1. Indonesia perlu meningkatkan kesiapsiagaan dan respons darurat untuk menanggulangi ancaman penyakit hewan transboundary dan emerging yang telah menyebabkan kerugian sosioekonomi berat.
2. Siklus kesiapsiagaan dan respons darurat mencakup pencegahan, deteksi, respons, dan pemulihan, namun Indonesia belum berhasil memberantas penyakit seperti CSF dan HPAI yang telah menjadi endemik.
3. Penilaian tingkat risiko penyakit
Penilaian Tingkat Kesiapan Kesiapsiagaan dan Respons Darurat - DKH-AIHS, 4 Juni 2021
1. Penilaian Tingkat Kesiapan
Kesiapsiagaan dan
Respons Darurat
Tri Satya Putri Naipospos
Senior Animal Health Emergency
Management System Adviser
Perteman Identifikasi Kebutuhan
Penguatan Kesiapsiagaan Darurat dan Respons
Jakarta, 4 Juni 2021
2. Pendahuluan
• Indonesia telah menghadapi serangkaian serangan penyakit utama yang
serius yang datang dari luar negeri dalam beberapa dekade terakhir, seperti
Classical swine fever (CSF), Highly pathogenic avian influenza (HPAI),
African swine fever (ASF), maupun yang menyebar ke provinsi/daerah yang
sebelumnya bebas seperti rabies ke Pulau Flores, Pulau Bali, Pulau Nias,
Pulau Sumbawa.
• Indonesia juga menghadapi ancaman lebih lanjut dari penyakit-penyakit
lintas batas, misalnya Penyakit mulut dan kuku (PMK) dan penyakit-
penyakit menular baru muncul (emerging infectious diseases/EID) misalnya
Lumpy Skin Disease (LSD), strain-strain baru HPAI yang ada di wilayah
regional atau penyakit menular baru lainnya yang belum diketahui.
3. Konteks historis pengendalian penyakit hewan
Penyakit
Jumlah provinsi baru yang tertular Status saat ini di provinsi
yang terdampak
< 2001 2001 – 2010 2011 – 2020 2021
Rabies* 17 6 3 0 Endemik di 26 provinsi*
CSF** 11 8 0 0 Endemik di 18 provinsi**
HPAI*** Tidak ada 33 1 0 Endemik di 31 provinsi***
ASF**** Tidak ada Tidak ada 7 4 Provinsi tertular lainnya?
3
* Rabies muncul pertama kali pada tahun 1884. Daerah yang telah dibebaskan dari
rabies: DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur.
** CSF muncul pertama kali pada tahun 1994. Daerah yang telah dibebaskan dari CSF:
Sumatera Barat.
*** HPAI muncul pertama kali pada tahun 2003. Daerah yang telah dibebaskan dari HPAI:
Maluku Utara, Maluku, Papua.
**** ASF muncul pertama kali pada tahun 2019.
4. Darurat penyakit hewan
• Darurat penyakit hewan (animal disease emergency) umumnya seringkali
merupakan penyakit hewan lintas batas (transboundary animal
disease/TAD), dan didefinisikan sebagai terjadinya epidemi penyakit yang
sangat menular dan memiliki potensi menyebar sangat cepat, tanpa
memperhatikan batas-batas negara, menyebabkan dampak sosio-ekonomi
yang serius dan mungkin menimbulkan konsekuensi kesehatan masyarakat.
• Keadaan darurat dapat terjadi karena introduksi penyakit lintas batas ke
suatu negara yang sebelumnya bebas, atau introduksi strain baru dari suatu
penyakit tertentu, atau kemunculan/kenaikan penyakit endemik yang
disebabkan oleh perubahan epidemiologi atau kondisi lingkungan.
Sumber: OIE (2018). Manual 9 Emergency preparedness and response planning.
5. Penyakit lintas batas = transboundary animal disease (TAD)
• Definisi Penyakit lintas batas (Transboundary
Animal Diseases/TAD):
• Penyakit menular yang penting bagi
ekonomi, perdagangan dan/atau
ketahanan pangan untuk sejumlah besar
negara; dan yang dapat mudah menyebar
ke negara-negara lain dan mencapai
proporsi epidemi; dan di mana
pengendalian/manajemen membutuhkan
kerja sama antara beberapa negara.”
Sumber: Good Emergency Management Practice: The Essentials.
A guide to preparing for animal health emergencies. FAO Manual.
7. Dampak sosio-ekonomi penyakit lintas batas (transboundary)
dan baru muncul (emerging)
• Dampak negatif yang kuat pada produksi hewan dan ketahanan pangan
• Peningkatan kemiskinan
• Ancaman terhadap kesehatan manusia
• Kehilangan peluang perdagangan hewan dan produk hewan (karena
status kesehatan hewan suatu negara)
• Peningkatan ketidakpastian tentang stabilitas investasi
• Dampak sosio-ekonomi pada konsumen dan industri terkait
• Penurunan minat perusahaan-perusahaan asuransi sebagai akibat dari
biaya yang sangat tinggi
Sumber: Dr Bernard Vallat, OIE Director General (2008).
8. Darurat penyakit hewan
1. Tidak efektif apabila ditangani hanya di tingkat lokal oleh peternak dan petugas
kesehatan hewan baik itu pemerintah atau swasta.
2. Hanya dapat diselesaikan dengan respons di tingkat nasional, dikoordinasikan oleh
pemerintah yang menangani fungsi kesehatan hewan dengan dukungan lembaga lain.
3. Memerlukan respons nasional segera, sehingga dapat meminimalkan timbulnya
konsekuensi sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat yang serius.
4. Dalam kasus epidemi penyakit lintas batas (TAD), untuk penanganannya lebih lanjut
diperlukan respons internasional yang melibatkan sejumlah negara di wilayah
regional, dengan bantuan eksternal dan koordinasi lembaga internasional.
5. Setiap keterlambatan dapat mengarah pada wabah penyakit yang menyebar ke
wilayah yang lebih luas, membuat pengendalian dan pemberantasan jauh lebih mahal
dan sulit, atau bahkan tidak mungkin dicapai, mengarah ke situasi endemik.
Sumber: Good Emergency Management Practice: The Essentials. A guide to preparing for animal health emergencies. FAO Manual.
9. Mengapa perlu Kesiapsiagaan dan Respons Darurat?
• Meskipun Indonesia telah memiliki sejumlah kebijakan dan regulasi serta
kesiapsiagaan dan respons darurat (Emergency preparedness and
response/EPR) yang telah dilakukan, Indonesia belum dapat memberantas
serangan penyakit-penyakit lintas batas (transboundary animal
diseases/TAD) seperti CSF, HPAI dan juga ASF yang sekarang ini telah
menjadi endemik di banyak daerah di Indonesia.
• Ada kebutuhan yang jelas untuk memitigasi risiko serangan penyakit di
masa depan dengan meningkatkan Kesiapsiagaan dan Respons Darurat
(KRD) dengan mempertimbangkan siklus Pencegahan (Prevention),
Deteksi (Detection), Respon (Response) dan Pemulihan (Recovery).
11. Kesiagaan darurat veteriner dalam PP No. 4/2014
Bagian Ketujuh
Kesiagaan Darurat Veteriner
Pasal 46
(1) Kesiagaan darurat veteriner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf f
disusun dalam bentuk pedoman untuk mengantisipasi muncul, berjangkit, dan
menyebarnya Wabah Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Hewan Eksotik.
(2) Kesiagaan darurat veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Kesiagaan darurat veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disosialisasikan dan
disimulasikan oleh Otoritas Veteriner Kementerian kepada semua pemangku
kepentingan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan evaluasi kesiagaan
darurat veteriner diatur dengan Peraturan Menteri.
12. Siklus Kesiapsiagaan dan Respon Darurat (KRD)
PENCEGAHAN Pencegahan dan deteksi idealnya dilakukan secara bersamaan, dan
keduanya terjadi selama tidak adanya darurat penyakit (emergency
diseases) (kadang-kadang disebut sebagai “masa damai”). Untuk penyakit
endemik, tahap-tahap ini dilakukan ketika penyakit ini sudah ada.
DETEKSI
RESPONS Ketika suatu penyakit terdeteksi, respons cepat sangat penting untuk
meminimalkan penyebaran penyakit. Keterlambatan pada titik ini sangat
penting dan dapat menyebabkan penyakit tersebar luas dan endemik.
PEMULIHAN Setelah penyakit dapat dikendalikan atau dieliminasi, respons mereda dan
periode pemulihan diperlukan untuk mengembalikan sektor peternakan
yang terdampak ke keadaan sebelumnya, atau lebih mungkin terhadap
situasi di mana risiko masa depan telah berkurang sebagai hasil perubahan
legislasi dan/atau praktik.
Sumber: Good Emergency Management Practice: The Essentials. A guide to preparing for animal health emergencies. FAO Manual.
13. Kejadian darurat penyakit hewan
• Tanpa ATAU ada peringatan sebelumnya
• Penanganan kecil saja ATAU besar tapi
tidak bisa dikendalikan ATAU diantara
keduanya
• Dampak pendek, panjang ATAU bertahan
lama
Disiapsiagakan (preparedness) = kunci
untuk mengurangi kerugian dan
memastikan pemulihan lebih cepat
14. Keberhasilan KRD
“Keberhasilan upaya
kesiapsiagaan dan respons
darurat bergantung pada
efektivitas kerja sama antar
pemangku kepentingan”
KERJA SAMA
PETERNAK/
PRODUSEN TERNAK
PEMERINTAH
DAERAH
PEMERINTAH
PUSAT
INDUSTRI/SEKTOR
SWASTA TERKAIT
15. Pedoman untuk Menetapkan Tingkat Risiko Penyakit
Kategori
Ancaman
Jangkauan hospes Patogenisitas Dampak zoonosis Jangkauan Geografis Dampak sosio-
ekonomi
Minimum Terbatas pada satu
spesies hewan
dan/atau spesies
satwa liar
Morbiditas/mortalitas
pada hewan rendah
Tidak ada dampak
kesehatan manusia
Kejadian hanya lokal di
negara asing tanpa
penyebaran lintas batas
Dampak sosio-
ekonomi rendah
Moderat Satu sektor
komoditas ternak
(misalnya ayam,
sapi perah, babi dll)
Morbiditas/mortalitas
pada hewan moderat
Dampak pada
kesehatan manusia
minimal
Kejadian di negara asing
dengan penyebaran
kecil sampai moderat ke
negara-negara tetangga
atau wilayah regional
Dampak sosio-
ekonomi moderat
Signifikan Satu atau lebih
sektor komoditi
peternakan
Morbiditas/mortalitas
pada hewan tinggi
sampai moderat
Dampak terhadap
kesehatan manusia
signifikan
Kejadian di negara asing
yang berbatasan dengan
Indonesia, atau negara
mitra dagang yang
diketahui ada jalur
penularan
Dampak sosio-
ekonomi sangat
besar
Modifikasi dari USDA APHIS. Emerging Animal Disease Preparedness and Response Plan. July 2017.
16. Kategori tingkat ancaman internasional
Tingkat Risiko Indikator Penilaian
Tingkat 1 — Risiko
minimum terhadap
kesehatan hewan atau
kesehatan masyarakat di
Indonesia
Jangkauan hospes Minimum sampai moderat
Patogenisitas Minimum sampai moderat
Dampak zoonosis Dampak tidak ada atau minimum terhadap kesehatan manusia
Jangkauan geografis
saat ini
Minimum sampai moderat untuk penyakit yang tidak diidentifikasi
akhir-akhir ini di Indonesia
Dampak sosio-ekonomi Minimum sampai moderat
Tingkat 2 — Berpotensi
risiko terhadap kesehatan
hewan atau kesehatan
masyarakat di Indonesia
Jangkauan hospes Moderat sampai signifikan
Patogenisitas Moderat sampai signifikan
Dampak zoonosis Dampak tidak ada atau moderat terhadap kesehatan manusia
Jangkauan geografis
saat ini
Minimum sampai moderat untuk penyakit yang tidak diidentifikasi
akhir-akhir ini di Indonesia
Dampak sosio-ekonomi Moderat sampai signifikan
Tingkat 3 — Risiko yang
akan datang terhadap
kesehatan hewan atau
kesehatan masyarakat di
Indonesia
Jangkauan hospes Moderat sampai signifikan
Patogenisitas Moderat sampai signifikan
Dampak zoonosis Dampak tidak ada atau signifikan terhadap kesehatan manusia
Jangkauan geografis
saat ini
Signifikan untuk penyakit yang tidak diidentifikasi akhir-akhir ini di
Indonesia
Dampak sosio-ekonomi Moderat sampai signifikan
17. Contoh TAD dan dengan tingkat risiko
Tingkat Risiko Penyakit Indikator Penilaian
Tingkat 1 – Risiko
minimum
Vesicular
exanthema
(VES)
Jangkauan hospes Moderat (hanya ternak babi)
Patogenisitas Minimum (morbiditas tinggi, mortalitas rendah)
Dampak zoonosis Dampak tidak ada terhadap kesehatan manusia
Jangkauan geografis saat ini Minimum (dilaporkan hanya di Amerika Serikat, pertama
kali dilaporkan di California Selatan pada 1932)
Dampak sosio-ekonomi Minimum (sudah dieradikasi di AS pada tahun 1956)
Tingkat 2 –
Berpotensi risiko
Lumpy skin
disease (LSD)
Jangkauan hospes Signifikan (ternak sapi dan kerbau)
Patogenisitas Moderat (morbiditas bervariasi, mortalitas 10-40%)
Dampak zoonosis Dampak tidak ada terhadap kesehatan manusia
Jangkauan geografis saat ini Moderat (saat ini menyebar ke negara-negara di Asia
Tenggara - Vietnam, Myanmar, Thailand, Malaysia)
Dampak sosio-ekonomi Signifikan (pembatasan perdagangan internasional)
Tingkat 3 – Risiko
yang akan
datang
Penyakit mulut
dan kuku
(PMK)
Jangkauan hospes Signifikan (ternak ruminansia besar dan kecil)
Patogenisitas Signifikan (morbiditas tinggi, mortalitas moderat
Dampak zoonosis Dampak tidak ada terhadap kesehatan manusia
Jangkauan geografis saat ini Signifikan (endemik di Asia, Afrika dan Eropa)
Dampak sosio-ekonomi Signifikan (diestimasi mencapai 9 trilyun rupiah)
18. Kesiapsiagaan darurat – PERSIAPAN (1 – 11)
No. Fase KRD (Persiapan)
0 = tidak
siap
1 = buruk 2 = sedang 3 = siap
penuh
1. Struktur organisasi - definisi peran jelas
2. Kelompok ahli (expert group)
3. Peraturan perundangan (legislasi & regulasi)
4. Daftar penyakit prioritas
5. Daftar penyakit wajib dilaporkan (notifiable)
6. Perencanaan penganggaran
7. Sistem kesiapsiagaan dan respons darurat
8. Rencana kontinjensi
9. Strategi suplai darurat vaksin
10. Manual operasional/pedoman/SOP
11.
Penetapan laboratorium veteriner untuk
referensi penyakit nasional
Sumber: Modifikasi dari FAO Good Emergency Management Practices: The Essentials. FAO Animal
Production and Health Manual No. 11. Rome (2011).
19. Kesiapsiagaan darurat – PERSIAPAN (12 – 21)
No. Fase KRD (Persiapan)
0 = tidak
siap
1 =
buruk
2 =
sedang
3 = siap
penuh
12. Manajemen informasi, analisis dan pelaporan
13. Analisis risiko (risk analysis)
14.
Epidemiologi dan penentuan kriteria konfirmasi
kasus (lapangan dan laboratorium)
15. Pedoman penyakit lintas batas dan baru muncul
16. Latihan simulasi desktop dan simulasi lapangan
17. Praktik Biosekurity (biosecurity Practices)
18.
Inventarisasi perlengkapan kesehatan hewan yang
ada dan diperlukan di daerah
19.
Pemetaan jenis dan jumlah vaksin yang diperlukan di
daerah
20.
Advokasi dan komunikasi dengan pemangku
kepentingan
21. Kampanye kesadaran masyarakat (public awareness)
20. Penutup
• Kesiapsiagaan dan respons darurat (Emergency preparedness and response
/EPR) merupakan suatu mekanisme untuk memastikan suatu negara siap
dalam merespons darurat penyakit hewan.
• Persiapan sebelum terjadi kedaruratan adalah esensial untuk memastikan
tersedianya kapasitas, sumberdaya dan dukungan legislasi yang memadai
untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam KRD.
• Tingkat kesiapsiagaan (level of preparedness) harus dinilai sejauh mana kita
memiliki komponen-komponen yang dipersiapkan sebelumnya disertai
dengan latihan simulasi untuk membangun kepercayaan diri dalam melakukan
deteksi dini dan respons dalam menghadapi penyakit baru muncul (EID) dan
penyakit lintas batas (TAD) .