Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
TATA KELOLA PERUSAHAAN
1. NAMA : Asep Muhamad Perdiana
NIM : 55117110181
DOSEN : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
MATA KULIAH : Bussines Ethic And Good Governance
Corporate Governance Rating (CGR) adalah pendapat mengenai posisi relatif entitas
sehubungan dengan penerapan praktik tata kelola perusahaan. Ini memberikan
informasi kepada pemangku kepentingan mengenai tingkat praktik tata kelola
perusahaan. Ini memungkinkan entitas perusahaan untuk memperoleh penilaian
independen dan kredibel terhadap kualitas dan tingkat tata kelola perusahaan mereka.
Proses pemeringkatan juga akan menentukan posisi relatif entitas berhadapan dengan
praktik terbaik yang diikuti di arena domestik maupun internasional. Perusahaan juga
dapat menggunakan peringkat ini sebagai referensi dan menetapkan tolok ukur untuk
perbaikan lebih lanjut. Investor dan pemangku kepentingan lainnya mendapatkan
keuntungan karena mereka dapat membedakan perusahaan berdasarkan tingkat tata
kelola perusahaan.
Corporate Governance Rating (CGR) dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat relatif
dimana organisasi menerima dan mengikuti peraturan dan pedoman praktik tata kelola
2. perusahaan. Praktik tata kelola perusahaan yang lazim di perusahaan mencerminkan
distribusi hak dan tanggung jawab di antara berbagai peserta dalam organisasi seperti
Dewan, manajemen, pemegang saham dan pemangku kepentingan keuangan lainnya,
dan peraturan dan prosedur yang ditetapkan dan diikuti untuk mengambil keputusan
mengenai urusan perusahaan. Penekanan CGR ICRA adalah pada praktik bisnis
perusahaan dan standar pengungkapan kualitas yang memenuhi persyaratan regulator
dan adil dan transparan bagi pemangku kepentingan keuangannya. Penekanan
Penilaian Nilai Pemangku Nilai ICRA dan Tata Kelola (SVG), di sisi lain, terkait dengan
pengelolaan nilai dan nilai bagi semua pemangku kepentingan perusahaan, selain
praktik tata kelola perusahaan. Peringkat SVG mempertimbangkan kinerja aktual
perusahaan dan akrual dari keuntungan kinerja tersebut di antara semua pemangku
kepentingannya, terlepas dari kualitas praktik tata kelola perusahaan. Ini adalah
penilaian gabungan dari penciptaan dan pengelolaan nilai pemangku kepentingan dan
kualitas praktik tata kelola perusahaan yang menentukan Peringkat SVG. ICRA's CGR
dan SVG Ratings dapat membantu perusahaan yang dinilai dalam mengumpulkan
dana; daftar di bursa saham; berurusan dengan pihak ketiga seperti
kreditur; memberikan kenyamanan kepada regulator; memperbaiki citra /
kredibilitas; meningkatkan penilaian; dan memperbaiki praktik tata kelola perusahaan
melalui benchmarking.
Tatakelola perusahaan yang baik atau good corporate governance selanjutnya
disingkat dengan GCG adalah proses untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabiltas perusahaan guna mewujudkan nilai Pemilik Modal/RPB dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan
berlandaskan peraturan dan nilai etika. Stakeholders perusahaan antara lain pemilik,
kreditor, pemasok, asosiasi usaha, karyawan, pelanggan, pemerintah dan masyarakat
luas.
Tujuan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance pada Perum Perumnas
adalah:
1. Memaksimalkan nilai perusahaan dalam bentuk peningkatan kinerja (high
performance) serta citra perusahaan yang baik (good corporate image).
3. 2. Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ perusahaan.
3. Mendorong organ perusahaan dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi dengan nilai etika/moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya
tanggungjawab sosial perusahaan terhadap stakeholders.
4. Mendorong pengelolaan sumber daya dan risiko perusahaan secara lebih efisien
dan efektif.
5. Mengurangi potensi benturan kepentingan organ perusahaan dan pekerja dalam
menjalankan bisnis perusahaan.
6. Menciptakan lingkungan usaha yang kondusif terhadap pencapaian tujuan
perusahaan.
Perubahan era yang terjadi pada abad 21 dewasa ini, penerapan Good Corporate
Governance (GCG) telah menjadi hal yang mendesak untuk semua organisasi, baik
dalam skala besar maupun menengah. Dalam hal ini, tidak dapat dibedakan antara
perusahaan besar atau menengah sekalipun memiliki sebuah konsep GCG, meskipun
dalam pelaksanaanya akan berbeda-beda. Penerapan GCG ini sendiri berkaitan
dengan penyaluran atau distribusi dari kekuatan dan tanggung jawab, serta
konsekuensi dan akuntabilitas pada performance atau pencapaian organisasi.
Steger dan Amann membedakan antara governance dari beberapa tipe organisasi yang
berbeda, seperti keanggotaan dengan organisasi yang terpusat, dan perusahaan publik
dengan. pribadi. Good Corporate Governance (GCG) berkaitan dengan perusahaan-
perusahaan yang telah menerapkan sistem ekonomi modern, dengan karakteristik dan
speseifikasi tertentu, sebagai berikut:
1. Memiliki izin untuk beroperasi sebagai dasar dari sistem ekonomi modern: bertujuan
untuk dapat bersaing dalam menyediakan barang dan jasa kepada pelanggan yang
bersedia untuk membayar. Dalam hal ini, bukan berarti organisasi dapat menghindari
dampak sosial dan lingkungan sebagai efek samping dari aktivitas yang organisasi
lakukan. Hal ini disesuaikan dengan aturan-aturan dari masyarakat sekitar dimana
perusahaan itu berada.
4. 2. Keuntungan (profit) adalah tolak ukur dari kesuksesan dan ketahanan hidup dari
organisasi modern: Nilai tambah keuangan organisasi terdiri dari perebedaan antara
biaya yang dikeluarkan dan pencapaian pendapatan organisasi.
3. Korporasi sebagai hirarki organisasi yang mungkin berbeda pada tingkatannya
(seperti jumlah pegawai, wewenang, dan lainnya), tetapi selalu memiliki posisi puncak
yang dapat teridentifikasi atau jelas.
4. Para pakar mengatakan bahwa dalam sebuah perusahaan didasarkan pada hak-hak
atas kekayaannya, bukan pada asas demokrasi, seperti “one vote for one person”.
(Steger, Urich & Wolfgang Amann, 2008:3)
Berdasarkan pemaparan di atas, salah satu prinsip dasar dari sistem ini adalah semua
orang memiliki tanggung jawab (responsible) dan dan mampu mempertanggung
jawabkannya (accountable) pada keputusan yang mereka (institusi) ambil. Prinsip-
prinsip ini lah yang dimaksudkan untuk menggaransikan pertanggung jawaban tersebut
untuk menggunaka wewenang dan menghormati kepentingan orang lain. Singkatnya,
menurut Steger dan Amann (2008:4) mendefinisikan Good Corporate
Governance (GCG) sebagai:
“Corporate governance establishes clear structures regarding accountability,
responsibility, and transperancy, at the head of the company and defines the role of
boards and management”.
Dalam penerapannya, penggunaan yang efektif fan efisien untuk mewujudkan
konsep Good Corporate Governance (GCG), setidaknya terdapat 5 pilar GCG yang
ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang kita biasa kita
kenal dengan konsep TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility,
Independency, and Fairness) (dalam anonymous 2015:5), konsep inilah yang nantinya
akan banyak dibahas dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) dalam
suatu organisasi atau perusahaan. Secara singkat, menurut pendapat dan sejauh
pemahaman saya mengenai konsep TARIF tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Transparency, konsep ini diperlukan dalam menjaga objektivitas suatu organisasi
atau perusahaan dalam menjalankan suatu bisnis dengan memberikan informasi-
5. informasi yang jelas, akurat, mudah diakses dan dipahami serta dapat dipertanggung
jawabkan oleh semua pemangku kepentingan dalam organisasi atau perusahaan
tersebut. Dengan semakin berkembangnya teknologi dewasa ini, tidak menjadi suatu
alasan bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk tidak dapat melakukan inisiatif
untuk mengungkapkan berbagai informasi yang berkaitan dengan proses pegambilan
keputusan atau kebijakan yang sangat diperlukan oleh para pemangku kepentingan.
2. Accountability, konsep ini diperlukan untuk melihat sejauhmana kinerja yang telah
dihasilkan oleh suatu organisasi dan perusahaan. Dalam hal ini suatu kinerja haruslah
dapat dikelola dengan tepat dan terukur untuk melihat seberapa jauh kesinambungan
antara proses perencanaan, organisir, pelaksanaan serta evaluasi yang dilakukan
dengan tujuan organisasi atau perusahaan itu sendiri. Dalam konsep ini pula,
organisasi dan perusahaan harus mampu menjawab segala pertanyaan yang akan
diajukan oleh para pemangku kepentingan atas apa yang telah diperbuat dan hasil
yang dicapai oleh organisasi atau perusahaan itu sendiri.
3. Responsibility, konsep ini merefleksikan tanggung jawab setiap individu maupun
organisasi atau perusahaan dalam mematuhi segala tugas-tugas dalam pekerjaan,
aturan-aturan serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan
bisnis suatu organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini, bukan hanya terbatas pada
tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan antara atasan dengan bawahan,
namun tanggung jawab organisasi atau perusahaan kepada para pemangku
kepentingan hingga masyarakat sekitar. Sehingga dalam konsep ini, organisasi atau
perusahaan harus mampu mempertanggung jawabkan segala hal yang bekaitan
dengan aturan, hukum dan peraturan yang berlaku sebagai kontirbusi hubungan
hierarki internal perusahaan, pemangku kepentingan, masyarakat
serta stakeholders lainnya.
4. Indepedency, konsep ini dapat dijadikan sebagai aktualisasi diri untuk organisasi
dan perusahaan yang dapat berdiri sendiri dan memiliki daya saing dengan lingkungan
bisnisnya. Dalam hal ini, organisasi atau perusahaan harus memiliki tata kelola yang
efektif dan efisien dan mampu melakukannya sendiri tanpa ada dominasi atau
intervensi dari pihak lain, serta mampu dalam menggunakan dan memanfaatkan nilai-
6. nilai (values) yang ada pada organisasi atau perusahaan itu sendiri untuk dapat
dijadikan unique point diantara organisasi dan perusahaan lainnya, sehingga mampu
bersaing dalam bidang bisnis yang serupa.
5. Fairness, konsep ini diperlukan untuk menjaga stabilitas perusahaan dengan
menjaga kewajaran dan kesetaraan bagi setiap anggota, pemangku kepentingan
dan stakeholders lainnya dalam suatu organisasi atau perusahaan dengan porsinya
masing-masing. Hakikatnya setiap bagian dalam organisasi atau perusahaan memiliki
kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi untuk organisasi atau
perusahaan. Sehingga, konsep ini menjadi sangat penting untuk mendapatkan
kepercayaan atau sebagai motivasi bagi setiap bagian dari organisasi atau perusahaan,
karena mereka akan memiliki rasa dan kesempatan yang sama dalam memberikan
kontribusi kepada organisasi atau perusahaan, sehingga akan memacu setiap individu
dalam berkompetisi untuk memberikan yang terbaik kepada organisasi atau
perusahaan tersebut.
Bedasarkan penjelasan dari kelima konsep di atas, konsep ini sangat diperlukan bagi
organisasi atau perusahaan dalam menerapkan konsep Good Corporate
Governance (GCG), yang mana konsep ini dapat dijadikan sebagai standar pengukuran
kesesuaian dan peyimpangan dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan.
Konsep ini juga dapat digunakan melihat sejauhmana organisasi atau perusahaan
dalam mengelola sumber daya-sumber daya yang tersedia dan dapat diinformasikan,
dipertanggung jawabkan dan dapat dipertanyakan alokasinya kepada para pemangku
kepentingan. Disamping itu, melalui konsep ini pula, dapat dilihat pula sejauhmana
organisasi atau perusahaan mampu memberikan melakukan tata kelolanya sendiri dan
tetap pada jalur yang tepat dalam mencapai tujuan, dengan memperhatikan
penyerataan kesempatan yang ada kepada seluruh bagian organisasi atau perusahaan
yang disesuaikan pada porsi dan kemampuannya masing-masing.
Dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG), tidak terlepas dari budaya
organisasi yang berlaku di dalam organisasi itu sendiri. Budaya menurut Schein
(2010:5) adalah fenomena dinamis dalam kondisi “disini dan saat ini” dan sebuah latar
belakang sturktur paksaan yang berpengaruh pada kelompok melalui beberapa cara.
7. Budaya sendiri secara terus-menerus diterapkan dan tercipta oleh interaksi yang
dilakukan kelompok dengan terbentuk oleh perilaku kelompok itu sendiri. Greertz
(dalam Driskill & Brendton 2010: 8) berpendapat pada budaya organisasi terdiri dari
jaringan yang signifikan yang terus dipintal oleh organisasi itu sendiri, serta dibangun
melalui adanya interaksi.
Setiap organisasi memiliki cara-cara yang unik dari apa yang mereka lakukan. Hal ini
sama halnya dengan budaya nasional maupun masyarakat, yang memiliki hal-hal yang
unik,seperti Bahasa, benda-benda peninggalan sejarah, nilai-nilai, perayaan-perayaan,
pahlawan-pahlawan, sejarah dan norma-norma, dan setiap organisasi juga memiliki hal
unik yang berbeda-beda pula. Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beragam jenis
suku, ras, budaya dan etnis yang beragam telah terbentuk menjadi satu dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Segala kebudayaan nasional, lokal maupun asing
sekalipun telah ada dan terbentuk bahkan sejak Indonesia belum merdeka pada tahun
1945. Budaya yang telah terbentuk itu kemudian terefleksikan pada budaya-budaya
organisasi yang ada di Indonesia yang bertujuan untuk mencapai kesinambungan dan
ketahanan dalam jangka panjang, meningkatkan kinerja dan pada akhirnya
meningkatkan nilai tambah bagi organisasi untuk kepentingan pihak-pihak di dalam
organisasi itu sendiri.
Dengan dasar itu pula, maka dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG)
yang sesuai dengan budaya Indonesia harus pula mencakup 5 pilar dasar dari GCG
yang ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (dalam
anonymous 2015:5), yaitu TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility,
Independency, and Fairness) dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Transparency
Pada penerapannya sebagaimana dengan budaya yang berlaku di Indonesia, yang
mana dalam hal ini governance sendiri terdiri dari 3 pilar yang memiliki kepentingan,
yaitu pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Untuk itu, dalam penerapannya,
informasi-informasi yang berkaitan dengan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat
wajib untuk dipenuhi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan mudah di akses.
Hal ini dapat dilakukan dengan mudah dengan memanfaatkan teknologi informasi,
8. sehingga tidak lagi dijadikan suatu alasan bagi ketiga pilar governance tersebut untuk
tidak memiliki inisiatif dalam mengungkapkan berbagai informasi yang berkaitan dengan
proses pengambilan keputusan atau kebijakan, baik oleh pemerintah, pelaku usaha,
dan masyarakat yang sangat berpengaruh pada para pemangku kepentingan yang
disebabkan oleh keputusan atau kebijakan tersebut.
2. Accountability
Akuntabiltas sebagai bentuk pertanggung jawaban bagi organisasi
kepada shareholders dan stakeholders agar pengelolaan organisasi dapat berjalan
secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan organisasi tanpa
mengesampingkan kepentingan shareholder dan stakeholders tersebut. Hal ini tidak
terbatas pada itu saja, namun juga memastikan setiap pegawai organisasi memiliki
kompetensi yang memadai sesuai dengan tugas, tanggung jawab serta perannya
dalam organisasi dengan menerapkan sistem pengahargaan dan sanski secara objektif
untuk menguji akuntabilitasnya.
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep ini masih terkendala dalam pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) organisasi, terutama untuk melakukan re-generasi
kepada pegawai-pegawai baru untuk menggantikan posisi-posisi pegawai yang sudah
semakin tua serta penerapan penghargaan dan sanksi yang belum jelas dan tepat
dalam organisasi. Untuk itu, dalam penerapannya perlu dilakukan pelatihan atau
seminar bagi pegawai baik di internal maupun eksternal perusahaan secara
berkelanjutan dan disesuaikan dengan kebutuhan bidang pekerjaan pegawai dan
statusnya dalam organisasi sehingga mencapai hasil yang diharapkan. Serta
melakukan uji akuntabilitas dengan melakukan pemberian penghargaan dan sanksi
secara objektif kepada setiap pegawai.
3. Responsibility
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep ini belum mampu diterapkan secara optimal
oleh setiap organisasi di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus penutupan bidang usaha yang
disebabkan tidak memiliki izin operasi, serta menyalahi aturan perundang-undangan
lainnya. Disamping itu, kesadaran dalam menjaga lingkungan akibat dampak kegiatan
9. produksi atau kegiatan usaha lainnya belum dapat dipahami secara sadar dan merata
oleh setiap pelaku usaha, yang mana dalam hal ini mereka harus mampu bertanggung
jawab untuk meminimalisir dampak laingkungan yang akan dirasakan secara langsung
atau tidak langsung oleh masyarakat atau lingkungan sekitar di wilayah organisasi itu
melakukan kegiatan usahanya.
Perbaikan yang dapat dilakukan agar menciptakan kesadaran setiap organisasi untuk
bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan adalah dengan memberikan
aturan dan implementasi yang ketat, namun harus dibarengi dengan penyampaian
informasi secara menyeluruh sesuai dengan konsep transparasi melalui penggunaan
tekologi tertentu. Disamping itu, penerapan sanksi tegas sesuai dengan konsep
akuntabilitas secara objektif kepada para pelaku usaha yang tidak dapat mengikuti
aturan yang telah berlaku di suatu wilayah tertentu.
4. Independency
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep kemandirian ini belum optimal karena dalam
pengelolaan organisasi di Indonesia masih banyak dominasi dan dipengaruhi oleh
bangsa asing di dalam organisasi-organisasi di Indonesia. Dalam konsep kemandirian
yang baik untuk organisasi di Indonesia, proses pengambilan keputusan-keputusan
seharusnya berdasarkan pada keputusan-keputusan yang tegas oleh bangsa Indonesia
itu sendiri, namun tetap senantiasa objektif untuk mencapai kepentingan
para shareholders dan stakeholders.
Perbaikan yang dadap dilakukan yaitu dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang mampu berdaya saing dan memiliki pengaruh dalam menjalankan
perannya dalam organisasi. Serta menguatkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) milik
bangsa Indonesia, yang diharapkan mampu menjadi pilar atau fondasi ekonomi yang
kokoh untuk mencapai kemandirian bangsa Indonesia tanpa didominasi dan
dipengaruhi oleh bangsa asing lainnya lagi.
5. Fairness
Dalam penerapannya di Indonesia, masih terdapat beberapa kendala dalam
pelaksanaanya. Konsep kesetaraan dan kewajaran ini harus didukung oleh
10. kemampuan dari segi pengetahuan, dan infrastruktur setiap pihak yang baik dan
menunjang untuk mengakses informasi atau mengambil kesempatan untuk
berkontribusi dalam sebuah organisasi. Kondisi aktualnya di Indonesia, di beberapa
wilayah belum memiliki fasilitas dan infrastruktur yang sama dalam mengakses
informasi-informasi terbaru. Disamping itu, dalam hal penyerapan tenaga kerja masih
terdapat kesenjangan antara kesempatan kerja dengan kompetensi yang dimiliki oleh
masyarakat sehingga jumlah calon tenaga kerja yang ada di Indonesia belum dapat
terserap secara menyeluruh. Sebagai solusi masalah ini, yaitu dengan menguatkan lagi
fondasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang mampu berdaya saing dan berkualitas
untuk membuka lebih banyak lagi lapangan pekerjaan di bidang-bidang tertentu untuk
meningkatkan kemampuan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang.
Implementasi pada perusahaan di Indonesia
PT Jasa Marga (Persero) Tbk., BUMN yang telah berpengalaman selama 35 tahun
dalam industri jalan tol di Indonesia terus menerus memperbaiki performanya. Upaya
tersebut di antaranya dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip good corporate
governance. Hal ini dilakukan perusahaan yang mengoperasikan 72% jalan tol di
Indonesia untuk mencapai visi perusahaan tahun 2017, menjadi perusahaan
pengembang dan operator jalan tol terkemuka di Indonesia dan visi tahun 2022 menjadi
salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia.
Berbagai strategi dilakukan, baik dalam pengembangan bisnis jalan tol, pengoerasian
jalan tol serta pengembangan bisnis lain. Selain itu, berbagai strategi pendukung pun
dilakukan, seperti dalam bidang pengelolaan keuangan, organisasi & human capital,
teknologi informasi dan rekayasa teknik serta kepatuhan dan manajemen risiko.
Untuk mewujudkan Jasa Marga bersih ini, baik direksi dan komisaris menyepakati
komitmen dalam beberapa hal. Pertama, Direksi dan Komisaris akan mematuhi board
manual, yang mencanangkan kami untuk bebas dari benturan kepentingan, gratifikasi
serta KKN. Kami akan secara konsisten melaksanakan code of conduct.
11. Di level direksi dan komisaris juga berkomitmen memberi keteladanan dan lingkungan
yang bersih. Kemudian kami dalam melaksanakan transaksi, sesuai dengan prinsip-
prinsip GCG dan tidak terindikasi gratifikasi. Selain itu, di bidang SDM, kami sepakat
untuk komitmen melakukan rekrutmen dan penempatan rotasi karyawan berdasarkan
keadilan dan merit system. Tentunya sistem remunerasi juga berbasis pada sistem
kinerja.
Dari sisi pengadaan, sejak 2009, kami sudah mencanangkan pengadaan barang dan
jasa sedemikian rupa menganut pada transparansi,
akuntabilitas, independency dan fairness. Kami juga memiliki sistem reward and
punishment. Untuk menjaga GCG, kami juga berkomitmen menyediakan pelayanan
jalan tol yang memenuhi standar. Kami juga mengefektifkan secara sungguh-sungguh
yang namanya GCG. Selain itu, Jasa Marga juga mengimplementasikan knowledge
management, karyawan sudah memahami bagaimana pentingnya berbagi
pengetahuan.
Sejumlah implementasi yang dilakukan Jasa Marga dalam meningkatkan kualitas
manajemen perusahaan adalah perbaikan terus menerus dan inovasi pada: rekrutmen
karyawan, pelatihan dan pengembangan, manajemen kinerja, manajemen
pengetahuan, pengelolaan sistem informasi.
Dalam meningkatkan etika perusahaan : Konsistensi dalam penerapan tata nilai,
penerapan board manual, penerapan code of conduct, penerapan pedoman tata kelola
perusahaan, penerapan wistle blowing system, program membangun reputasi melalui
media.
Dalam meningkatkan nilai tambah perusahaan : peningkatan kompetensi, peningkatan
produktivitas, modernisasi sarana dan prasaran operasi, inovasi.
Jasa Marga merasakan benar-benar bahwa dengan tercapainya tata kelola yang baik
pasti akan meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil yang diperolah di antaranya dalam
peningkatan kinerja operasional dan keuangan; volume lalu lintas transaksi meningkat
10,04%, laba bersih meningkat 33,92%, pendapatan usaha meningkat 39,85%, EBITDA
meningkat 23,55%, laba bersih per saham meingkat 33,61%. Dalam assassment GCG
12. juga memperoleh penilaian sangat baik dengan skor 94,59 dengan predikat Trusted
Company dalam Corporate Governance Perception Index (CGPI).
Daftar Pustaka
Anonymous.2015. “Laporan-Tahunan-Link-Net
2014”. http://www.linknet.co.id/pdf/93/01/52/6_Tata_Kelola_Perusahaan_GCG.pdf,
diakses pada (12 Maret 2017 pukul 15.51 WIB)
Driskill, Gerald W. & Angela Laird Brenton. 2010. “Organizational Culture in Action: A
Cultural Analysis Workbook”. SAGE Publication Inc. Second Edition. diakses pada (12
Maret 2017 pukul 15.51 WIB)
Schein, Edgar.H. 2010. “Organizational Culture and Leadership: Edition 4”. John Wiley
& Sons, Ltd. Edition 4. diakses pada (12 Maret 2017 pukul 15.51 WIB)
Steger, Urich & Wolfgang Amann. 2008. “Corporate Governance: How to Add Value”.
John Wiley & Sons, Ltd. diakses pada (12 Maret 2017 pukul 15.51 WIB)