1. Hukum Bisnis dan
Lingkungan
RESOLUSI SENGKETA
1. Resolusi Sengketa secara
umum
2. Resolusi Sengketa Ekonomi
3. Dan hal-hal lain yang
berhubungan dari materi
minggu 2 berdasarkan RPS
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Dosen Pengampu
FEB S1.Akuntansi
2
F041700009 Teuku Alvin Putra
Rezalino
Abstract Kompetensi
Mampu mengenal Resolusi Sengketa
Umum dan Ekonomi
Mampu menjelaskan penyelesaian
Resolusi Sengketa Umum dan Ekonomi
Prof. Dr Hapzi Ali, CMA
2. ‘18
2 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
SENGKETA
Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik,
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok,
atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok
yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang
menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum
bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku
pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
1. Resolusi Sengketa Secara Umum
Dalam kaitan dengan mediasi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan:
”Dalam hal sengketa atau beda pendapat setelah diadakan pertemuan langsung oleh para
pihak (negosiasi) dalam 14 (empat belas) hari juga tidak dapat diselesaikan, maka atas
kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan
seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator”Pasal 6 ayat (2) jo (3)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian
Sengketa.
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang perubahan atas PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang
prosedur Mediasi di Pengadilan juga memberikan definisi tentang mediasi yakni dalam pasal
1 ayat 7, yang berbunyi ”mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.
Kemudian Masyarakat
Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga
menyatakan bahwa terdapat banyak pengertian mediasi, tapi secara umum mediasi
merupakan bentuk dari Alternatife Dispute Resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian
3. ‘18
3 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi merupakan
satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak memutus
cepat dan murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh
keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Dalam proses mediasi ini membutuhkan pihak
ketiga (mediator) yang dipilih oleh beberapa pihak.
Dari beberapa rumusan batasan mediasi diatas, dapat disimpulkan bahwa mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa diluar pengadilan, melalui perundingan yang melibatkan pihak keriga
yang bersikap netral (non-intervensi) dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak-pihak yang
bersengketa, serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa, serta diterima
kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga tersebut disebut ”mediator” atau ”penengah” yang tugasnya hanya membantu
pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkataan lain, mediator disini hanya
bertindak sebagai fasilisator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian
masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai
kesepakatan bersama pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator, tetapi ditangan
para pihak yang bersengketa.
Sedangkan pemutusan perkara, baik melalui pengadilan maupun arbitrase, bersifat formal,
memaksa, melihat kebelakang, berciri pertentangan dan berdasar hak-hak. Artinya, bila para
pihak me-litigasi suatu sengketa, proses pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan yang
ketat dan suatu konklusi pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak
serta kewajiban legal masing-masing pihak akan menentukan hasilnya.
Kebalikannya, mediasi sifatnya tidak formal sukarela, melihat kedepan, koperatif dan
berdasarkan kepentingan. Seseorang mediator membantu pihak-pihak yang bersedia
merangkai suatu kesepakatan yang memandang kedepan, memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya dan memenuhi standar kejujuran mereka sendiri. Seperti halnya para hakim
dan arbiter, mediator harus tidak berpihak dan netral, serta mereka tidak mencampuri untuk
memutuskan dan menetapkan suatu keluaran subtantif, para pihak sendiri memutuskan
apakah mereka akan setuju atau tidak. (Gary goodpaster, op cit, hal 242-243.)
2. Resolusi Sengketa Ekonomi
Sebelum membahas secara mendalam tentang sengketa ekonomi, maka terlebih perlu
dipahami defenisi dari sengketa, dimana di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
sengketa berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau
pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi
terhadap satu objek permasalahan.
4. ‘18
4 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Secara rinci sengketa dalam ranah ekonomi dapat berupa sengketa sebagai berikut :
1. Sengketa perniagaan
2. Sengketa perbankan
3. Sengketa Keuangan
4. Sengketa Penanaman Modal
5. Sengketa Perindustrian
6. Sengketa HKI
7. Sengketa Konsumen
8. Sengketa pekerjaan
9. Sengketa perburuhan
10. Sengketa perusahaan
11. Sengketa hak
12. Sengketa property
13. Sengketa Kontrak
14. Dll.
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan
atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1
(Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB
penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
Adapun Keuntungan Negoisasi :
a. Mengetahui pandanga pihak lawan.
b. Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar pihak lawan
c. Memungkinkan sengketa secara bersama-sama.
d. Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
e. Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum.
f. Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Adapun Kelemahan Negoisasi:
a. Mengetahui pandanga pihak lawan.
b. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.
c. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil
kesepakatan
d. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang.
e. Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi
yang dirahasiakan lawan.
f. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak.
g. Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat
menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
5. ‘18
5 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada
lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara
di pengadilan.
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.
Sistem Alternatif Yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan
demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari
pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai
terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan).
Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan
antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak
ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas
penyelesaian yang mereka sengketakan.
b.) Konsiliasi
Konsiliasi adalah Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam pengertian lain
Konsolidasi (conciliation), dapat pula diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai.
Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR.
Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut
mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
a. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai
conciliator atau majelis pendamai,
b. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk
memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang
digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang
ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim. Lain
halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea
Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai
6. ‘18
6 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke
pengadilan.
c.) Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak
menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk
memberikan putusan. Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
Azas- Azas Arbitrase :
a) Azas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau
beberapa oramg arbiter.
b) Azas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
c) Azas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui
arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak
yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
d) Azas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan
mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau
kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau
perjanjian arbitrase.
Tujuan Arbitrase : Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah
untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya
oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil, Tanpa adanya
formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan
perselisihan.
KASUS
PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA
DIWILAYAH AMBALAT MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL
Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki batas wilayah laut berdasarkan pada
UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82
yang selanjutnya diratifikasi oleh pemerintah menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 1985.
Indonesia memiliki sekitar 17.506 pulau dengan luas 2/3 wilayahnya merupakan lautan. Dari
pulau-pulau tersebut terdapat beberapa pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga.
Berdasarkan survei Base Point yang dilakukan DISHIDROS TNI AL, dalam menetapkan batas
wilayah dengan negara tetangga, saat ini terdapat 183 titik dasar yang berada di 92 pulau
terluar, sedangkan lainnya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai. Pada umumnya
keberadaan kepulauan merupakan potensi Sumber Daya Alam bagi Negara. Dari berbagai
potensi sumber daya alam tersebut adalah Blok Ambalat. Ambalat terletak di laut Sulawesi
atau Selat Makasar milik dengan luas 15.235 kilometer persegi, diperkirakan mengandung
kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun ke depan.
Wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia, hal ini berdasarkan bukti penandatanganan
Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia-Malaysia pada tanggal 27 Oktober 1969, yang
7. ‘18
7 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
ditandatangani di Kuala Lumpur yang kemudian diratifikasi pada tanggal 7 November 1969.2
Hal inilah yang menjadi dasar hukum bahwa Blok Ambalat berada di bawah kepemilikan
Indonesia.
Penyelesaian sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia, menurut hukum
internasional harus dilakukan secara damai. Penyelesaian sengketa perbatasan di wilayah
perairan berbeda dengan daratan yang lebih mudah menentukan batas-batas wilayah. Namun
sengketa tersebut harus diselesaikan dan tidak berlarut-larut sehingga menjadikan masalah
sengketa Blok Ambalat makin sulit diselesaikan secara damai.
Penyelesaian Konflik:
3 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kasus konflik ini adalah penelitian yuridis
normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) latar belakang sejarah, yaitu
sebuah penelitian yang menggunakan konsepsi legistis positivis dengan mengemukakan bahwa
hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau
pejabat yang berwenang. 3Dan berdasarkan sejarah kepemilikan wilayah tersebut apakah ada
fakta-fakta yang mendukung kepemilikannya.
Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai
1. Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan
oleh manusia. Cara penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting.
Banyak sengketa yang diselesaikan melalui cara ini tanpa publisitas atau perhatian publik.
Alasannya dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya
dan setiap penyelesaian didasarkan kesepakatan atau konsensus para pihak.
2. Pencarian fakta
Sengketa seringkali berawal dari mempersoalkan sengketa mengenai suatu fakta. Meskipun
suatu sengketa berkaitan dengan hak dan kewajiban, akan tetapi sering kali suat
permasalahannya bermula pada perbedaan pandangan para pihak terhadap fakta yang
menentukan hak dan kewajiban tersebut. Penyelesaian sengketa demikian bergantung pada
penguraian fakta para pihak yang tidak disepakati. Oleh sebab itu, pemastian kedudukan fakta
yang sebenarnya dianggap sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa.
Dengan demikian para pihak yang bersengketa dapat memperkecil masalah sengketanya
dengan menyelesaikannya sengketa melalui metode pencarian fakta yang menimbulkan
persengketaan.
3. Jasa-jasa baik
Jasa-jasa baik merupakan cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak
ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi.
Jadi fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga
para pihak mau duduk bersama, dan bernegosiasi.
8. ‘18
8 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
4. Mediasi
Mediasi merupakan cara atau metode penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut
sering disebut dengan mediator. Mediator dalam hal ini bisa negara, organisasi internasional
atau individu, mediator ikut serta secara aktif dalam setiap proses negosiasi. Biasanya mediator
dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupaya mendamaikan para pihak dengan
memberikan saran penyelesaian sengketa.
5. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding mediasi.
Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi
yang dibentuk oleh para pihak. Komisi ini disebut dengan komisi konsiliasi. Komisi konsiliasi
bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc yang berfungsi untuk menetapkan persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak, namun putusannya tidak mengikat para pihak.
6. Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase merupakan penyerahan sengketa secara sukarela
kepada pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat. Badan
arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dala penyelesaian
sengketa-sengketa internasional. Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan
dengan pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbritrase suatu sengketa yang
telah lahir atau melalui pembuatan suatu klausul arbritrase dalam suatu perjanjian, sebelum
sengketa lahir, orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter.
7. Pengadilan internasional
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan internasional merupakan alternative penyelesaian
sengketa selain cara-cara di atas adalah melalui pengadilan. Penggunaan cara ini biasanya
ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil. Pengadilan dapat
dibagi dalam dua katagori, yaitu pengadilan permanen (International Court of Justice) dan
pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus.
9. ‘18
9 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
Frans Hendra Winarta. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika.
Silondae, Arus Akbar, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Dan Bisnis, (Cet.2; Jakarta: Mitra
Wacana Media. 2010, Hal. 45.
Aliesaja.Wordpress.Com / Penyelesaian – Sengketa - Ekonomi. Html, Di Akses Tanggal 14
Maret 2018, Pukul 14.47.
Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar,
Jakarta: PT.Fikahati Aneska Dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia, 2002.
Kompas.com, RI Peringatkan Malaysia Soal Blok Ambalat
http://nasional.kompas.com/read/2008/10/21/22413798/ , diakses 13 Maret 2018 pukul 20.15
WIB.
Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global), Alumni, Bandung, 2008, hlm. 357.