1. Pencucian uang merupakan masalah serius yang memerlukan penanggulangan bersama. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah seperti menetapkan undang-undang terkait dan kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas pencucian uang.
2. Dokumen tersebut membahas latar belakang, permasalahan, dan pembahasan mengenai pemahaman dasar pencucian uang serta penanggulangannya di Indonesia
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
Money Laundering
1. 1
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
(MONEY LAUNDERING) DI INDONESIA
Oleh : Diennissa Putriyanda (1209114065)
I. LATAR BELAKANG
Pada mulanya kegiatan pencucian uang/money launderingdidominasi dari uang atau
asset yang berasal dari kegiatan narkotika karenanya pemerintah Republik Indonesia
memandang perlu untuk bersama-sama dengan anggota masyarakat dunia lainnya aktif
mengambil bagian dalam upaya memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika,
oleh karena itu telah menandatangani United Nations Convention Against Illicit Traffic In
Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) dan telah pula
meratifikasi konvensi tersebut dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 pada tanggal
24 Maret 1997.
Dengan telah dilakukan pengesahan (ratifikasi) isi konvensi dimaksud merupakan satu
langkah nyata dari komitmen Pemerintah dan rakyat Indonesia untuk senantiasa aktif
mengambil bagian dalam setiap usaha memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Psikotropika di Indonesia. Undang-Undang ini akan memberikan landasan
hukum yang lebih kuat untuk mengambil langkah-langkah dalam upaya mencegah dan
memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika, sekaligus
praktek Money Laundering yang terjadi.
Perkembangan yang terakhir menunjukkan bahwa pencucian uang atau pemutihan uang
juga berasal dari hasil berbagai kejahatan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang secara rinci menyebutkan kejahatan tersebut meliputi, korupsi,
penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, tindak pidana di
bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, di bidang perpajakan, di
bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak
pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
2. 2
II. PERMASALAHAN
1) Pemahaman dasar tentang Tindak Pidana Pencucian Uang(Money Laundering).
2) PenanggulanganTindak Pidana Pencucian Uang(Money Laundering) Di Indonesia.
III. PEMBAHASAN
1) PEMAHAMAN DASAR TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
(MONEY LAUNDERING).
A. PENGERTIAN MONEY LAUNDERING (PENCUCIAN UANG)
Dalam kamus hukum Black‟s Law Dictionary istilah Money Laundering disebutkan bahwa:
Term used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug
transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that it‟s original sources can
not be traced. Money Laundering is a federal crime; 18 USCA 1956.
Istilah ini dimaksudkan untuk menggambarkan penyetoran/penanaman uang atau bentuk lain
dari pemindahan/pengalihan uang yang berasal dari pemerasan, transaksi narkotik dan
sumber-sumber lain yang illegal melalui saluran legal. Sehingga sumber asal uang tersebut
tidak dapat diketehui/dilacak.Money laundering adalah suatu kejahatan federal.
Dari terminology yang terdapat pada Black‟s Law Dictionary di atas terlihat bahwa
berbagai bentuk dan asal dana uang kotor berasal dari kegiatan-kegiatan atau transaksi
menyimpang seperti uang hasil pemerasan, penghindaran pajak, bisnis perjudian, korupsi,
komisi, pungli, sogokan, penyelundupan, perdagangan gelap narkotika dan obat terlarang.
Money laundering muncul pertama kali di Amerika Serikat pada awal abad 20 dimana
perusahaan-perusahaan pencucian pakaian (Laundry) digunakan oleh para Mafia untuk
pemutihan/pencucian uang yang diperoleh dari perbuatan illegal seperti pemerasan, bisnis
perjudian, pelacuran dan minuman keras dengan cara membeli perusahaan-perusahaan
Laundry tersebut sehingga seolah-olah uang mereka kumpulkan itu berasal dari bisnis
mencuci pakaian.
Berbagai pendapat yang berkembang pada umumnya mengemukakan bahwa money
laundering atau pencucian uang adalah suatu cara atau proses untuk merubah uang yang
berasal dari sumber illegal (haram) sehingga menjadi uang halal.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyebutkan, Pencucian Uang adalah
perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana
3. 3
dengan maksud untuk menyembunyikanatau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
B. UNSUR-UNSUR MONEY LAUNDERING
Secara umum yang menjadi elemen (unsur) pencucian uang adalah:
1. Adanya uang (dana) yang merupakan hasil perbuatan pidana.
2. Uang haram (dirty money) tersebut diproses dengan cara-cara tertentu melalui
kelembagaan yang sah.
3. Dengan maksud menghilangkan jejak antara perbuatan pidana dengan uang yang
dihasilkan perbuatan pidana tersebut sehingga dapat dimiliki maupun dikuasainya secara
sah.
C. TEKNIK-TEKNIK MONEY LAUNDERING
- Penyelundupan mata uang lintas batas;
- Penggunaan perusahaan-perusahaan „kulit‟;
- Penggunaan dokumen pemilik;
- Penggunaan transfer elektronik;
- Pembelian barang mewah dan barang tak bergerak;
- Pembuatan faktur palsu;
- Pencucian melalui kasino;
- Pencucian melalui surat berharga;
- Pengaturan;
- Penggunaan identitas palsu;
- Penggunaan pihak ke tiga untuk membuka rekening;
- Keterlibatan kurir uang tunai;
- Jasa perbankan tersembunyi/alternatif sistem pengiriman;
- Pembukaan rekening dengan identitas palsu;
- Penjualan rekening bersih kepada pihak ke tiga;
- Penggunaan teknik-teknik komunikasi modern;
- Penggunaan rekening luar negeri;
- Pengiriman dana lintas batas;
- Kartu/fasilitas prabayar.
4. 4
D. MODUS OPERANDI
Adapun modus operandi yang dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, pada
umumnya adalah sebagai berikut:
1. Placement (penempatan) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak
pidana kedalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral
(cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali kedalam sistem keuangan,
terutama sistem perbankan.
2. Transfer (layering) yakni upaya untuk mentransfer Harta Kekayaan yang berasal dari
tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada Penyedia Jasa
Keuangan (terutama bank) sebagai hasil penempatan (placement) ke Penyedia Jasa
Keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering, akan menjadi sulit bagi penegak hukum
untuk dapat mengetahui asal usul Harta Kekayaan tersebut.
3. Integration, yakni upaya menggunakan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana
yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer
sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis
yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
Dari modus operandi pencucian uang dapat diamati bahwa pencucian uang bukan saja
merupakan kejahatan nasional tetapi juga kejahatan yang bersifat transnasional, oleh karena
itu harus diberantas antara lain dengan cara melakukan kerja sama regional atau
internasional melalui forum bilateral atau multilateral.
Catatan: Penyedia Jasa Keuangan di atas diartikan sebagai penyedia jasa di bidang keuangan
termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola
reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang
valuta asing, dana pensiun, dan perusahaan asuransi.
2) PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY
LAUNDERING) DI INDONESIA.
Perbuatan pencucian uang disamping sangat merugikan masyarakat, juga sangat
merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian
nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai kejahatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencegah dan memberantas praktik pencucian
uang telah menjadi perhatian internasional. Berbagai upaya telah ditempuh oleh masing-
masing negara untuk mencegah dan memberantas praktek pencucian uang termasuk dengan
5. 5
cara melakukan kerjasama internasional, baik melalui forum secara bilateral maupun
multilateral.
Dalam konteks kepentingan nasional ditetapkannya Undang-undang tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa Pemerintah maupun sektor swasta
bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari penyelesaian masalah, baik
disektor ekonomi, keuangan, maupun perbankan.
Pertama-tama usaha yang harus ditempuh oleh suatu negara untuk dapat mencegah
dan memberantas praktek pencucian uang adalah dengan membentuk Undang-undang yang
melarang perbuatan pencucian dan menghukum dengan berat para pelaku kejahatan tersebut.
Dengan adanya Undang-undang tersebut diharapkan tindak pidana pencucian uang dapat
dicegah atau diberantas, antara lain kriminalitas atas semua perbuatan dalam setiap tahap
proses pencucian uang.
Di bawah ini adalah beberapa langkah yang telah diambil Pemerintah RI untuk
menindaklanjutikomitmen pemberantasan kegiatan pencucian uang.
a) Undang-undang Yang Berkaitan dengan Psikotropika
Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan psikotropika, antara lain UU No. 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan
Konvensi Psikotropika 1971, UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Di samping itu,
terdapat beberapa Peraturan Menteri Kesehatan tahun 1997 tentang Peredaran
Psikotropika dan Ekspor Impor Psikotropika. Dalam UU ini diatur antara lain mengenai
persyaratan dan tata cara ekspor dan impor peredaran serta penyaluran psikotropika agar
hal-hal tersebut tidak digunakan sebagai sarana kegiatan pencucian uang.
b) Undang-undang Yang Berkaitan dengan Narkotika
Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan narkotika, antara lain UU N. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan
Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang Mengubahnya, UU No. 22
Tahun 1977 tentang Narkotika yang menggantikan UU No. 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika. UU Narkotika ini mengatur masalah narkotika yang dibutuhkan sebagai obat
dan sekaligus mencegah dan memberantas bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika. Dalam Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1997 disebutkan, bahwa narkotika
dan peralatan yang dipergunakan dalam pelanggaran narkotika dan hasil-hasilnya dapat
disita untuk negara.
6. 6
c) UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Pasal 31 ayat (1) mengatur sebagai berikut: “Bank Indonesia dapat
memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan
transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut
diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan”.Penjelasan atas ayat (1) tersebut
menguraikan bahwa yang dimaksud dengan tranaksi tertentu antara lain hádala transaksi
dalam jumlah besar yang diduga berasal dari kegiatan melanggar hukum. Dalam
pengertian ini tentunya termasuk pula kegiatan pencucian uang.
d) UU No. 24 Tahun 1999 tentang LALU Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
Sebagaimana diketahui, kegiatan pencucian uang dapat dilakukan melalui
pergerakan dana dalam transaksi internacional. UU No. 24/1999, secara tidak langsung
memberikan landasan untuk memantau kegiatan ini. Pasal 3 ayat (2), misalnya, mengatur
sebagai berikut:
“Setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas
devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia”.
Keterangan dan data yang diminta antara lain meliputi nilai dan jenis transaksi,
tujuan atau maksud transaksi, pelaku transaksi, dan negara tujuan atau asal pelaku
transaksi.
e) Ketentuan Bank Indonesia
Banyak sekali ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang secara
langsung atau tidak langsung dapat mencegah atau memberantas kegiatan money
laundering secara administratif,antara lain:
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/271A/KEP/DIR tentangPerubahan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/191A/KEP/DIR tentang Pengeluaran
atau Pemasukan Mata Uang Rupiah Dari Atau Ke Dalam Wilayah Republik
Indonesia.
Berdasarkan ketentuan SK Dir. BI ini setiap orang yang membawa mata uang
Rupiah ke luar atau masuk ke dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah) wajib mengisi formulir deklarasi. Selain itu,bagi
setiap orang yang membawa mata uang Rupiah ke luar atau masuk ke dalam wilayah
7. 7
RI dengan jumlah lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) selain wajib
mengisi formulir deklarasi juga harus memperoleh izin dari Bank Indonesia.
2. Surat Cara Pembelian Saham Bank Umum.
Pasal 6 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang digunakan untuk
pembelian saham bank dalam rangka kepemilikan dilarang berasal dari dan untuk
tujuan money laundering.
3. PBI No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum.
Pasal 6 ayat (1) huruf j dari PBI ini mengatur bahwa dalam rangka
permohonan izin pendirian bank umum, calon pemegang saham bank wajib
melampirkan surat pernyataan bahwa setoran awal bank tidak berasal dari dan untuk
tujuan money laundering. Selanjutnya Pasal 14 huruf b menetapkan bahwa sumber
dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank ataupembelian saham bank
dilarang berasal dari dan untuk tujuan pemutihan uang.
4. PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (ComplienceDirector)
dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungís audit.
Intern Bank Umum PBI ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan bank
terhadap ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini bank diwajibkan untuk menugaskan
salah satu anggota direksinya sebagai Compliance Director yang memastikan bahwa
bank telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk perbankan. Bank juga diwajibkan untuk membentuk Satuan kerja
Unit Intern yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kegiatan bank secara
keseluruhan.
5. PBI No. 3/3/PBI/2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit
Valas oleh Bank.
Dalam ketentuan ini diatur larangan dan pembatasan transaksi-transaksi
tertentu oleh bank terhadap WNA, badan hukum asing lainnya, WNI yang memiliki
status penduduk tetap negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia, kantor
bank/badan hukum Indonesia di luar negeri. Ketentuan ini sekurangkurangnya dapat
menjadi sarana yang kondusif untuk mencegah terjadinya transaksi yang berkaitan
dengan kegiatan pencucian uang.
6. Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan MengenalNasabah
(Know Your Customers Principles).
Sebagai salah satu entri bagimasuknya masuknya uang hasil kejahatan, bank
atau jasa keuangan lain harus mengurangi resikomdipergunakan sebagai sarana
8. 8
pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau
transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanyan tansaksi
keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak
bank atau perusahaan jasa keuangan lain. Penerapan prinsip mengenal nasabah atau
lebih dikenal umum dengan Know Your Costumer Principle (KYC Principle) ini
didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan
pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk
melindungi bank atau perusahaan jasa keuangan lain dari berbagai risiko dalam
berhubungan dengan nasabah dan counter-party.
Khususnya terhadap para nasabah, pihak bank atau jasa keuangan lain harus
mengenali para nasabah, agar bank atau jasa keuangan lain tidak terjerat dalam
kejahatan pencucian uang. Prinsip mengenal nasabah ini merupakan rekomendasi
FATF, yang merupakan orinsip ke lima belas dari dua puluh lima Core Principles For
effective Banking Supervision dan Bassel Committee .
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Prinsip KYC pada
dasarnyabertujuan untuk :
membantu bank agar dapat mendeteksi sesegara mungkin setiap aktivitas yang
mencurigakan yang dilakukan nasabah;
memastikan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku;
menegakkan prinsip kehati-hatian dalam praktek perbankan;
mengurangi risiko dimanfaatkannya bank sebagai sarana untuk melakukan aktivitas
kejahatan;
melindungi reputasi bank.
Adapun pokok-pokok yang diatur dalam konsep PBI ini sebagian besar
mengakomodir butir-butir rekomendasi FATF khususnya yang berkaitan dengan
Know Your Customer Principles, antara lain:
- Kewajiban bank untuk memiliki kebijakan dan prosedur penerimaan nasabah, dan
pemantauan kegiatan nasabah dalam rangka penerapan prinsip pengenalan nasabah;
- Prosedur penerimaan dan identifikasi nasabah;
- Persetujuan pembukaan rekening;
- Larangan pembukaan rekening;
- Kewajiban bank untuk melakukan pemantauan nasabah;
- Kewajiban bank untuk memiliki pedoman intern prinsip pengenalan nasabah;
9. 9
- Kewajiban bank untuk melaporkan dalam hal terdapat indikasi transaksi yang
mencurigakan dan Transaksi keuangan tunai senilai Rp. 500.000.000 keatas yang
dilakukan seseorang dalam satu hari kepada PPATK;
- Penerapan prinsip pengenalan nasabah pada kantor bank di luar negeri bagi bank yang
berbadan hukum Indonesia.
Selain peraturan perundang-undangan tersebut masih ada lagi peraturan
perundang-undanganlain yang bail langsung maupun tidak langsung mempunyai dampak
terhadap pencegahan dan pemberantasan money laundering, seperti Undang-undang No.
31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan
UU Nomor 20 Tahun 2001 dan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dalam
Pasal 36 (a) menyatakan bahwa perusahaan sekuritas dan penasihat investasi wajib
mengetahui latar belakang, keadaan keuangan dan tujuan investasi dari nasabahnya.
7. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam konteks kepentingan nasional ditetapkannya undang-undang tentang tindak
npidana pencucian uang merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta
bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari masalah, baik di sector
ekonomi, keuangan maupun perbankan. Pertama-tama usaha yang harus ditempuh oleh
Suatu Negara untuk dapat mencegah dan memberantas praktik pencucian uang adalah
dengan membentuk undang-undang yang melarang perbuatan pencucian uang dan
menghukum dengan berat para pelaku tersebut. Dengan dikeluarkannya Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dalam
Undang-undang ini dibentuk pula Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan yang
disingkat PPATK, yang bertugas:
1. Mengumpulkan, menyimpan, menganalisa, mengevaluasi informasi yang diperoleh
oleh PPATK, sesuai dengan Undang-undang ini;
2. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia jasa
keuangan;
3. Membuat pedoman mengenai tata cara Pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan;
4. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi
yang diperoleh oleh PPATK sesuai ketentuan dalam UU ini;
10. 10
5. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang
kewajibannya yang ditentukan dalam UU ini atau Peraturan perundang-undangan
lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;
6. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
7. Melaporkan hasil analisis transaksi yang berindikasi tindak pidana pencucian uang
kepada Kepolisian dan Kejaksaan;
8. Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan
kegiatan lainnya secara berkala 6 ( enam bulan sekali) kepada Presiden, DPR , dan
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan.
Disamping itu, untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang,
undang-undang ini mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai
dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran Harta Kekayaan
kepada Penyedia Jasa Keuangan. Undang-undang ini juga mengatur kewenangan penyidik,
penuntut umum , atau hakim untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan
mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka atau
terdakwa.
Selain kekhususan di atas, undang-undang ini juga mengatur mengenai persidangan
tanpa kehadiran terdakwa (peradilan in absentia) yaitu dalam hal terdakwa telah melarikan
diri ke luar negeri atau telah dipanggil 3 kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak hadir, Majelis Hakim dengan putusan sela dapat meneruskan
pemeriksaan dengan tanpa kehadiran terdakwa.
f) Kerjasama Internasional
Dalam rangka kerjasama internasional kiranya dapat disebut Pasal 57 Undang-
undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan, bahwa Bank
Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan bank sentral lainnya, organisasi
danlembaga internasional. Kerjasama ini dapat meliputi kerjasama berupa tukar-menukar
informasi yang terkait dengan tugas bank sentral, termasuk dalam bidang pengawasan
bank. Dalam kaitan dengan kerjasama ini juga dapat disebutkan, bahwa terdapat UU No.
1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi yang memungkinkan adanya kerjasama internasional.
Republik Indonesia sudah menandatangani beberapa perjanjian ekstradisi dengan
Filipina,Malaysia, Thailand, Australia dan Hong Kong. Kerjasama dengan Australia dan
11. 11
Hong Kongsudah meliputi juga money laundering, walaupun pada saat itu money
laundering belum dinyatakan sebagai tindak pidana.
Di samping itu, dapat dikemukakan bahwa sejak Juni 2000 I ndonesia telah
diterima menjadi anggota Asia Pasific Group on Money Laundering (APG), suatu forum
kerjasama untuk pemberantasan money laundering di kawasan Asia Pasifik yang
didirikan pada Februari 1997. Sejak Mei 2001 keanggotaan APG sudah meliputi 22
negara di Asia Pasifik.