Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan bentuk-bentuk penanaman modal asing dan dalam negeri di Indonesia serta kontrak penanaman modal asing yang dapat dilakukan baik secara seratus persen asing maupun dengan menggabungkan modal asing dan dalam negeri.
11 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing, pasar modal, universitas mercu buana, 2018
1. Hukum Bisnis dan
Lingkungan
Penanaman Modal Dalam
Negeri dan Asing, Pasar Modal
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Dosen Pengampu
FEB S1.Akuntansi
11
F041700009 Teuku Alvin Putra
Rezalino
Abstract Kompetensi
Mampu mengenal produk yang
dikeluarkan di Pasar Modal dan
menjelaskan tentang sanksi yang
dapat dikenakan pada pelaku
pelanggaran
Mampu menjelaskan Penanaman
Modal Dalam Negeri dan Penanaman
Modal Asing, juga Pasar Modal
Prof. Dr Hapzi Ali, CMA
2. ‘18
2 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
PENANAMAN MODAL
PENANAMAN MODAL ASING
Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia
Penanaman modal asing merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pihak asing dalam
rangka menanamkan modalnya disuatu negara dengan tujuan untuk mendapatkan laba melalui
penciptaan suatu produksi atau jasa.
Undang – undang nomor 11 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing menyebutkan bahwa
: “pengertian penanaman modal dalam undang – undang ini hanyalah meliputi penanaman
modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan – ketentuan
undang – undang ini dan yang
digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam artian bahwa pemilik
modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut”.
Sedangkan pengertian modal asing dalam undang – undang tersebut adalah:
Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa
Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di
Indonesia.
Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-
bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut
tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undang – undang ini keuntungan yang
diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
Aliran modal dari suatu negara ke negara lainnya bertujuan untuk memperoleh pendapatan
yang lebih tinggi, yang lebih produktif dan juga sebagai diversifikasi usaha. Hasil yang
diharapkan dari aliran modal internasional adalah meningkatnya output dan kesejahteraan
dunia. Disamping peningkatan income dan output, keuntungan bagi negara tujuan dari aliran
modal asing adalah :
Investasi asing membawa teknologi yang lebih mutakhir. Besar kecilnya keuntungan bagi
negara tujuan tergantung pada kemungkinan penyebaran teknologi yang bebas bagi
perusahaan.
Investasi asing meningkatkan kompetisi di negara tujuan. Masuknya
perusahaan baru dalam sektor yang tidak diperdagangkan (non tradable sector)
meningkatkan output industri dan menurunkan harga domestik, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan.
Investasi asing dapat berperan dalam mengatasi kesenjangan nilai tukar dengan negara
tujuan (investment gap).
Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu (Pandji
Anoraga, 1995: 46) :
1) Investasi Portofolio
Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti
saham dan obligasi. Dalam investasi portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang
menerbitkan surat berharga (emiten), belum tentu membuka lapangan kerja baru. Sekalipun
ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk memperluas usahanya atau
membuka usaha baru, hal ini berarti pula membuka lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana
3. ‘18
3 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
yang masuk ke emiten hanya untuk memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk
membayar hutang bank. Selain itu, dalam proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih
keterampilan manajemen
2) Investasi Langsung
Investasi langsung atau disebut juga dengan penanaman modal asing (PMA) merupakan bentuk
investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Penanaman
modal asing (PMA) atau Foreign direct investment (FDI) lebih banyak mempunyai kelebihan.
Selain sifatnya yang permanen/ jangka panjang, penanaman modal asing memberi andil dalam
alih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka lapangan kerja baru. Lapangan
kerja ini penting diperhatikan, mengingat bahwa masalah menyediakan lapangan kerja
merupakan masalah yang cukup memusingkan pemerintah.
Penanaman Modal Asing hanya meliputi PMA secara langsung (foreign direct investment/FDI)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1970 maka pemilik modal secara langsung
menanggung risiko dari investasi tersebut.
Dikalangan masyarakat, kata investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat
mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung
(portfolio investment), sedangkan kata penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada
investasi langsung. Penanaman modal baik langsung atau tidak langsung memiliki unsur-
unsur, adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan nilai
modalnya.
Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
telah ditentukan secara jelas tentang bentuk hukum perusahaan penanaman modal asing.
Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas. Secara lengkap, bunyi Pasal 5
ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman modal:
“penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang.”
Unsur yang melekat dalam ketentuan ini meliputi:
bentuk hukum dari perusahaan penanaman modal asing adalah perseroan terbatas (PT);
didasarkan pada hukum Indonesia;
berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia.
Penanaman modal asing di Indonesia dapat dilakukan oleh pihak asing/perorangan atau badan
hukum ke dalam suatu perusahaan yang seratus persen diusahakan oleh pihak asing atau
dengan menggabungkan modal asing itu dengan modal nasional.
Menurut Ismail Suny ada 3 (tiga) macam kerjasama antara modal asing dengan modal
nasional berdasarkan undang-undang penanaman modal asing No. 1 Tahun 1967 yaitu joint
venture, joint enterprise dan kontrak karya.
Joint Venture
Joint venture merupakan kerjasama antara pemilik modal asing dengan
pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka
(contractual). Misalnya bentuk kerjasama antara Van Sickle Associates Inc.,(suatu
badan hukum yang berkedudukan di Delaware, AmerikaSerikat) dengan PT
Kalimantan Plywood Factory (suatu badan hukum Indonesia) untuk bersama-sama mengolah
kayu di Kalimantan Selatan. Kerjasama ini juga biasa disebut dengan “Contract of
4. ‘18
4 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Cooperation” yang tidak membentuk suatu badan hukum Indonesia seperti yang
dipersyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA.
Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang ditemukan dalam praktik aplikasi
penanaman modal asing dikemukakan sebagai berikut:
1) Technical Assistance (service) Contract : suatu bentuk kerjasama yang dilakukan antara
pihak modal asing dengan modal nasional sepanjang yang bersangkut paut dengan skill atau
cara kerja (method) misalnya; suatu perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau
meningkatkan produksinya. Membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode
kerja. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan (diperlukan) technical assistance dari perusahaan
modal asing di luar negeri dengan cara pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat
diambilkan dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan.
2) Franchise and brand-use Agreement : suatu bentuk usaha kerjasama yang digunakan,
apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang
telah mempunyai merek terkenal seperti: Coca- Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’ Donalds,
Kentucky Fried Chicken, dan sebagainya.
3) Management Contract: suatu bentuk usaha kerjasama antara pihak modal asing
dengan modal nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khusunya dalam hal
pengelolaan manajemen oleh pihak modal asing terhadap suatu
perusahaan nasional. Misalnya yang lazim dipergunakan dalam pembuatan
maupun pengelolaan hotel yang bertaraf internasional oleh pihak Indonesia
diserahkan kepada swasta luar negeri seperti; Hilton International Hotel, Mandarin
International Hotel, dan sebagainya.
4) Build, Operation, and Transfer (B.O.T) : suatu bentuk kerjasama yang relatif baru
dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerjasama antara para pihak, dimana suatu
objek dibangun, dikelola, atau dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada
pemilik asli.
Joint Enterprise
Joint enterprise merupakan suatu kerjasama antara penanaman modal asing dengan penanaman
modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru sesuai
dengan yang diisyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA. Joint Enterprise merupakan suatu
perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal dalam nilai rupiah maupun dengan
modal yang dinyatakan dalam valuta asing.
Kontrak Karya
Pengertian kontrak karya (contract of work) sebagai suatu bentuk usaha kerjasama antara
penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila
penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini
mengadakan perjanjian kerja sama dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal
nasional. Bentuk kerjasama kontrak karya ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama
antara badan hukum milik negara (BUMN) seperti; Kontrak karya antara
PN. Pertamina dengan PT. Caltex International Petroleum yang berkedudukan di
Amerika Serikat.
Disamping ketiga bentuk kerjasama di atas masih terdapat bentuk kerjasama yang lain seperti
production sharing, management contract, penanaman modal asing dengan disc-rupiah dan
kredit untuk proyek (barang modal).
5. ‘18
5 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Keberadaan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct
investment) tidak dapat dipungkiri telah memberi banyak manfaat bagi negara penerima
modal (host country), begitu pula bagi investor maupun bagi negara asal (home country).
Bagi negara penerima modal (host country) keberadaaan investasi yang
ditanamkan oleh investor, khususnya penanaman modal asing secara langsung (foreign
direct investment), ternyata telah memberikan dampak positif atau manfaat di dalam
pembangunan.
Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi asing, namun secara
teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di suatu negara
mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud, yakni
kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat
menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi
investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak,
adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of
know how). Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup berperan
dalam pembangunan
ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan ekonomi di daerah dimana FDI
menjalankan aktifitasnya.
Arti pentingya kehadiran investor asing dikemukakan Gunarto Suhardi:
“investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena
langsung lebih permanen. Selain itu investasi langsung:
a) memberikan kesempatan kerja bagi penduduk;
b) mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal;
c) memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi;
d) apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut
oleh pengusaha lokal disamping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi
negara;
e) lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing;
f) memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor
berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan.”
2. Kontrak Penanaman Modal Asing
Sebagaimana diketahui, penanaman modal asing di Indonesia dapat dilakukan :
a) Oleh pihak asing (perorangan atau badan hukum), ke dalam suatu perusahaan yang
seratus persen diusahakan oleh pihak asing.
b) Dengan menggabungkan modal asing itu dengan modal nasional.
Secara yuridis hal yang pertama itu tidak menimbulkan persoalan yang terlalu rumit, karena
sudah jelas bahwa bukan hanya modal akan tetapi kekuasaan dan pengambilan keputusan
(decision making) dilakukan oleh pihak asing, sepanjang segala sesuatu itu memperoleh
persetujuan dari pemerintah Indonesia atau selama kebijakan -kebijakannya tidak melanggar
hukum dan ketertiban umum yang berlaku di Indonesia. Yang lebih sulit diatur adalah
berbagai – bagai bentuk kerjasama antara modal asing dan modal nasional. Sebab disini kita
benar-benar harus menghadapi berbagai variasi antara perimbangan modal dan kekuasaan
(management) yang
sesungguhnya. Sehingga disini kita harus lebih memperhatikan keadaan perusahaan
yang sebenar -benarnya daripada dalam hal perusahaan yang semata-mata bekerja dengan
modal asing saja.
3. Teori Penanaman Modal Asing
6. ‘18
6 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
a) Teori R. Vernon
Vernon (1966) menjelaskan penanaman modal asing dengan model yang disebut Model Siklus
Produk (Pandji Anoraga, 1995: 53). Dalam model ini, introduksi dan pengembangan produk
baru di pasar mengikuti tiga tahap. Pendorong untuk mengembangkan produk baru diberikan
oleh kebutuhan dan peluang pasar. Dalam tahap satu, pada waktu produk pertama kali
dikembangkan dan
dipasarkan, diperlukan suatu hubungan yang erat antara kelompok desain,
produksi dan pemasaran dari perusahaan dan pasar yang akan dilayani oleh produk itu.
Untuk itu produksi dan penjualan perlu dilakukan di dalam negeri. Tahap kedua yakni
perusahaan mulai memikirkan kemungkinan mencari pasar – pasar baru di negara – negara
yang relatif maju dan ekspor pun mulai dilakukan dengan tujuan negara dunia ketiga.
Keuntungan perusahaan terletak pada skala ekonomi dalam produksi, pengangkutan dan
pemasaran. Strategi – strategi penentuan harga dan lokasi didasarkan atas aksi dan reaksi
multinational corporation yang lain dan bukan pada biaya komperatif.
Tahap ketiga atau tahap terakhir yakni dimana produk telah terbuat dengan baik dengan
desain yang distandarisasi, sehingga risetan keterampilan manajemen tidak lagi penting.
Tenaga kerja yang tidak terampil dan setengah terampil mulai mendapat tempat dan
konsekuensinya, produk bergerak ke negara-negara yang sedang berkembang, dimana ongkos
tenaga kerjanya masih lebih rendah. Produk – produk yang dihasilkan di negara berkembang
tersebut akan diimpor kembali ke negara asal dan juga ke pasar negara yang lebih maju. Oleh
karena itu, lokasi produksi akan lebih ditentukan oleh perbedaan biaya dari jarak pasar.
Investasi luar negeri akan dilihat sebagai suatu cara untuk
dapat mempertahankan daya saing perusahaan dalam produk-produk inovatifnya.
b) Teori J.H Dunning
John Dunning (1977) dalam menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi penanaman
modal asing melalui teori ancangan eklektis (Pandji Anoraga, 1995: 57). Teori eklektis
menetapkan suatu set yang terdiri dari tiga persyaratan yang diperlukan bila sebuah perusahaan
akan berkecimpung dalam penanaman modal asing. Yang pertama adalah adanya keunggulan
spesifik perusahaan. Rentang keunggulan yang dapat menumbuhkan FDI adalah :
1) Teknologi pemilikan disebabkan karena kegiatan penelitian dan
pengembangan.
2) Keterampilan manajerial, pemasaran, atau lainnya yang spesifik untuk fungsi organisasi
perusahaan.
3) Deferensiasi produk, merk dagang atau nama cap. d. Ukuran besar, yang mencerminkan
skala ekonomi.
4) Keperluan modal yang besar untuk pabrik dengan ukuran efisien minimum.
Yang kedua adalah keunggulan internalisasi. Kondisi yang menyokong internalisasi meliputi :
1) Biaya tinggi dalam membuat dan melaksanakan kontrak.
2) Ketidakpastian pembeli tentang nilai teknologi yang dijual.
3) Kebutuhan untuk mengendalikan penggunaan atau penjualan kembali produk.
4) Keunggulan untuk menggunakan diskriminasi harga atau subsidi ulang (cross-
subsidization).
Yang ketiga adalah keunggulan spesifik negara. Keunggulan spesifik lokasi dari negara
tuan rumah dapat meliputi :
1) Sumber daya alami.
2) Kekuatan tenaga kerja biaya rendah yang efisien dan terampil.
3) Rintangan perdagangan membatasi impor.
c) Teori David K. Eiteman
7. ‘18
7 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Menurut David K. Eiteman (1989), motif yang mendasari penanaman modal asing ada tiga,
yaitu : motif strategis, motif perilaku dan motif ekonomi. Dalam motif strategis dibedakan
dalam :
1) Mencari pasar
2) Mencari bahan baku
3) Mencari efisiensi produks
4) Mencari pengetahuan
5) Mencari keamanan politik.
Sedangkan motif perilaku merupakan ransangan lingkungan eksternal dan yang lain dari
organisasi didasarkan pada kebutuhan dan komitmen individu atau kelompok. Motif ekonomi
merupakan motif untuk mencari keuntungan dengan cara memaksimalkan keuntungan jangka
panjang dan harga pasar saham perusahaan.
d) Teori Robock & Simmonds
Teori PMA yang lain dijelaskan oleh Robock & Simmonds (1989), melalui pendekatan
global, pendekatan pasar yang tidak sempurna, pendekatan internalisasi, model siklus produk,
produksi internasional dan model imperalisasi marxis. Pendekatan Global. Menurut
pendekatan global, kekuatan intern yang mempengaruhi PMA yaitu pengembangan teknologi/
produk baru, ketergantungan pada sumber – sumber bahan baku, memanfaatkan mesin – mesin
yang sudah usang, mencari pasar yang lebih besar. Sedangkan kekuatan eksternal yang
mempengaruhi PMA yaitu pelanggan, pemerintah, ekspansi ke luar negeri dari pesaing dan
pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
Model Siklus Produk. Model ini menerangkan bahwa penanaman modal asing melalui tiga
tahap, yaitu tahap produk baru, tahap produk matang dan tahap produk yang distandardisasi.
Pada tahap produk baru, produk dihasilkan di dalam negeri. Sedangkan untuk pasar luar negeri
dilayani dengan ekspor.
Pada tahap produk matang, harga produk menjadi penting. Pasar luar negeri telah dilayani
oleh produksi lokal. Pada tahap ketiga, persaingan menjadi lebih penting dan produksi
diarahkan pada lokasi/ tempat yang biayanya rendah (kecil) dalam lingkup negara yang
berpenghasilan rendah.
e) Teori Stephen Hymer
Investasi langsung merupakan persoalan yang kompleks dan sulit dijelaskan dengan
cara yang sederhana, namun Stephen Hymer telah mengembangkan suatu teori yang cukup
kuat untuk menjelaskan cara bekerja internasional dari perusahaan – perusahaan nasional.
Menurut Hymer, invetasi langsung termasuk dalam teori persaingan tidak sempurna, dan bukan
dalam teori persaingan biasa atau teori mengenai pergerakan modal secara internasional.
Hymer mengemukakan bahwa inti pokok dari penanaman modal secara langsung adalah
meratakan beberapa keuntungan monopolistik yang dinikmati oleh perusahaan induk. Menurut
pendekatan ini, pengembalian investasi yang lebih tinggi di luar negeri tidak menjamin
kelengkapan penjelasan arus modal, karena pengembalian investasi itu sendiri berarti bahwa
modal akan lebih efisien bila dialokasikan melalui pasar modal dan tidak memerlukan
pemindahan perusahaan. Kemungkinan memperoleh pengembalian investasi yang lebih tinggi
akan timbul bila perusahaan memiliki keunggulan tertentu atas
8. ‘18
8 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
Pengertian dan Dasar Hukum
Dalam Undang-Undang no 6 tahun 1968 dan Undang-Undang nomor 12
tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), disebutkan terlebih dulu
definisi modal dalam negeri pada pasal 1, yaitu sebagai berikut :
a) Undang-undang ini dengan “modal dalam negeri” adalah : bagian dari
kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki
Negara maupun swasta asing yang berdomosili di
Indonesia yang disisihkan atau disediakan guna menjalankan suatu usaha sepanjang
modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal 2 UU No. 12 tahun 1970 tentang
penanaman modal asing.
b) Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat
terdiri atas perorangan dan/ atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku
di Indonesia. Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan bahwa, Yang dimaksud dalam Undang-
Undang ini dengan “Penanaman Modal Dalam Negeri” ialah penggunaan daripada
kekayaan seperti tersebut dalam pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung untuk
menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuanketentuan Undang-Undang ini.
Penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional adalah untuk mempertinggi kemakmuran
rakyat, modal merupakan factor yang sangat penting dan menentukan Perlu diselenggarakan
pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri dengan cara rehabilitasi pembaharuan,
perluasan, pemnbangunan dalam bidang produksi barang dan jasa.
Perlu diciptakan iklim yang baik, dan ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mendorong
investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dibukanya bidang-
bidang usaha yang diperuntukan bagi sector swasta. Pembangunan ekonomi selayaknya
disandarkan pada kemampuan rakyat Indonesia sendiri. Untuk memanfaatkan modal dalam
negeri yang dimiliki oleh orang asing
Penanaman modal (investment), penanaman uang aatau modal dalam suatu usaha dengan
tujuan memperoleh keuntungan dari usaha tsb. Investasi sebagai wahana dimana dana
ditempatkan dengan harapan untuk dapat memelihara atau menaikkan nilai atau memberikan
hasil yang positif
Pasal 1 angka 2 UUPM meneyebutkan bahwa PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal
dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri Sedangkan yang dimaksud
dengan penanam modal dalam negeri adalah perseorangan WNI, badan usaha Indonesia,
Negara RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara RI (Pasal 1
angka 5 UUPM)
Kriteria Perusahaan Penanaman Modal Negeri yang mendapatkan fasilitas antara lain:
a) Menyerap banyak tenaga kerja
b) Termasuk skala prioritas tertinggi
c) Melakukan alih teknologi
d) Melakukan industri pionir
e) Menjaga kelestarian lingkungan hidup
9. ‘18
9 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Dalam Neegeri
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
a) Potensi dan karakteristik suatu daerah
b) Budaya masyarakat
c) Pemanfaatan era otonomi daerah secara proposional
d) Peta politik daerah dan nasional
e) Kecermatan pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan local dan peraturan daerah
yang menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi
3. Syarat-Syarat Melakukan Penanaman Modal Dalam Negeri
1) Permodalan: menggunakan modal yang merupakan kekayaan masyarakat Indonesia baik
langsung maupun tidak langsung
2) Pelaku Investasi : Negara dan swasta Pihak swasta dapat terdiri dari orang dan atau badan
hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia
3) Bidang usaha : semua bidang yang terbuka bagi swasta, yang dibina, dipelopori atau
dirintis oleh pemerintah.
4) Perizinan dan perpajakan : memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Antara lain : izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak khusus, dll.
5) Batas waktu berusaha : merujuk kepada peraturan dan kebijakan masing-masing daerah
6) Tenaga kerja: wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-
jabatan tertentu belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia. Mematuhi ketentuan
UU ketenagakerjaan (merupakan hak dari karyawan)
4. Tata Cara Penanamam Modal Dalam Negeri
Keppres No. 29/2004 ttg penyelenggaraan penanam modal dalam rangka PMA dan PMDN
melalui system pelayanan satu atap. Meningkatkan efektivitas dalam menarik investor, maka
perlu menyederhanakan system pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode
pelayanan satu atap. Diundangkan peraturan perundang-undnagan yang berkaitan dengan
otonomi daerah, maka perlu ada kejelasan prosedur pelayanan PMA dan PMDN
Instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan
PMDN Pelayanan persetujuan, perizinan, fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan
PMDN dilaksanakan oleh BKPM berdasarkan pelimpahan kewenagan dari Menteri/Kepala
Lembaga Pemerintah Non Dept yang membina bidang-bidang usaha investasi yang
bersangkutan melalui pelayanan satu atap.
PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL
Pada prinsipnya, investor yang menanamkan investasi selalu mengharapkan bahwa investasi
yang ditanamkan dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya tanpa
menimbulkan sengketa/konflik. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula bahwa di dalam
menjalankan usahanya tidak tertutup kemungkinan terjadinya suatu sengketa/konflik antara
investor dengan pemerintah serta masyarakat sekitarnya.
Apabila kita perhatikan pengertian penanaman modal yang termuat dalam Pasal 1 angka
(1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dapat sangat jelas
dilihat bahwa investor yang menanamkan modalnya di Indonesia dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu investor domestik dan investor asing.
Maka yang menjadi pertanyaan kini adalah hukum dan cara apakah yang digunakan untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara investor dengan pihak pemerintah, terlebih
mengingat bahwa investor yang menanamkan modalnya di Indonesia dapat dibagi menjadi dua
10. ‘18
10 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
macam, yaitu investor domestik dan investor
asing. Dimana pembagian jenis investor tersebut tentunya membawa perbedaan
dalam hukum dan cara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara
investor dengan pihak pemerintah. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa penanaman
modal tersebut dapat dibagi menjadi:
1) Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah dengan Investor
Domestik.
Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak
Pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitarnya, hukum yang digunakan adalah hukum
Indonesia.
Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah
ditentukan cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah
dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, ditentukan empat cara dalam penyelesaian
sengketa dalam penanaman modal. Keempat cara itu, antara lain:[7]
1) Musyawarah dan mufakat;
2) Arbitrase;
3) Alternatif penyelesaian sengketa; dan
4) Pengadilan.
Penyelesaian dengan musyawarah dan mufakat merupakan cara untuk
mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor domestik, dimana di
dalam penyelesaian itu dilakukan pembahasan bersama dengan maksud
untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa secara bersama-
sama.
Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase merupakan cara untuk mengakhiri
sengketa dalam penanaman modal antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik,
dimana dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis arbiter. Arbiter
atau majelis arbiterlah yang menyelesaikan sengketa penanaman modal tersebut.
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, yaitu
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Ada lima cara penyelesaian sengketa
melalui alternatif penyelesaian sengketa, yaitu:120
1) konsultasi;
2) negosiasi;
3) mediasi;
4) konsiliasi;
5) penilaian ahli.
Penyelesaian sengeta melalui pengadilan merupakan cara untuk mengakhiri
sengketa yang timbul antar penyelesaian itu dilakukan di muka dan dihadapan pengadilan.
Dan pengadilan lah yang nantinya akan memutuskan tentang perselisihan tersebut. Ada tiga
tingkatan pengadilan yang harus diikuti oleh salah satu pihak, apakah pemerintah Indonesia
atau investor domestik, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
2) Penyelesaian Sengketa Penanam Modal yang Timbul Antara Pemerintah dengan Investor
Asing
11. ‘18
11 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal dikatakan bahwa:
“Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam
modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional
yang harus disepakati oleh para pihak.”
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara untuk mengakhiri
perselisihan yang timbul antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing, dimana kedua
belah pihak sepakat menggunakan lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah
hukum Republik Indonesia.
Dalam rangka penyelesaian sengketa oleh arbitrase telah ditetapkan bahwa hukum yang
berlaku dan yang menjadi dasar pemakaian oleh dewan wasit dalam menyelesaikan
sengketa tersebut adalah hukum yang dipilih oleh para pihak.124
Republik Indonesia meratifikasi Konvensi ICSID dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1968 (Lembaran Negara No. 32 Tahun 1968) yakni undang-undang
persetujuan atas konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara negara dan warga negara
asing mengenai penanaman modal. Undang-undang ini singkat saja, hanya berisi 5 Pasal 125.
Dengan telah diratifikasinya konvensi tersebut, secara yuridis Indonesia terikat dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut, sehingga setiap penyelesaian
perselisihan atau penyelesaian sengketa penanaman modal asing
akan dilakukan menurut tata cara dan prosedur yang diatur dalam International Centre
for the Settlement of Investment Dispute (ICSID).
International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID) terdiri atas 9 bab
(chapter) dan 75 pasal (artikel). Hal-hal yang diatur dalam ICSID ini, meliputi:127
a) Chapter I International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID) (Artikel 1
sampai dengan Artikel 24);
b) Chapter II Jurisdiction of the Centre (Artikel 25 sampai dengan Artikel 27);
c) Chapter III Conciliation (Artikel 28 sampai dengan Artikel 35);
d) Chapter IV Arbitration (Artikel 36 sampai dengan Artikel 55);
e) Chapter V Replacement and Disqualification of Conciliators and Arbitrator
f) (Artikel 56 sampai dengan Artikel 58);
g) Chapter VI Cost of Procedings (Artikel 59 sampai dengan Artikel 63);
h) Chapter VII Disputes between Contracting States (Artikel 64);
i) Chapter VIII Amandment (Artikel 65 sampai dengan Artikel 66);
j) Chapter IX Final Provisions (Artikel 67 sampai dengan Artikel 75)
Penyelesaian dengan menggunakan arbitrase diatur dalam Artikel 36 sampai dengan Artikel
55 ICSID. Sementara itu, tata cara pengajuan permohonan sampai dengan pengambilan
putusan disajikan berikut ini:
1) Tata Cara Pengajuan Permohonan Arbitrase
Dalam Artikel 36 ICSID telah ditentukan tata cara pengajuan permohonan penyelesaian
sengketa kepada Centre, melalui forum Arbitrase (Arbitral tribunals). Dalam ketentuan itu,
ditentukan tata cara sebagai berikut:
i. Pengajuan permohonan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Dewan
Administratif Centre.
ii. Permohonan diajukan secara tertulis,
12. ‘18
12 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
iii. Permohonan membuat penjelasan tentang:
iv. Pokok-pokok perselisihan;
v. Identitas para pihak; dan
vi. Mengenai adanya persetujuan mereka mengajukan perselisihan yang timbul menurut
ketentuan Centre.
Setelah menerima permohonan tersebut, Sekretaris Jenderal mendaftar
permohonan, kecuali dia menemukan dalam penjelasan permohonan bahwa
perselisihan yang timbul nyata-nyata berada di luar yuridiksi Centre, Dalam hal
perselisihan yang diajukan berada di luar yuridiksi Centre, Sekretaris Jenderal
menolak untuk mendaftar. Untuk itu, Sekretaris Jenderal membuat dan
menyampaikan penolakan dalam bentuk “pemberitahuan” atau notice kepada para pihak.
Dalam permohonan memenuhi syarat, dan permohonan telah didaftar, maka Sekretaris
Jenderal menyampaikan “pemberitahuan” kepada para pihak dan salinan permohonan kepada
pihak lain.
2) Pembentukan Tribunal Arbitrase
Apabila Sekretaris Jenderal telah menerima dan mendaftar permohonan
perselisihan yang diajukan salah satu pihak, Centre harus sesegera mungkin membentuk
Mahkamah Arbitrase (Tribunal Arbitral).Menurut Artikel 37 ayat (2) ICSID, telah ditentukan
pembentukan Mahkamah Arbitrase yang dilakukan Centre. Mahkamah Arbitrase:
a) boleh hanya terdiri dari seorang arbiter (arbitrator) saja;
b) tetapi boleh juga arbiternya terdiri dari beberapa orang yang jumlahnya ganjil (any uneven
number of arbitrator).
Jika para pihak menyetujui jumlah arbiter yang ditunjuk atau mereka tidak dapat menerima tata
cara penunjukkan yang dilakukan Centre, cara lain penunjukan arbiter merujuk kepada
ketentuan Artikel 37 ayat (2) huruf b ICSID, dengan acuan penerapan:
a) anggota harus terdiri dari tiga orang arbiter;
b) masing-masing menunjuk seorang arbiter; dan
c) anggota yang ketiga ini, langsung mutlak menjadi ketua (presiden) dari tribunal arbitrase
yang bersangkutan.
Para pihak dapat menyetujui arbiter yang ditunjuk Centre. Sebaliknya dapat menolak apabila
arbiter yang ditunjuk tidak mereka setujui, atau apabila metode dan tata cara penunjukan
mereka anggap kurang sesuai. Dalam hal yang demikian, pengangkatan anggota arbiter
sepenuhnya menjadi hak dan kewenangan para pihak untuk mengangkat masing-masing
seorang arbiter. Sementara itu, pengangkatan atau penunjukan arbiter ketiga harus atas
persetujuan bersama dari semua pihak. Dan anggota yang ketiga ini langsung akan bertindak
sebagai Ketua (Presiden).
Selanjutnya menurut Artikel 38 ICSID, apabila dalam tempo 90 hari dari tanggal
pemberitahuan pendaftaran permohonan tribunal arbitrase belum dibentuk,
Ketua Dewan Administratif Centre (Chairman of the Administratif Council)
berwenang menunjuk seorang atau beberapa orang arbiter. Kewenangan yang demikian
ada pada diri Ketua Dewan Administratif apabila telah ada permohonan dari salah satu pihak.
Di samping itu, kewenangan penunjukkan arbiter yang seperti itu tidak boleh diambil dari
negara peserta konvensi yang sedang berselisih.
Satu hal lagi yang perlu diketahui dalam komposisi anggota arbiter, yaitu mayoritas anggota
arbitrase harus ditunjuk dari luar negara peserta Konvensi yang sedang berselisih. Hal itu
ditegaskan dalam Artikel 39 Konvensi. Namun demikian, ketentuan ini dapat
13. ‘18
13 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
dikesampingkan apabila para pihak menyetujui bahwa arbiter
tunggal ditunjuk dari salah satu negara para pihak atau mereka setuju mayoritas anggota
arbiter dapat ditunjuk dari salah satu negara para pihak.
3) Kewenangan dan Fungsi Tribunal Arbitrase
Arbitrase Centre merupakan mahkamah yang bersifat internasional. Kewenangan dari
Arbitrase Centre adalah untuk mengadili atau memutus perselisihan sesuai dengan
kompetensinya (Artikel 40 ICSID). Berarti, selama apa yang disengketakan para pihak masih
termasauk yuridiksi yang ditentukan Pasal 32 dan Artikel 25 ICSID. Para anggota arbiter
sepenuhnya berwenang untuk memutus perselisihan.
Dalam hal ada bantahan (objection) dari salah satu pihak yang menyatakan apa yang
diperselisihkan adalah diluar yuridiksi Centre atau berdasar alasan lain yang memperlihatkan
apa yang diperselisihkan di luar kewenangan tribunal arbitrase yang dibentuk, tribunal yang
bersangkutan lebih dahulu mempertimbangkan dan memutus tentang hal tersebut dalam bentuk
putusan pendahuluan (preliminary). Akan tetapi,
bisa juga hal itu dipertimbangkan dan diputus bersamaan dengan pokok
persengketaan apabila tata cara yang demikian lebih bermanfaat.
Sehubungan dengan kewenangan dan fungsi memutus perselisihan yang terjadi, lebih
lanjut diuraikan dalam hal-hal di bawah ini:
a) Memutus sengketa menurut hukum
Menurut Artikel 42 Konvensi, arbitrase Centre terikat pada ketentuan hukum (rules of
law) dalam memutus perselisihan yang terjadi. Prinsip ini merupakan
patokan utama yang acuan penerapannya dapat dijabarkan secara ringkas, sebagai berikut:
a. Centre harus memutus berdasarkan hukum yang telah disepakati para pihak dalam
perjanjian.
b. Dalam perjanjian tidak menentukan tata hukum mana yang akan diterapkan, Centre
menerapkan tata hukum dari negara peserta yang sedang berselisih.
c. Centre dilarang menerapkan hukum yang tidak dikenal oleh para pihak-pihak yang
berselisih.
d. Akan tetapi Centre dapat memutus perselisihan berdasar “kepatutan” atau “ex aequo et
bono”, jika hal itu disepakati para pihak dalam perjanjian.
b) Memanggil dan melakukan pemeriksaan setempat
Dalam Artikel 43 ICSID telah ditentukan kewenangan Tribunal. Kewenangan itu meliputi:
1. memanggil atau meminta pihak-pihak untuk menyerahkan dokumen atau alat bukti yang
dianggap penting,
2. melakukan pemeriksaan setempat atau memeriksa langsung barang, orang, serta
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap patut dan bermanfaat dalam
penyelesaian perselisihan. Kewenangan itu akan gugur jika hal para pihak menentukan
lain dalam perjanjian.
3. Putusan Provisi
Dalam Artikel 47 ICSID telah ditentukan kewenangan dari Centre. Kewenangan itu adalah
menjatuhkan:
1) putusan pendahuluan; atau
2) putusan provisi; maupun
3) tindakan sementara.
Penjatuhan putusan itu didasarkan pada pertimbangan untuk melindungi dan menghormati hak
dan kepentingan salah satu pihak. Dalam tindakan atau putusan sementara, dapat dimasukkan
penyitaan barang-barang yang disengketakan, agar
14. ‘18
14 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
gugatannya tidak mengalami illusoir dikemudian hari. Bisa juga pelarangan
penjualan atau pemindahan barang, asalkan itu merupakan objek yang langsung terlibat
dalam persetujuan.
4) Putusan Arbitrase Centre
Tujuan utama arbitrase Centre ialah memutus perselisihan yang timbul
apabila perselisihan itu telah diajukan kepadanya. Dalam Artikel 48 ICSID telah
ditentukan tata cara pengambilan putusan. Tata cara pengambilan keputusan oleh Arbitrase
Centre disajikan berikut ini
a) Putusan diambil berdasar suara mayoritas anggota arbiter.
b) Putusan arbiter yang sah ialah:
- dituangkan dalam putusan secara tertulis; dan
- ditandatangani oleh anggota arbiter yang menyetujui putusan.
- Putusan memuat segala segi permasalahan serta alasan-alasan yang menyangkut dasar
pertimbangan putusan.
c) Setiap anggota arbiter dibenarkan mencantumkan pendapat pribadi (individual opinion)
dalam putusan, meskipun pendapat tersebut berbeda dan menyimpang dari pendapat mayoritas
anggota. Bahkan, boleh juga seorang anggota
mencantumkan suatu pernyataan mengapa dia berbeda pendapat dengan mayoritas
anggota arbiter.
d) Centre tidak boleh memublikasi putusan, tanpa persetujuan para pihak.
Selanjutnya, Sekretaris Jenderal harus segera mengirimkan salinan putusan kepada para
pihak. Putusan dianggap memiliki daya mengikat atau binding terhitung dari tanggal
pengiriman salinan. Selama dalam jangka waktu 45 hari dari tanggal
dimaksud, para pihak dapat mengajukan pertanyaan yang berkenaan dengan
kesalahan pengetikan, perhitungan atau kekeliruan lain yang sejenis. Walaupun putusan itu
telah diputuskan oleh Centre, namun para pihak atau salah satu pihak diperkenankan
melakukan:
1. interprestasi putusan;
2. revisi putusan; atau
3. pembatalan putusan
15. ‘18
15 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Ismail Suny dan Rochmat Rudiro, Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang Penanaman
Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Pradjna Paramita, 1998)
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004)
Ida Bagus Rahmdi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di
Indonesia, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2006)