Makalah ini membahas tentang tindak pidana pencucian uang. Terdapat penjelasan mengenai unsur-unsur tindak pidana pencucian uang, proses pencucian uang melalui tiga tahap yaitu placement, layering, dan integration, serta ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 2010 terkait tindak pidana pencucian uang.
1. MAKALAH
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
“Tindak Pidana Pencucian Uang”
DOSEN : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
DISUSUN OLEH :
DIMAS TRIADI 43216010085
UNIVERSITAS MERCU BUANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
APRIL 2018
2. KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Segala puji hanya bagi Allah Tuhan semesta alam, karena dengan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tindak Pidana Pencucian Uang”.
Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi saya
berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa saya sampaikan
terima kasih kepada Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA selaku dosen mata kuliah Pengantar
Bisnis. saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang
juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin saya berikan kepada teman-teman dari hasil
makalah ini. Karena itu kami harapkan semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang
berguna bagi kita bersama.
Saya menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu Saya sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Jakarta, April 2018
Dimas Triadi
3. Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundry) sebagai suatu kejahatan mempunyai
ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan
ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang
bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau
kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offense atau core crime atau ada negara yang
merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang
yang kemudian dilakukan proses pencucian.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) UU No. 8 Tahun 2010 disebutkan bahwa
pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut. Dalam pengertian ini, unsur-unsur yang
dimaksud adalah unsur pelaku, unsur perbuatan melawan hukum serta unsur merupakan
hasil tindak pidana.
Sedangkan pengertian tindak pidana pencucian uang dapat dilihat ketentuan dalam
pasal (3), (4), dan (5) UU No. 8 Tahun 2010. Intinya dalah bahwa tindak pidana pencucian
uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan baik oleh seseorang dan/atau
korporasi dengan sengaja menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan itu, termasuk juga
yang menerima dan mengusainya. Para pakar telah menggolongkan proses pencucian
uang (money laundering) ke dalam tiga tahap, yakni:
1. Tahap Placement: tahap dimana menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu
aktivitas kriminal, misalnya dengan mendepositkan uang kotor tersebut ke dalam
sistem keuangan. Sejumlah uang yang ditempatkan dalam suatu bank, akan
kemudian uang tersebut akan masuk ke dalam sistem keuangan negara yang
bersangkutan. Jadi misalnaya melalui penyelundupan, ada penempatan dari uang
tunai dari suatu negara ke negara lain, menggabungkan antara uang tunai yang
bersifat ilegal itu dengan uang diperoleh secara legal. Variasi lain dengan
menempatkan uang giral ke dalam deposito bank, ke dalam saham, mengkonversi
dan mentransfer ke dalam valuta asing.
2. Tahap Layering: yang dimaksud dengan tahap layering ialah tahap dengan cara
pelapisan. Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap ini yang tujuannya
menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya ataupun asal-usul dari uang tersebut.
Misalnya melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau dari
satu negara ke negara lain dan dapat dilakukan berkali-kali, memecah-mecah jumlah
dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal usulnya, mentransfer dalam
4. bentuk valuta asing, membeli saham, melakukan transaksi derivatif, dan lain-lain.
Seringkali kali pula terjadi bahwa si penyimpan dana itu sudah merupakan lapis-lapis
yang jauh, karena sudah diupayakan berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya.
Bisa juga cara ini dilakukan misalnya si pemilik uang kotor meminta kredit di bank
dan dengan uang kotornya dipakai untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara
legal. Dengan melakukan cara seperti ini, maka kelihatan bahwa kegiatan usahanya
yang secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu melainkan dari
perolehan kredit bank tadi.
3. Tahap Integration: merupakan tahap menyatukan kembali uang-uang kotor tersebut
setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di atas, yang untuk selanjutnya
uang tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal. Dengan cara ini
akan tampak bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan ilegal sebelumnya, dan dalam tahap inilah kemudian uang kotor
itu telah tercuci.
Dari penjelasan di atas, dapt disimpulkan bahwa tujuan pelaku melakukan pencucian
uang adalah untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil dari predicate offence agar
tidak terlacak untuk selanjutnya dapat digunakan. Jadi bukan untuk tujuan
menyembunyikan saja tapi mengubah performance atau asal usulnya hasil kejahatan untuk
tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan kejahatan asalnya.
Dengan demikian jelas bahwa dalam berbagai kejahatan di bidang keuangan (interprise
crimes) hampir pasti akan dilakukan pencucian uang untuk menyembunyikan hasil
kejahatan itu agar terhindar dari tuntutan hukum.
Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang
Dari defenisi tindak pidana pencucian uang sebagaimana di jelaskan diatas, maka
tindak pidana pencucian uang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. pelaku
2. perbuatan (transaksi keuangan atau financial) dengan maksud untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari bentuknya yang tidak sah (ilegal)
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (legal).
3. merupakan hasil tindak pidana
Secara garis besar unsur pencucian uang terdiri dari: unsur objektif (actus reus) dan
unsur subjektif (mens rea). Unsur objektif (actus reus) dapat dilihat dengan adanya kegiatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau
menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negari, menukarkan atau perbuatan lain
atas harta kekayaan (yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan). Sedangkan
unsur subjektif (mens rea) dilihat dari perbuatan seseorang yang dengan sengaja,
5. mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan,
dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut.
Ketentuan yang ada dalam UU No. 8 Tahun 2010 terkait perumusan tindak pidana
pencucian uang menggunakan kata “setiap orang” dimana dalam pasal 1 angka (9)
ditegaskan bahwa Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Sementara
pengertian korporasi terdapat dalam pasal 1 angka (10). Dalam pasal ini disebutkan bahwa
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum. Sementara itu, yang dimaksud
dengan transaksi menurut ketentuan dalam Undang-undang ini adalah seluruh kegiatan
yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum
antara dua pihak atau lebih. Adapun transaksi keuangan diartikan sebagai transaksi untuk
melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindah bukuan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan atau kegiatan lain yang
berhubungan dengan uang. Transaksi keuangan yang menjadi unsur tindak pidana
pencucian uang adalah transaksi keuangan yang mencurikan atau patut dicurigai baik
transaksi dalam bentuk tunai maupun melalui proses pentransferan/memindahbukukan.
Transaksi Keuangan Mencurigakan menurut ketentuan yang tertuang pada pasal 1
angka (5) UU No. 8 Tahun 2010 adalah: transaksi keuangan yang menyimpang dari profil,
karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan;
1. transaksi keuangan oleh pengguna jasa keuangan yang patut diduga dilakukan dengan
tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan
oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
2. transaksi keuangan yang dilakukan maupun yang batal dilakukan dengan menggunakan
harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
3. transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor
karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Menyebutkan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus memenuhi unsur
adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 UU No. 8 Tahun
2010, dimana perbuatan melawan hukum tersebut terjadi karena pelaku melakukan
tindakan pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana. Pengertian
hasil tindak pidana diuraikan pada Pasal 2 UU UU No. 8 Tahun 2010. Pada pasal ini Harta
kekayaan yang dikualifikasikan sebagai harta kekayaan hasil tindak pidana adalah harta
yang berasal dari kejahatan seperti: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,
penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migrant, bidang perbankan, bidang pasar
modal, bidang asuransi, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata
gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang,
perjudian, prostitusi, bidang perpajakan, bidang lingkungan hidup, bidang kehutanan,
6. bidang kelautan dan perikanan serta tindak pidana lain yang diancam hukuman 4 tahun
penjara.
Perlu dijadikan catatan, bahwa dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang
nantinya hasil tindakan pidana merupakan unsur delik yang harus dibuktikan. Pembuktian
apakah benar atau tidaknya harta kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana adalah
dengan membuktikan adanya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan tersebut.
Bukan untuk membuktikan apakah benar telah terjadi tindak pidana asal (predicate crime)
yang menghasilkan harta kekayaan.
Dalam ketentuan sebagaimana yang sebutkan pada pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010,
teridentifikasi beberapa tindakan yang dapat dikualifikasi kedalam bentuk tindak pidana
pencucian uang, yakni tindakan atau perbuatan yang dengan sengaja:
1. Menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan baik atas nama sendiri
atau atas nama orang lain, padahal diketahui atau patut diduga bahwa harta tersebut
diperoleh melalui tindak pidana.
2. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil dari
tindak pidana pencucian uang, dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa
keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.
3. Membelanjakan atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana. Baik atas nama dirinya sendiri atau
atas nama pihak lain.
4. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri
ataupun atas nama pihak lain.
5. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan harta yang
diperoleh berdasarkan tindak pidana, baik atas namanaya sendiri atau atas nama pihak
lain.
6. Membawa ke luar negeri harta yang diketahui atau patut diduga merupakan harta yang
diproleh dari tindak pidana.
7. Menukarkan atau perbuatan lainnya terhadap harta kekayaan yang diketahui atau
patut diduga merupakan harta hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat
berharga lainnya, dengan tujuan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul harta
kekayaan tersebut.
Tiga Jenis Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), tindak pidana pencucian uang dapat diklasifikasi ke
dalam 3 (tiga) pasal, yaitu:
1. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 3
7. “Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan
mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).”
Contoh kasusnya adalah Pembelian Saham Maskapai Penerbangan Nasiona Garuda
Indonesia oleh Muhammad Nazarudin, dimana pembelian saham yang dilakukannya hanya
perusahaan-perusahaan dilingkungan saja dengan tawaran lebih tinggi. Nazarudin melakukan
ini untuk menyimpan uangnya ke dalam sistem yang lebih aman dan berorientasi untuk
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Hal ini dikatakan sebagai money laundering.
Melirik pada UU Nomor 8 Tahun 2010 TPPU pasal 3, karena Nazarudin telah
menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau
surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana (dalam hal ini membelanjakan berupa saham
maskapai penerbangan Garuda Indonesia) sehingga dapat terkena pidana penjara paling lama
20 tahun dan denda paling banyak Rp10 milyar.
2. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 4
“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber,
lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak
atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).”
Misalnya Penyamaran dana yang dilakukan oleh si X yang merupakan karyawan Bank.
Dalam kasus tersebut, X melakukan perbuatan Tindak Pidana penggelapan dana nasabahnya
dengan mengalihkan dana nasabah ke tabungannya dan seterusnya. Selanjutnya, dana tersebut
ditransfer ke beberapa tabungan adik, ibu serta suaminya. Selain itu dana tersebut dipakai
untuk membeli barang-barang seperti apartemen dan mobil. Atas perbuatan
tersebut, maka X telah menyamarkan asal-usul uang hasil penggelapan tersebut.
3. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 5
“Setiap orang yang menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU
ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar.”
8. Melanjutkan contoh kasus dari poin 2 di atas, maka adik, ibu beserta suaminya yang
menerima transferan dari X dan menikmatinya dengan dipakai untuk membeli beberapa barang
seperti apartemen dan mobil, maka juga dapat dikenakan Pasal 5 Undang-undang ini, karena
mereka telah menerima uang yang baik diketahui atau seharusnya patut diduga bahwa
uang tersebut adalah hasil tindak pidana.
Contoh Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin,
dituntut 7 tahun penjara dalam kasus tindak pidana pencucian uang.
"Kami menuntut agar majelis menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana
penjara selama 7 tahun," ujar jaksa penuntut umum KPK, Kresno Anto Wibowo, di ruang
sidang Kartika 2, Pengadilan Tipikor, Rabu, 11 Mei 2016.
Kresno mengatakan, terdakwa juga dikenai denda sebanyak Rp 1 miliar subsider 1 tahun
kurungan penjara. Nazaruddin tidak dikenai biaya pengganti, namun hanya membayar biaya
perkara sebesar Rp 10 ribu.
Adapun yang memberatkan Nazaruddin adalah ia memanfaatkan kekuatan politik untuk
mempermudahnya melakukan korupsi. "Sehingga bisa dikategorikan sebagai perbuatan grand
corruption," ujarnya.
Sedangkan yang meringankannya adalah, Nazaruddin dianggap bertindak baik selama
persidangan dan membantu penyelidikan penegak hukum dalam membongkar beberapa
kasus korupsi.
Kresno menganggap Nazaruddin secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan pencucian
uang senilai Rp 580 miliar. Sebagian uang itu merupakan gratifikasi dari PT Duta Graha
Indonesia (DGI) sebesar Rp 23,1 miliar melalui 19 lembar cek yang diserahkan oleh Direktut
PT DGI, Mohamad El Idris.
Selain itu, kata Kresno, Nazaruddin menerima hadiah atau gratifikasi dari PT Nindya Karya
sebesar Rp 17,25 miliar melalui Heru Sulaksono.
9. "Nazaruddin, yang saat itu masih menjabat anggota DPR, diduga menerima hadiah dari PT
DGI dan PT Nindya Karya karena telah membantu kedua perusahaan tersebut mendapatkan
sejumlah proyek," ujar Kresno.
Nazaruddin terbukti telah mencuci uang haram itu dengan mengalihkan hartanya itu sejak
Oktober 2010 hingga 15 Desember 2014 dengan nilai Rp 500 miliar. Selain itu, Nazar didakwa
melakukan pencucian uang dengan menyamarkan harta kekayaannya sebesar Rp 80 miliar
pada 15 September 2009-22 Oktober 2010.
Atas tindakannya ini, Nazaruddin dianggap terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun
2010 tentang pencegahan dan pemberantasan pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
Pasal 65 ayat (1) KUHP.
10. Daftar Pustaka
Supriadi. “Tindak Pidana Pencucian Uang”. 21 Februari 2012.
http://www.negarahukum.com/hukum/1562.html
BP Lawyers. “3 Jenis Tindak Pidana Pencucian Uang yang Harus Anda Ketahui”. 6 Maret 2017.
https://blog.bplawyers.co.id/3-jenis-tindak-pidana-pencucian-uang-yang-harus-anda-ketahui/
Hidayat, Arief. “Kasus Pencucian Uang, Nazaruddin Dituntut 7 Tahun Penjara”. 11 Mei 2018.
https://nasional.tempo.co/read/770111/kasus-pencucian-uang-nazaruddin-dituntut-7-
tahun-penjara