15.be gg, salomo roy freddy,hapzi ali theory and practice corporate governance, universitas mercu buana 2019
1. Nama : Salomo Roy Freddy Pakpahan
NIM : 55118110191
Mata Kuliah : Business Ethics & Good Governance
Dosen Pengampu : Prof. Dr.Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, MPM.
Theory and Practice of Corporate Governance
A. Pengertian Corporate Governance
Tata Kelola Perusahaan (corporate governance) adalah rangkaian proses,
kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan,
pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola
perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan
(stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama
dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan
direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan,
bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Kemunculan istilah corporate governance digawangi oleh Cadbury pada tahun
1992. Pada awalnya, Cadbury Committee mendefinisikan corporate governance
sebagai suatu paket kebijakan yang memuat uraian hubungan antara para pemegang
saham, manajer, kreditur, pemerintah, pekerja dan stakaholders lain, baik secara
internal maupun eksternal, sebagai suatu bentuk tanggung jawab.
Pengertian corporate governance juga disampaikan oleh Monk dan Minow
(2001), yang dituliskan oleh Nuryaman (2008: 3), berupa mekanisme pengendalian
dalam mengatur dan mengelola perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan akuntabilitas perusahaan, dengan harapan untuk bisa mewujudkan
shareholders value. Pengendalian yang dimaksud di sini diarahkan pada pengawasan
perilaku manajer supaya tindakannya dapat bermanfaat bagi perusahaan dan
pemiliknya.
Corporate governance menjadi konsep yang diajukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan melalui monitoring kinerja manajemen, serta
menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan didasarkan pada
kerangka peraturan.
B. Teori Tata Kelola Perusahaan
Tata kelola yang baik merupakan faktor penting dalam memelihara
kepercayaan dan keyakinan para pemangku kepentingan. Zabihollah Rezae dalam
2. bukunya yang berjudul “Corporate Governance and Ethics” mengikhtisarkan bahwa
tujuan utama Corporate Governance adalah untuk menciptakan keseimbangan
pembagian kekuasaan yang tepat diantara semua partisipan, khususnya Pemilik
Modal/Pemegang Saham, Dewan Pengawas/Badan Pengawas/Dewan komisaris
(Dewas, Bawas, Dekom) dan Direksi dalam mencapai dan meningkatkan nilai saham
dengan tetap mempertimbangkan kepentingan stakeholder lainnya.
Teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah Agency Theory,
Stewardship Theory dan Stakeholder Theory.
1. Agenchy Theory
Perkembangan tata kelola perusahaan yang berangkat dari teori kegenan
(Agency Theory) dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori
tersebut mendasarkan pada konflik yang timbul antara principal dan agen. Principal
merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama
prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk
menjalankan perusahaan.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. Manajemen sebagai „agents” dianggap akan
bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana
serta adil terhadap Pemegang Saham. Adanya pemisahan kepemilikan dan
perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen menimbulkan agency problem
(konflik kepentingan).
Sebagai pihak yang mengelola perusahaan, agen mempunyai lebih banyak
informasi mengenai kapasitas perusahaan, lingkungan kerja dan perusahaan secara
keseluruhan. Disisi lain prisipal tidak mempunyai informasi cukup tentang kinerja
agen. Hal ini mengakibatkan ketimpangan informasi antara prinsipal dan agen yang
disebut dengan aymmetric information. Hal tersebut dapat menimbulkan dua
permasalahan (Jensen dan Meckling, 1976), yaitu :
a) Moral Hazard yaitu permasalahan yang terjadi jika agen tidak melaksanakan
bersama apa yang telah disepakati dalam kontrak kerja.
b) Adverse selection yaitu prinsipal tidak dapat mengetahui apakah keputusan
yang diambil oleh agen didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau
terjadi kelalaian dalam tugas.
2. Stewardship Theory
Tidak seperti teori keagenan, teori stewardship mengasumsikan bahwa
manajer adalah pengelola dengan perilaku yang selaras dengan tujuan principal
mereka. Teori ini mendasarkan pada adanya toleransi yang baik dalam diri seorang
manajer. Manajer dipandang setia kepada perusahaan dan tertarik dalam pencapaian
kinerja yang tinggi. Motif dominan, yang mengarahkan para manajer untuk
menyelesaikan pekerjaan mereka, adalah keinginan mereka untuk melakukan tugas
dengan sangat baik.
3. Secara khusus, manajer dipahami sebagai pihak yang termotivasi oleh
kebutuhan untuk mencapai kepuasan intrinsik melalui keberhasilan dalam melakukan
pekerjaan yang menantang, untuk melaksanakan tanggung jawab dan wewenang dan
dengan demikian untuk mendapatkan pengakuan dari pimpinan dan pihak lainnya
terhadap keberhasilannya. Oleh karena itu ada unsur motivator yang bersifat non
keuangan bagi manajer. Teori ini juga berpendapat bahwa sebuah organisasi
membutuhkan struktur yang memungkinkan harmonisasi yang akan dicapai dari
hubungan yang efektif antara manajer dan pemilik.
Dengan kata lain, Stewardship theory memandang manajemen sebagai pihak
yang dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik
maupun stakeholder.
3. Stakeholders Theory
Stake holder Theory atau Teori Pemangku Kepentingan memposisikan
Pemeganag Saham/Pemilik Modal hanya merupakan salah satu dari sejumlah
kelompok stakeholder yang penting. Sama seperti pelanggan, pemasok, karyawan
dan masyarakat lokat. Pemegang saham memiliki saham di dan dipengaruhi oleh
keberhasilan atau kegagalan perusahaan.
Gibson 2000:247 menguraikan dalam jurnalnya bahwa dengan cara yang
sama bahwa bisnis juga memiliki tugas yang berbeda untuk berbagai kelompok
pemangku kepentimgan.
Dalam kasus dimana ada konflik kepentingan antara Pemilik Modal/Pemegang
saham dengan stakeholder lainnya, maka kepentingan para Pemilik Modal/Pemegang
Saham, harus dimoderasi atau dikorbankan untuk memenuhi kewajiban dasar bagi
pemangku kepentingan lainnya.
Dalam hukum perusahaan, Pemilik Modal/Pemegang saham diberi status
unggulan sebagai pemilik perusahaan. Mereka mampu memilih semua atau sebagian
besar anggota Direksi, memiliki hak untuk mempekerjakan dan memecat para
eksekutif senior dan menyetujui atau menolak kebijakan penting dan strategi
perusahaan.
Karena status yang luar biasa dan kendali yang dimiliki oleh Pemilik
Modal/Pemegang Saham berdasarkan hukum perusahaan, teori pemangku
kepentingan cenderung mencurahkan perhatian yang lebih sedikit untuk membela
hak-hak Pemilik Modal/Pemegang Saham.Asumsinya adalah bahwa Pemilik
Modal/Pemegang Saham sudah memiliki kekuatan untuk memastikan bahwa
kepentingan mereka diperhitungkan oleh perusahaan dan para manajernya. Teori
stakeholder yang telah mempertimbangkan hak-hak Pemilik Modal/Pemegang Saham
biasanya mencoba untuk menunjukkan mengapa hak-hak ini harus dibatasi oleh hak
atau kepentingan kelompok stakeholder lainnya.
Dari ketiga uraian konsep yang mendasari Good Corporate Governance terlihat
bahwa kesamaannya terletak pada pengamatan pola hubungan atau interaksi antara
pemilik modal/pemegang saham/Dewas/Bawas/Dekom dengan Direksi dalam
4. pemenuhan kepentingan masing masing pihak. Efektivitas interakti tersebut
menciptakan sinergitas hubungan yang memengaruhi laju pertumbuhan nilai
perusahaan secara positif dengan mempertimbangkan kepentingan stakeholdes
lainnya.
C. Prinsip dan Aturan Mengenai GCG di Indonesia (Privat)
Dalam penerapan praktik Tata Kelola Perusahaan yang baik, perlu disepakati
konsep/prinsip yang mendasari pemahaman terhadap Good Governance. Prinsip
merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual
Dalam penerapan praktik Tata Kelola Perusahaan yang baik, perlu disepakati
konsep/prinsip yang mendasari pemahaman terhadap Good Governance. Prinsip
merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual
Tujuan penetapan prinsip-prinsip tersebut adalah untuk meletakkan landasan
bagi pengembangan pelaksanaan Good Corporate Governance di Lingkungan
perusahaan secara umum. Prinsip-prinsip dan asumsi dasar dimaksud akan menjadi
pegangan dalam penjabaran tindakan dan langkah-langkah yang hendak dilakukan
untuk mewujudkan GCG dan akan menjadi patokan dalam pengujian keberhasilan
aplikasi GCG pada suatu organisasi. Nilai-nilai yang dikandung dalam prinsip tentunya
dapat bervariasi sesuai dengan keyakinan individu, maupun organisasi serta
lingkungan tempat seseorang/organisasi berkegiatan.
Secara umum terdapat enam prinsip corporate governance dalam Prinsip-
prinsip Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) 2004
mengenai corporate governance. Keenam prinsip ini menjelaskan hal-hal yang
mencakup: kerangka dasar corporate governance, hak pemegang saham, kesetaraan
perlakuan Pemilik Modal/Pemegang Saham, peranan stakeholders, keterbukaan dan
transparansi serta tanggung jawab Dewas/Bawas/Dekom.
Dengan memperhatikan kesesuaian perangkat hukum dan lingkungan BUMD
dengan BUMN, penerapan Praktik Tata Kelola mengacu pada prinsip dasar yang telah
dikembangkan oleh BPKP dengan akronim PRIFAT sebagai berikut :
1. Participation (Partisipasi)
Partisipasi yang dimaksud disini adalah pemenuhan tanggung jawab, hak dan
wewenang serta tindakan-tindakan lain yang patut diambil sesuai dengan posisinya.
Menurut kamus Collins “Participate means to become actively involve in”. Jadi
partisipasi merupakan keterlibatan yang aktif, kalau pada suatu perusahaan tentunya
dari setiap pelaku/organ perusahaan dalam menunjang peningkatan nilai perusahaan.
Eksistensi keberadaan badan usahan diakui dan difasilitasi, baik secara langsung
atau tidak langsung oelh masyarakat umum lainnya. Karena itu, perusahaan
semestinya memperhatikan kepentingan masyarakat dalam tindakan-tindakannya.
Penerapan prinsip ini akan membantu kelanggengan perusahaan dan menciptakan
“sense of belonging” dari banyak pihak. Perusahaan perlu pula membina hubungan
dengan semua karyawan maupun anggota masyarakat sekitar melalui hubungan
5. bisnis yang langsung atau tidak langsung sehingga perusahaan menjadi bagian dari
masyarakat (corporate citizenship)
Perlu dihindari teradinya ketimpangan yang mencolok dengan keadaan sekitar
sehingga mengundang kecemburuan sosial. Selain itu upaya pemeliharaan
lingkungan serta kesehatan wilayah sekitar lokasi usaha juga tidak boleh diabaikan.
Beban sosial (Social cost) yang terkait pada umumnya dapat diperhitungkan dan
dimasukkan sebagai unsur biaya produksi.
Faktor-faktor yang memengaruhi Prinsip Partisipasi meliputi :
a) Kapabilitas
Seorang yang berada pada posisi tertentu tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan pasti apa sebabnya. Salah satu sebab seseorang tidak
melakukan partisipasi adalah karena dia tidak mampu (capable) untuk melaksanakan
apa yang seharusnya dilakukan tersebut.
b) Budaya/Nilai-nilai pada Perusahaan
Partisipasi dalam kegiatan-kegiatan perusahaan dipengaruhi oleh budaya atau
nilai-nilai yang berkembang di perusahaan
c) Sistem Penghargaan
Penghargaan merupakan salah satu kebutuhan manusia, baik secara materi
maupun non materi. Apabila setiap partisipasi dari setiap orang dihargai, maka akan
timbul kepuasan.
d) Kontrol dari masyarakat/Pemerintah
Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa perusahaan harus berpartisipasi untuk
peningkatan kemakmuran masyarakat sekitar. Disisi lain tekanan masyarakat
mengenai kepedulian perusahaan dalam memenuhi hak-haknya misalnya agar ada
operasi yang ramah lingkungan atau agar dilakukan pembinaan kepada pengusaha
ekonomi lemah, jelas memengaruhi kemauan perusahaan untuk berpartisipasi
memperhatikan kepentingan stakeholders tersebut.
2. Responsibility (Responsibilitas)
Prinsip responsibilitas adalah kesesuaian atau kepatuhan di daam pengelolaan
perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang
berlaku.
3. Independency (Independen)
Independen merupakan suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terikat
dengan pihak manapun. Independen menunjukkan sikap bebas yang tidak
terpengaruhi oleh kepentingan pihak tertentu atau kelompok/organisasi tertentu.
4. Fairness (Keadilan)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak
stakeholder desuai dengan oeraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan
fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan
jaminan perlakuan yang adil diantara beragam kepentingan dalam perusahaan.
6. 5. Accountability (Akuntabilitas)
Segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian dan evaluasi.
Melalui oenerapan prinsip ini, suatu proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat
dimonitor, dinilai dan dikritisi. Akuntabilitas juga menunjukkan adanya traceableness
yang berarti dapat ditelusuri ampai ke bukti dasarnya, serta reasonbleness yang
berarti dapat diterima secara logis.
6. Transparancy (Transparansi)
Secara sederhana transparansi dapat diartikan sebagai keterbukaan. Transparansi
akan mendorong diungkapknnya kondisi yang sebenarnya sehingga pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dapat mengukur dan mengentisipasi segala sesuatu
yang menyangkut perusahaan. Dengan adanya transparansi di setiap kebijakan dan
keputusan di lingkungan korporasi, maka keadilan (fairness) dapat ditumbuhkan.
D. Praktik Tata Kelola Perusahaan
Perusahaan memandang praktik tata Kelola Perusahaan yang baik (GCG)
merupakan alat untuk menjaga kelangsungan Usaha, menjaga kepercayaan para
pemangku kepentingan dan menumbuhkan integritas Perusahaan. Pihak-pihak yang
memiliki kepentingan pada suatu perusahaan disebut stakeholders. Praktik tata kelola
perusahaan yang baik merupakan alat untuk menjaga kelangsungan bisnis, menjaga
kepercayaan para pemangku kepentingan, dan menumbuhkan integritas perusahaan.
Manfaat yang diperoleh dalam melaksanakan Tata kelola perusahaan yang
baik, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak
rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan
corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen. Khusus bagi
BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil
privatisasi.Hingga saat ini masih ditemui definisi yang bermacam-macam
tentang Good Corporate Governance atau GCG.
Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG)
merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan sebuah perusahaan. Hal
7. tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari praktik bisnis demi mewujudkan
kelangsungan usaha.
Kesadaran untuk mengimplementasikan sistem Tata Kelola Perusahaan yang
Baik menjadi hal krusial dan fundamental guna melindungi kepentingan perusahaan
dan pemegang saham. Perusahaan melalui jajaran Dewan Komisaris, Direksi, dan
segenap insan Perusahaan berkomitmen untuk melaksanakan prinsip-prinsip GCG
dengan berlandaskan pada nilai-nilai pokok yang tertuang dalam Budaya Kerja
Perusahaan.
Penerapan prinsip-prinsip GCG dalam organisasi akan menciptakan
Perusahaan yang transparan dan terpercaya serta memiliki manajemen bisnis yang
dapat dipertanggung jawabkan. Penerapan GCG yang baik juga akan memperkokoh
kepercayaan serta meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya.
Untuk mewujudkannya, Perusahaan menerapkan GCG yang terintegrasi
dengan pengelolaan kepatuhan, manajemen risiko, dan pengendalian internal.
Langkah ini ditempuh agar Perusahaan memiliki pengetahuan dan kapabilitas untuk
mengelola Governance, Risk and Compliance (GRC) yang sejalan dengan
pengelolaan kinerja bisnis dan mampu mengantarkan organisasi mencapai
kelangsungan hidup Perusahaan.
Tujuan penerapan GCG yang baik di lingkungan Perusahaan, di antaranya :
➢ Mengendalikan dan mengarahkan hubungan antara pemegang saham, Dewan
Komisaris,Direksi, karyawan, klien, mitra kerja, serta masyarakat dan
lingkungan.
➢ Mendorong dan mendukung perkembangan Perusahaan.
➢ Mengelola sumber daya secara lebih baik.
➢ Mengelola risiko secara lebih baik.
➢ Meningkatkan pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan.
➢ Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan Perusahaan.
➢ Meningkatkan citra Perusahaan menjadi lebih baik.
Perusahaan Menyadari bahwa penerapan GCG merupakan proses jangka
panjang yang akan menghasilkan sustainable value, sehingga memerlukannya untuk
menghadapi persaingan usaha, meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam
mengelola sumber daya, memaksimalkan nilai perusahaan sehingga mampu
beroperasi dan tumbuh secara berkelanjutan. Oleh karenanya, perusahaan harus
terus berupaya optimal untuk melakukan internalisasi prinsip-prinsip GCG ke dalam
sistem dan prosedur serta pembentukan perilaku yang sesuai guna mendorong
terciptanya budaya yang menjunjung tinggi profesionalisme, integritas, kualitas
layanan.
8. Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi
perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas
situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG
dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam
perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
a) Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG
assessment, dan 3) GCG manual building. Awareness building merupakan langkah
awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen
bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan
tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan
melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan
upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam
penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level
penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna
mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan
GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk
mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu,
dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. GCG manual
building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan
hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas
penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun.
Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari
luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ
perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai
aspek seperti : • Kebijakan GCG perusahaan • Pedoman GCG bagi organ-organ
perusahaan • Pedoman perilaku • Audit commitee charter • Kebijakan disclosure dan
transparansi • Kebijakan dan kerangka manajemen resiko • Roadmap implementasi
b) Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah
memulai implementasi diperusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni: 1.
Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai
aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman
penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang
dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah
satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan. 2. Implementasi,
yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasar
roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang
melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya
mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal
9. proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG. 3. Internalisasi, yaitu
tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upayaupaya untuk
memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan
berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan
GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat
superficial, tetapi benarbenar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
c) Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke
waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan
dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas
praktik GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat
memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan
yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga
dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan
BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan
situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang
diberikan.
Tata Kelola Perusahaan pada PT. Garuda Indonesia
Visi dan Misi
Visi Perusahaan adalah “Menjadi perusahaan penerbangan yang handal
dengan menawarkan layanan yang berkualitas kepada masyarakat dunia
menggunakan keramahan Indonesia”
Misi Perusahaan adalah “Sebagai perusahaan penerbangan pembawa
bendera bangsa (flag carrier) Indonesia yang mempromosikan Indonesia kepada
dunia guna menunjang pembangunan ekonomi nasional dengan memberikan layanan
yang profesional.”
Sebagai implementasi awal dari GCG Garuda Indonesia telah mengeluarkan
peraturan mengenai Kebijakan Tata Kelola Perusahaan (KTKP), Board Manual,
Panduan Kebijakan bagi Direksi dan Komisaris, Panduan etika bisnis, dan Panduan
etika kerja. Dengan menerapkan nilai nilai Efficient & Effective, Loyalty, Customer
Centricity, Honesty & Openness, dan Integrity. Garuda Indonesia telah dan akan terus
mengembangkan standard operasi dan panduan teknis untuk seluruh jajaran
organisasi, dengan berlandaskan kepatuhan kepada peraturan dan kebijakan yang
berlaku.
10. Struktur tata kelola yang dilakukan oleh Garuda Indonesia :
1) Organ terkait CGC
Garuda Indonesia memiliki organ perusahaan yaitu:
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
b. Dewan Komisaris
c. Direksi
d. Komite-komite dibawah Dewan Komisaris
➢ Komite Audit (wajib)
➢ Komite lainnya untuk memfasilitasi pelaksanaan tugas pengawasan
penerapan CGC
e. Sekretaris perusahaan
f. Pengawasan Internal (Audit Internal)
2) Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik-
GCG mensyaratkan bahwa direksi wajib membuat Rencana Jangka Panjang
dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. Garuda Indonesia telah
membuat Rencana Jangka Panjang sejak tahun 2005.
3) Larangan mengambil keuntungan pribadi
Dalam PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang
Baik-GCG disebutkan bahwa anggota direksi dilarang mengambil keuntungan
pribadi. Direksi Garuda Indonesia telah memberikan pernyataan tertulis bahwa
tidak ada benturan kepentingan. Tidak hanya direksi namun komisaris
perusahaan juga melakukan hal yang sama. Hal ini membuktikan bahwa Organ
Garuda Indonesia memiliki komitmen yang kuat dalam penerapan
profesionalisme dengan meniadakan benturan kepentingan pribadi dari dewan
direksi maupun dewan komisaris.
4) Manajemen resiko
Dalam PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang
Baik-GCG setiap BUMN diharuskan untuk membangun dan melaksanakan
program Manajemen Risiko yang terpadu. Garuda Indonesia
mengimplementasikan manajemen resiko dengan membuat satu bagian untuk
membangun dan melaksanakan Manajemen Risiko yaitu divisi Strategy
Bussiness, Development and Risk Management.
5) Sistem Pengendalian Internal dan Pengawasan Intern.
Garuda Indonesia mengimplementasikan Sistem Pengendalian Internal
dengan ketat, yaitu dengan membentuk satu bagian khusus internal control,
dibawah Direksi langsung.
6) Kerahasiaan Informasi dan Keterbukaan Informasi
Peraturan pemerintah mengatur bahwa BUMN harus menjaga informasi yang
rahasia bagi perusahaan. Dan harus membuka informasi penting sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Garuda Indonesia telah melakukan
keterbukaan informasi dengan mem-publish data-data penting yang harus
diinformasikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
11. 7) Key Performance Indicator Garuda Indonesia
Garuda Indonesia telah menggunakan Key Performance Indikator untuk
menilai performa perusahaan sejak tahun 2011. Key Performance Indikator
adalah kontrak kerja yang disepakati antara dewan direksi dengan dewan
komisaris berupa target capaian. Oleh sebab itu setiap tahun item-item
penilaian dalam KPI bisa berubah tergantung dari kebijakan perusahaan dan
hasil pembahasan dewan komisaris dan dewan direksi yang telah ditetapkan
pada tahun tersebut
12. Referensi
1) Fernando, A. C. (2012). Business Ethics and Corporate Governance, Second
Edition. india. Pearson.
2) LoRusso, James Dennis. (2017). Spirituality, Corporate Culture, and American
Business: The Neoliberal Ethic and the Spirit of Global Capital (Critiquing Religion:
Discourse, Culture, Power), London. Bloomsbury .
3) Hapzi Ali, 2019. Modul BE & GG, Univeristas Mercu Buana.
4) https://www.garuda-indonesia.com (5 Juli 2019, Pukul 08: 16 WIB)
5) https://independent.academia.edu/RaySitepu (5 Juli 2019, Pukul 12: 18 WIB)
6) https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan_yang_baik (5 Juli 2019, Pukul
17:11 WIB)