1. SKRIPSI
Judul:
Makna Ihsan dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik)
Disediakan Oleh:
Muhammad Al Baqir bin Anuar
Pembimbing:
Dr. H. Muh. Nurung, Lc., M.Ag
Muhammad Al-Fikri, M.Ag
2. BAB I: LATAR BELAKANG MASALAH
Ihsan dapat diartikan dengan dua makna yang berbeda yaitu pertama adalah berbuat baik kepada
orang lain seperti orang tua, kaum kerabat, orang miskin dan sebagainya. Kedua, ihsan adalah
melakukan sesuatu perkara dengan sebaiknya dan sempurna. Oleh itu, penulis ingin mengkaji dengan
lebih terperinci di dalam al-Qur’an berkaitan makna ihsan yaitu melakukan sesuatu perkara dengan
baik dan sempurna.
Apa yang menarik minat penulis untuk mengkaji pembahasan ini karena melihat kepada masyarakat
masa kini yang telah mengabaikan ihsan dalam kehidupan mereka. Ihsan yang dimaksudkan disini
adalah melakukan sesuatu perkara dengan baik dan sempurna. Hal ini dapat dilihat dalam konteks
penyembelihan binatang korban, ramai orang sering melupakan tata cara yang baik dan sempurna
ketika menyembelih. Antara cara yang terbaik untuk menyembelih adalah seperti membaca
basmalah, menghadapkan binatang ke kiblat, menajamkan pisau yang digunakan, mempercepatkan
kematiannya dan bukan melambatkan kematian binatang serta tidak boleh memperlihatkan
penyembelihan kepada hewan yang lain. Namun begitu, penulis dapati perbuatan menyembelih
hewan dihadapan hewan yang lain sering dilakukan oleh masyarakat padahal ianya perlu dielakkan
ketika menyembelih karena perbuatan ini akan mendatangkan keresahan kepada binatang lain yang
belom dikorbankan.
3. Pengabaian terhadap sifat Ihsan perlu dititik beratkan kepada setiap manusia supaya ianya tidak
menjadikan contoh yang buruk pada generasi akan datang. Maka selayaknya Ihsan senantiasa
dipelajari dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehingga manusia bisa menjalankan perintah
Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai tujuan penciptaannya. Dalam Al-Qur'an, kata ihsan banyak
dijumpai dengan berbagai makna dan implikasi. Pembedaan ini disebabkan oleh penggunaan
berbagai ekspresi ihsan yang berkaitan dengan masalah tersebut. Pemahaman yang luas tentang
istilah ihsan dapat diperoleh dengan menggunakan metode tematik dalam proses pengkajiannya.
Metode tafsir tematik memungkinkan seseorang untuk mengetahui inti masalah dan setiap sudut
pandangnya, dengan tujuan agar dia dapat mengembangkan bidang kekuatan untuk maju, dan
memenuhi perselisihan. Selain itu, metode ini sesuai dengan semangat zaman modern yang
menuntut agar berupaya melahirkan suatu pemahaman yang bersifat universal untuk masyarakat
Islam.
Dalam skripsi ini penulis akan membahaskan mengenai term Ihsan dalam perspektif tafsir tematik
karangan Abdul Hayy Al-Farmawi. Inilah yang menumbuhkan minat dan rasa ingin tahu penulis untuk
menulis skripsi yang berjudul Makna Ihsan dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik).
4. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Ihsan
dalam perspektif tafsir tematik? Setelah itu, muncul pula beberapa pertanyaan empiris dari karya ini:
• Bagaimana makna ihsan dalam pandangan ulama?
• Apa langkah-langkah kerja dalam kajian tafsir tematik?
• Bagaimana pandangan al-Qur’an tentang Ihsan analisis tafsir tematik?
BATASAN MASALAH
• Guna untuk menghindari keluasan dalam pembahasan dengan itu diperlukan untuk memfokuskan pada
masalah yang akan diteliti, maka pembahasan ini hanya dibataskan dengan ayat-ayat Al-Quran
mengenai makna ihsan yaitu melakukan sesuatu perkara dengan baik dan sempurna.
5. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
TUJUAN
• Untuk mengetahui pandangan ulama mengenai Ihsan.
• Mengetahui langkah-langkah kerja dalam kajian tafsir tematik
• Mengetahui pandangan al-Qur’an tentang Ihsan analisis tafsir tematik.
KEGUNAAN
• Secara teoritis, memperjelas dan mempertegas gagasan pada penelitian berikutnya yang akan
meneliti penelitian serupa tentang makna ihsan dalam al-Qur’an (kajian tafsir tematik)
• Secara praktis, hasil kajian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang memberikan
data yang sahih tentang makna ihsan yang sebenarnya sehingga tidak ada sedikitpun keraguan
dan karya ini dapat dimanfaatkan sebagai rujukan karya tulis ilmiah dan sebagainya.
6. METODE PENELITIAN
SUMBER DAN JENIS DATA
Data Primer
• Data primer merupakan data utama didapatkan oleh peneliti melalui pembacaan, tujuannya adalah
memudahkan peneliti menjawab permasalahan penelitiannya. Dalam hal ini, data primer yang
digunakan adalah Al-Qur'an dan kitab tafsir yaitu Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-
Qurthubi. Selain itu, peneliti menggunakan buku Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya karya
Abdul Hayy al-Farmawi.
Data Skunder
• Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh mereka yang mahir di dalam suatu keilmuan
dan diolah mereka yang pada kebiasaanya dipublikasikan dalam betuk jurnal dan sebagainya. Dalam
penelitian ini, data sekunder yang digunakan oleh peneliti adalah jurnal, buku-buku ilmiah seperti buku
wawasan al-Qur’an karangan M. Quraish Shihab dan buku pedoman hidup seorang muslim karangan
Abu Bakar Jabir al-Jazairy.
7. TEKNIK ANALISIS DATA
• Menetapkan masalah al-Quran yang akan dikaji (topik).
• Melacak dan menghimpun masalah yang akan dibahas tersebut dengan menghimpun ayat-ayat al-
Quran yang membicarakannya.
• Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan
mengenai latar belakang turunnya ayat atau asbab al-nuzul.
• Memahami korelasi (Munasabah) ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing.
• Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematis, dan utuh.
• Melengkapi penjelasan ayat dengan hadis, riwayat sahabat, dan lain-lain yang relevan bila dipandang
perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin jelas.
• Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat
yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara yang Am (umum) dan Khash (khusus),
Muthlaq dan Muqayyad, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu
dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan sehingga lahir satu simpulan tentang pandangan
al-Qur’an menyangkut tema yang dibahas.
8. BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG IHSAN
DEFENISI IHSAN
CIRI-CIRI ORANG YANG
BERBUAT IHSAN
PANDANGAN PARA ULAMA
TENTANG IHSAN
10. BAB IV: ANALISIS PENAFSIRAN AL-QUR’AN TENTANG IHSAN
Di dalam al-Qur’an, kata ihsan bersama dengan berbagai
pembentukan kata dan derivasi (kata jadiannya)
disebutkan secara berulang-ulang. Dalam al-Mu’jam al-
Mufahros li Alfaz al-Qur’an al-Karim, diuraikan
bahwasanya terdapat 211 kali dalam al-Qur’an yang
mengandung lafaz ihsan dan sejenisnya. Ayat-ayat
mengenai ihsan akan diulas secara mendetail di sub
berikut ini, dengan menggunakan penafsiran-penafsiran
para ahli tafsir yang masyhur. Akan tetapi hanya 6 ayat
al-Qur’an saja diambil yang menerangkan mengenai
makna ihsan yaitu melakukan sesuatu perkara dengan
baik dan sempurna.
Klasifikasi Ayat Ihsan Dalam Al-Qur’an
12. BAB V: KESIMPULAN
Raghib al-Asfahani mengartikan ihsan dalam dua pengertian: Pertama, berbuat baik kepada orang lain seperti
orang tua, kaum kerabat, orang miskin dan sebagainya. Kedua, ihsan pada perbuatan atau perilaku yaitu
melakukan sesuatu perkara dengan sebaiknya dan sempurna.
Langkah-langkah kerja dalam tafsir tematik adalah menetapkan masalah al-Quran yang akan dikaji (topik) dan
melacak masalah yang akan dibahas tersebut dengan menghimpun ayat-ayat al-Quran yang membicarakannya.
Selain itu, menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan
mengenai asbab al-nuzul ayat dan memahami korelasi (Munasabah) ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-
masing. Seterusnya, menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematis, dan utuh serta
melengkapi penjelasan ayat dengan hadis, riwayat sahabat, dan lain-lain sehingga pembahasan menjadi semakin
jelas.
Ayat-ayat tentang ihsan telah dibagikan kepada 3 sub topik yaitu ihsan dalam ibadah, ihsan dalam akhlak dan
ihsan dalam jihad. Maka disini penulis dapati ayat-ayat al-Qur’an ini menerangkan bahwa dalam beribadah
hendaklah menyelesaikan rukun-rukun dan syarat-syaratnya dengan sempurna disamping menyembah Allah
SWT dengan tidak mempersekutukannya dengan yang lain. Manakala dalam akhlak, perbuatan dan percakapan
perlulah seiring seperti mengucapkan perkara yang baik serta berbakti kepada orang tua, karib kerabat dan
sebagainya karena ianya dituntut dalam Islam. Akhir sekali, dalam berjihad haruslah berijhad dengan
sebenarnya-sebenarnya sama ada ianya jihad berperang atau jihad menuntut ilmu agar kedua-duanya
memperoleh kebaikan yang tinggi disisi Allah SWT.