi kumpulan nyanyian, rumus
pemujaan, berkat, rumus korban/yajña, doa rutin
2. Bràhmaóa yang berisi prosa yang membicarakan
pentingnya yajña dan upacara-upacara;
3. Àraóyaka atau susastra alas/hutan yang sebagian dimasukkan
ke dalam Bràhmaóa dan sebagiannya lagi berdiri sendiri;
4. Upaniûad.
15. STRUCTURE OF THE VEDIC KNOWLEDGE
SRUTI
CATUR VEDA UPAVEDA (Peleng.Veda)
RG
VEDA
SAMA
VEDA
YAJUR
VEDA
ATHARVA
VEDA
VEDĀNGGA
(Batangtubuh)
Itihasa
Purana
Arthasastra
Āyurveda
Gandaraveda
Kamasutra
Agama
Siksa (Phonetic)
Vyakarana (Gramar)
Chanda (Song)
Nirukta (Sin-Anon)
Jyotisa (Astronomy)
Kalpa (Ritual)
Ramayana
Maha
Bharata
Maha Purana
Upapurana
Srautrasutra
Guide for Perform the
Yajna
Grysutra
Yajna for House Holder
Sulvasutra
For built Temple or Holy Pl
Dharma Sastra:
20 books of Dh. Sastra
PARAVIDYA
SPIRITUAL
PARAVIDYA
SPIRITUAL
PARA-APARAVIDYA
SCIENCE SPIRITUAL
BHAGAVADGITA SMRTI
APARAVIDYA
SCIENCEAND
TECHNOLOGY
16. Veda adalah Sumber Seluruh Susastra:
Veda menunjukkan keseluruhan susastra yang terdiri dari dua
bagian yaitu: Mantra dan Bràhmaóa. Mantra datang dari
Yàska yang berasal dari manana atau berpikir, yaitu upaya atau
jalan yang harus dilalui untuk menuju Tuhan.
Bràhmaóa berhubungan dengan pengerjaan yang
sungguh-sungguh dari pemujaan dalam ritual. Bagian-bagian
dari Bràhmaóa disebut Àraóyaka. Mereka yang meneruskan
pelajaran tanpa berumah tangga disebut araóa atau araóamàna.
Mereka yang tinggal dalam pedepokan atau di hutan-hutan di
mana para aranas (orang suci) berdiam disebut araóya. Buah
pikiran mereka terdapat dalam Àraóyaka
(Radhakrishnan, 2010:12).
17. Tiga Tahapan Mencapai Visi-Tuhan:
Ada tiga tahap disebutkan sebagai persiapan untuk
mendapatkan visi-Tuhan (brahma-sàkûàtkàra), úravaóa atau
pendengaran, manana atau pemikiran dan nididhyàsana atau
perenungan/samàdhi. Langkah pertama adalah mempelajari apa
yang sudah dipikirkan dan dikatakan tentang mata pelajaran
dari sang guru. Kita harus mendengarkannya dengan keyakinan
atau úraddhà.391Úraddhà adalah tindakan dari kemauan,
keinginan dari hati dan bukan berasal dari kecerdasan. Ini
adalah keyakinan tentang keberadaan dari yang di luar sana,
àstikya-buddhiseperti kata Úaýkara.392
(Radhakrishnan, 2010:93)
18. Keyakinan kepada Para Rsi:
Kita harus memiliki keyakinan tentang integritas dari
para åûi yang rasa tidak mementingkan diri mereka sendiri telah
memungkinkannya untuk memahami Realitas Tertinggi dengan
pengalaman langsung. Pernyataan yang telah mereka rumuskan
dari pengalaman pribadi mereka memberikan kepada kita
pengetahuan dengan penggambaran, sebab kita belum memiliki
visi-langsung tentang kebenaran. Tetapi pengetahuan yang kita
peroleh melalui apa yang kita dengar atau dari laporan bukanlah
tidak bisa dibuktikan. Kebenaran dari pengetahuan Veda bisa
dibuktikan oleh kita apabila kita bersedia untuk memenuhi
beberapa keadaan yang diperlukan.
(Radhakrishnan, 2010:93-94)
19. Tingkat Kedua dari Berpikir:
Pada tingkat kedua dari manana atau pemikiran, kita
berusaha untuk membentuk gagasan yang jelas dengan
melakukan kesimpulan dari proses yang logis, analogi dan lain-
lain. Selama keyakinan itu teguh, keperluan akan falsafah
tiadalah dirasakan. Dengan menurunnya kepercayaan, semangat
untuk mencari bertambah. Kepercayaan penuh dan tanpa ragu-
ragu pada kekuatan yang melekat pada pengetahuan mendasari
seluruh jalinan intelektual dari Upaniûad. Kebenaran dari
pendapat Veda bisa disimpulkan melalui proses logika.
Mendengarkan susastra bukanlah berarti mengurangi isi
intelektualnya. Dia yang mendengar, mengerti sampai pada satu
tingkatan. Tetapi ketika dia membahas apa yang dia dengar, dia
semakin percaya pada pengetahuan tersebut yang akan semakin
menambah kepercayaannya (Radhakrishnan, 2010:94).
20. Pentingnya Berpikir Logis:
Keperluan untuk mengadakan penyelidikan yang bersifat
logis sangatlah di perlukan.393 Tanpa hal ini keyakinan akan
menurun tingkatnya menjadi hal yang bersifat mudah percaya
saja. Tanpa bahan yang diberikan oleh keyakinan, pikiran logis
hanya akan menjadi spekulasi saja. Bila susastra mengumumkan
kebenaran dengan pernyataan, falsafah mengukuhkannya
dengan perdebatan.
Úrì Úaòkara berkata: ‘Ketika keduanya, susastra dan
perdebatan dengan akal menunjukkan kesatuan dari àtman, hal
ini dilihat dengan jelas seperti halnya buah bael ditelapak tangan
seseorang.’394 Pada banyak orang Yang Maha Tinggi bukanlah
merupakan kenyataan dari pengalaman langsung; banyak pula
dari mereka yang tidak mau mengakui menerima berlakunya
azas yang tertulis dalam susastra. Untuk mereka perdebatan
memakai logika diperlukan (Radhakrishan, 2010:94).
21. Perbedaan Sruti dan Smriti:
Perbedaan antara Śruti, apa yang didengar dan smṛti,
apa yang diingat, antara pengalaman langsung dan
penafsiran tradisional, didasarkan atas perbedaan antara
Śravaņa dan manana. Kumpulan dari pengalaman tidaklah
sama dengan kesimpulan teologi. Data pokok adalah Śruti;
mereka menyangkut tentang pengalaman (expriential);
kesimpulan-kesimpulan yang dirumuskan adalah penafsiran
yang berikutnya (yang kedua). Yang pertama mewakili bukti,
yang lainnya mencatat sebuah ajaran. Ketika ada
pertentangan diantara keduanya, kita kembali kepada bukti.
Selalu saja terbuka kesempatan untuk meneliti kembali bukti
dengan semangat baru (Radhakrishnan, 2010:94).
22. Pertanyaan atas Suatu Ajaran Agama
Berhubungan dengan Sejarah:
Pernyataan yang bersifat ajaran dipengaruhi oleh
keadaan sejarah pada masa hal ini dibuat. Kita harus sanggup
melihat di belakang pernyataan pada kejadian ketika hal ini
ditulis, berdiri diantara ketegangan antara data dan
penafsirannya, bila kita ingin mengerti pentingnya ajaran-
ajaran. Kekurangan dari pada semua skolastisisme, baik
Eropa maupun Asia, adalah bahwasanya itu cenderung untuk
menganggap dirinya sebagai logika yang dingin, yang kejam,
yang bergerak dari satu kedudukan kepada kedudukannya
yang lain dengan kekerasan yang lalim. Hidup adalah
penguasaan pikiran dan bukan sebaliknya (Radhakrishnan,
2010:94-95).
23. Logika Teologi:
Pengetahuan logis yang diperoleh dari pelajaran atau susastra
dan pencerminan dari ajarannya hanyalah
pelajaran yang bersifat tidak langsung.
Itu bukanlah penangkapan langsung
dari kenyataan. Pikiran haruslah
lulus menjadi yang terealisir.
Buah pikiran yang ada dalam
Upaniśad haruslah secara
imaginatif dicamkan dan
direnungkan. Hal ini seharusnya
diperbolehkan untuk mengendap dengan
dalam dan tertindih sebelum dia diciptakan kembali dalam hidup.
Nididhyàsana adalah proses kesadaran buddhi (kecerdasan) dirubah
menjadi yang vital. Kita melepaskan kebanggaan atas pembelajaran kita
dan memusatkan pikiran kepada kebenaran (Radhakrishnan, 2010:95)
24. Keyakinan menjadi kenyataan bagi kita melalui
konsentrasi yang teguh pada yang nyata.
Nididhyāsana atau perenungan adalah berbeda
dengan upāsana atau pemujaan. Pemujaan
adalah bantuan terhadap perenungan,
walaupun dia sendiri bukanlah
perenungan. Dalam pemujaan
ada perbedaan antara diri
yang memuja dengan objek
yang dipuja, tetapi dalam perenungan/
samādhi, perbedaan ini dirahasiakan.
Terdapat kesunyian, kedamaian,
di mana jiwa membuka dirinya kepada Tuhan.
Kecerdasan menjadi seperti laut yang tenang tanpa riakan
apapun pada permukaannya (Radhakrishnan, 2010: 95)
25. Samādhi bukan perdebatan. Dia hanya menempatkan diri
secara tegar di depan kebenaran. Semua tenaga dari pikiran dipusatkan
pada satu objek dengan mengesampingkan
semua yang lain. Kita membiarkan
semua rasa dari gagasan yang
disamadhikan berkembang
pada pikiran. Bahkan upàsana
ditegaskan sebagai aliran yang
terus-menerus dari arus yang
sama dari pikiran. Dia juga adalah
sifat dari samàdhi.Kita bisa mempraktikan
samàdhi ke arah manapun. Pada waktu dan tempat manapun di mana
kita bisa memusatkan pikiran. Di sini proses abstraksi, memencilkan
memencilkan àtman dari obyek, dipergunakan. Pemusatan pikiran
adalah persyaratan untuk pemujaan. Lebih dari sekedar pemusatan
pikiran, dia adalah pemujaan (Radhakrishnan, 2010:95-96).
26. Pemujaan hanya bisa dilaksanakan total
ketika gangguan pikiran lenyap:
Dalam pemujaan kita harus menghilangkan semua
pikiran yang mengganggu, pengaruh yang mengganggu dan
beristirahat ke dalam diri. Kita dianjurkan untuk
beristirahat di hutan atau di lapangan di mana
dunia dengan hiruk pikuknya menjauh,
dimana matahari dan langit, bumi, dan air,
semuanya berbicara dengan bahasa yang sama,
yang mengingatkan para pencari bahwa dia
dia di sini untuk berkembang layaknya hal-hal
yang tampak disekitarnya. Ketiga tahapan tsb,
seorang guru akan sangat bermanfaat. Hanya
mereka yang bertindak dalam jalan yang benar
bisa disebut sebagai àcàryas (Radhakrishnan, 2010:96)
FOKUS
29. Pergaulan Liar Zone Merah untuk Mencapai Bahagia
Banyak contoh: orang berhasil menjadi milioner yang bergelimangan harta
kekayaan seakan dunia bisa dibeli. Tetapi, akhir hayatnya mengenaskan karena
tidak memiliki pondasi pergaulan yang baik. Pergaulan BEBAS memahami
BAHAGAI atau KEBAHAGIAAN = SUKA atau KESUKAAN.
Satsangh:
Bergaul dengan Orang
Bijak. Relasi, Hubungan,
atau Pergaulan Perlu
Diwaspadai
PERGAULAN MILLENNIAL
(TEKNOLOGI 4.0)
30. Pada jaman Kåtayuga, tapa lah yang merupakan kebajikan
paling utama, di jaman Tretàyuga dinyatakan pengetahuan (jñàna),
di jaman Dvàpara disebut yajña dan di jaman Kaliyuga dàna lah yang
paling utama (Manava I. Dharmasastra 86).
TAPA
JNANA
TAPA
DANA
UANG ADALAH
SIMBOL
KEBIJAKSANAAN
TEOLOGI
SOSIAL
(Kemanusiaan)
33. KERTA
YUGA
TRERTA
YUGA
DVAPARA YUGA
KALI YUGA
Baik Buruk
Di era Kaliyuga semua orang ngaku benar, yang
sejatinya jauh dari nilai-nilai kebenaran; manusia
tinggal 25% sifar kedewataannya;
Dan 75% dikuasai oleh sifat raksasa.
34. I.0
2.0
3.0
REALISASI
Walaupun demikian:
Manusia harus terus berkembang secara fisik dan juga
mental spiritual. Berupaya mencari ilmu pengetahuan
fisik dan metafisik atau spiritual.
Setinggi apapun tingkat kesarjanaan seseorang
dan setinggi apapun tingkat spiritual
seseorang pada Era Kaliyua,
tanpa beryajna dana
uang (harta) tidak
ada artinya. 4.0
0.0
DANA (UANG)
DANA (UANG)
DANA
(UANG)
36. Di jagate twara ada,
ne tan mobah ngawe bangkit,
yan tetep twara melah,
ngawe med manelogin,
kadi surya yan upami,
yan kalitepet satuwuk,
bilih jagate ya rusak,
kebus puwun tan maludih,
sangkan luwung,
pakaryan Ida Hyang Titah.
(Geguritan Sucita I.XX. 2, Pupuh Sinom)
Di dunia ini tidak ada,
Yg statis menyebabkan kemajuan,
Jika stagnan tidaklah baik,
Peyebab suatu kebosanan,
spt matahari jk diupamakan,
Jika tengah hari selamanya,
Bisa jadi dunia ini rusak,
Kepanasan tidak karuan,
sebab semuanya itu sudah sangat baik,
Sebagai karya Tuhan Yang Kuasa.
37. Sajroning kabyudayan,
sami mobah twara lepih,
ne mapunduh dadi belas,
ne pasah makumpul malih,
tangan suku raga sami,
ugi pasah pacang pungkur,
tuwin sarira lan atma,
tan wangde belas manadi,
salwir unduk,
twara ada tan maobah
(Geguritan Sucita I.XX. 3, Pupuh Sinom)
Sumber sastra Kerarifan
Lokal Bali
Seluruh kebudayaan,
semua berubah tak terkecuali,
yang berkumpul jadi berpisah,
yang berpisah berkumpul lagi,
tangan kaki raga semua,
akan pisah suatu nanti,
Juga badan dan atma,
tidak urung berpisah jadinya,
Seluruh perkara,
tida ada yang tidak berubah
38. “Tidak ada bencana yang akan menimpa bagi
mereka yang dengan seksama mengikuti adat-adat yang
Terpuji” dan peraturan-peraturan tentang tingkah laku baik, pada
pada mereka yang selalu hatihati menjaga kesucian, pada mereka
yang mengucapkan doa suci serta menghaturkan persembahan
yang ditempatkan pada api suci.
m½lacar yuμana' inTy' c p[ytaTmnam( - jpta' juøta' cWv ivinpato n ivÛte --146--
maògalàcàra yuktànàý nityaý ca prayatàtmanàm,
japatàý juhvatàý caiva vinipàto na vidyate.
(Manava Dharmasastra IV.146)
39. Dirjen Kebudayaan 1995 (Titib, 2006) Menetapkan 56 Butir Nilai Pendidikan Budi Pekerti
Pikiran
3 Macam
Perkataan
4 Macam
Perbuatan
3 Macam
(Chandogya Up VI.8.7; VI.9.4; VI.10.3; VI.12.3; VI.13.3)
Intisari yang paling halus dari seluruh alam semesta
adalah Atman. Sedangkan Atman tidak lain adalah Brahman.
Jadi menghrmati segalanya sama menghormati diri sendiri
SUSILA MELIPUTI 10
Maha Up. VI-72
(Samaveda)
Hitopadesha
1.3.71:
SUMBER SUSILA DALAM HINDU
KIDUNG TURUN
TIRTHA:
Panglukatan 10
Mala
40. Tubuh dibersihkan
dengan air,
pikiran disucikan
dengan kebenaran,dan
jiwa manusia
dengan
pelajaran suci dan tapa brata,
serta
kecerdasan
dengan pengetahuan yang benar.
adbhir gàtràói
úuddhyanti
manaá satyena
úuddhyati,
vidyàtapobhyàý
bhùtàtma
buddhir
jñànena úuddhyati.
(Manava Dharmasastra V.109)
41. 1. Merawat tubuh jasmani sesuai dengan ilmu
pengetahuan Kesehatan;
2. Menjaga pikiran agar selalu suci dengan cara
belajar yang benar, bergaul dengan orang yang
benar, dan berlatih agar senantiasa dapat
membedakan mana benar dan mana salah sesuai
kebenaran hati nurani.
3. Merawat Jiwa dengan pelajaran-pelajaran suci
dan melakukan tapa brata atau pengendalian diri.
4. Serta mengasah kecerdasan dengan pengetahuan
yang benar bukan dengan kecurangan.
42. TEOLOGI HINDU PERUBAHAN JAMAN:
Catur Phalaning Bhakti Wwang atuha
(Empat Macam Pahala Orang Karena Bhakti Kepada Orang Tua)
Ada empat pahala bhakti seorang anak
kepada orang tuanya; keempat pahala itu adalah,
kirti, ayusa, bala, yasa. (1) Kirti artinya mendapat pujian
nama baik, (2) ayusa berarti ‘panjang umur’, (3) bala berarti
mendapatkan ‘kekuatan’ dan (4) yasa berarti mendapat
‘jasa baik’. itulah empat pahala bakti
kepada orang tua.
Kunëng phalaning kabhaktin ring wwang atuha, pàt ikang wrddhi,
pratyëkanya, kìrtì, àyuûa, bala, yaûa, kìrti ngaraning pàleman ring
hayu, àyuûa ngaraning hurip, bala ngaraning kaûaktin, yaca
ngaraning patitinggal rahayu, yatikàwuwuh paripùåna, phalaning
kabhaktin ring wwang àtuha (Sarasamuscaya 250)
Abhivadanasilasya nityam vrddhopasevinah,
catvari tasya vardhante kirtirayuryaso balam.
43. GENERASI MILLENNIAL PADA MASA
MENDATANG SEMESTINYA SEMAKIN MAMPU
MEMBUKTIKAN KEBENARAN
VEDA MELALUI PENGUASAAN
SAIN DAN TEKNOLOGI:
tasmai sa hovàca: dve vidye veditavye iti
ha sma yad Brahmavido vadanti,
parà caivàparà ca
(Mundaka Up. I.1.4)
“.... dia berkata,
dua macam pengetahuan
(Vidya), yang semestinya
dimengerti, sebagaimana dikatakan
oleh yamg mengerti brahman, bahwa
ada yang lebih tinggi (Para) dan ada
yang lebih rendah (Apara)”.
Kesimpulannya : pengetahuan Niskala dan
pengetahuan Sakala sbg satu kesatuan
APARAVIDYA (Sain
dan Teknologi
Observasi Keluar)
VEDA
dengan
Derivat
VEDA-
ANGGA
UPVEDA
GENERASI MILLENNIAL
YANG HIDUP PADA ERA
TEKNOLOGI 4.0
SEMESTINYA MAKIN
MAMPU MEMBUKTTIKAN
KEBENARAN VEDA
MELALUI PEMAHAMAN
SAIN DAN PENGUASAAN
TEKNOLOGI
44. Dan caranya berusaha memperoleh sesuatu, hendaklah berdasarkan dharma,
dana yang diperoleh karena usaha, hendaklah dibagi tiga, guna melaksanakan (biaya) mencapai yang
tiga itu; perhatikanlah itu baik-baik. (Sarasamuscaya 261)
Demikianlah hakekatnya maka dibagi tiga (hasil usaha itu), yang satu bagian guna biaya mencapai
dharma, bagian yang kedua adalah biaya untuk memenuhi kama, bagian yang ketiga diuntukkan bagi
melakukan kegiatan usaha dalam bidang artha, ekonomi, agar berkembang kembali demikian
hakekatnya, maka dibagi tiga, bagi orang yang ingin beroleh kebahagiaan (Sarasamuscaya 262)
HARTA
UTPATHU
STITHI
PRALINA
DHARMA
ARTHA
KAMA
30%
30%
30%10%
BIAYA TIDAK
TERDUGA
PANCA YAJNA:
1. Dewa Yajna (6%)
2. Rsi Yajna (6%)
3. Pitra Yajna (6%)
4. Manusia Yajna (6%)
5. Bhuta Yajna (60%)
1. Devosito, Tabungan
2. Membuka Usaha Jasa, Pendidikan,
3. Usaha Ekonomi, dsb.
1. Rumah
2. Makanan, dan kesehatan
3. Pakaian
FOMULASI TATAN BARU DALAM PENGELOLAAN PENDAPATAN KELUARGA
SESUAI SARASAMUSCAYA:
48. KESIMPULAN (II):
Teologi Hindu memiliki perincian sangat saintifik tentang
menejemen kehidupan. Manajemen kehidupan yang
mempertimbangkan syarat kematangan phisiologi (fisik) dan
psikologi (mental) spiritual dalam ajaran Catur Asrama (MDh.
Dalam mengelola hidup pada tingkat Grihastha Teologi Hindu
memberikan pedoman Catur Purushartha tentang bagaimana
mendapatkan harta benda dan mengelola agar sesuai dengan
pedoman untuk (1) biaya mencapai dharma, (2) memenuhi
kama, (3) untuk melakukan kegiatan usaha dalam bidang artha,
ekonomi, agar berkembang kembali demikian hakekatnya harta,
sehingga dibagi tiga. Inilah konsep untuk memperoleh
kebahagiaan (Sarasamuscaya 262).
Karena itu apapun kesuksesan yang dicapai oleh para generasi mendatang
Tetap berhubungan dengan konsep ini.
49. Formulasi Pengendalian Diri yang Benar:
Pustaka Manava Dharmasastra II.97 menambahkan
penjelasan slola II.96 dan II. 98 bahwa pengendalian indria itu
tidak hanya belajar Veda atau ber-yajña, melakukan niyama
ataupun tapa. Tetapi, Niyama-brata, yaitu sepuluh macam
tuntutan sikap mental yang harus dipenuhi yaitu (1) dāna
(sedekah), (2) ijva (bersembahyang), (3) tapa (menempa diri
dengan bersemadhi), (4) dhyāna merenung dengan penuh
pemusatan pikiran atau suatu tujuan yang baik), (5) svādhyāya
(mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran Veda dan mengenal-
kannya), pasthanigraha (mengendalikan nafsu sex).
(6) Brata atau pengendalian pañca indra dengan taat
pada sumpah, (7) upavasa (berpuasa), (8) mona atau (9)
mauna (mengendalikan kata-kata dengan tidak berkata-kata
yang tidak perlu) dan (10) snāna (membersihkan badan,
misalnya mandi) (Pudja dan Sudartha, 2004:53-54)