1. MODULPERKULIAHAN
Hukum Bisnis dan
Lingkungan
Tindak Pidana Pencucian
Uang
Modul Standar untuk digunakan
dalam Perkuliahan di Universitas
Mercu Buana
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Dosen Pengampu
FEB S1.Akuntansi
1
F041700009 Teuku Alvin Putra
Rezalino
Abstract Kompetensi
Mampu mengenal tindak pidana
pencucian uang
Mampu menjelaskan tindak pidana
pencucianuang
Prof. Dr Hapzi Ali, CMA
2. ‘18
2 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alv in Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Pengertian Pencucian Uang
Pada saat ini, lebih dari sebelumnya, pencucian uang atau yang dalam istilah bahasa
Inggrisnya disebut money laundering, sudah merupakan fenomena dunia dan merupakan
tantangan bagi dunia internasional. Walau pun begitu, tetap tidak ada definisi yang berlaku
universal dan komprehensif mengenai apa yang disebut dengan pencucian uang atau money
laundering. Pihak penuntut dan lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan
perusahaan, institusi-institusi, organisasi-organisasi, negara-negara yang sudah maju, dan
negara-negara dari dunia ketiga, maupun para ahli masing-masing mempunyai definisi
sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda-beda.
Pencucian uang adalah tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menyamarkan uang hasil
tindak pidana sehingga seolah-olah dihasilkan secara halal. Atau untuk pengertian lebih
jelasnya, money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang
dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang dihasilkan dari
kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut
dari pihak berwenang dengan cara memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan
(financial system) sehingga kemudian uang tersebut dapat dikeluarkan dari sistem keuangan
tersebut sebagai uang halal.
Faktor Pendorong Terjadinya Pencucian Uang
Pada saat ini, banyak tindak pidana dan kejahatan yang sudah dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi, sehingga semakin sukar pengungkapannya. Perkembangan teknologi
yang semakin canggih dan harganya yang terjangkau seringkali dipergunakan sebagai alat
bantu melakukan kejahatan. Modus operandi kejahatan seperti ini, hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai status sosial menengah ke atas dalam masyarakat, bersikap
tenang, simpatik serta terpelajar. Dengan mempergunakan kemampuan, kecerdasan,
kedudukan serta kekuasaannya, seorang pelaku tindak pidana dapat meraup dana yang sangat
besar untuk keperluan pribadi atau kelompoknya saja.
Industri perbankan merupakan sarana efektif untuk dijadikan sumber pencucian uang dan
juga sebagai mata rantai nasional dan internasional dalam proses pencucian uang. Hal ini
disebabkan sarana perbankan cukup banyak menawarkan jasa-jasa dan instrumen dalam lalu
lintas keuangan yang dapat menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul suatu dana.
Adapun faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
a) Faktor pertama adalah globalisasi. Dalam hal ini terjadinya globalisasi memang
mengakibatkan para pelaku pencucian uang dapat memanfaatkan sistem financial dan
perbankan internasional untuk melakukan kegiatannya.
b) Faktor kedua adalah cepatnya perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi ini
mungkin dapat dikatakan sebagai faktor yang paling mendorong berkembangnya
pencucian uang. Perkembangan teknologi informasi seperti internet misalnya, dapat
mengakibatkan hilangnya batas-batas antar negara.
c) Yang ketiga adalah mengenai ketentuan kerahasiaan bank. Ketentuan ini mengakibatkan
kesulitan bagi pihak berwenang untuk menyelidiki suatu rekening yang mereka curigai
dimiliki oleh atau dengan cara yang ilegal.
3. ‘18
3 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alv in Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
d) Faktor keempat adalah dimungkinkannya oleh ketentuan perbankan di suatu negara untuk
seseorang dapat menyimpan dana di suatu bank dengan nama samaran atau tanpa nama
atau anonim.
e) Faktor kelima adalah munculnya jenis uang baru yaitu electronic money atau E-money,
yaitu sehubungan dengan maraknya electronic commerce atau ecommerce melalui
internet. Kegiatan pencucian uang yang dilakukan melalui jaringan internet ini biasa
disebut sebagai cyber-laundering.
f) Faktor keenam adalah karena dimungkinkannya praktek pencucian uang dengan cara yang
disebut layering atau pelapisan. Dengan cara ini, pihak yang menyimpan dana di bank
bukanlah pemilik sesungguhnya dari dana itu. Deposan tersebut hanyalah bertindak
sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain yang menugasinya untuk
mendepositokan uang tersebut di sebuah bank.
g) Faktor ketujuh, karena berlakunya ketentuan hukum berkenaan dengan kerahasiaan
hubungan antara lawyer dengan kliennya, dan antara akuntan dengan kliennya.
h) Faktor kedelapan adalah karena seringkali pemerintah yang bersangkutan tidak
bersungguh-sungguh untuk memberantas praktek pencucian uang yang dilakukan melalui
sistem perbankan negara tersebut.
i) Faktor kesembilan adalah karena tidak adanya dikriminalisasi perbuatan pencucian uang
di sebuah negara. Dengan kata lain, negara yang bersangkutan tidak memiliki undang-
undang tentang pencucian uang yang menentukan perbuatan pencucian uang sebagai
tindak pidana.
Proses Pencucian uang ( Money Laundryng )
Namun demikian, non-bank financial institution juga merupakan target yang tak kalah
menarik bagi para pelaku pencucian uang. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam beberapa
tahun terakhir para pelaku pencucian uang telah membuat langkah terobosan dengan
mempergunakan lembaga keuangan non bank sebagai sarana pencucian uang. Secara
sederhana, proses pencucian uang dapat dikelompokkan pada tiga kegiatan, yakni placement,
layering dan integration
A. Tahap Penempatan / placement
a. Placement merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh para pelaku dalam
hubungan dengan lembaga keuangan non bank. Perusahaan asuransi misalnya dapat
dimanfaatkan melalui pembelian asuransi jiwa yang merupakan suatu tahapan
melakukan placement dan sekaligus memuat unsur layering dan integration.
Pengiriman uang melalui perusahaan pengiriman uang (money transfer),
placement pada lembaga pembiayaan dan venture capital serta pelunasan pinjaman pada
perusahaan sewa guna usaha (leasing)merupakan modus-modus yang dapat digunakan
oleh para pelaku pencucian uang dengan menggunakan non-bank financial institution.
b. Tahap ini merupakan menempatakan Dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal,
misalnya dengan mendepositkan uang kotor tersebut ke dalam sistem keuangan. Bentuk
kegiatan ini antara lain sebagai berikut:
1. Penyelundupan Dana (Menempatkan Dana pada Bank).
2. Menyetorkan uang pada bank pada bank sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan
audit trail.
3. Menyeludupkan uang tunai dari suatu Negara ke Negara lain.
4. ‘18
4 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alv in Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
4. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah sehingga mengubah kas menjadi kredit
pembiayaan.
5. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, misalnya
bisnis properti, membelikan hadiah yang nilainya tinggi / mahal sebagai penghargaan /
hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui bank atau
perusahaaan jasa keuangan lain.
B. Tahap Pelapisan / layering
Pelapisan (layering) bertujuan menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya atau asal usul
dari uang tersebut. Misalnya melakukan transfer Dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya
atau dari suatu negara ke negara lain dan dapat dilakukan beberapa kali. Biasanya cara ini di
lakukan dengan meminta kredit di bank dan dengan uang kotornya dipakai untuk membiayai
suatu kegiatan usaha secara legal.Dengan melakukan cara seperti ini, maka kelihatannya bahwa
kegiatan usahanya yang secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu
melainkan dari perolehan kredit bank tadi.
Bentuk kegiatan ini antara lain;
Transfer dana dari suatu bank ke bank lain
Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah
Memindahkan uang tunai lintas batas Negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah.
C.Tahap Penyatuan / integration
Tahap ini merupakan tahap menyatukan kembali uang-uang kotor tersebut setelah
melalui tahap-tahap placement atau layering di atas, yang untuk selanjutnya uang tersebut
dipergunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal. Sehingga uang kotor itu kelihatan syah..
Dalam Undang - Undang TPPU pengertian tindak pidana pencucian uang diatur dalam
pasal 3 dan pasal 6.Pasal3 menyebutkan, barang siapa dengan sengaja menempatkan,
mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, menyembunyikan asal-usul harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak
pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama
lima belas tahun dan denda. paling sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak lima
belas miliar rupiah. Sementara itu Pasal 6 Undang-undang yang sarna mengatur, bahwa setiap
orang yang menerima atau menguasai:penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan dan penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan dengan hukuman yang sarna seperti diatur
dalam Pasal 3.
Dampak Pencucian Uang
Praktek pencucian uang atau money laundering memang tidak secara langsung
merugikan orang atau perusahaan tertentu. Secara sepintas bahkan praktek ini tampak tidak
menimbulkan korban. Praktek pencucian uang berbeda dengan tindak pidana lain seperti
pembunuhan, perampokan atau pencurian yang menimbulkan kerugian langsung bagi
korbannya.
Masyarakat dunia internasional pada umumnya justru berpendapat sebaliknya, yaitu
bahwa praktik pencucian uang yang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan dan para
penjahat mempunyai akibat yang amat merugikan. Dalam kegiatan pencucian uang, dana yang
5. ‘18
5 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alv in Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
menjadi obyek dari kegiatannya adalah uang yang diperoleh melalui tindak kejahatan. Setelah
melalui proses pencucian uang, uang tersebut akan menjadi sedemikian “tersamar” sehingga
sulit untuk dideteksi oleh pihak yang berwenang dan sulit untuk diusut kembali ke sumbernya.
Dan karena tidak dapat diusut kembali ke sumbernya, maka para pelaku kejahatan tersebut
akan dapat dengan mudah menggunakan uang tersebut untuk mengembangkan kejahatannya,
yang akhirnya akan membawa kerugian besar pada masyarakat. Beberapa dampak negatif dan
kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang terhadap masyarakat antara lain:
a) Pencucian uang memungkinkan para pengedar narkoba, penyeludup dan penjahat lainnya
untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya
biaya penegakan hukum untuk memberantasnya.
b) Kegiatan ini mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat keuangan sebagai akibat
demikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk
melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran uang haram yang sangat besar.
c) Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara tidak langsung
merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.
d) Masuknya uang dan dana hasil kejahatan ke dalam keuangan suatu negara telah menarik
unsur yang tidak diinginkan melalui perbatasan, menurunkan kualitas hidup, dan
meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional.
e) Pencucian uang dapat merugikan sektor swasta yang sah (Undermining in the Legitimate
Privet sector). Salah satu dampak mikro ekonomi pencucian uang terasa di sektor swasta.
Para pelaku kejahatan seringkali menggunakan perusahaan-perusahaan untuk mencampur
uang haram dengan uang sah, dengan maksud untuk menyamarkan uang hasil kejahatannya.
Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki akses ke dana haram yang sangat besar jumlahnya,
yang memungkinkan mereka untuk menyediakan barang-barang dan jasa yang dijual oleh
perusahaan-perusahaan tersebut dengan harga yang jauh di bawah pasar. Bahkan perusahaan
ini dapat saja menjual barang-barang tersebut di bawah harga produksinya. Dengan demikian
mereka akan memiliki competitive advantage terhadap perusahan yang bekerja secara sah.
Hal ini membuat bisnis yang sah menjadi kalah bersaing dan menjadi bangkrut.
f) Pencucian uang dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan
ekonominya.
Peraturan Perundangan Tentang Pencucian Uang di Indonesia
Indonesia baru memandang praktek pencucian uang sebagai suatu tindak pidana dan
menetapkan sanksi bagi pelakunya adalah ketika diundangkannya UU No 15 Tahun 2002
tentang Pencucian Uang (UUPU). Sebelumnya pencucian uang di Indonesia belum dinyatakan
sebagai suatu tindak pidana sehingga mengakibatkan Indonesia menjadi “surga” dan sasaran
kegiatan pencucian uang. Di masa Orde Baru, yaitu ketika Soeharto masih berkuasa sebagai
Presiden Republik Indonesia, Pemerintah pada waktu itu tidak pernah menyetujui untuk
mengkriminalisasi pencucian uang. Alasannya adalah karena pelarangan pencucian uang di
Indonesia hanya akan menghambat penanaman modal asing yang sangat diperlukan bagi
pembangunan di Indonesia.
Negara Indonesia ini memang memiliki kondisi yang menguntungkan sekali bagi para
pelaku kegiatan pencucian uang. Kondisi-kondisi tersebut antara lain adalah sistem devisa
bebas yang dianut, sistem kerahasiaan bank, belum memadainya perangkat hukum, kebutuhan
negara ini akan likuiditas, dan lainnya.
Sistem devisa bebas yang dianut di Indonesia memungkinkan tiap orang bebas untuk
memasukkan atau membawa keluar valuta asing dari wilayah yuridiksi Indonesia sesuai
6. ‘18
6 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alv in Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
dengan PP No 1 Tahun 1982. Sebelum keluarnya PP ini, ada ketentuan yang mengatur agar
setiap devisa yang keluar masuk negara Indonesia harus di catat oleh Bank Indonesia
sebagaimana yang digariskan dalam UU N0 32 tahun 1964. Berlakunya PP No 1 Tahun 1982
ini memang dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan dana bagi pembangunan nasional
dengan mengundang para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, akan
tetapi di sisi lain mengakibatkan dampak negatif yaitu maraknya kegiatan pencucian uang.
Sistem devisa bebas ini memungkinkan berbagai cara pencucian uang melalui transaksi lintas
negara dalam waktu singkat sehingga menyulitkan pihak berwenang yang ingin melacaknya.
Beberapa kondisi di atas adalah hal-hal yang membuat Indonesia didesak oleh dunia
internasional untuk segera memberlakukan UU pencucian uang dan mengkriminalisasi
kegiatan pencucian uang. Pemberantasan kegiatan pencucian uang dapat dilakukan melalui
pendekatan pidana maupun pendekatan bukan pidana, seperti pengaturan dan tindakan
administratif.
Sebelum diundangkannya UU No 15 Tahun 2002, Pemerintah Indonesia sudah mulai
berpartisipasi dalam pemberantasan pencucian uang. Adapun beberapa peraturan dalam
perundang-undangan Indonesia yang terkait dengan usaha pemberantasan pencucian uang
antara lain:
a. Peraturan Perundang-undangan Tersebar
1. KUHP, khususnya pasal 480 dan pasal 481 mengenai Penadahan.
2. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
4. UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
b. Peraturan Dalam Undang-undang Perbankan
1. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
2. UU No. 7 Tahun 1998
3. UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa.
c. Peraturan Dan Surat Edaran Bank Indonesia
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/50/KEP/DIR tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pembelian Saham Bank Umum.
2. PBI No.2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum
3. PBI No.3/3/PBI/2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah Dan Pemberian Kredit
Valas oleh Bank.
4. PBI No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
5. Surat Edaran Bank Indonesia No.2/10/DASP tentang Tata Usaha Penarikan
Cek/Bilyet Giro Kosong.
Setelah diundangkannya UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
(UUTPPU) pada tanggal 17 April 2002 yang kemudian diubah dengan UU No.25 Tahun 2003
dan kemudian dicabut dan diganti dengan UU No. 8 Tahun 2010tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, terjadi perubahan besar dalam tata cara
memandang dan menangani kegiatan pencucian uang di Indonesia. Perubahan yang pertama
adalah keberlakuan UUTPPU ini telah menyatakan praktek pencucian uang sebagai suatu
tindak pidana, sehingga akan ada sanksi bagi orang-orang yang melakukan kegiatan ini.
Perubahan yang kedua adalah dibentuknya unit independen yang akan berperan besar dalam
pencegahan dan pemberantasan kegiatan pencucian uang di Indonesia yaitu Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
7. ‘18
7 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alv in Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Dalam pembahasan kondisi setelah diundangkannya UU No.8 Tahun 2010 ini akan
dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah Pokok-Pokok UU No. 8 Tahun 2010 dalam
hubungannya dengan pengkriminalisasian pencucian uang di Indonesia, bagian kedua adalah
mengenai tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lainnya yang terkait, sedangkan
pada bagian ketiga pembahasan akan dikhususkan pada PPATK sebagai “operator pelaksana”
dari UU ini.
Dari perspektif mikro pencegahan dan pemberantasan TPPU, UU No 8 Tahun 2010 ini
telah menggambarkan kemajuan pesat dan komitmen politik pemerintah Indonesia dalam ikut
serta melaksanakan ketertiban dan keamanan internasional khusus dari tindak pidana ini.
Namun, dalam perspektif makro sistem ekonomi nasional dan langkah pemerintah untuk
meningkatkan investasi domestik, terutama dari investor asing, keberadaan UU ini bisa
menjadi kontraproduktif.
Ada beberapa faktor penyebab dari masalah kontra produktif ini. Pertama, sistem
birokrasi di Indonesia sangat lemah dalam segi manajemen administrasi, koordinasi, dan
pengawasan pelaksanaan tugas yang dibebankan oleh undang-undang. Kedua, sistem birokrasi
di Indonesia masih sangat lemah dari sisi profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas
sehingga potensial muncul penyalahgunaan wewenang serta korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ketiga, UU ini tidak menyediakan sarana hukum yang memadai untuk melakukan pencegahan
terhadap kemungkinan moral hazard yang akan terjadi dalam implementasi UU ini.
Keempat, sistem birokrasi di Indonesia tidak berhasil dan tidak pernah berhasil
menggunakan prinsip stick and carrot dan merrit sytem yang benar dalam langkah reformasi
birokrasi sejak 1998 yang lampau. Kelima, Indonesia merupakan tempat strategis dalam peta
politik global baik dari aspek ekonomi internasional, politik internasional dan keamanan
maupun pertahanan regional. Ketiga aspek tersebut memerlukan kekuatan ekonomi nasional
dan penegakan hukum yang konsisten dan berkesinambungan serta kewaspadaan nasional yang
tinggi dari para pengambil kebijakan.
Perubahan-perubahan dan sekaligus kelemahan dari UU PPTPPU 2010 di atas
merupakan stumbling block yang akan kontraproduktif dari ketiga aspek tersebut jika tidak
segera dikeluarkan peraturan pemerintah atau sekurang-kurangnya peraturan Kepala PPATK
untuk mengantisipasi kemungkinan moral hazards dalam implementasi UU tersebut. Solusi ini
semakin penting mengingat iklim dunia usaha di Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan
kesungguhan menciptakan good corporate governance, persaingan usaha tidak sehat atau
rentan terjadi suap di sektor publik seperti diatur dalam Konvensi PBB Antikorupsi Tahun
2003.
Money laundering secara hurufiah juga diistilahkan dengan pemutihan uang,
pendulangan uang atau disebut pula pembersihan uang dari hasil transaksi gelap (legitimazing
ill egal income). Kata money daam istilah money laundering berkonotasi beragam, ada yang
menyebutnya sebagai dirty money, hot money, illegal money atau illicit. Istilah kita menyebut
beragam pula : uang kotor, uang haram, uang panas atau uang gelap. Eksistensi pencucian uang
dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa kejahatan (besar) tetap hidup.
Kejahatan dan tindak pidana kejahatan pencucian uang bagaikan dua sisi mata uang,
selalu berdampingan, saling membutuhkan dan tidak mungkin dilepaskan satu sama lainnya.
Pencucian Uang mungkin sama tuanya dengan eksistensi uang itu sendiri. Pada dekade 1920-
an sampai 1930-an saat mana kelompok penjahat yang dipimpin Al Capone melakukan
pencucian uang dari kegiatan ilegalnya seperti penjualan alkohol yang saat itu dilarang,
pengelakan pembayaran pajak.
8. ‘18
8 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alv in Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Al Capone pun dimasukkan ke penjara berdasarkan pelanggaran terhadap Volsted Act.
Dan Amerika Serikatlah yang pertama kali menyatakan bahwa pencucian uang sebagai suatu
kejahatan. Hampir bersamaan pula waktunya ketika Swiss pada awal tahun tahun 1930-an
melaksanakan pemberlakuan prinsip rahasia bank, dan pencucian uang memeperoleh pijakan
kokoh. Pada saat itu petinggi-petinggi Nazi Jerman melakukan pencucian uang dengan
memanfaatkan prinsip rahasia bank di Swiss. Industri pasar modal adalah industri yang dinamis
dan sarat teknologi informasi, bersifat borderless dan multidimensi, hamper menyentuh semua
sendi-sendi kehidupan suatu bangsa dan Negara.
Perlu ketaatan yang sangat konsiten dan dinamis dalam upaya menjaga keteraturan,
kewajaran serta bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Tidak dapat dihindari
bahwa pasar modal membuka peluang bagi pelaku pencucian uang untuk melakukan pencucian
uang yang diperolehnya dari hasil tindak pidana di segala bidang. Pasar Modal merupakan
salah satu lahan yang sangat mungkin dimanfaatkan oleh para pelaku pencucian uang.
Minimnya pelaporan transaksi keuangan mencurigakaan oleh Penyedia Jasa Keuangan Pasar
(PJK) di Modal Pasar tidak secara otomatis diterima bahwa pasar modal kita bersih dari
Pencucian Uang. Karena transaksi di Pasar Modal melibatkan arus uang dan arus efek.
Banyak hal yang harus dibenahi oleh industri pasar modal agar dapat menjadi bagian dari
upaya nyata pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia,
termasuk dalam hal ini penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (tata kelola
perusahaan yang baik). Kesulitan mendapatkan nasabah serta persaingan usaha antar
perusahaan efek dan upaya untuk memperbesar keuntungan tidak sebanding dengan risiko yang
harus dihadapi dalam hal pembiaran perusahaan efek untuk dijadikan media dalam rangka
pencucian uang. Penyedia Jasa Keuangan di bidang pasar modal, perlu memiliki kesamaan
pemahaman bahwa upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
adalah juga menjadi bagian dari tanggung jawabnya.
Walaupun transaksi dilakukan melalui atau melibatkan penyedia jasa keuangan lainnya,
hal tersebut tidak mengurangi tanggung jawab dan kewajiban dari PJK pasar modal untuk
melaksanakan kewajiban pelaporan atas adanya Transaksi Keuangan yang Mencurigakan.
9. ‘18
9 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alv in Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Garnasih yenti. 2009. Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering).Jakarta:
Universitas Indonesia
Undang - Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Publishing Co., 1990, www.google.com/Pengertian PPATK/yeti ganarsih/17 juli 2010